Beranda / Thriller / Bus Penyelamat / Part 56 : Teriakan

Share

Part 56 : Teriakan

last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-21 10:46:43

Pak Karay maju ke depan dan kemudian berhenti tepat di depan Pak Wawan. Tanpa berbicara sepatah kata-pun, dia langsung menusuk perut Pak Wawan dengan sebilah pisau yang tajam. “Ssskkk...” Hanya dalam beberapa detik saja, pria itu telah melakukan tiga kali penusukan. Satu di bagian perut, dan dua di bagian paha kiri dan kanan Pak Wawan. Hal tersebut lantas membuat istri Pak Wawan menjerit histeris. Dia tidak sanggup melihat sosok suami yang ia cintai disiksa dengan cara yang kejam seperti itu. Wanita itu bahkan sampai meludahi wajah Pak Karay. Menanggapi hal tersebut, sebuah tamparan keras pun melayang ke wajahnya. Wanita itu pun langsung terdiam dan tak kuasa lagi untuk berkutik.

Pak Wawan meringis kesakitan. Darah segar tampak mulai bersimbah membasahi baju dan celananya. Meski demikian, nyali pria itu belum juga berakhir. Ia bahkan masih bisa tertawa lepas seperti orang gila yang terus menerus mengejek Pak Karay. “Lihatlah, sebentar lagi kau akan menemui ajalmu. Mereka akan mengga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bus Penyelamat   Part 57 : Cahaya di Belokan Tebing

    Angin malam behembus meniupi dedaunan rumpun bambu yang rindang. Satu persatu dari mereka berjatuhan ke tanah. Kabut malam terlihat semakin menebal menyelimuti hutan. Hawa dingin menyeruak. Ia baru saja berjalan meninggalkan tempat itu menerobos rumput-rumput liar yang tumbuh di atas tebing jalan. Jaraknya dengan belokan jalan saat itu tidak begitu jauh, hanya terpaut sekitar dua puluh meter. Tidak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya dia pun berhasil sampai di sana. Dia mulai melongakkan kepalanya ke bawah sana, untuk memeriksa situasi.Dugaannya benar. Ternyata di bawah sana ada seonggok api kecil yang sedang menyala. Namun dia bingung karena tidak melihat satu orang pun di tempat itu. Api kecil itu menyala cukup terang meskipun beberapa kali nyaris padam tertiup oleh angin. Siapakah yang menyalakan api tersebut? Sindi bertanya-tanya di dalam hati.Tidak sampai di situ, untuk membuatnya yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, dia pun kembali melemparkan pandangannya ke segala ara

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Bus Penyelamat   Part 58 : Suara dari Kejauhan

    Askar dan dua orang temannya itu terus berlari menapaki jalan setapak yang basah dan becek itu mengikuti jejak kaki Sindi yang tampak mengarah menuju jalan Raya. Semenjak berhasil menyeberangi jembatan kayu yang jauh di belakang sana, hingga sampai di perkebunan kopi—mereka belum juga berhenti untuk beristirahat. Padahal jarak yang telah mereka tempuh cukup jauh, hampir empat kilometer. Stamina mereka masih jauh lebih tangguh daripada Sindi.“Sindi... Sindi...” Suara teriakan itu terdengar sayup-sayup memanggil jauh dari belakang sana. Meskipun suara itu berasal dari tempat yang jauh, namun karena suasana malam yang begitu hening dan sunyi membuat Sindi yang tengah berlari itu pun langsung menghentikan langkahnya. Walaupun itu hanyalah terkesan seperti gemaan suara, namun ia tetap dapat mendengar suara panggilan itu yang menyebut-nyebut namanya sampai beberapa kali. Suara siapakah tersebut? Mengapa dia tidak mengenalinya? Apakah itu adalah sebuah pancingan? Seakan tak mau dijebak, Ia

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-23
  • Bus Penyelamat   Part 59 : Genangan Lumpur

    Cahaya senter yang dipegang Rameng begitu terang, sehingga apa saja yang berada di tempat itu dapat terlihat dengan amat jelas. Pria itu berjalan perlahan-lahan, selangkah demi selangkah sembari mengamati area tersebut dengan begitu cermat. Tidak ada yang terluput darinya. Terlihat rerumputan liar yang cukup tebal memenuhi tempat itu. Buyung berdiri dalam jarak 10 meter di samping kiri, mereka semua benar-benar telah mengepung tempat tersebut. Tidak ada lagi jalan untuk pergi. Saat itu Mery masih juga mendekam dalam posisi tubuh yang hampir lenyap ke dalam lumpur. Hanya menyisakan leher hingga kepalanya. Ia bersembunyi.Rameng masih berusaha keras untuk melacak mangsanya. Jejak tersebut benar-benar menghilang ke dalam genangan air yang seluas kolam ikan yang terletak tepat di tengah-tengah padang rumput liar tersebut. Ia berdiri di sana untuk mengamatinya. Permukaan air di dalam sana tampak begitu keruh, memperlihatkan bahwa ada sesuatu yang telah melewatinya. Rameng menggertakan gig

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-24
  • Bus Penyelamat   Part 60 : Medan Batu

    Sindi segera mengeluarkan kakinya dari dalam genangan lumpur, dan kemudian menyalakan senternya. Saat ia menyorortkan cahaya senternya itu ke belakang sana, namun ia tidak melihat apa pun. Yang ada hanyalah kegelapan malam yang diisi oleh samar-samar cahaya rembulan. Kabut malam masih bertebaran di mana-mana. Suara misterius itu juga telah menghilang entah kemana. Sindi tertegun di tempat, sembari terus memeriksa keadaan sekeliling dengan penerang yang ada di tangannya. Dia tetap tidak menemukan apa pun. Apa mungkin tadi itu hanyalah perasaannya belaka? Ataukah mungkin juga itu adalah suara hembusan angin malam yang berhembus, sehingga membuat dahan-dahan dan dedaunan yang mati terjatuh ke tanah dan menimbulkan suara? Tidak! Mengapa suara itu benar-benar terdengar begitu nyata seperti langkah kaki seseorang yang sedang berlari? Perasaan Sindi mulai tidak tenang. Khawatir. Setelah memastikan semuanya benar-benar aman, Sindi segera membasuh kakinya yang berlumuran lumpur itu dengan air

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-25
  • Bus Penyelamat   Part 61 : Jadi Abu

    Suara tabuh mulai didendangkan. Kemenyang mulai dibakar. Aromanya yang khas tercium kemana-mana, menyebar terbawa angin malam. Nenek tua itu mengangkat kedua tangannya tinggi ke langit. Dia mulai membacakan syair-syair pembuka acara ritual di malam itu dengan begitu khusyuk.“Ooooo ninek kamai nga kramak... Dnga lah anok cucuh kayo nyerau. Kinai dahoh batino lah tekapak daleuh dule... Kayo nga kramak, ninek kamai.. Klualah kayo, bule lah tinggai, lum nyo ilaa, trimo lah nga kamai bagih inih. Suburkanlah penanau kamai, lbek-lbeklah penanau kamai...”Orang-orang terlihat begitu khusyuk melantumkan mantra-mantra sakti di dalam bahasa mereka yang aneh tersebut. Suara mereka semua terdengar begitu kompak dan juga seirama. Di sisi lain, Tanjo mengepalkan tinjunya di belakang tali pengikat. Ia berusaha keras untuk melepaskan tali ikatan tersebut dari tangannya.Satu, dua, tiga. Ia berhasil melepaskan ikatan tali yang mengikat tangannya di belakang. Tanpa menunggu lama, Tanjo segera berlari m

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Bus Penyelamat   Part 62 : Batu Besar

    Hanya beberapa menit kemudian, gerombolan para pemuja setan itu pun mulai terlihat. Mereka berlari menerobos malam dengan api obor mereka yang berederet panjang ke belakang. Tak bisa dihitung entah berapa banyak jumlah mereka pada saat itu. Mungkin ratusan orang. Mereka berlari membawa anjing-anjing pelacak mereka yang ganas. Setelah cukup jauh berlari meninggalkan desa yang terkutuk itu, tiba-tiba saja Ani roboh ke tanah. Sepertinya luka yang ada di perut dan punggungnya itu sangat parah, sehingga membuatnya tidak berdaya lagi untuk melarikan diri. Dia terjatuh di tengah jalan. Namun Dewi dan Buk Aida Istri Pak Wawan tidak mengetahuinya. Mereka terus berlari di dalam gelap untuk menyelamatkan diri mereka. Pak Jumri dan semua anak buahnya itu terus mengejar mereka dari belakang. Mereka melewati kebun jagung itu tanpa mengetahui Pak Wawan sedang meringkup di balik parit dalam kondisi tubuh yang penuh luka. Anjing-anjing mereka yang ganas terus menggonggong dengan suara mereka yang beg

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Bus Penyelamat   Part 63 : Makhluk Kecil

    Pria misterius itu perlahan-lahan melangkahkan kakinya untuk mencari jejak Sindi yang tiba-tiba saja lenyap entah ke mana. Ia menyorotkan cahaya senternya itu ke segala arah untuk memeriksa tempat itu, namun ia tetap tidak menemukannya. Akan tetapi ia tidak menyerah, pria misterius itu masih bertahan di tempat itu untuk menunggu mangsanya keluar dari tempat persembunyian.Malam masih tetap sesunyi sebelumnya. Yang terdengar hanyalah suara angin malam yang bercampur dengan para jengkerik. Kabut malam semakin tebal menyelimuti malam. Sindi meringkup di balik rerumputan sambil terus mengintip pria itu yang menunggunya di tengah jalan.Pria itu cukup tinggi dan badannya tampak begitu kekar. Ia mengenakkan penutup wajah, sehingga membuat Sindi tidak bisa melihatnya dengan jelas. Siapakah pria itu? Apakah itu adalah sopir truk yang beberapa hari yang lalu mengantarkan air darah pencuci daging ke rumah Pak Jumri dan Pak Dunto? Tidak, pria itu tidak berpostur kekar seperti itu. Lalu siapakah

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-27
  • Bus Penyelamat   Part 64 : Kesalahan

    Buk Aida dan Dewi bersembunyi lereng bukit. Mereka mengintip Pak Jumri dan anak buahnya yang berkeliaran di bawah sana. Cahaya senter mereka tampak berulang kali menyorot ke arah mereka, namun tidak ada satu pun dari mereka yang melihat keberadaan Buk Aida dan Dewi.“Kita harus berhenti di sini, tunggu sampai mereka semua pergi—barulah kita turun ke bawah sana. Aku sudah tidak sanggup lagi berlari lebih jauh, luka di dadaku ini terus mengeluarkan darah, aku sudah tidak kuat lagi..” Dewi mendudukkan dirinya di tanah. Ia tampak begitu lelah dan telah kehilangan banyak darah. Dewi butuh istrirahat sejenak untuk mengumpulkan segenap tenanganya yang masih tersisa.Sejak dari pagi tadi, mereka belum sempat mengganjal perut walau hanya sesuap nasi. Hari itu benar-benar terasa melelahkan. Mereka terus berlari dikejar oleh para warga desa yang begitu menakutkan. Sepertinya otak mereka semua telah dicuci oleh Pak Karay dan teman-temannya, merekalah yang sebenarnya dalang dari semua ini.“Baikl

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28

Bab terbaru

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status