Bab 32 Ngidam"Mas," panggilku. Mas Alvin tersentak lalu menoleh ke arahku. "Tapi apa?" ku ulangi pertanyaan yang cukup sederhana ini. Mas Alvin menatap ku dan bersiap untuk mengatakan sesuatu. Mengatakan di mana ia ternyata mengajukan sebuah permintaan padaku. "Permintaan apa, Mas?" tanya ku. Mas Alvin menghela napas berat. "Aku minta kali ini biar aku yang mengurus semuanya, tolong kamu fokus dengan kehamilanmu. Itu saja."Mendengar hal itu aku tak langsung meresponnya. Aku tahu apa yang diinginkan Mas Alvin terhadapku itu baik. Tapi, bagiku hal tersebut amatlah bertentangan dengan batinku. Aku tak bisa berdiam diri seperti batu yang hanya menunggu dan membiarkan orang lain menyelesaikan masalahku tanpa campur tanganku. "Tapi Mas—""Gak ada tapi-tapian," potong Mas Alvin. "Kamu turutin permintaanku atau selamanya kita gak akan bercerai."Aku tercengang dan seketika diam. Lalu mencoba menjernihkan pikiranku."Aku janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Begitu juga deng
Bab 33 Pengakuan Bu MirnaDi saat itu rasa jengkelku semakin naik, tapi ... ah, mungkin suamiku itu juga merasa lapar dan memutuskan untuk membeli martabak yang memang jelas-jelas masih buka.Setelah beberapa menit Mas Alvin pun kembali dengan membawa satu bungkus martabak manis. Dan tepat ketika suamiku itu menutup pintu mobil, mendadak ia tampak terkejut dan pandangannya tak teralihkan dari arah depan. Ketika aku menulusuri arah yang dimaksud Mas Alvin, ternyata ... ada Dewi yang baru saja turun dari mobilnya."Itu Dewi, kan?" tanyaku memastikan, tanpa mengalihkan pandanganku."Iya," jawab Mas Alvin."Ada urusan apa dia ke sini tengah malah kayak gini?" aku terus memperhatikan pergerakan sekertaris Bu Mirna itu yang masih berjalan."Beli martabak kali," tebak Mas Alvin yang netranya juga mengikuti langkah Dewi berjalan.Sontak aku menghela napas kesal, lalu menolehkan pandanganku ke arah Mas Alvin.Mas Alvin pun menoleh ke arah ku dengan ekspresi keheranan. "Kenapa?" tanya suamiku i
Bab 34 TAMAT"Bu, ada kabar buruk," kata pembantu itu."Kabar apa? kenapa?" tanya Bu Mirna tak sabar.Pembantu itu pun terdiam sejenak, lalu mulai membuka suaranya yang mana kabar yang barusan ia terima datang dari sekertaris Bu Mirna. Yaitu Dewi."Mbak Dewi di kantor polisi."Seketika kami yang ada terkejut mendengar kabar barusan. Apa yang terjadi hingga membuat Dewi berada di kantor polisi?"Vin, tolong antar Mama ke kantor polisi sekarang," pinta Bu Mirna yang tampak syok dengan kabar barusan."Iya, Ma," balas Mas Alvin."Aku ikut!" sahutku.Mas Alvin menatapku sejenak. Lalu mengangguk kecil. ***Sesampainya aku, Mas Alvin dan Bu Mirna di kantor polisi, kami mendapati kenyataan bahwa Dewi sudah ditahan. Tentu hal itu membuatku bertanya-tanya. Terlebih Bu Mirna selaku ibu kandungnya yang merasa syok dengan keadaan ini."Maafkan Dewi, Bu. Dewi sudah mengakui semuanya dan ini adalah konsekuensi yang harus Dewi terima," jelas Dewi."Mengakui? kamu mengakui apa?" tanyaku penasaran.De
Bab 1 Dibalik Kecelakaan Bapak "Layla berjanji akan mencari tau siapa yang membun*h, Bapak. Layla juga yang akan membuat orang itu merasakan derita lebih dari yang Layla dan Ibu rasakan. Layla janji, Pak! Layla janji!" batin ku seraya menatap dalam ke arah pusara bapak yang masih basah.Kesedihan hari ini betul-betul tak bisa ku bendung. Bahkan tak terasa air mataku kembali menetes mengingat bagaimana dulu bapak begitu menyayangiku, memanjakan ku tanpa lupa mendidik ku dengan segala ajarannya tentang kehidupan. Dan air mataku semakin deras manakala kenangan indah itu berganti dengan bayangan kematian bapak yang belum lama terjadi. Bapak mengalami kecelakaan tunggal dengan amat tragis ketika beliau dalam perjalanan pulang dari kota. Tepatnya dari kantor tempat beliau bekerja sebelumnya yang mana kala itu sebelum bapak berangkat, beliau menyampaikan niat kedatangannya ke kantor itu hanya akan mengambil pesangonnya selama bekerja di kantor tersebut.Di sisi lain ada hal yang membuatku
Bab 2 Menikah Dengan Anak MusuhDan benar saja, tak membutuhkan waktu yang lama, Mas Bima pun kembali menemui ku dan menyampaikan sesuatu padaku. Dimana, anak sulung Pakde Rudi itu mengatakan jika dari penyelidikannya beberapa hari ini, ia menduga kuat kalau Bu Mirna memang ada kaitannya dengan peristiwa tragis yang dialami bapakku. Mas Bima menyimpulkan hal tersebut lantaran ia mendapatkan informasi mengenai catatan kriminal dari Bu mirna yang ternyata sudah beberapa kali berurusan dengan pihak kepolisian namun tidak ada kelanjutan proses dikarenakan adanya jaminan uang yang diberikan. Selain itu, karena cintanya yang tertolak, besar kemungkinan memang menjadi salah satu motif untuk mencelakai bapakku karena Bu Mirna merasa sakit hati.So, pantas bukan jika aku mencurigai Bu Mirna?Dan karena informasi yang diberikan Mas Bima ini lah yang kemudian membuatku semakin berapi-api untuk melakukan balas dendam terhadap Bu Mirna. Serta orang-orang yang sebelumnya aku dan Mas Bima percaya ik
Bab 3 Kesaksian Seorang Teman Akan tetapi, terlepas dari apapun alasan Mas Alvin melamarku, aku tak begitu memedulikannya. Malah aku berpikir kali ini keadaan sedang berpihak padaku. Toh pula dengan begini aku juga tidak perlu membuang-buang tenaga ataupun waktu lebih banyak hanya untuk membuat Mas Alvin jatuh dalam pelukanku. Yah, meskipun sejak awal hubungan kami mendapatkan pertentangan dari Bu Mirna, namun, seakan tak memedulikan ibunya, Mas Alvin tetap melangkah maju untuk menikahiku. Sungguh beruntung bukan diriku? *** Tak lama setelah kepergian Mas Alvin, aku bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Mengambil ponsel dan kunci mobilku lalu bersegera menemui Mas Bima ke tempat yang memang sudah kami tentukan sebelumnya. Ya, meskipun aku baru hitungan hari menikah tak lantas membuat penyelidikan yang dilakukan Mas Bima berhenti. Kakak sepupuku itu terus melanjutkan investigasinya demi menuntaskan masalah yang sedang kami hadapi saat ini. Sesampainya di sebuah cafe yang terletak
Bab 4 Fakta di Masa LaluAku terpaku mendengar apa yang disampaikan Pak Surya barusan. Aku takut jika rumor itu betul-betul terjadi dan Bu Mirna benar-benar terlibat dalam kecelakan bapak. Jika benar demilikan ku pastikan bukan hanya motif asmara yang menjadi alasan dibalik Bu Mirna bertindak demikian. Tapi ada hal lain yang membuatnya berani melakukan hal tersebut.***Hari terus berjalan. Tiga hari setelah pertemuanku dengan Pak Surya waktu itu, sampai detik ini aku masih saja belum mendapatkan kabar dari Mas Bima mengenai kelanjutan penyelidikannya. Sempat merasa pesimis kalau Mas Bima akan gagal mendapatkan informasi mengenai rumor pernikahan siri antara Bu Mirna dan bapakku. Di sisi lain aku juga merasa takut kalau-kalau rumor itu malah benar adanya.Sebab sekarang ini aku menikah dengan anak kandung Bu Mirna. Dimana jika pernikahan siri itu terjadi dan sudah berlangsung lama, aku takut jika laki-laki yang kini menjadi suamiku itu adalah saudara kandungku sendiri. Walaupun sebelu
Bab 5 Sikap Dingin SuamikuEntah mengapa, sikap yang ditunjukkan Mas Alvin tersebut membuatku merasa ia agak berbeda. Walaupun aku tahu suamiku itu adalah tipikal orang yang tidak mudah marah dan lebih sering pengertian terhadap orang-orang di sekitarnya. Termasuk aku. Akan tetapi sikapnya kali ini yang mendadak dingin itu membuatku curiga padanya. Aku merasa ada sesutau yang sedang disembuyikan suamiku itu sehingga ia bersikap demikian setelah ia menuruti permintaanku.***Malam pun datang. Dan waktu sudah hampir mendekati tengah malam, namun, aku tak kunjung mendapati kepulangan dari Mas Alvin. Kemana suamiku itu pergi? Mungkinkah ia kecewa denganku yang meminta padanya membatalkan rencana bulan madu kami? Yang mana juga membuatnya bersikap dingin padaku sebelum keberangkatannya ke kantor tadi pagi."Astagaaa .... " Ku usap wajahku dengan agak kasar. Mencoba menyadarkan diriku untuk tidak begitu memedulikan Mas Alvin. Sebab bagaimanapun juga aku menikah dengannya bukan atas dasar c
Bab 34 TAMAT"Bu, ada kabar buruk," kata pembantu itu."Kabar apa? kenapa?" tanya Bu Mirna tak sabar.Pembantu itu pun terdiam sejenak, lalu mulai membuka suaranya yang mana kabar yang barusan ia terima datang dari sekertaris Bu Mirna. Yaitu Dewi."Mbak Dewi di kantor polisi."Seketika kami yang ada terkejut mendengar kabar barusan. Apa yang terjadi hingga membuat Dewi berada di kantor polisi?"Vin, tolong antar Mama ke kantor polisi sekarang," pinta Bu Mirna yang tampak syok dengan kabar barusan."Iya, Ma," balas Mas Alvin."Aku ikut!" sahutku.Mas Alvin menatapku sejenak. Lalu mengangguk kecil. ***Sesampainya aku, Mas Alvin dan Bu Mirna di kantor polisi, kami mendapati kenyataan bahwa Dewi sudah ditahan. Tentu hal itu membuatku bertanya-tanya. Terlebih Bu Mirna selaku ibu kandungnya yang merasa syok dengan keadaan ini."Maafkan Dewi, Bu. Dewi sudah mengakui semuanya dan ini adalah konsekuensi yang harus Dewi terima," jelas Dewi."Mengakui? kamu mengakui apa?" tanyaku penasaran.De
Bab 33 Pengakuan Bu MirnaDi saat itu rasa jengkelku semakin naik, tapi ... ah, mungkin suamiku itu juga merasa lapar dan memutuskan untuk membeli martabak yang memang jelas-jelas masih buka.Setelah beberapa menit Mas Alvin pun kembali dengan membawa satu bungkus martabak manis. Dan tepat ketika suamiku itu menutup pintu mobil, mendadak ia tampak terkejut dan pandangannya tak teralihkan dari arah depan. Ketika aku menulusuri arah yang dimaksud Mas Alvin, ternyata ... ada Dewi yang baru saja turun dari mobilnya."Itu Dewi, kan?" tanyaku memastikan, tanpa mengalihkan pandanganku."Iya," jawab Mas Alvin."Ada urusan apa dia ke sini tengah malah kayak gini?" aku terus memperhatikan pergerakan sekertaris Bu Mirna itu yang masih berjalan."Beli martabak kali," tebak Mas Alvin yang netranya juga mengikuti langkah Dewi berjalan.Sontak aku menghela napas kesal, lalu menolehkan pandanganku ke arah Mas Alvin.Mas Alvin pun menoleh ke arah ku dengan ekspresi keheranan. "Kenapa?" tanya suamiku i
Bab 32 Ngidam"Mas," panggilku. Mas Alvin tersentak lalu menoleh ke arahku. "Tapi apa?" ku ulangi pertanyaan yang cukup sederhana ini. Mas Alvin menatap ku dan bersiap untuk mengatakan sesuatu. Mengatakan di mana ia ternyata mengajukan sebuah permintaan padaku. "Permintaan apa, Mas?" tanya ku. Mas Alvin menghela napas berat. "Aku minta kali ini biar aku yang mengurus semuanya, tolong kamu fokus dengan kehamilanmu. Itu saja."Mendengar hal itu aku tak langsung meresponnya. Aku tahu apa yang diinginkan Mas Alvin terhadapku itu baik. Tapi, bagiku hal tersebut amatlah bertentangan dengan batinku. Aku tak bisa berdiam diri seperti batu yang hanya menunggu dan membiarkan orang lain menyelesaikan masalahku tanpa campur tanganku. "Tapi Mas—""Gak ada tapi-tapian," potong Mas Alvin. "Kamu turutin permintaanku atau selamanya kita gak akan bercerai."Aku tercengang dan seketika diam. Lalu mencoba menjernihkan pikiranku."Aku janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Begitu juga deng
Bab 31 Sebuah PetunjukAku menatap sedih ke arah di mana Mas Bima terbaring tak sadarkan diri. Air mata ku kembali terjatuh setelah tadinya sudah terkuras banyak usai melaksanakan salat subuh. Mas Bima ... siapa yang membuatmu seperti itu? Sungguh, aku merasa bersalah di situasi sekarang ini. Tak tega rasanya melihat kakak sepupu ku itu berada di atas ranjang pasien dengan kondisi yang demikian. Di tambah dengan keadaan Budhe saat ini. "Maafkan aku ... tolong maafkan aku." Satu air mata kembali membasahi pipiku. Teringat, jika apa yang menimpa Budhe dan Mas Bima pasti karena mereka berada di pihak ku. Cukup lama aku berdiri di depan ruangan tempat Mas Bima menjalani perawatan. Sampai-sampai tak terasa air mataku sudah mulai mengering. Ku usap-usap wajahku dengan sedikit kasar, mencoba menghilangkan bekas air mataku. Lalu aku juga berusaha menguatkan batinku. Aku pun berjalan menghampiri Mas Alvin yang duduk di kursi tunggu pasien yang berada tak jauh dariku. Aku akan meminta penj
Bab 30 Mas Bima DitemukanTanpa menyapa, tanpa menoleh, dan tanpa berniat untuk langsung pergi, aku duduk di samping Mas Alvin. "Ada yang ingin aku bicarakan serius sama kamu," ucap Mas Alvin, sesaat setelah aku menempatkan posisiku. "Hal serius apa?" tanyaku. "Kita ketemu Pakde dan Budhe dulu, ya. Setelah itu baru aku kasih tau," balas Mas Alvin. Lalu beranjak dari tempatnya dan berjalan lebih dulu tanpa berniat menunggu ku. Meski agak kesal karena sikapnya itu, namun karena merasa penasaran dengan hal apa yang akan disampaikan suamiku itu, aku pun ikut bergegas menyusulnya. Aku terus mengekor di belakang Mas Alvin hingga kami akhirnya sampai di ruang tempat Budhe dirawat. Di saat itu, sebetulnya aku dibuat keheranan lantaran Mas Alvin yang sudah tahu di mana letak bilik Budhe ku itu. Padahal aku sendiri sama sekali tak memberitahukan letaknya. Sedangkan kalau bertanya pada perawat penjaga, kapan ia melakukan itu? karena yang aku tahu, selama perjalanan dari masjid ke ruang inap
Bab 29 Menyusul"Astaghfirullah ... tega sekali mereka. Awas saja, kalau sampai aku tahu mereka siapa, akan ku buat mereka menyesali perbuatannya," kataku yang penuh dendam, yang padahal orangnya saja aku belum mengetahui siapa pastinya.Mendengar perkataan ku tersebut, Pakde Rudi dan Arga sama-sama memintaku untuk bersabar. Dan terpenting, aku tidak boleh bertindak gegabah. Sebab, dari kejadian ini menjadikan ku harus lebih waspada lantaran itu artinya pelakunya sudah mulai merasa ketar-ketir.***Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Budhe pun tersadar. Di momen itu tentu lah membuatku merasa lega. Senang lah akhirnya kekhawatiran ku akan kondisi orang yang menggantikan peran ibuku sejak beberapa tahun ini pun kembali membaik."Layla ...," ucap Budhe lemah, ketika baru saja membuka matanya.Aku tersenyum manis ke arah Budhe, lalu lebih mendekatkan diriku padanya. "Iya, Budhe? Layla di sini," ucapku menatap dalam wanita yang sudah ku anggap sebagai ibuku itu.Dalam pandangan yang
Bab 28 Ancaman?Arga melihatku sebentar, lalu kembali menjuruskan pandangannya ke depan. Pria di samping ku itu lantas menghela napasnya dan berkata," mungkin Bima sudah bersama musuhnya."Sontak aku terkejut mendengar perkataan Arga barusan. Aku pun semakin dibuat khawatir dengan keadaan kakak sepupu ku itu.Sampai akhirnya aku dan Arga sampai di kontrakan Mas Bima tinggal. Sayangnya kami tak menemukan petunjuk apapun. Termasuk dari beberapa tetangga dan pemilik kontrakan yang mengatakan hal yang sama. Di mana mereka tidak melihat keberadaan Mas Bima sudah kurang lebih dua hari ini."Mau ke mana lagi kita?" tanya Arga.Aku menoleh sebentar ke arah pria di sampingku itu. Menghela napas pasrah karena tak tahu harus memberikan jawaban apa.Aku menggeleng pelan seraya menunduk lesu. Nomor ponsel Mas Bima sendiri masih saja tak bisa dihubungi, yang mana hal itu membuatku hampir menyerah. Aku merasa kalau harapan seakan tak lagi berpihak padaku."Aku gak tau, Ga," balasku lemah.Tanpa ku d
Bab 27 Sikap yang Berubah"Iya, Pakde. Wa'alaikumsalam." Sambungan telepon pun ditutup.Aku menghela napas kasar. Memikirkan kira-kira di mana kakak sepupu ku itu berada. Terlebih, apa yang sebenarnya terjadi sampai membuatnya tak bisa dihubungi seperti itu.Setelah mendapati kebar yang kurang menyenangkan tersebut, dengan cepat aku langsung menghubungi Mas Alvin guna menanyakan perihal keberadaan kakak sepupuku itu. Mengingat terakhir kalinya suamiku itu juga membahas tentang tugas yang ia berikan pada Mas Bima."Assalamualaikum," ucapku setelah panggilan telepon tersambung."Wa'alaikumsalam warrohmatullah. Ada apa?" balas pria di seberang sana dengan datarnya.Tanpa basa-basi aku pun menceritakan apa yang sebelumnya aku dapat. Sayang, respon yang diberikan Mas Alvin tidak begitu memuaskanku. Pasalnya, suamiku itu hanya memintaku untuk tenang dan tidak perlu memikirkan hal tersebut.Tentu mendapat respon yang demikian membuat amarahku tersulut. Bagaimana aku bisa tenang, sementara ke
Bab 26 Apa Yang Terjadi Dengan Bima?Entah mengapa di momen ini aku mendadak iba dengan Mas Alvin."Kita harus cari tau kenapa Dewi bisa berbuat senekat itu," kata Mas Alvin.Aku dan Mas Bima kompak mengiyakan. Karena mulai detik ini, aku dan kakak sepupu ku itu percaya, bahwa Dewi adalah dalang dari semuanya."Dan ...." Terdengar suara lirih dari Mas Alvin.Aku menatap heran ke arah suamiku itu. Memperhatikannya yang kini terlihat lesu."Kenapa, Mas?" tanyaku.Mas Alvin melihat ke arahku. Mengulas senyum tipis lalu berkata," dan aku minta sama kamu tolong jaga dan lahirkan anakku. Aku berjanji, setelah itu aku akan menceraikanmu." Tampak jelas raut wajah Mas Alvin berubah sedih seketika.Aku tercengang mendengar apa yang baru saja dikatakan pria di hadapan ku itu. Bercerai dengannya adalah salah satu keinginanku. Akan tetapi melihat perubahan raut wajah Mas Alvin yang demikian, entah mengapa membuat hatiku sedikit terenyuh."Bayi itu salah satu alasan mengapa aku membantumu dalam mas