Rencana Tari untuk bercerita akhirnya tertunda. Dia pun tertidur bersandar pada pinggir sofa. Mereka berdua membiarkan televisi menontonnya.
Tepukan lembut pada pipi Tari membuatnya terbangun, tampak wajah Andra sang suami dalam jarak beberapa senti tengah menatapnya.“Sayang, ayo kita shalat isya sama tarawih dulu!” ucap Andra.
Tari mengerjap beberapa kali mengumpulkan kesadarannya. Lehernya terasa pegal karena bersandar pada sofa dan tertidur dengan posisi tidak benar. “Kenapa, Sayang?” Andra menoleh pada sang istri yang tampak meringis.“Pegel, Mas!”
“Mau dipijitin?” “Gak usah, shalat dulu aja!” “Nanti sekalian, ya!” Andra mengerling menggoda sang istri.<"Dari nomor kamu, Mas!” ucap Tari sambil menunjukkan layar ponselnya.Tari segera mengangkatnya.“Hallo, assalamu’alaikum!” Terdengar suara seorang perempuan dari seberang sana.“Wa’alaikumsalam! Maaf ini siapa, ya?”Sekilas Tari melirik ke arah suaminya yang sedang menatap lekat.“Saya Aisha, maaf saya menemukan ponsel ini tergeletak di tepi jalan! Berkali-kali hubungi ke nomor ini tapi gak aktif! Alhamdulilah sekarang terhubung! Bisa kasihkan alamat untuk mengantarnya?” jelas Aisha panjang lebar.Tari menoleh pada Andra.“Mas, ponsel kamu ada yang nemuin … ini minta alamat!” ucap Tari sambil menoleh pada Andra.“Sini, biar mas yang ngomong!” ujar Andra sambil meminta ponsel itu p
[Mas, aku izin keluar sebentar mau ketemu temen!] tulisnya dengan dada gemuruh menahan gejolak yang tidak karuan.[Ok, Sayang! Hati-hati, ya!] jawab sang suami tanpa rasa curiga.Tari berjalan menyusuri jalanan depan perumahan mereka. Gamis dan kerudungnya bergerak-gerak tersibak angin. Langkah kakinya tampak berayun cepat seolah ingin segera tiba di tempat tujuan.Menuju hotel Miranda membutuhkan dua kali naik angkutan umum. Dia naik angkot pertama sampai ke terminal lalu nanti pindah jurusan.Sepanjang perjalanan, Tari menguatkan hati. Meyakinkan dirinya jika semua akan baik-baik saja. Dia sendiri tidak tahu apa yang akan wanita itu sampaikan.Ke
“Febri, kenapa tender ini bisa jatuh ke tangan Fahrezi grup?” Hans menatap nyalang penuh kemarahan pada Febri---mantan staff Andra yang kini mengerjakan semua pekerjaan di departemennya sendirian. Gadis itu menunduk dengan hati berdebar. Jujur, dia selalu takut akan kemarahan Hans. “M-maaf, Pak … saingan saya Pak Andra, Pak … kemampuan negosiasi dia jauh di atas saya! Dan tim mereka diperkuat oleh Bu Aisha---putri pemilik perusahaan yang langsung yang turun tangan!” ucap Febri sambil menunduk. “Ck! Dasar kamu, ya … maunya makan gaji buta … ngurus project kayak gitu saja gak becus!” Hans membanting map ke atas meja meluapkan emosinya. “M-Maaf, Pak!” Hanya itu kata pamungkas dari Febri
BUKBER DI RUMAH MERTUA (16)Sepasang sepatu tampak tergeletak di depan rumahnya ketika Tari baru saja tiba dari masjid. Hatinya menghangat merasa bahagia karena suami yang ditunggunya kini sudah pulang. Tari bergegas masuk dan mengucap salam.“Assalamu’alaikum!”Terdengar samar dari dapur jawaban salam dari seseorang.“Wa’alaikumsalam!”Muncul sosok sang suami dengan rambut basah. Andra sudah mengenakan pakaian rumahan kembali.“Mas, udah pulang?” Tari menghampirinya dan mencium punggung tangan sang suami.
(17)Hans berdecak kesal ketika hari ini kembali mendengar sebuah berita kegagalan yang dibawa Febriana. Bahkan baru beberapa hari Andra bergabung dengan Fahrezi grup perusahaan mereka sudah kehilangan dua project penting.“Apa, perusahaan yang di Bandung itu juga membatalkan project kerja sama dengan kita?!” Mata Hans membulat sambil menatap Febri.Gadis itu mengangguk takut-takut.“Andra lagi?” selidik Hans.Anggukan Febri kali ini menyulut emosinya. Sontak tangannya membabat semua yang ada di atas mejanya sehingga bunyi berdentingan dan gelas yang terjatuh menambah kacau suasana.Febri memutar tubuh hendak meninggalkan sang atasan yang sedang mengumbar kemarahanny
(18)“Ayo, Sayang mulai baca!” Andra berbisik ketika menatap Tari masih termenung menatap deretan tulisan dalam Al-qur’an tersebut. Tari memejamkan mata sejenak kemudian menarik napas sebelum mamulai bacaan. Dia mengumpulkan ingatan bagaimana Tari kecil dulu bisa memenangkan lomba MTQ di sekolah. Meski sudah lama tidak lagi mengasah suara tapi dia meyakinkan diri kalau dia masih bisa.Setelah hatinya cukup yakin, terdengar suara lantunan ayat suci itu mulai dibacakan. Suara yang jernih mengalir. Bacaan yang tartil, tajwid yang tertata apik dan makhraj yang hampir sempurna. Andra bahkan tercengan ketika mendapati istrinya bisa membaca Al-qur’an sebaik itu. Biasanya dia memang mendengar sang istri bertadarrus tapi hanya dengan bacaan yang biasa.Beberapa orang menatap kagum. An
(19)“Tunggu saat kehancuranmu, Bajingan!” geramnya sambil menyeka air mata.Wanita itu berjalan gontai dan mencari angkutan umum. Dia tak henti menyeka air mata. Keputusannya mempercayakan hidup pada Hans ternyata kesalahan besar. Lelaki itu bahkan kini tak lagi pernah mengunjunginya semenjak keributan hari itu.Ditatapnya lekat foto-foto yang berhasil diambilnya tadi. Dia masih mencari waktu yang tepat kapan untuk mempublikasikan foto itu ke sosial media. Karena dia sangat tahu, sebelum membuat keributan maka dia harus mengamankan diri terlebih dulu. Hans itu lebih licik dari pada ular. Atau mencari celah lain agar foto itu bisa terkuak tanpa harus dirinya sendiri yang mempublikasikannya.Sesil masih membutuhkan waktu untuk berda
(20)Andra mengendarai sepeda motornya menjemput Aisha. Dari jauh tampak wanita bergamis panjang dengan kerudung lebar menjuntai itu sudah berdiri di depan toko Sentra. Ada dua paper bag ditentengnya.“Assalamu’alaikum!” Andra mengucap salam.“Wa’alaikumsalam!”Gadis itu bergegas naik ke jok motor Andra.“Maaf, Mas merepotkan!” ujar Aisha sambil naik ke sepeda motor milik Andra.“Iya, gak apa-apa! Untung kamu ingetin, Sha! Aku lupa belum siapin slide presentasi” ujar Andra sambil menyalakan sepeda motornya.&
Marni tengah duduk di salah satu restoran ternama. Sudah beberapa bulan terakhir dia ikut pengajian bersama Tari dan Aisha. Dia mulai belajar memakai penutup aurat yang dulu dipakainya hanya sekedar mengikuti trend mode. Kini dia melakukannya dengan keinginan untuk hijrah. Marni yang dulu sudah lenyap bersama teguran-teguran beruntun yang diterimanya.“Ma, maaf kami baru datang!” Andra datang bersama sang istri yang perutnya sudah mulai membesar. Kini kehamilan Tari sudah menginjak bulan ke Sembilan. Hari perkiraan lahirnya bahkan sudah terlewat dua hari.“Iya, gak apa-apa!” Marni menoleh pada sang anak menantu.“Mbak Mela belum sampe, Ma?” Andra menarik satu kursi untuk sang istri. Marni menggeleng kepala.“Belum, kakakmu tadi WA
BUKBER DI RUMAH MERTUA (30)Waktu bergulir cepat. Beberapa hari dilalui dengan baik. Progress internal audit dengan menggunakan jasa konsultan terpilih membuahkan hasil. Banyak sekali abnormal dan penyelewengan wewenang dari dua departemen itu yang dibongkar.Andra saat ini tengah meminta bagian HRD untuk mengurus semua proses pemberhentian dua orang bermasalah itu ke PHI.“Maafkan saya … semua harus saya lakukan agar ratusan karyawan saya yang jujur bisa terus bertahan!” gumam Andra dalam dada setelah menutup gagang telepon.Bukan hal mudah baginya Ketika harus mem-PHK dua manager baru tersebut. Namun sebagai pucuk pimpinan memang harus tegas. Andra sadar jika laju perusahaan kini sepenuhnya akan mengikuti hasil keputusannya. Terlebih beban utang yang
(29)Obrolan ringan berlanjut. Hingga terdengar suara MC yang membuka acara. Semua mata kini terarah ke atas panggung. MC memanggil kedua calon mempelai yang akan bertukar cincin.Tampak dari salah satu sudut panggung seorang lelaki bertubuh jangkung. Rambutnya berwarna putih pucat, langkahanya mengayun tegap. Hidung mancung dan lesung pipi sebelah kirinya menambah indah mata yang menatapnya. Seulas senyum terus terkulum ketika tampak dari arah berlawanan seorang wanita berkerudung lebar menghampirinya.“Wah, inilah ta’aruf modern, Pemirsa! Di mana tidak hanya seorang yang mengerti agama dan hukum Islam yang melakukannya, tapi seorang muallaf pun bisa! Applause untuk sang calon mempelai pria!” ujar MC memandu acara.Riuh tepuk tangan Ketika lelaki bule it
(28)Andra sudah berada di lorong rumah sakit Hasanudin. Langkahnya terayun cepat, khawatir setengah mati jika sang istri terluka berat.Namun matanya memicing, menangkap sosok yang baru saja keluar dari poli kandungan. Iya, wanita itu Sesil. Tampak berat membawa beban di perutnya. Andra mengurungkan niat untuk menyapanya tapi wanita itu melihatnya.“Mas!”Dengan perut yang sudah membesar wanita itu berjalan menghampirinya. Andra menarik napas panjang. Bagaimana ceritanya, sehari ini bertemu dengan dua orang dari masalalunya.“Kamu sedang check kandungan?” Andra menyapa Sesil karena sudah kadung bertemu. Wanita itu mengangguk.“Iya, Ma
“Mari silakan, masuk, Dok!” Tari mempersilakan dokter cantik itu masuk.Dokter wanita itu berjalan mengikuti Tari. Belum sempat melakukan pemeriksaan apa-apa, Inah muncul.“Neng, ini tespecknya! Eh sudah manggil dokter juga?” tanyanya.“Mama yang panggilin, Bi!” ucap Tari.“Alhamdulilah!” Netra Inah berkaca-kaca mendapati jika sang majikan mulai memperhatikan menantunya.Tari tersenyum. Ada perasaan berbunga juga di hatinya. Ternyata semua kejadian kemarin ada hikmahnya. Kini Marni seperti sudah mulai bisa menerimanya.Dokter tersebut mulai melakukan pemeriksaan. Beberapa pertanyaan diajukan. Kemudian setelah mendapatkan diagnosa
(26)Andra tengah berkutat dengan memaksimalkan kembali kapasitas produksi. Butuh kerja keras ekstra untuk bisa beroperasi secara normal. Cashflow perusahaan kini tidak stabil.“Pak, Andra … karyawan kita ada yang kecelakaan kerja! Kondisinya cukup parah! Lalu ada yang aneh juga dengan pergerakan beberapa proyek yang existing, harga jual makin tidak seimbang dengan harga produksi ditambah biaya overhead!” Keano seorang GM yang baru saja dipekerjakan kembali setelah posisinya kemarin digantikan Ivana untuk sementara memberikan laporan.“Pak Kean … apakah menurut Anda ada hal abnormal di sini?” selidik Andra.Dia mencoba meminta pertimbangan orang yang sudah cukup lama bekerja di perusahaan Herlambang Grup itu. 
(25)Andra memijat pelipisnya. Satu cangkir teh hangat buatan sang istri menemani sore yang terasa penat itu. Permasalahan yang dibuat Hans ternyata cukup rumit. Dia meminjam uang atas nama perusahaan dengan nominal yang sangat besar. Sementara orderan dari beberapa customer sudah banyak yang beralih ke perusahaan lain. Beberapa penurunan kualitas dari produksi dan delivery cukup berpengaruh terhadap kestabilan order.“Mas, apa ada masalah?” Tari keluar dari dalam rumah menghampirinya yang tengah duduk di teras.Andra menoleh pada sang istri dan memasang senyum termanisnya.“Sedikit!” ucapnya. Meskipun sebetulnya hatinya menentangnya, karena itu bukan masalah yang sedikit sebetulnya.
(24)"Ibu Anda mengalami gegar otak ringan ... lebih baik dirawat dulu di sini sambil melihat perkembangan kondisinya!" Dokter Harun menjelaskan pada Andra yang duduk di depan meja kerjanya."Apakah bisa pulih seperti sedia kala, Dok?" tanya Andra. Seburuk apapun perlakuan Marni, tidak akan ada yang bisa mengubah hubungan darah antara Ibu dan anak. Andra tetap berharap sang ibu baik-baik saja."Semoga! Kami akan melakukan perawatan terbaik sambil melakukan observasi atas kondisi kesehatannya!" ujar Dokter Harun lagi."Baik, makasih, Dok!"Andra berjalan keluar dari ruangan dokter Harun. Langkahnya tertuju pada dua ruang rawat yang berdampingan. Satu kamar terisi oleh Melati---kakak keduanya, sem
(23)“Hallo, Ma! Assalamu’alaikum!”Andra mengangkat panggilan masuk dari Marni.“Wa’alaikumsalam! Andra, besok tolong datang ke rumah! Ada hal yang mau mama bicarakan!”“Hal apa, Ma?”“Datang saja lah dulu! Mama tunggu!”Panggilan diputusnya begitu saja.“Mama, Mas?”Tari menoleh.“Iya!”“Ada apa?”“Besok kita di suruh ke rumah, oke kan, Sayang?”Tari mengangguk. Andra mengusap lembut pucuk kepala Tari. Satu kecupan mendarat pada dahi sang istri.“Belum keramas, ya?” goda Andra sambil mengkerutkan hidungnya.