(20)
Andra mengendarai sepeda motornya menjemput Aisha. Dari jauh tampak wanita bergamis panjang dengan kerudung lebar menjuntai itu sudah berdiri di depan toko Sentra. Ada dua paper bag ditentengnya.
“Assalamu’alaikum!” Andra mengucap salam.
“Wa’alaikumsalam!”
Gadis itu bergegas naik ke jok motor Andra.
“Maaf, Mas merepotkan!” ujar Aisha sambil naik ke sepeda motor milik Andra.
“Iya, gak apa-apa! Untung kamu ingetin, Sha! Aku lupa belum siapin slide presentasi” ujar Andra sambil menyalakan sepeda motornya.
&
(21)Sementara itu, Andra bergegas ke rumahnya. Melihat sang istri naik ke mobil dengan lelaki lain membuat darahnya terasa mendidih. Namun Andra tetap harus mengedepankan akal sehatnya bukan hanya mengikuti emosi.Setibanya di rumah. Andra bergegas mengganti pakaian kerja dengan pakaian santai. Barang-barang bawaannya disimpan ke dalam lemari dan dikuncinya.Andra ke luar rumah kembali. Dia segera menyalakan sepeda motor dan melaju mencari-cari jalan pintas agar bisa memangkas waktu. Rumah orang tua Tari tidak dekat, butuh masa untuk tiba di sana.Dalam pikiran Andra berkecamuk beragam pertanyaan. Apa yang terjadi dengan sang istri? Kenapa tiba-tiba minta pulang ke rumah ibunya, bahkan dia mengirimi pesan untuk menunggunya
(22)“Maafkan aku, Mas! Bahkan ketika kita belum bicara pun kamu masih sibuk bertelpon ria dengan Aisha. Aku merasa semakin kecil, minder dan rendah diri, Mas! Mungkin aku butuh waktu memantaskan diri … karena setiap berdiri di dekatmu aku merasa begitu hina bahkan di mata ibumu!” jerit batin Tari ketika sang suami baru saja kembali dan menutup telepon setelah berbicara dengan Aisha.Masa itu memang sudah berlalu, tapi selalu saja setiap kali mengingat itu hatinya terasa pedih, malu dan merasa rendah diri.Ramadhan sebentar lagi berakhir. Tari benar-benar sudah memutuskan untuk menata hatinya. Dia tidak sanggup kalau tiba-tiba mendapati kenyataan sang suami akan menikah lagi dengan wanita yang pastinya lebih baik darinya---Aisha.
(23)“Hallo, Ma! Assalamu’alaikum!”Andra mengangkat panggilan masuk dari Marni.“Wa’alaikumsalam! Andra, besok tolong datang ke rumah! Ada hal yang mau mama bicarakan!”“Hal apa, Ma?”“Datang saja lah dulu! Mama tunggu!”Panggilan diputusnya begitu saja.“Mama, Mas?”Tari menoleh.“Iya!”“Ada apa?”“Besok kita di suruh ke rumah, oke kan, Sayang?”Tari mengangguk. Andra mengusap lembut pucuk kepala Tari. Satu kecupan mendarat pada dahi sang istri.“Belum keramas, ya?” goda Andra sambil mengkerutkan hidungnya.
(24)"Ibu Anda mengalami gegar otak ringan ... lebih baik dirawat dulu di sini sambil melihat perkembangan kondisinya!" Dokter Harun menjelaskan pada Andra yang duduk di depan meja kerjanya."Apakah bisa pulih seperti sedia kala, Dok?" tanya Andra. Seburuk apapun perlakuan Marni, tidak akan ada yang bisa mengubah hubungan darah antara Ibu dan anak. Andra tetap berharap sang ibu baik-baik saja."Semoga! Kami akan melakukan perawatan terbaik sambil melakukan observasi atas kondisi kesehatannya!" ujar Dokter Harun lagi."Baik, makasih, Dok!"Andra berjalan keluar dari ruangan dokter Harun. Langkahnya tertuju pada dua ruang rawat yang berdampingan. Satu kamar terisi oleh Melati---kakak keduanya, sem
(25)Andra memijat pelipisnya. Satu cangkir teh hangat buatan sang istri menemani sore yang terasa penat itu. Permasalahan yang dibuat Hans ternyata cukup rumit. Dia meminjam uang atas nama perusahaan dengan nominal yang sangat besar. Sementara orderan dari beberapa customer sudah banyak yang beralih ke perusahaan lain. Beberapa penurunan kualitas dari produksi dan delivery cukup berpengaruh terhadap kestabilan order.“Mas, apa ada masalah?” Tari keluar dari dalam rumah menghampirinya yang tengah duduk di teras.Andra menoleh pada sang istri dan memasang senyum termanisnya.“Sedikit!” ucapnya. Meskipun sebetulnya hatinya menentangnya, karena itu bukan masalah yang sedikit sebetulnya.
(26)Andra tengah berkutat dengan memaksimalkan kembali kapasitas produksi. Butuh kerja keras ekstra untuk bisa beroperasi secara normal. Cashflow perusahaan kini tidak stabil.“Pak, Andra … karyawan kita ada yang kecelakaan kerja! Kondisinya cukup parah! Lalu ada yang aneh juga dengan pergerakan beberapa proyek yang existing, harga jual makin tidak seimbang dengan harga produksi ditambah biaya overhead!” Keano seorang GM yang baru saja dipekerjakan kembali setelah posisinya kemarin digantikan Ivana untuk sementara memberikan laporan.“Pak Kean … apakah menurut Anda ada hal abnormal di sini?” selidik Andra.Dia mencoba meminta pertimbangan orang yang sudah cukup lama bekerja di perusahaan Herlambang Grup itu. 
“Mari silakan, masuk, Dok!” Tari mempersilakan dokter cantik itu masuk.Dokter wanita itu berjalan mengikuti Tari. Belum sempat melakukan pemeriksaan apa-apa, Inah muncul.“Neng, ini tespecknya! Eh sudah manggil dokter juga?” tanyanya.“Mama yang panggilin, Bi!” ucap Tari.“Alhamdulilah!” Netra Inah berkaca-kaca mendapati jika sang majikan mulai memperhatikan menantunya.Tari tersenyum. Ada perasaan berbunga juga di hatinya. Ternyata semua kejadian kemarin ada hikmahnya. Kini Marni seperti sudah mulai bisa menerimanya.Dokter tersebut mulai melakukan pemeriksaan. Beberapa pertanyaan diajukan. Kemudian setelah mendapatkan diagnosa
(28)Andra sudah berada di lorong rumah sakit Hasanudin. Langkahnya terayun cepat, khawatir setengah mati jika sang istri terluka berat.Namun matanya memicing, menangkap sosok yang baru saja keluar dari poli kandungan. Iya, wanita itu Sesil. Tampak berat membawa beban di perutnya. Andra mengurungkan niat untuk menyapanya tapi wanita itu melihatnya.“Mas!”Dengan perut yang sudah membesar wanita itu berjalan menghampirinya. Andra menarik napas panjang. Bagaimana ceritanya, sehari ini bertemu dengan dua orang dari masalalunya.“Kamu sedang check kandungan?” Andra menyapa Sesil karena sudah kadung bertemu. Wanita itu mengangguk.“Iya, Ma
Marni tengah duduk di salah satu restoran ternama. Sudah beberapa bulan terakhir dia ikut pengajian bersama Tari dan Aisha. Dia mulai belajar memakai penutup aurat yang dulu dipakainya hanya sekedar mengikuti trend mode. Kini dia melakukannya dengan keinginan untuk hijrah. Marni yang dulu sudah lenyap bersama teguran-teguran beruntun yang diterimanya.“Ma, maaf kami baru datang!” Andra datang bersama sang istri yang perutnya sudah mulai membesar. Kini kehamilan Tari sudah menginjak bulan ke Sembilan. Hari perkiraan lahirnya bahkan sudah terlewat dua hari.“Iya, gak apa-apa!” Marni menoleh pada sang anak menantu.“Mbak Mela belum sampe, Ma?” Andra menarik satu kursi untuk sang istri. Marni menggeleng kepala.“Belum, kakakmu tadi WA
BUKBER DI RUMAH MERTUA (30)Waktu bergulir cepat. Beberapa hari dilalui dengan baik. Progress internal audit dengan menggunakan jasa konsultan terpilih membuahkan hasil. Banyak sekali abnormal dan penyelewengan wewenang dari dua departemen itu yang dibongkar.Andra saat ini tengah meminta bagian HRD untuk mengurus semua proses pemberhentian dua orang bermasalah itu ke PHI.“Maafkan saya … semua harus saya lakukan agar ratusan karyawan saya yang jujur bisa terus bertahan!” gumam Andra dalam dada setelah menutup gagang telepon.Bukan hal mudah baginya Ketika harus mem-PHK dua manager baru tersebut. Namun sebagai pucuk pimpinan memang harus tegas. Andra sadar jika laju perusahaan kini sepenuhnya akan mengikuti hasil keputusannya. Terlebih beban utang yang
(29)Obrolan ringan berlanjut. Hingga terdengar suara MC yang membuka acara. Semua mata kini terarah ke atas panggung. MC memanggil kedua calon mempelai yang akan bertukar cincin.Tampak dari salah satu sudut panggung seorang lelaki bertubuh jangkung. Rambutnya berwarna putih pucat, langkahanya mengayun tegap. Hidung mancung dan lesung pipi sebelah kirinya menambah indah mata yang menatapnya. Seulas senyum terus terkulum ketika tampak dari arah berlawanan seorang wanita berkerudung lebar menghampirinya.“Wah, inilah ta’aruf modern, Pemirsa! Di mana tidak hanya seorang yang mengerti agama dan hukum Islam yang melakukannya, tapi seorang muallaf pun bisa! Applause untuk sang calon mempelai pria!” ujar MC memandu acara.Riuh tepuk tangan Ketika lelaki bule it
(28)Andra sudah berada di lorong rumah sakit Hasanudin. Langkahnya terayun cepat, khawatir setengah mati jika sang istri terluka berat.Namun matanya memicing, menangkap sosok yang baru saja keluar dari poli kandungan. Iya, wanita itu Sesil. Tampak berat membawa beban di perutnya. Andra mengurungkan niat untuk menyapanya tapi wanita itu melihatnya.“Mas!”Dengan perut yang sudah membesar wanita itu berjalan menghampirinya. Andra menarik napas panjang. Bagaimana ceritanya, sehari ini bertemu dengan dua orang dari masalalunya.“Kamu sedang check kandungan?” Andra menyapa Sesil karena sudah kadung bertemu. Wanita itu mengangguk.“Iya, Ma
“Mari silakan, masuk, Dok!” Tari mempersilakan dokter cantik itu masuk.Dokter wanita itu berjalan mengikuti Tari. Belum sempat melakukan pemeriksaan apa-apa, Inah muncul.“Neng, ini tespecknya! Eh sudah manggil dokter juga?” tanyanya.“Mama yang panggilin, Bi!” ucap Tari.“Alhamdulilah!” Netra Inah berkaca-kaca mendapati jika sang majikan mulai memperhatikan menantunya.Tari tersenyum. Ada perasaan berbunga juga di hatinya. Ternyata semua kejadian kemarin ada hikmahnya. Kini Marni seperti sudah mulai bisa menerimanya.Dokter tersebut mulai melakukan pemeriksaan. Beberapa pertanyaan diajukan. Kemudian setelah mendapatkan diagnosa
(26)Andra tengah berkutat dengan memaksimalkan kembali kapasitas produksi. Butuh kerja keras ekstra untuk bisa beroperasi secara normal. Cashflow perusahaan kini tidak stabil.“Pak, Andra … karyawan kita ada yang kecelakaan kerja! Kondisinya cukup parah! Lalu ada yang aneh juga dengan pergerakan beberapa proyek yang existing, harga jual makin tidak seimbang dengan harga produksi ditambah biaya overhead!” Keano seorang GM yang baru saja dipekerjakan kembali setelah posisinya kemarin digantikan Ivana untuk sementara memberikan laporan.“Pak Kean … apakah menurut Anda ada hal abnormal di sini?” selidik Andra.Dia mencoba meminta pertimbangan orang yang sudah cukup lama bekerja di perusahaan Herlambang Grup itu. 
(25)Andra memijat pelipisnya. Satu cangkir teh hangat buatan sang istri menemani sore yang terasa penat itu. Permasalahan yang dibuat Hans ternyata cukup rumit. Dia meminjam uang atas nama perusahaan dengan nominal yang sangat besar. Sementara orderan dari beberapa customer sudah banyak yang beralih ke perusahaan lain. Beberapa penurunan kualitas dari produksi dan delivery cukup berpengaruh terhadap kestabilan order.“Mas, apa ada masalah?” Tari keluar dari dalam rumah menghampirinya yang tengah duduk di teras.Andra menoleh pada sang istri dan memasang senyum termanisnya.“Sedikit!” ucapnya. Meskipun sebetulnya hatinya menentangnya, karena itu bukan masalah yang sedikit sebetulnya.
(24)"Ibu Anda mengalami gegar otak ringan ... lebih baik dirawat dulu di sini sambil melihat perkembangan kondisinya!" Dokter Harun menjelaskan pada Andra yang duduk di depan meja kerjanya."Apakah bisa pulih seperti sedia kala, Dok?" tanya Andra. Seburuk apapun perlakuan Marni, tidak akan ada yang bisa mengubah hubungan darah antara Ibu dan anak. Andra tetap berharap sang ibu baik-baik saja."Semoga! Kami akan melakukan perawatan terbaik sambil melakukan observasi atas kondisi kesehatannya!" ujar Dokter Harun lagi."Baik, makasih, Dok!"Andra berjalan keluar dari ruangan dokter Harun. Langkahnya tertuju pada dua ruang rawat yang berdampingan. Satu kamar terisi oleh Melati---kakak keduanya, sem
(23)“Hallo, Ma! Assalamu’alaikum!”Andra mengangkat panggilan masuk dari Marni.“Wa’alaikumsalam! Andra, besok tolong datang ke rumah! Ada hal yang mau mama bicarakan!”“Hal apa, Ma?”“Datang saja lah dulu! Mama tunggu!”Panggilan diputusnya begitu saja.“Mama, Mas?”Tari menoleh.“Iya!”“Ada apa?”“Besok kita di suruh ke rumah, oke kan, Sayang?”Tari mengangguk. Andra mengusap lembut pucuk kepala Tari. Satu kecupan mendarat pada dahi sang istri.“Belum keramas, ya?” goda Andra sambil mengkerutkan hidungnya.