Arana pov Esoknya. Pagi ini aku bersama Rania pergi menuju ke sebuah kafe di pusat kota. Sesampainya di kafe Kami langsung memesan makanan dan minum sambil menunggu dua orang teman kami. "Hallo guys,," sapa Reza teman sekaligus sepupuku. "Sudah lama nunggu nya?" sahut Ryan sambil menarik kursi di sebalahku. "Lumayan. Pesen makan dulu," kataku lalu memanggil pegawai kafe. "Kapan pulang?" tanya Reza setelah selesai memesan makanan. "Kemarin siang" jawabku di sela-sela mengunyah makananku. Reza mengangguk lalu menanyakan respon orang rumah saat pertama kali aku kembali beberapa minggu yang lalu. Aku menceritakan semuanya juga dengan rencana ku yang mengajukan gugatan cerai ke mas Saga. Aku tidak pernah menyembunyikan apapun dari ketiga sahabatku ini. Sebaliknya mereka juga selalu menceritakan masalah mereka meskipun hanya lewat telfon. Mereka bertiga adalah orang yang membantuku pergi dan bersembunyi selama empat tahun ini. Rania yang membantu mengambil ijazah di rumah bapak untu
Arana povSetelah makan siang aku mendapat kabar dari pak Gilang bahwa gugatan perceraian ku sudah masuk ke pengadilan. Mungkin dalam minggu ini akan ada surat panggilan dari pengadilan untuk mas Saga juga untuk ku. Aku merasa lega tapi juga ada rasa khawatir yang menggelayut di hatiku. Ancaman mas Saga beberapa minggu yang lalu masih mengusik pikiran ku. Aku tahu betul sekeras kepala apa mas Saga. Aku berharap dia masih memiliki belas kasihan kepada keluargaku. Aku sedang berjalan menuju halte bus saat sebuah mobil membunyikan klakson mengikutiku. "Arana,..Keysa Arana" panggil seseorang dari dalam mobil setelah jendela mobil diturunkan. "Kak Arya," sapaku lalu tersenyum. Kak Arya adalah seniorku di sekolah dulu. Kami beda dua tingkat. Aku kelas sepuluh dan dia kelas dua belas. "Mau pulang?" tanyanya setelah keluar dari mobilnya."Iya Kak." jawabku menghadap kearah nya. "Ayo aku antar" ajaknya sambil berjalan mendekat lalu membukakan pintu mobilnya. "Aku bisa pulang sendiri Kak
Sagara povPagi ini mama menelfon ku, memberi tahu ada surat panggilan untuk ku dari pengadilan. Sudah satu bulan lebih aku berada di luar kota untuk menyelesaikan masalah yang menghambat proyek perusahaan ku. Sejak kepergian istriku empat tahun lalu aku mendirikan perusahaan sendiri. Dengan tiga temanku sebagai investor. Aku mencurahkan semua waktu ku untuk perusahaan, sehingga dalam waktu empat tahun perusahaan ku berkembang pesat dan sudah menyelesaikan banyak proyek pembangunan mulai dari perumahan juga pertokoan dan pusat perbelanjaan. Aku tahu istriku salah faham padaku. Dia mengira aku menginginkan perusahaan ayahnya yang setengah sahamnya atas namaku. Awal mulanya, ayah Arana (Aditama) ingin mengembangkan pabrik makanan instant miliknya, tapi karena membutuhkan dana yang besar Mertuaku itu menawarkan papa untuk menjadi investor.Papa dan Ayah Arana adalah teman lama. Papa bersedia menjadi investor jika aku menikah dengan salah satu anaknya sehingga Aku dan istriku yang akan m
Arana pov "Tidak mungkin" sahut pak Kenan. "Di data diri karyawan, statusnya masih single" lanjutnya membantah ucapan Mas Saga. "Single" gumam Mas Saga menatapku tajam. Sedangkan aku, berusaha menutupi wajahku dan sesekali melirik ke Mas Saga dan beberapa karyawan memandang kearah kami. Malu. Sangat malu, itu yang aku rasakan sekarang. Aku tidak bisa membayangkan apa yang muncul di pikiran mereka tentangku setelah melihat kejadian ini. "Benarkah itu Arana." aku meliriknya, Mas Saga menatapku tajam "Katakan!" bentak mas Saga membuatku menutup mata karena terkejut. Setelah menormalkan detak jantungku. Aku berbicara pada atasan ku, "Maafkan saya Pak kenan. Sudah membuat keributan di kantor" Lalu menarik mas Saga berjalan keluar. Di luar kantor mas Saga balik menarik ku dan memaksa masuk ke mobil nya. "Masuk!" perintah nya sambil membuka pintu mobil, "Kamu ingin kita jadi tontonan lagi?" cibirnya saat aku berusaha memberontak. Dengan terpaksa aku menurut dan masuk ke mobilnya di k
"Dengarkan Aku baik-baik Keysa Arana!" ucap Saga dingin. "Aku akan benar-benar membuat keluarga mu jatuh miskin jika kamu berani keluar dari rumah ini. Segera batalkan gugatan yang kamu ajukan jika kamu tidak ingin membuat Raka kehilangan pekerjaan dan karirnya!" Saga mencengkeram kedua lengan Arana. "Aku tidak main-main dengan ancaman ku" desisnya memperingatkan lalu melangkah pergi tanpa memperdulikan tatapan marah Arana kepadanya. Arana menggenggam erat tas kerjanya untuk melampiaskan amarahnya. Semua kata umpatan sudah siap terlontar dari bibirnya. "Saga brengsek." umpat Arana kesal. "Kau pikir kau siapa?" teriaknya saat Saga hendak meraih gagang pintu. "Ya. Aku memang brengsek" sahut Saga lalu melanjutkan langkahnya keluar dari rumah. Arana menghempaskan tubuhnya diatas sofa dengan kesal. "Saga sialan" teriaknya untuk melampiaskan rasa kesal di hatinya sambil tangannya memukul-mukul sofa. "Selamat malam nyonya Arana" sapa seorang wanita paruh baya berdiri di samping sofa y
Esoknya. Pukul 5 pagi Arana terbangun dari tidurnya. Memandang ke sekelilingnya lalu menghela nafas saat menyadari semua yang dialaminya bukan mimpi. "Ternyata bukan mimpi" gumamnya beranjak bangun menuju kamar mandi. Sekitar lima menit Arana keluar sari kamar maen di lalu melaksanakan kewajiban nya di pagi hari yaitu sholat shubuh. Arana berserah diri dengan segala ketetapan Tuhan atas hidupnya. Tangannya menengadah memohon rasa sabar dan tawakkal tetap tertanam di jiwa dan hatinya. Memohon kebaikan ujung dari cobaan yang saat ini di hadapinya. Untaian-untaian do'a terlantun sendu bersamaan dengan tetesan air mata mengalir dikedua pipinya. Tetes demi tetes air matanya mengiringi setiap lantunan do'a yang mengalun lirih dari bibirnya."Ampuni aku atas segala dosaku. Berkahilah aku dengan rasa sabar di setiap kesusahan ku. Jadikanlah aku orang yang berserah diri kepadaMu. Ya Alloh.. jadikanlah kebaikan akhir dari semua ini." mohon Arana dalam do'a nya. "Tidak ada kekuatan melebi
Pagi ini Arana dan Saga sarapan dengan tenang. Arana memakan sarapannya dengan diam. Ia sama sekali tak menyahut atau memprotes ketika Saga memberitahu semua barang-barang nya akan sampai sore nanti. Saga, melirik curiga ke Arana yang tak bergeming ketika ia mengatakan gaji terakhir dan uang pesangonnya akan di transfer ke rekeningnya bulan depan. 'Kenapa dia hanya diam saja? kenapa dia sama sekali tidak marah mendengar jika sudah tidak bekerja lagi Apa yang dia rencanakan?' Saga membatin. Begitu selesai Sarapan tetap dengan kediamannya Arana langsung beranjak lalu naik ke kamarnya di lantai dua.Saga mengedikkan bahunya, "Mungkin dia sudah menyerah bertengkar denganku terus" Saga tidak ambil pusing dengan sikap Arana yang memang seperti itu jika dia marah atau kesal Arana akan bersikap acuh tak acuh bahkan terkadang dia bersikap seperti orang yang tak saling kenal. Setelah selesai sarapan ia berangkat kerja setelah sebelumnya berpesan pada Bibi agar mengawasi Arana dan menelfon j
Arana pov "Ma, makan dulu ya!" aku membawa nampan berisi sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya juga segelas air putih untuk mama Laras mamanya Ryan. "Cintya Arana? Kamu sudah datang nak?" sapanya saat melihatku memasuki kamarnya. "Mama kangen sama kamu Na. Ryan bilang kamu pasti datang. Ryan memang gak pernah bohong"Mama laras memelukku setelah ku letakkan nampan yang kubawa di meja. Sudah dua minggu aku tinggal disini, tapi mama Laras selalu mengatakan hal yang sama saat melihatku di pagi hari. Mama Laras mengalami gangguan mental sejak putri keduanya meninggal 6 tahun yang lalu. Adik Ryan itu bernama cintya. Dia meninggal karena dianiaya oleh papanya sendiri saat mabuk. Papa Ryan mengamuk memukuli Mama Laras dan cintya yang masih berumur 7 tahun. Karena kejadian itu Cintya meninggal dan Mama Laras kakinya patah. Sebenarnya Mama Laras sudah mencoba untuk melindungi Cintya tapi ia hanya seorang wanita yang tidak dapat menyaingi kekuatan pria yang sedang mabuk. Setelah