"Ramai sekali. Sepertinya aku ketinggalan" Rendra berjalan masuk dengan senyum sinis yang menakutkan. "Keysa. Kamu juga disini" sapa nya kepada Arana yang berdiri mematung menatap Rendra. Arana tertegun melihat kedatangan Rendra, 'Dia sangat menakutkan' suara hati Arana melihat senyum di wajah Rendra. "Apa kamu tidak merindukanku?" Rendra melangkahkan kakinya untuk mendekati Arana. Namun baru satu langkah, tanpa sadar Arana mundur karena takut. Dengan sigap Raka bergegas berdiri di depan Arana. "Tetap di tempatmu!" ujar Raka memberi peringatan. Rendra memandang Arana dalam, "Apa aku sangat menakutkan?" tanyanya menatap Arana. Bukannya menjawab Arana tidak mau bersuara malah mengalihkan pandangannya pada Saga yang dipegangi dua bodyguard suruhan Ayahnya. Saga membalas tatapan Arana, sembari berkata dalam hati, 'Pergi. pergi bersama Raka.' "Arana. Jika ada kesempatan kita harus lari keluar" bisik Raka "Ini perintah Saga" tambahnya memberi tahu. Arana mengangguk dengan pandangan m
Disisi lain.Di dalam rumah Aditama, Saga tersungkur dengan bersimbah darah dipegangi Bima dan Aditma. Sedangkan Kiara bersembunyi di balik punggung Aditama. Bima sama sekali tidak menyangka jika Rendra akan menembak saudaranya sendiri, "Rendra!" teriak Bima marah, "Sudah cukup, kali ini kamu benar-benar sudah melewati batas" geramnya menatap penuh amarah pada Rendra. Rendra sama sekali tidak bergeming. Ekspresinya santai tanpa sedikitpun penyesalan di wajahnya. Dia menatap datar pada satu persatu orang didepannya "Kalian semua memang pantas mati" ucap Rendra, "Harusnya sudah dari awal aku melakukannya." tambahnya sambil menggosokkan pist*l yang di genggam ke dahinya. "Rendra, sudah hentikan. Arana pasti akan sedih melihatmu sepertinya ini" tutur Saga sambil menahan rasa sakit dari luka tembak ditubuhnya. "Kamu bodoh sekali." sahut Rendra menimpali ucapan Saga, "Keysa pasti sangat senang jika Aditama dan Kiara mati. Mereka lah orang-orang yang membuat hidup Keysa menderita. Seharu
Arana sedang duduk melamun di balkon kamarnya ketika Bi Sarti memintanya untuk makan malam. Sudah satu bulan lebih Arana tinggal di kota K. Fi sebuah rumah mewah berlantai dua dengan desain klasik eropa. Rumah yang sudah Saga persiapkan untuk mereka tinggali setelah semua masalah di keluarga mereka dan perusahaannya selesai. Tapi sampai satu bulan lebih Saga belum juga menyusul seperti janjinya beberapa jam sebelum Arana berangkat ke kota K. "Mbak Arana ayo makan dulu. Ini sudah lewat jam makan malam." ajak Bi Sarti yang berdiri di pintu penghubung antara kamar dan balkon. Wanita paruh baya itu menyusul setelah dua hari Arana sampai di kota K. Sudah jauh-jauh hari Saga sengaja meminta Bi Sarti untuk ikut pindah ke kota bersama dirinya dan Arana. Bi Sarti langsung menyetujui begitu suaminya juga ikut pindah bersama mereka ke kota K. Arana menggeleng. "Bibi makan dulu aja. Aku akan makan nanti kalau sudah merasa lapar" kata Arana tanpa mengalihkan pandangan dari pemandangan malam har
['Aku sempat berpikir terjadi sesuatu. setelah mendengar Saga tertembak.']['087********8. Cepat hubungi aku']Mata Arana terbelalak melihat balasan pesan dari sahabat nya. Dia membaca berulang kali untuk menyakinkan dirinya jika tulisan itu salah. "Tertembak" gumamnya. Jantungnya berdetak cepat. "Maksudnya apa? Ferdy membohongiku," ucap Arana dengan mata yang sudah mengembun. Dengan panik Arana menyalin no Rania lalu menyimpannya di kontak hpnya. Dengan jantung gan berdegup kencang Arana menghubungi Rania untuk memastikan kebenaran balasan pesan Rania. Setelah dering kedua terdengar suara renyah Rania dari seberang sana. 📞"Halo. Ini Arana?" tanya Rania memastikan. "Iya. Ini aku.""Ya Alloh. Arana, kamu apa kabar? Kamu tahu tidak jika aku dan Reza kebingungan mencari informasi kemana kamu pergi. Apalagi Ryan, dia sampek marah dan tidak mau membalas pesanku karena aku yang menceritakan tentang Saga ke kamu, kamu kan tahu Ryan itu suka sama kamu," ucap Rania bertanya sekaligus ber
"Berhenti!" Semua orang menatap kearah dimana suara berat itu berasal. Seorang laki-laki dengan wajah pucat berdiri ditengah pintu kamar dengan satu tangannya menggunakan gendongan tangan dan satu tangan yang lain di pegang oleh Ferdy. Sontak Arana terkejut dengan apa yang dia lihat. Dia menatap tidak percaya dan mengedipkan matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang di lihat bukan halusinasi semata. Namun benar-benar nyata, orang yang di hadapannya benar-benar Saga suaminya. Seseorang yang sudah membuat hidup Arana tidak tenang selama satu bulan ini. "Lepaskan tangan istri saya," perintah Saga pada bodyguard yang di sewanya. Tanpa menunggu lama mereka lang melepas tangan Arana. "Maaf, tuan. Kami hanya menjalankan sesuai perintah." Rico menjawab. "Hemm" jawab Saga. Dengan sedikit tertatih Saga berjalan di bantu oleh Ferdy mendekati Arana yang bersimpuh di lantai kamar. Arana menatap datar ke arah Saga dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya. "Sudah jangan nangis," u
"Kenapa Rendra sampai ingin menembak Ayah?" tanya Arana sedih. "Kamu tahu dari mana kalau Rendra ingin menembak Ayah mu?" Saga bertanya balik. "Dari Rania. Katanya Rendra juga ingin membunuh mbak Kiara, benar begitu?" Saga menghela nafas sepenuh dada lalu menatap tepat di mata Arana. "Bukan seperti itu. Entah Rania dapat info dari siapa, akan tetapi Mas yakin Awalnya Rendra tidak pernah berniat membunuh Ayahmu. Kamu percaya sama Mas, kan?" ujar Saga menjelaskan. Arana mengangguk, "Rania hanya mendengar berita saja, dia tidak tahu cerita yang sebenarnya." Arana menjelaskan agar Saga tidak menganggap sahabatnya memberi kabar bohong. Saga menatap Arana dengan pandangan yang sulit di artikan. "Kiara yang memprovokasi Rendra lebih dulu. Kiara mengatakan hal-hal buruk tentang kamu sehingga membuat Rendra marah lalu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada Kiara. Namun Kiara bersembunyi dibelakang Ayahmu. Awalnya aku pikir Rendra tidak akan menembak Ayahmu. Tapi aku salah orang yang p
"Jujur sama Mas, sebenarnya ada apa dengan kamu dan Rendra?" Saga menatap curiga ke Arana. "Mas merasa kamu menyembunyikan sesuatu," "Gak ada yang aku sembunyikan Mas," tegas Arana. "Aku hanya merasa bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Rendra karena itu aku ingin menemuinya." Arana memaksa turun dari pangkuan Saga lalu duduk disisi ranjang menghadap Saga. Saga membuang pandangannya kearah lain. Hatinya kesal setiap kali mengingat keakraban Arana dan adik laki-laki nya. "Aku dan Rendra memang sudah akrab sebelum pernikahan kita. Rendra sering tiba-tiba muncul didepan rumah setiap aku pulang sekolah." Arana bercerita. Saga hanya diam tidak menyahut namun dia mendengarkan cerita Arana. Melihat respon Saga Arana hanya bisa menghela nafas sepenuh dada dan meneruskan ceritanya. "Awalnya, ketika aku pulang sekolah Rendra sudah ada didepan rumah. Dia mengatakan kalau dirinya tersesat. Lalu kami ngobrol dan menjadi akrab. Setelah itu Rendra sering tiba-tiba muncul dengan alasan tida
"Aku sangat membenci Ayah, Bunda dan Kiara. Sejak aku kecil mereka selalu menyakiti perasaan aku. Seandainya aku bisa aku ingin...." Arana tidak meneruskan kalimatnya. Nafasnya terengah-engah menahan kemarahan yang sudah menumpuk di dadanya. "Ingin apa? Katakan, akan aku lakukan untukmu," ucap Rendra menatapnya dengan ekspresi dingin. Arana terdiam melihat ekspresi dingin Rendra yang belum pernah di lihatnya selama ini. Arana menatap dalam pada Rendra. Lalu mengusap kasar air matanya dengan punggung tangannya. "Aku membenci mereka. Kamu tahu, terkadang aku berfikir jika mereka tidak ada, duniaku mungkin akan lebih baik dan membahagiakan," kata Arana lalu berjongkok menunduk menyembunyikan wajahnya di kedua tangannya. Arana menangis. Rendra menengadahkan wajahnya keatas, menarik nafas panjang lalu membuangnya beberapa kali. Ada rasa sesak melihat gadis yang dicintainya terluka tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. "Berhentilah menangis! Semua tidak akan selesai dengan menangis," uc