Pukul 8 pagi Arana diantar Lastri ke rumah sakit untuk periksa kandungan sesuai jadwal yang sudah di berikan dokter. Arana memakai dress yang panjangnya di bawah lutut, dengan sweater rajut berwarna navy yang kontras dengan warna kulitnya yang putih. Rambut panjangnya di kuncir kuda menambah nilai plus untuk kecantikan Arana. Arana memang tidak secantik Kiara tapi wajah Arana lebih manis dan imut. Jika di bandingkan dengan wajah anggun Kiara wajah manis Arana lebih enak di pandang dan tidak membosankan.Ibu menggandeng tangan Arana keluar rumah saat taksi online pesanan mereka sudah datang. Sang sopir segera menjalankan mobilnya setelah Arana memberitahukan tujuannya. Didepan rumah sakit sudah ada Saga yang menunggu. Ia berdiri didepan loby rumah sakit. Semalam Saga lah yang mengingatkan Arana soal jadwal periksa kandungannya, Saga menyetel notifikasi jadwal tanggal periksa kandungan ke dokter pada ponselnya. Sepertinya janjinya pada Arana bahwa dia akan menemani Arana setiap kali p
Arana sedang melipat mukenanya setelah sholat dhuhur saat dering ponselnya masuk ke dalam pendengarannya. 📞*Assalamu'alaikum Ma" sapa Arana pada orang di seberang sana. "W*'alaikum salam sayang. Bagaimana keadaan kamu dan calon cucu Mama, sehat?""Sehat Ma. Mama sama Papa apa kabar?" Arana berjalan menuju kursi belajar nya yang ada di dekat jendela kamar. "Alhamdulillah kami semua disini sehat." jawab Miranda "Kamu masih di rumah Bapak kamu?" "Iya Ma" Jawab Arana sambil mengangguk seolah orang yang diajaknya bicara dapat melihatnya. "Saga mengatakan jika Bapak dan Ibu kamu sudah mulai luluh kenapa kamu masih tinggal di sana.?" "Ibu gak tega aku sendirian di rumah kalau Mas Saga kerja Ma." jawab Arana lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sejak pulang dari periksa kandungan Lastri membujuk suaminya untuk memaafkan Saga. Lastri mengira jika tensi darah Arana rendah karena stress dipisahkan dengan suaminya. Lastri takut jika sampai kejadian yang dulu sampai terulang
Arana sedang menyirami bunga di depan rumah ditemani sang suami yang duduk di kursi teras sambil memeriksa email yang masuk di ponsel pintarnya. Saga memutuskan bekerja dari rumah agar bisa menjaga Arana, menjadi suami siaga untuk istri yang paling di cintai nya. Arana sempat memprotes keputusan Saga beberapa hari yang lalu. Arana beralasan di rumah ada Bapak dan Ibunya jadi Saga tidak perlu khawatir berlebihan. Namun bukan Saga jika tidak keras kepala."Siapa yang jagain kamu kalau Ibu dan Bapak di kebun? Sudah. Aku sudah putuskan, aku sendiri akan mengawasi dan menjaga kamu dua puluh empat jam penuh." putus Saga tak ingin di bantah. "Terserah Mas," pasrah Arana pada akhirnya.Ia lelah berdebat dengan Saga karena sudah di pastikan Arana yang kalah. Saga hanya akan pergi kekantor jika ada meeting penting yang tidak bisa diwakilkan. Selain itu Saga meminta Ferdy mengantarkan berkas-berkasnya ke rumah jika membutuhkan tanda tangannya. "Mas, jadi ke rumah Mamah?" tanya Arana menoleh
"Dokter Meysa" panggil Miranda lirih lalu memberi isyarat kehadiran Saga dan Arana. "Iya" jawab dokter Meysa sambil tersenyum ramah pada Saga dan Arana. "Ada yang ingin bertemu dengan kamu." Beritahu nya pada Rendra, "Kamu pasti senang bertemu dengan mereka." Meysa lalu bangkit dan mempersilahkan. Saga dan Arana untuk duduk di kursi berhadapan dengan Rendra. "Jangan menyentuh anggota tubuh pasien" pesan Dokter Meysa memperingatkan. "Iya Dok" jawab Saga setelah membantu Arana duduk. . "Rendra lihatlah siap yang datang?" Instruksi Dokter Meysa. Rendra mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk. Menatap Saga dan Arana bergantian. "Keysa Arana" gumamnya memandang sendu pada Arana. "Hai Rey," sapa Arana dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Rendra tersenyum lebar, "Akhirnya kamu mengenaliku" Mendengar panggilan lama Arana padanya membuat hati Rendra menghangat. "Aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku, hingga tanpa sadar aku kehilangan diriku sendiri saat kau pergi" tutur Rendra
Rendra tersenyum, "Tentu saja. Kamu pasti mencintainya...." Rendra terdiam memandang Saga intens. Dokter Meysa memberi isyarat agar perawat mendekati Rendra berjaga jika Rendra marah dan lepas kendali. Sedang dirinya sudah bersiap dengan suntikan yang sudah selalu siap di dalam saku jasnya.Saga sendiri sudah merentangkan tangannya didepan tubuh Arana dengan pandanganya siaga tertuju pada Rendra didepannya yang di pisahkan oleh meja persegi yang cukup besar. "Kamu pasti bisa menjaganya lebih baik dari pada aku." Saga tercengang, menatap tepat pada mata hitam milik Rendra. Untuk beberapa detik sampai dia merasa yakin dengan ucapan adiknya itu. "Jagalah dia! Jangan sampai dia terluka lagi." pungkas Rendra bersamaan dengan butiran bening mengalir dari sudut matanya. "Pasti." Saga mengangguk. "Aku pasti akan menjaganya, kamu tidak perlu khawatir."Rendra tersenyum lalu kembali menundukkan kepalanya, memegang pensil menggambar sebuah awan di atas kertas putih yang ada di atas meja. "
Arana bersama Lastri sedang di ruang tengah rumahnya. Sibuk dengan persiapan acara empat bulanan kehamilannya besok. "Na, kue yang buat besok sudah di pesan?" tanya Lastri tanpa mengalahkan perhatiannya pada tumpukan undangan di pangkuannya. "Sudah Bu." jawab Arana sambil memeriksa ponselnya. "Ingetin lagi Catering nya, jangan sampai lupa besok jam 7 pagi harus sudah diantar makanannya" "Iya, Bu. Ini lo aku kirim pesan sama pihak catering nya." "Oh iya, kamu sudah telfon Bunda kamu belum?" Lastri menoleh pada Arana yang duduk di sebelahnya. "Ibu aja yang telfon." sahut Arana tanpa mengalihkan fokusnya pada benda pipih di tangannya. Lastri menghela nafas pelan. "Kamu harus bisa memaafkan nya. Kamu sudah mau jadi seorang Ibu. Kamu pasti mencintai anak kamu kan? Sama seperti Bunda kamu, dia sangat menyayangimu" Lastri memiringkan tubuhnya lalu mengelus rambut panjang perempuan yang sudah dirawat dan dibesarkannya seperti anaknya sendiri. "Tidak baik menyimpan kebencian terlalu l
Acara di tutup dengan do'a dari sang ustad dan diamini oleh semua orang yang hadir. Setelahnya di bagikan suvernir berupa mukena untuk undangan wanita dan sarung untuk undang pria tidak lupa di di berikan pula mukena di salam wadah besek yang di bentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tas. Setelah semua sana agak sepi, Ryan dan Mamnya mendekati Arans dan Saga."Arana," sapa Ryan. "Ryan. Mama Laras, apa kabar?" Arana mengulurkan tangannya menyalami Ryan lalu sedikit membungkuk untuk memeluk Laras yang duduk di kursi roda. "Alhamdulillah Mama sehat." jawab Laras, "Selamat ya untuk kehamilan kamu. Semoga ibu dan bayinya sehat, lancar nanti dalam persalinannya" Laras mendo'akan. "Amiin. Makasih Ma" ucap Arana dengan senyum mengembang di wajahnya. "Terima kasih sudah datang" Saga mengulurkan tangannya ke Ryan. "Sama-sama. Selamat untuk kehamilan Arana. Semoga lancar saat persalinan nanti" Ryan menyambut jabat tangan tangan Saga serta mendo'akan kebaikan untuk sahabatnya. Saga ber
"Arana. Kiara mau bicara sama kamu" kata Aditama setelah beberapa saat hanya diam. Aran mengalihkan pandangan nya pad Kiara pada Aditama, "Silahkan. Bicara saja" jawabnya cuek. "Aku mau minta tolong sama kamu" Kiara membuka mulutnya setelah sejak datang hanya diam. Arana tak menjawab, hanya menatap datar pada Kiara yang juga menatapnya. "Cabut gugatan atas suami aku!" Tanpa basa basi Kiara mengatakan permintaannya. Mendengar nya Ratih menutup matanya sembari menghela nafas panjang. Menyesalkan sikap Kiara yang tidak meminta maaf atas semua kesalahannya terlebih dulu. Namun, Kiara langsung mengatakan permintaan nya dengan nada angkuh dan memerintah. "Soal itu bicaralah pada Kak Raka, aku sama sekali tidak tahu menahun soal perusahaan." ujar Arana tetap dengan ekspresi tenang sekalipun emosinya susah terpancing dengan gaya bicara Kiara. "Bukannya Kak Raka kamu yang memberi kuasa? Dia pasti menurut apa katamu" Kiara mulai memaksa. "Itu kamu tahu, jika aku sudah memberikan hak kua