Ceklek. suara pintu dibuka. Arana melebarkan matanya terkejut melihat siapa yang membuka pintu. "Halo Keysa. Apa kabar? Maaf lama baru bisa menjemputmu" sapa Rendra sambil tersenyum kepada Arana. "Rendra?" tanya Arana terkejut dengan ponsel masih menempel di telinganya. "Iya. Ini aku. Apa aku terlalu lama? Sampai membuatmu terkejut seperti itu" Rendra berjalan mendekat ke Arana dengan cepat mengambil ponsel yang Arana pegang. "Kamu mau apa?" tanya Arana setelah merubah mimik tegang wajahnya dengan wajah datar dan tenang.'Tenang Arana! Kamu harus tenang!' suara hati Arana."Mematikannya." jawab Rendra sambil menonaktifkan ponsel Arana. "Kamu pasti tidak ingin Saga menelfon mu kan?" jawab Rendra dengan tersenyum yang tidak luntur sejak masuk kamar Arana lalu melempar ponsel Arana ke atas tempat tidur. "Apa kamu nyaman disini?" tanya Rendra sambil mengamati Kamar yang Arana tempati."Iya. Aku nyaman disini" Arana menjawab dengan ekspresi datar. Pandangan Rendra berhenti pada foto
"Dan satu hal yang harus aku luruskan. Aku tidak pernah meminta kamu membatalkan pernikahanku tapi kamu sendiri yang berjanji, aku hanya menagih janjimu." terang Arana. Rahang Rendra mengeras, wajahnya memerah. "Jadi seperti ini rasanya" kata Rendra lalu tertawa keras. "Seperti ini rasanya di permainkan" teriaknya didepan Arana. Jantung Arana berdetak sangat cepat. Jujur dia takut tapi dia tetap mempertahankan ekspresi tenang dan datarnya agar tetap terlihat di wajahnya. "Banyak sekali perempuan yang aku jadikan mainan. Aku menyuruh mereka melakukan hal-hal bodoh. Setelah itu aku bilang kalau aku sama sekali tidak menyuruh mereka. Kamu tahu mereka semua menangis, memohon. Meminta agar aku memberi perintah dan akan mereka lakukan asalkan aku tidak meninggalkannya." Tanpa sadar Rendra menceritakan perbuatannya pada mantan-mantan kekasihnya selama ini.Rendra mendengus kesal "Demi kamu aku melakukan segalanya. Tapi apa balasan kamu keysa" bentak Rendra di akhir kalimat. Arana menut
Door.. Terdengar suara tembakan dari halaman rumah. "Astaga" pekik Arana. "Siapa yang tertembak" Miranda panik. "Tetap disini!" perintahnya pada Arana, "Biar aku yang lihat" ujar Jordan berlari keluar.Karena merasa khawatir Arana tidak mengindahkan perintah Jordan dia ikut berlari keluar. Miranda hendak ikut menyusul tapi tidak tega meninggalkan Rendra yang sejak tadi hanya diam membatu. Langkah Jordan dan Arana terhenti ketika melihat Saga muncul di depan pintu."Arana kamu gak papa?" tanyanya saat melihat Arana berada dibelakang Jordan. "Mas Saga" seru Arana lega. "Alhamdulillah Mas gak papa" ucapnya bersyukur lalu memeluk Saga erat sambil menangis. "Jangan khawatir semuanya sudah aman" Saga mengurai pelukannya. "Aku takut Mas" Arana sempat berpikir buruk setelah mendengar suara tembakan. Arana merasa tubuhnya tiba tiba terasa lemah, perutnya sakit dan kepala pusing. Dengan Sigap Saga memegang tubuh Arana yang hampir terjatuh kemudian menggendong Arana membawanya duduk di
Arana menghela nafas panjang. "Mas Marah?" Saga membuang pandangannya keluar jendela kamar. Ada rasa sesak menyeruak dalam dadanya."Aku kecewa sama Mama. Aku tidak menyangka Mama bisa mengkhianati aku. Bahkan hampir membuat kita kehilangan anak kita" jawab Saga mengungkapkan perasaan nya. "Aku hampir tidak bisa bernafas melihat kamu kesakitan sambil memegang perut tanpa berkata apa-apa tapi air matamu terus mengalir dari kedua bola mata kamu." Saga mendengus "Pikiran buruk sudah berputar-putar di pikiranku. Membuat aku panik dan takut kehilangan kamu dan bayi kita." sambungnya sambil memegang tangan Arana erat. "Maaf sudah membuat Mas Khawatir" ucap Arana sendu. "Tidak. Bukan kamu yang harus minta maaf. Tapi aku yang salah karena tidak bisa menjaga kamu. Maafin aku ya sayang, karena lengah menjaga kamu." ucap Saga lalu menciumi pipi dan bibir Arana bergantian. "Iya." kata Arana sambil terkekeh karena Saga yang terus mengecupi wajahnya. "Sudah Mas." rengek Arana mendorong Saga. "
Sudah sejak kemarin Arana keluar dari rumah sakit. Dia hanya perlu rawat inap selama 2 hari, setelah keadaannya membaik dokter sudah mengizinkan nya pulang, akan tetapi untuk bepergian naik pesawat dokter belum memberi izin. "Silahkan datang dua minggu lagi, nanti kita lihat apa kondisi ibunya sudah siap untuk berpergian naik pesawat" kata dokter ketika Saga menanyakan apakah kondisi Arana memungkinkan untuk berpergian naik pesawat. Sejak tiga hafi yang lalu Rendra sudah berada di Madrid. Di sana Rendra menjalani terapi untuk penyakit kejiwaannya di sebuah rumah sakit di kota Madrid. Miranda memutuskan untuk ikut menemani Rendra di sana. Dia ingin menebus semua kesalahan nya yang dulu kurang memperhatikan Rendra karena kesibukannya sebagai desainer dan pemilik butik ternama. Sebelum berangkat ke Madrid, Miranda sempat menjenguk Arana di rumah sakit untuk meminta maaf dan melihat kondisi menantunya yang baru di ketahui nya sedang hamil dari Ferdy. Dia sangat menyesal sudah membuat me
Aku merasa dia bukan seorang ibu. Mana ada seorang ibu yang membenci anak yang dilahirkannya sendiri hanya karena bertengkar dengan suaminya. Bagiku dia hanya seorang wanita yang ditakdirkan melahirkan aku""Kamu membencinya?" Saga menatap Arana dalam. Seakan sedang menyelami pikiran Arana melalui matanya. "Sangat" jawab Arana singkat lalu tersenyum. "Makan yuk Mas, lapar" ajaknya sambil menarik tangan Saga. Saga menghela nafas, "Baiklah. Kita makan sekarang" jawab Saga lalu mengikuti Arana yang sudah berjalan didepannya. Saga tahu banyak luka yang Arana simpan rapi dihatinya. Arana tidak membiarkan siapapun untuk melihat luka yang di rasakan nya. Arana memang seperti itu, tidak ingin orang lain tahu rasa sakitnya. •••Hari ini Saga dan Arana beserta bi Sarti pulang kembali ke kota asal mereka. Setelah kemarin mereka memeriksakan kondisi Arana dan dokter memberikan izin untuk melakukan penerbangan. Tanpa menunggu lama Saga segera memerintahkan anak buahnya agar menyiapkan privat je
"Tapi bukan berarti ibu mau menerima Saga" ujar Lastri tegas. "Kamu tinggal sama Ibu dan Bapak. Kami datang kesini untuk menjemput kamu Na." sambungnya. "Loh kok gitu Bu. Ini rumah suami aku Bu, sudah seharusnya akan tinggal disini." tolak Arana. "Kamu mau tinggal sama orang jahat seperti dia. Ibu tidak mau nanti kejadian kamu kegu.." "Bu!" tegur Jatmiko menajamkan pandangannya pada istrinya agar tidak melewati batas saat berbicara. "Bu. Mas Saga gak sejahat yang Ibu pikirkan" Arana membela suaminya. "Semuanya cuma salah faham Bu" "Kamu sudah lupa? sama janji kamu Na. Kamu sendiri yang bilang kamu tidak akan kembali bersama Saga." tanya Lastri dengan nada pelan, mempertanyakan janji yang Arana katakan dulu. "Tapi itu.." Arana tidak melanjutkan kalimatnya karena sentuhan tangan Saga di bahunya. "Saya tidak pernah berselingkuh Bu." kata Saga tegas. "Arana istri saya dan saya akan menjaganya dengan baik. Ibu tidak perlu khawatir." lanjutnya dengan memandang Lastri serius. Lastri m
Sesampainya di rumah, Jatmiko meminta istrinya untuk mengantar Arana ke kamarnya yang ada di lantai Atas untuk beristirahat. "Isthatlah dulu. Nanti dibicarakan lagi." perintah Lastri yang langsung diangguki oleh Arana. "Ibu dan Bapak tidak ada niat buruk sama kamu. Kamu harus ingat itu ya" Lastri menggenggam erat tangan Arana. "Iya Bu. Arana percaya dan selalu ingat" jawab Arana sambil tersenyum membalas genggaman tangan ibunya. "Istirahat lah" kata Lastri sambil mengelus kepala Arana sayang, lalu beranjak keluar dari kamar Arana. Arana merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang dulu dia tempati. "Sudah lama sekali." gumamnya sambil menghirup aroma harum bantalnya.Sepertinya Lastri baru saja mengganti sprei dan sarung batalnya di kamar Arana. Arana baru saja hendak memejamkan matanya, terdengar ponselnya didalam tasnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari kontak 'My Husband'. Arana hanya menatap ponsel yang di pegang nya tanpa berniat menerima panggilan telfon dari suaminya itu.
Tiga tahun setelah nya. "Aksara tidak boleh lari-larian di dalam rumah." seru Arana memberi peringatan pada Putri semata wayangnya yang berlarian mengejar Endharu anak dari Raka. "Hati-hati nanti jatuh sayang...!" Miranda menyahut dari dapur sambil membawa puding coklat yang dia buat tadi pagi untuk cucu kesayangannya. "Mas anak kamu itu lo, nanti jatuh." gerutu Arana pada Saga yang hanya diam saja melihat putrinya berlarian. "Kalau aku yang menegurnya, dia akan langsung menangis, lebih baik kamu saja yang menegurnya." ujar Saga pelan dengan pandangan tak lepas dari Aksara. Arana menghela nafas panjang, putrinya itu memang sagat pintar. Setiap kali Saga menegurnya dia akan langsung menangis dan membuat Saga tidak tega. Namun jika Arana yang menegurnya tidak akan di hiraukan olehnya karena bagi Aksara mendengar omelan Arana adalah hal yang biasa. Berbeda dengan Saga yang jarang mengomel tapi ekspresi wajahnya akan sangat menakutkan jika sedang marah. Dengan malas Arana beranjak
Arana dan Aksara sudah cantik dengan gaun ala princess berwarna pink soft yang di desain sendiri sama Arana. Sedangkan Saga sangat tampan dengan memakai kemeja yang berwarna senada dengan gaun yang di pakai istri dan anaknya. Saga melipat lengan kemejanya keatas sampai ke sikunya, memperlihatkan lengan kekarnya. Saga menggendong Aksara dengan Arana disampingnya berdiri didepan kue ulang tahun menerima ucapan selamat dan kado dari para tamu undangannya. Nampak Jordan diantar para tamu bersama anak dan istrinya yang sudah di boyongnya pulang kembali dari kota B. "Selamat ulang tahun Aksara" ucap Mutiara istri Jordan sambil tersenyum pada juniornya di kampus dulu. "Mbak Mutia," pekik Arana dengan wajah sumringah, "Ya Alloh Mbak. Apa kabar?" Arana menanyakan kabar seniornya dulu setelah dia mengurai pelukan nya. "Puji Tuhan, saya baik Arana." jawab Mutiara, "Meskipun telat selamat ya untuk kelahiran putri kamu dan Saga." ucap Mutiara memberi selamat pada Arana, "Iya Mbak terima kasih
Hari ini semua orang sedang sibuk menyiapkan ulang tahun Aksara, putri pertama Sagara Bagaskara sekaligus cucu pertama dari keluarga Bagaskara. Bima dan Miranda sudah pulang kembali dari Madrid sejak dua hari yang lalu, namun tidak dengan Rendra, mereka tetap meminta Rendra untuk tinggal disana sampai kuliah Kedokteran nya selesai. Arana sedang duduk di sofa ruang tengah sedang sibuk dengan kertas-kertas bon mengecek apa ada yang kurang untuk acara ulang tahun Aksara yang akan di adakan besok pagi. Tidak jauh dari Arana duduk, nampak Miranda sedang menggendong Aksara sambil sesekali menimang cucu pertamanya tersebut. "Ma Aksara sudah bisa jalan. Gak perlu di gendong terus nanti Mama capek" Arana mengingatkan mertua nya agar tidak memanjakan putrinya dan membuatnya didrinya kelelahan."Gak papa ya Aksara, Oma gak capek kok. Aksara masih ingin di gendong oma Mama" jawab Miranda sambil mencium pipi chubby Aksara. "Oh ya Na. Caterina buat besok sudah siap semua kan?" tanya Miranda masi
"Suami, atau Mantan suami?" tanya Gibran dengan nada sinis, "Atau mungkin calon mantan suami. Aku dengar perceraian kalian sudah diproses sejak dua tahun yang lalu." "Maaf, Seperti nya Kak Gibran salah faham" sahut Arana berusaha menengahi sambil menggenggam tangan Saga yang sudah mengepal kuat. "Kamu tidak perlu berbohong lagi Ara. Aku sudah tahu semuanya, kamu di paksa menikah dengan dia kan?" kata Gibran pelan dan menatap Arana sendu. "Gibran," tegur Gio Saga yang sejak tadi mengamati kejadian di depannya "Jangan bicara sembarangan! Pak Saga tolong maafkan kelancangan Adik saya." Gio berdiri dan menarik adiknya agar menjauh dari Arana. Saga berdiri dan menarik Arana agar menempel padanya. "Ajari Adikmu sopan santun." ujar Saga sinis. "Iya maafkan saya yang kurang bisa mendidik Adik saya." jawab Gio sambil menunduk sopan. "Ck.. " Gibran berdecak kesal. "Jadi yang tadi kalian hanya bersandiwara menjadi suami istri yang romantis." cibir istri Gio. Mendengar kalimat kakak ipar
Saga dan Arana sampai di sebuah hotel berbintang tempat rekan bisnis Saga menggelar resepsi pernikahannya. "Wah,, Resepsi nya mewah sekali ya Mas," Arana memandang penuh kekaguman ketika mereka memasuki ballroom yang sudah di hias sedemikian rupa sehinga terlihat mewah dan berkelas. "Kamu suka?" tanya Saga menoleh pada sang istri yang di tangannya melingkar manis di lengan Saga. Arana menggeleng, "Tidak," jawabnya sambil matanya memandang pada pelaminan pengantin yang begitu megah. Saga tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya itu. Bahkan Arana tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawab. Saga sudah sangat memahami Arana, dia wanita yang sederhana dan sangat pengertian. Tidak ada satu pun barang mewah yang pernah Arana beli. Baju, tas, sepatu, sandal yang Arana pakai adalah brand dalam negri yang harganya hanya ratusan ribu. Jika ada barang mewah yang Arana miliki itu adalah Saga yang membelinya. "Istriku memang berbeda," bisik Saga lalu mengecup rahang Arana sekilas. Arana
Hari ini Saga akan mengajak Arana ke acara resepsi pernikahan rekan bisnisnya. Untuk pertama kalinya Arana meninggalkan putrinya di rumah bersama Lastri. Sejak pulang dari menjenguk Kiara Lastri tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja menginap untuk menemani Arana karena Ratih sedang sibuk menjaga Kiara dan Dara. Arana memperhatikan penampilan yang memakai dress putih dengan panjang sedikit di bawah lutut melalui cermin yang ada di kamarnya. Wajahnya tersenyum puas melihat tampilannya sendiri. "Kamu canti sekali, sayang," puji Saga yang baru keluar dari ruang ganti. Saga berjalan mendekati Arana yang berdiri didepan cermin. Memeluknya melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Arana. Saga sedikit membungkukkan tubuhnya karena tinggi bedan mereka yang berbeda. CUP... Saga mencium rahang Arana. "Cantik, Kamu makin cantik jika wajahmu memerah karena malu" bisik Saga sembari memandangi wajah Arana dari pantulan cermin. Arana tersipu malu, "Mas, sekarang makin pinter gombal ya?" sah
Saga sedang menuruni tangga dengan Aksara di pelukannya. Dia membawa bayi kecil itu duduk di sofa ruang tengah sembari menunggu Arana menyiapkan makan malam bersama Bi Sarti. Arana hanya akan mengerjakannya pekerjaan rumah jika Saga ada di rumah untuk menjaga Aksara. Saga sendiri sudah mewanti-wanti Arana agar tidak meninggalkan putri mereka sendirian. Mengingat perkembangan Aksara yang semakin hari semakin lincah dan menggemaskan. Saga mengajak Aksara berbicara dan bercanda. Meski hanya celotehan yang tidak jelas namun bagi Saga itu obat mujarab untuk rasa penat dan lelahnya setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya kantor. "Mas, ayo makan!" seru Arana dari meja makan. "Iya, Mama" jawab Saga melangkah mendekati meja makan. "Bi, tolong ambilkan baby bouncer nya Aksara" pinta Arana pada Bi Sarti setelah wanita paruh baya itu meletakkan sepiring ayam goreng lengkuas buatannya tadi. "Sebentar ya sayang, Bibi sedang mengambilkan mu baby bouncer" Arana mengambil Aksara dari pangk
Arana meminta izin pada Kiara dan Lastri untuk keluar lebih dulu melihat putrinya Aksara. Saat sampai di luar kamar Arana langsung menuju teras samping rumah Aditama. Arana mendudukkan dirinya di kursi panjang dekat kolam renang. Dia menangis tersedu-sedu melepaskan air mata yang sudah di tahannya semenjak tadi setelah melihat kondisi Kiara. Arana merasa sangat sedih melihat keadaan saudara perempuannya yang sangat mengenaskan karena ulah suaminya. Duta laki-laki yang sangat di cintai Kiara semenjak masih kuliah dulu. "Sayang, kamu kenapa?" Saga menyusul Arana sambil menggendong Aksara yang sudah terbangun. "Mas," sahut Arana mengusap kasar air matanya. "Sini biar Aksara sama aku, mungkin dia haus" Arana mengulurkan tangannya mengambil Aksara dari gendongan Saga. "Haus Nak?" tanya Arana saat melihat Aksara menarik-narik baju di bagian dad* Arana. "Sepertinya dia memang haus dan lapar. Dia sudah bangun sejak tadi" sahut Saga sambil membersihkan bekas air mata di pipi mulus Arana.
Setelah Saga sampai di rumah mereka segera berangkat Ke rumah Aditama bersama dengan Jatmiko dan Lastri. Mereka sengaja menunggu Saga agar bisa berangkat bersama-sama untuk menjenguk Kiara. Selama perjalanan Aksara tampak begitu senang dan ceria. Ini pertama kalinya Aksara di ajak keluar rumah. Aksara duduk di pangkuan Lastri di kursi belakang. Aksara mengoceh sambil mata kecilnya melihat kearah jendela. Jatmiko dan Lastri sibuk meladeni celotehan bayi kecil yang menggemaskan tersebut. Sedang Arana memandang lurus ke depan sedang melamun."Sayang. Kenapa diam saja?" Saga menyentuh tangan Arana sambil pandangannya tetap fokus pada jalanan di depannya. Arana menoleh, "Gak papa cuma lagi mikirin Mbak Kiara saja." jawab Arana jujur mengutarakan kegelisahan nya. "Dia pasti sangat menderita Mas" tuturnya sedih. "Kamu terlalu baik sayang. Padahal dia sudah berulang kali menyakiti kamu, tapi kamu tetap saja memikirkan dia." sahut Saga sambil menggenggam tangan Arana dengan tangan kirinya.