Seorang gadis terlihat duduk dihalte dekat universitas, tak tahu apa yang sedang dilakukannya. Hanya melamun seperti menunggu uang turun dari langit. Helaan nafas berat terus terdengar, seperti ini adalah hari sialnya.
"Adik mau kemana, gak naik bus nya?"tanya pria paruh baya yang duduk disebelah gadis itu. Kira kira umur lima puluhan tahun.
Gadis itu menggeleng.
"Saya perhatikan dari jauh adek gak juga naik metromini dari tadi, memang mau kemana? Cari kerja?" tebak pria paruh baya karena memakai seragam putih hitam yang dikenakan gadis itu.
Gadis itu menggeleng, merasa tak nyaman ditanyai orang asing.
"Lalu sedang apa pagi-pagi disini sendirian? Menunggu jemputan?" tanya pria paruh baya itu.
"Kuliah". Jawab gadis itu akhirnya.
"Kuliah dimana?" tanya pria itu lagi.
"Dibelakang". Gadis itu bermaksud menyebut gedung universitas yang memang berarad dibelakang halte tersebut.
Pria paruh baya itu memperhatikan gadis tersebut dari ujung rambut sampai ujung kaki." adik mahasiswa baru disini?"
Gadis itu pun mengangguk.
Perkenalkan nama saya Nandita Agnesia umur 21 tahun. Orang biasanya memanggil beragam ada Nan,dita,agnes bahkan ada yang manggil Inez, anak bungsu dari dua bersaudara, kakak sulungnya bernama Shaka Maulana Cahyadi,kuliah di universitas gajah mada,Yogyakarta. Jurusan hukum.
Sejak lulus sekolah orang tuanya sudah berniat menjadikan Shaka dokter ortopedi, tapi ternyata pria berambut gondrong yang selalu diikat itu lebih suka membela kaum yang lemah, maka dari itu dia memilih menjadi pengacara, semua orang rumah awalnya kaget, namun tekad yang kuat shaka tak bisa digoyahkan oleh siapapun jika sudah menginginkan sesuatu.
Setelah lulus dari sekolah nandita menghabiskan kesehariannya dengan traveling dan memotret banyak tempat keindahan alam selama hampir 3 tahun. Sama sekali belum terpikir untuk belajar lagi yang mana itu akan berkutat dengan buku dan pulpen. Rasanya sangat membosankan baginya. Apalagi selama ini nandita belum bisa menemukan mimpi nya yang dia cari.
Namun ternyata ketenangannya berubah saat mendengar berita papanya diam diam sudah mendaftarkannya kuliah diuniversitas swasta daerah jakarta dengan universitas yang sama sekali tidak dia senangi yaitu fakultas kedokteran.
Bukan hal mudah merawat pasien,itu yang selalu tertanam diotak nandita selama ini, apalagi melihat kesibukan kedua orang tua nya selama berada dirumah sakit, sungguh itu membuat dirinya enggan berurusan dengan hal yang sama. Nandita ingin hidup atas keinginannya sendiri, tidak harus berurusan dengan luka,darah apalagi kematian. Karena jujur saja itu sangat membuatnya cukup stress. Tapi sepertinya takdir tidak bisa membuatnya menghindari hal itu karena pada akhirnya keputusan orang tua nya yang menginginkannya kuliah di fakultas kedokteran membuatnya stress dari pada masalah apapun.
🔥🔥🔥
"Bukankah mahasiswa baru harusnya sudah kumpul diaula?" tanya pria paruh baya disebelahnya.
Nandita menengok.
"Saya baru saja mengantar anak dari sana, dan sepuluh menit yang lalu dia mengabari saya sebentar lagi akan masuk aula, bahkan saya melirik kesana gerbang sudah ditutup setengahnya".
Nandita menengok kearah jam ditangannya, ternyata sudah menunjukkan pukul 07:45 WIB. Dalam hati hanya bisa bergumam. Apakah ini sudah waktunya aku bertarung? Dengan wajah lesu dan semangat yang sudah redup.
Karena tak mau harus balik lagi kerumah,Nandita berlari sampai kakinya ke depan gerbang universitas, terlihat beberapa mahasiswa baru dengan pakain yang ditetapkan kampus untuk ospek,seperti untuk pria atasan putih polos dengan lengan pendek,celana hitam polos panjang,rambut rapi,sepatu hitam bertali,ikat pinggang hitam,kaos kaki putih sampai diatas mata kaki,dan pita yang ditempel didada kanan sesuai warna jurusan masing masing.
Sedangkan untuk perempuan dengan kemeja putih lengan panjang,rok panjang atau hijab bagi yang ingin memakai,sepatu pantofel dengan juga kaos kaki putih dan pita dengan warna sesuai jurusan yng ditempel didada kanan sudah ramai memenuhi gedung universitas.
Namun saat langkah kaki nandita baru saja akan melewari gerbang,beberapa mahasiswa sudah nongkrong dengan jaket warna merah, jaket identitas mahasiswa universitas.
Awal nya nandita mulai merasa takut karena sudah telat 4 menit. Tiba tiab teringat cerita Hana teman sma nya dulu waktu mengikuti ospek perkuliahan,"Senior sekarang tuh udah kaya macan lepas dari kandang kalau ketemu junior salah dikit kena bentak,suruh squat jump,lari keliling lapangan belum juga hal menakutkan lainnya."
Tapi ketakutannya berkurang saar melihat mahasiswa bermasker seragam putih hitan yang sama dikenakannya yang baru saja turun dari mobil angkutan berjalan masuk sambil menunduk melihat handphone berjalan menuju universitas juga.
"Pasti nih anak baru juga,udah gak salah lagi," duga nandita merasa yakin dan memilih masuk ke gedung universitas beriringan dengan pria tersebut.
Saat melewati gerbang, Nandita merasakan hal aneh saat para senior tersenyum ramah seolah menunggu nunggu kedatangannya.
"Mari..." kata mereka sangat sopan sekali sambil kepalanya sedikit tertunduk. Ah,apa mereka mengenalku? Apa ini perlakuan khusus yang didapat dari anak pemilik donatur? Pikirnya.
Sampai rasa bahagia itu tidak sempat melihat bagaimana wajah pria disampingnya karena fokus sejak tadi terus kearah belakang memastikan senior nya tidak sedang salah menyuruh masuk karena sudah telat.
"Tunggu...." teriak cowok itu dengan suara melengking yang entah pada siapa karena nandita sendiri memilih berjalan dan pura pura tidak mendengarnya.
"He.." tiba tiba seseorang menepuk bahu kanan nandita.
"Eh, ada apa ya kak?" tanya nandita pada senior cowok bergaya rambut drop fade yang mencegah nya. Dari ID card yang terkalung dileher tertera nama nya wawan.
"Kenapa dipanggil dari tadi main ngeloyor aja kaya orang tuli? Kamu tahu sekarang sudah masuk jam berapa?" jawab wawan dengan tangan melipat dada menunjuk keseganan.
"Dia juga ngeloy.." kalimat nandita terhenti melihat pria yang berjalan di sebelahnya yang menghilah seperti hantu tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
"Kamu cari siapa? Ada makhluk lain disebelahmu?" wawan bertanya.
"Tadi ada cowok di sebelah saya, kak. Dia juga telat, pas kami masuk bareng bareng melewati gerbang nggak ditahan. Tapi kenapa sekarang saya sendiri di tahan?" tanya nandita meminta penjelasan.
"Bisa lihat sekarang jam berapa?" wawan bertanya.
Nandita menengok kearah jam tangan nya, dan disana melihat jarum jam menunjukkan pukul 07:49 WIB.
"Memang sudah telat ya kak? Bukannya acara dimulai pukul 08:00 WIB?" tanya Nandita karena merasa tidak berbuat salah sama sekali.
"Kan itu acara dimulainya, kalau mahasiswa baru berkumpul pul 07:45 WIB. Kamu lupa atau sengaja memang datang jam segini?" bentak wawan yang membuat nandita terperanjak kaget.
Nandita menggaruk - garuk leher belakangnya, entah mengapa masih pagi begini sudah ada saja yang mengganggu emosinya. Rasa nya jadi benar benar menyesal tak mendengar perintah orang tuanya yang meminta untuk segera keluar mobil lalu masuk gedung universitas.
"Kalau gitu saya minta maaf, kak. Kebetula tadi jalanan macet saat berangkat kesini," ucap Nandita sambil menunduk tak mau memperpanjang masalah, karena menurut saran temen- temennya yang sudah kuliah duluan, jika ada senior yang mencari-cari masalah karena hal sepele, lebih baik langsung minta maaf saja, jangan melawan.
"Turun setengah seri." titah wawan menunjuk kearah aspal.
Nandita mengangkat satu alisnya. "Lah, memangnya salah saya apa kak? Kalau memang ada hukuman gini harus nya saya gak dihukum sendiri, tadi ada kok yang juga kesiangan juga sama kayak saya."
"Kamu beneran masih tanya salahnya apa dan mau menyalahkan orang lain juga?" wawan terpancing emosi nya.
"Ya jelaslah, karena orang dihukum harus tau juga kesalahannya kak. Lagi pula kakak juga bukan mau mempermasalahkan perihal empat menit yang sudah terlewat kan?" Nandita bertanya karena tak terima jika di hukum karena korban ke isengan senior nya.
Wawan mandengkus,kepalanya bahkan terlihat mengepul seolah kemarahan nya sudah memuncak. "Turun setengah seri!" bentaknya membuat nandita yang sedikit melamun tersentak kaget.
"Tapi salah saya apa kak? Bukannya harus memberi tahu salah saya apa dulu sebelum memberi hukuman?" Nandita bertanya dengan sopan.
"Masih tanya salahnya apa setelah empat menit lamanya telat? Kamu mau saya bawa langsung ke ketua komdis?" ancam senior cowok itu terlihat sangar.
Nandita mendelik. "Jadi beneran cuman karena empat menit saya harus turun setengah seri, kak?"Nandita bertanya dengan meminta penjelasan.
"Terus kenapa? Nggak suka disuruh suruh?" wawan bertanya dengan tangan melipat dada.
"Bukan begitu kak, tapi memang apa gak bisa kompromi? Bukannya saya juga cuman telat empat menit? Lagi pula kesalahan saya sekarang nggak sebanding dengan kesalahan yang dilalukan pria di sebelah saya tadi, sudat telat masih bisa main ponsel lagi sepanjang perjalanan".
"Kamu sudah telat,itu kesalahanmu,jangan suka melempar kesalahan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan mu".
Nandita sontak mendongakkan kepalanya, menatap wawan sembari mengatupkan rahang kuat - kuat, tangan jadi mengepal keras karena emosinya terpancing perihal telat empat menit.
"Ck, kenapa kamu melihat saya seperti itu? Jadi nggak suka diperintah?" tanya wawan menatap sinis nandita,menampakan sisi sangarnya.
"Tapi bukan kah acaranya baru akan segera di mulai kak? Bagaimana sesi hukumannya diganti waktu saja?" Nandita kembali mencoba berkompromi, siapa tahu saja jika di ganti waktu dia tidak akan bertemu lagi dengan senior yang menyebalkan itu.
"Jadi kamu disini seniornya berani mengatur?" ketus wawan dengan sorot super dingin.
Tak lama datang beberapa senior lainnya menghampiri nandita. "Kenapa Wan?" senior cewek dengan gaya rambut soft bangs bertanya. Jika melihat ID card tertera nama Nina Yulia.
"Pasti nih orang kurang ajar ya? Atau pura pura budeg pas dikasih tahu?" tanya senior cewek dengan gaya rambut edgy pixy cut, dan tertera nama Yuriko di dalam ID cardnya, dan sejak tadi dia menunjuk kearah nandita dengan tersulut emosinya.
"Dia disuruh turun setengah seri banyak banget alasannya, gimana lo aja yang ngurus, gue males sama orang yang gak punya sopan santun," sindir wawan dengan pergi saja meninggalkan Nandita dengan Nina dan Yuriko untuk disidak.
"Udah gue duga mahasiswa baru pasti dengan masalah baru". Celetuk Nina.
"Ngapain masih diam? Cepat turun setengah seri?" bentak Yuriko dengan menurunkan bahu Nandita agar segera ambil posisi squat jump.
"Setengah seri mah terlalu mudah mending tambahin 2 atau 3 seri sekalian olahraga." seru Nina.
Nandita meneguk saliva nya, bagaimana bisa memberikan hukuman dengan sistim keroyokan seperti ini? Dia pikir ini tawuran?
Karena tak mau banyak berdebat, Nandita akhirnya menurunkan tas dan ID card milik nya ketanah untuk melakukan squat jump, namun baru saja ia akan turun 2 kali gerakan, seorang cowok terlihat menggunakan putih hitam membuat nandita mengangkat kepala nya.
"Nggak usah dihukum sekarang,tadi prof. Mukti minta gerbang di tutup dan semua maba di suruh kumpul diaula." kata seorang cowok bergaya rambut side part yang terus mengecek jam ditangan, Nandita bisa menangkap bahwa dia adalah salah satu senior dari tali warna hitam di ID card di kaling cowok itu, dan saat sepintas melihat,Nandita bisa tau nama cowok itu adalah Sony Irfandi.
"Bentar bang gue mau menghukum maba yang telat dulu, biar ke depannya gak seenak nya sendiri." kata Yuriko tak terima Nandita yang menjadi target lepas begitu saja.
"Iya bang apa lagi ini juga perintah langsung dari bang erwin."
Nandita mengernyit. Erwin? Siapa sih dia sampai berani merintah seenak nya.
🔥🔥🔥
"Ikut gue kesana dulu," titah Sony mengajak Nina dan Yuriko untuk mengobrol dengan jarak yang lumayan jauh dari posisi Nandita.Akhirnya mau tidak mau Yuriko memerintah Nandita untuk tetap diposisinya tanpa boleh bergerak sedikit pun, sedangkan Nina sudah menyusul Sony lebih dulu."Ada apaan emang nya sih pada heboh banget?""Dia itu tadi main ngeloyor aja, padahal tahu telat, udah gitu nyolot lagi sama si Wawan". Adu Nina"Ngeloyor gimana?" Sony balik bertanya."Jadi tadi dia tuh jalan beriringan sama bang erwin, tadinya dikira anak anak yang jaga digerbang teman atau seangkatan sama bang Erwin. Tapi eh, ternyata tahu nya anak baru"."Terus", Sony tak mengerti arah permasalahannya kemana."Dia gak sopan, pas ditegur juga main ngeloyor aja ngikutin bang Erwin, untung aja berhasil dicegah oleh si wawan"."Terus salah nya maba yang sekarang kalian hukum apa? Bukannya kalian juga yang nggak teliti periksa identitas?"Hening
"Semuanya, cepat masuk barisan." titah salah satu cowok senior yang membuat nanditi mempercepat membereskan barang barangnya yang jatuh berserakan tadi.Sebelum masuk aula beberapa senior memberi arahan tentang peraturan yang harus ditaati dan juga apa yang harus dilakukan setelah keluar dari aula."Nama kamu Nandita Agnesia?" senior cowok yang memiliki gaya rambut undercut yang berjaga didepan aula bertanya, lelaki itu terus melihat kearah ID card milik nandita."Iya kak" jawab nandita sambil melempar senyum,namun sebenarnya sangat malas untuk meladeni."Fakultas kedokteran?" cowok itu kembali bertanya."Iya, boleh saya masuk kak?" tanya nandita karena merasa terus ditahan, padahal antrian dibelakang sudah sangat panjang."Ya sudah cepat masuk" titah senior cowok itu menyuruh masuk, namun setelah itu malah nandita mendengar bisik bisik beberapa senior yang sebelumnya terus menatap kearahnya."Cantik banget gue start pertama." bisik s
Bang, mentor kita yang satu lagi mana?" Nino bertanya, salah satu teman di kelompok Nandita. "Oh, dia bentar lagi datang, kok. Memang kenapa? Kalian sudah nggak sabar ketemu dia, ya?" "Bukan, Bang. Tapi bukannya ini sudah harus nya pembagian materi?" Nino bertanya. "Tenang saja, materi bisa menyusul, ospek jangan terlalu di bawa tegang, santai saja. Bentar lagi mentor kalian yang satu lagi bakal datang dan bawa kertas materinya, dia memang kadang hobi nya itu menghilang, jadi harap menunggu sedikit lagi," jawab Rangga mencoba menenangkan para juniornya sambil terus memikirkan di mana keberadaan sahabat nya itu sekarang. Setelah pertanyaan itu, Nandita mulai mendengar bisik bisik terdengar dari beberapa teman di sebelahnya. "Katanya kelompok kita paling beruntung, mentor nya ganteng ganteng," bisik Azizah yang memiliki gaya rambut keriting pendek. "Bener banget, bahkan gue dengar-dengar juga, katanya mentor yang belum muncul itu terkena
Aku pikir pertemuan tak berarti hanya dengan kisah singkat yang mudah kulewatkan. Dia bagiku hanya senior yang angkuh dan tampan yang memiliki tatapan tajam seperti elang. Tak ada satu orang yang tahan berada disisinya. Tapi tenyata aku, terjebak dengan prasangkaku sendiri. Hatiku pilu,perasaanku rancu,aku tidak tahu kenapa malah menyukai membuatku merasakan sembilu. Sepertinya tidak satupun orang bisa memahami kegelisahanku. Aku tahu menyukainya adalah resiko untuk terluka. Tapi hatiku menolak menghentikannya. Karena ternyata dia bukan senior biasa, dia punya sesuatu yang membuatku tak bisa meninggalnya. Alasan itulah yang membuatku tetap singgah dihatinya walau rasa ini bercampur aduk tak karuhan.
Bang, mentor kita yang satu lagi mana?" Nino bertanya, salah satu teman di kelompok Nandita. "Oh, dia bentar lagi datang, kok. Memang kenapa? Kalian sudah nggak sabar ketemu dia, ya?" "Bukan, Bang. Tapi bukannya ini sudah harus nya pembagian materi?" Nino bertanya. "Tenang saja, materi bisa menyusul, ospek jangan terlalu di bawa tegang, santai saja. Bentar lagi mentor kalian yang satu lagi bakal datang dan bawa kertas materinya, dia memang kadang hobi nya itu menghilang, jadi harap menunggu sedikit lagi," jawab Rangga mencoba menenangkan para juniornya sambil terus memikirkan di mana keberadaan sahabat nya itu sekarang. Setelah pertanyaan itu, Nandita mulai mendengar bisik bisik terdengar dari beberapa teman di sebelahnya. "Katanya kelompok kita paling beruntung, mentor nya ganteng ganteng," bisik Azizah yang memiliki gaya rambut keriting pendek. "Bener banget, bahkan gue dengar-dengar juga, katanya mentor yang belum muncul itu terkena
"Semuanya, cepat masuk barisan." titah salah satu cowok senior yang membuat nanditi mempercepat membereskan barang barangnya yang jatuh berserakan tadi.Sebelum masuk aula beberapa senior memberi arahan tentang peraturan yang harus ditaati dan juga apa yang harus dilakukan setelah keluar dari aula."Nama kamu Nandita Agnesia?" senior cowok yang memiliki gaya rambut undercut yang berjaga didepan aula bertanya, lelaki itu terus melihat kearah ID card milik nandita."Iya kak" jawab nandita sambil melempar senyum,namun sebenarnya sangat malas untuk meladeni."Fakultas kedokteran?" cowok itu kembali bertanya."Iya, boleh saya masuk kak?" tanya nandita karena merasa terus ditahan, padahal antrian dibelakang sudah sangat panjang."Ya sudah cepat masuk" titah senior cowok itu menyuruh masuk, namun setelah itu malah nandita mendengar bisik bisik beberapa senior yang sebelumnya terus menatap kearahnya."Cantik banget gue start pertama." bisik s
"Ikut gue kesana dulu," titah Sony mengajak Nina dan Yuriko untuk mengobrol dengan jarak yang lumayan jauh dari posisi Nandita.Akhirnya mau tidak mau Yuriko memerintah Nandita untuk tetap diposisinya tanpa boleh bergerak sedikit pun, sedangkan Nina sudah menyusul Sony lebih dulu."Ada apaan emang nya sih pada heboh banget?""Dia itu tadi main ngeloyor aja, padahal tahu telat, udah gitu nyolot lagi sama si Wawan". Adu Nina"Ngeloyor gimana?" Sony balik bertanya."Jadi tadi dia tuh jalan beriringan sama bang erwin, tadinya dikira anak anak yang jaga digerbang teman atau seangkatan sama bang Erwin. Tapi eh, ternyata tahu nya anak baru"."Terus", Sony tak mengerti arah permasalahannya kemana."Dia gak sopan, pas ditegur juga main ngeloyor aja ngikutin bang Erwin, untung aja berhasil dicegah oleh si wawan"."Terus salah nya maba yang sekarang kalian hukum apa? Bukannya kalian juga yang nggak teliti periksa identitas?"Hening
Seorang gadis terlihat duduk dihalte dekat universitas, tak tahu apa yang sedang dilakukannya. Hanya melamun seperti menunggu uang turun dari langit. Helaan nafas berat terus terdengar, seperti ini adalah hari sialnya. "Adik mau kemana, gak naik bus nya?"tanya pria paruh baya yang duduk disebelah gadis itu. Kira kira umur lima puluhan tahun. Gadis itu menggeleng. "Saya perhatikan dari jauh adek gak juga naik metromini dari tadi, memang mau kemana? Cari kerja?" tebak pria paruh baya karena memakai seragam putih hitam yang dikenakan gadis itu. Gadis itu menggeleng, merasa tak nyaman ditanyai orang asing. "Lalu sedang apa pagi-pagi disini sendirian? Menunggu jemputan?" tanya pria paruh baya itu. "Kuliah". Jawab gadis itu akhirnya. "Kuliah dimana?" tanya pria itu lagi. "Dibelakang". Gadis itu bermaksud menyebut gedung universitas yang memang berarad dibelakang halte tersebut. Pria paruh baya itu
Aku pikir pertemuan tak berarti hanya dengan kisah singkat yang mudah kulewatkan. Dia bagiku hanya senior yang angkuh dan tampan yang memiliki tatapan tajam seperti elang. Tak ada satu orang yang tahan berada disisinya. Tapi tenyata aku, terjebak dengan prasangkaku sendiri. Hatiku pilu,perasaanku rancu,aku tidak tahu kenapa malah menyukai membuatku merasakan sembilu. Sepertinya tidak satupun orang bisa memahami kegelisahanku. Aku tahu menyukainya adalah resiko untuk terluka. Tapi hatiku menolak menghentikannya. Karena ternyata dia bukan senior biasa, dia punya sesuatu yang membuatku tak bisa meninggalnya. Alasan itulah yang membuatku tetap singgah dihatinya walau rasa ini bercampur aduk tak karuhan.