"Semuanya, cepat masuk barisan." titah salah satu cowok senior yang membuat nanditi mempercepat membereskan barang barangnya yang jatuh berserakan tadi.
Sebelum masuk aula beberapa senior memberi arahan tentang peraturan yang harus ditaati dan juga apa yang harus dilakukan setelah keluar dari aula.
"Nama kamu Nandita Agnesia?" senior cowok yang memiliki gaya rambut undercut yang berjaga didepan aula bertanya, lelaki itu terus melihat kearah ID card milik nandita.
"Iya kak" jawab nandita sambil melempar senyum,namun sebenarnya sangat malas untuk meladeni.
"Fakultas kedokteran?" cowok itu kembali bertanya.
"Iya, boleh saya masuk kak?" tanya nandita karena merasa terus ditahan, padahal antrian dibelakang sudah sangat panjang.
"Ya sudah cepat masuk" titah senior cowok itu menyuruh masuk, namun setelah itu malah nandita mendengar bisik bisik beberapa senior yang sebelumnya terus menatap kearahnya.
"Cantik banget gue start pertama." bisik senior cowok berambut undercut itu.
"Idih kayak diterima aja. Orang cantik mah mau nya sama yang ganteng, nggak usah berharap, gak akan ada yang suka pantat panci." ledek senior cowok kedua yang bergaya rambut side part.
Tidak sengaja telinganya mendengar itu, nandita hanya bisa tersenyuk miring, ternyata baru tahu itu alasan nya mereka menahan cukup lama tadi.
Setelah ospek universitas selesai dalam waktu 8 jam, ospek belum berakhir begitu saja, karena hanya memang berganti nama menjadi ospek fakultas. Dimana yang tadinya beberapa mahasiswa tercampur akan di pisah sesuai dengan fakultas nya masing masing.
Dan untuk calon mahasiswa kedokteran, mereka harus tetap stay karena akan mendapat materi lebih dulu, materi yang dibawakan adalah tentang perkuliahan di FK (Fakultas Kedokteran) dari ospek sampai lulus menjadi dokter, seperti ada masa pre-klinik Klinik (KoAss) dan itu juga diceritakan panjang lebar semua mahasiswa baru bisa mengerti perjuangan hingga menjadi dokter.
Di penghujung acara ospek hari pertama, senior dari BEM bagian sumber daya manusia (PSDM) yaitu hendri memberikan beberapa tugas dan informasi mengenai ospek di hari kedua. Tugasnya lumayan banyak dan sangat pusing bukan main, seperti camilan dengan plesetan yang dikecoh, seperti coklat mata kucing, susu hero kerdil, selain camilan juga disuruh membuat ID card dengan latar belakang berwarna biru beserta nama pribadi dan juga nama kelompok bagian bawahnya.
Belum sampai situ, alat tulis juga ternyata harus semua warna biru dan buku sebesar kertas polio juga harus disampul menggunakan warna biru dengan logo universitas.
"Apa yang membangun universitas ini begitu menyukai warna biru?" gerutu Nandita jadi dibuat kesal dengan tugasAiZa yang diberikan, apalagi semuanya jadi harus berbau warna biru.
"Itu tergantung fakultasnya mau kasih ciri khas warna apa, karena beda fakultas beda peraturan dalam menentukan warna," ujar Azizah yang ternyata mendengar gerutuan Nandita.
"Oh, oke," jawab Nandita jadi canggung.
Tugas yang mereka berikan ternyata bukan hanya itu, tapi ada tugas lain di buku warna biru tersebut. Seperti menulis biodata diri sendiri, biodatas sekelompok, dan yang paling menyulitan adalah mereka juga menyuruh untuk menggambar jantung.
MATI....!
Gimana mau menggambar jantung kalau nilai kesenian di SD aja paling jeblok!?Sebenarnya Mama dan Papa juga sempat heran dengan cara menggambar Nandita, maksudnya tidak bisa didefinisikan dengan mudah bagi orang lain. Karena saat umur 8 tahun, Nandita pernah mencoba menggambar dengan krayon di buku gambar milik Shaka, lalu mulai mencoret-coret asal, seperti contohnya menggambar sebuah rumah. Lalu Papa yang sedang tak ada kesibukan memilih menghampirinya sembari bertanya. "Anak Papa yang cantik lagi gambar apa?""Rumah buat Bang Shaka," jawab Nandita lantang,sambil terus berusaha mewarnai tembok rumah dengan warna merah muda."Memang mau bikin rumahya apa buat Shaka? Kok gentingnya nggak ada?""Kenapa? Memang rumah harus ada gentingnya, Pah?" tanya Nandita polos."Harus dong, kalau nggak ada genting rumahnya nanti jadi kehujanan kemasukan air.""Nggak mau!"Kening Papa mengernyit. "Kenapa?""Kan ini rumahnya kena longsor, jadi bentar lagi juga roboh."Papa mengerjap kebingungan. "Kenapa buat rumah roboh?""Rumah khusus buat orang jahat," jawab Nandita santai, sedangkan Papa jadi garuk-garuk kepala terlihat frustrasi dengan tingkah aneh anak bungsunya.🔥🔥
Rangga, salah satu senior yang akan menjadi mentor di kelompok DARTING selamapok masa ospek. Dari raut wajah, Nandita melihat sisi lembut dari Rangga, tapi itu bisa saja sebaliknya. Karena kadang macan yang garang memang selalut berekspresi tenang.
Selain tugas itu, para panitia juga mulai melakukan pembagian kelompok berdasarkan dari nama penyakit. Karena fakultas kedokteran hanyaI terdapat 130 orang, jadi setiap kelompok terdiri dari 10-11 orang, Dan untuk kelompok Nandita terdiri dari 10 orang dengan inisial DARTING alias Darah Tinggi.
"Apa ini nggak berlebihan?" Nandita bertanya pada Azizah yang kebetulan satu kelompok dengannya.
"Kayaknya nggak deh, soalnya aku sih udah sering dengar kalau fakultas kita emang bedah dari yang lain, lebih seram dan menegangkan," jawab Azizah setelah banyak mendengar ceritat dari beberapa senior kenalannya."Suka bikin orang stres maksudnya?" bisik Nandita karena memang sudah mulai merasakannya saat baru akan masuk kampus pun."Bukan bikin stress aja, tapi bisa biking orang mati juga," bisik Azizah.Mendengar itu, Nandita jadi bergidik ngeri. "Aku nggak mau mati konyol cuman gara-gara ospek, nanti kalau masukd artikel malah dibilang lemah lagi," gumam Nandita dengan semua pikiran-pikiran absurd nya yang sudah melayang terbang bebas.Setelah pembagian kelompok, semua maba harus berkumpul dulu dengan kelompok dan 2 orang senior, dan mereka yang akan menjadi fasilitator untuk menemani dari awal ospek hingga 2 hari ke depan sampai acara penutupan.Rangga, salah satu senior yang akan menjadi mentor di kelompok DARTING selama masa ospek. Dari raut wajah, Nandita melihat sisilembut dari Rangga, tapi itu bisa saja sebaliknya. Karena kadang macan yang garang memang selalut berekspresi tenang.Bang, mentor kita yang satu lagi mana?" Nino bertanya, salah satu teman di kelompok Nandita. "Oh, dia bentar lagi datang, kok. Memang kenapa? Kalian sudah nggak sabar ketemu dia, ya?" "Bukan, Bang. Tapi bukannya ini sudah harus nya pembagian materi?" Nino bertanya. "Tenang saja, materi bisa menyusul, ospek jangan terlalu di bawa tegang, santai saja. Bentar lagi mentor kalian yang satu lagi bakal datang dan bawa kertas materinya, dia memang kadang hobi nya itu menghilang, jadi harap menunggu sedikit lagi," jawab Rangga mencoba menenangkan para juniornya sambil terus memikirkan di mana keberadaan sahabat nya itu sekarang. Setelah pertanyaan itu, Nandita mulai mendengar bisik bisik terdengar dari beberapa teman di sebelahnya. "Katanya kelompok kita paling beruntung, mentor nya ganteng ganteng," bisik Azizah yang memiliki gaya rambut keriting pendek. "Bener banget, bahkan gue dengar-dengar juga, katanya mentor yang belum muncul itu terkena
Aku pikir pertemuan tak berarti hanya dengan kisah singkat yang mudah kulewatkan. Dia bagiku hanya senior yang angkuh dan tampan yang memiliki tatapan tajam seperti elang. Tak ada satu orang yang tahan berada disisinya. Tapi tenyata aku, terjebak dengan prasangkaku sendiri. Hatiku pilu,perasaanku rancu,aku tidak tahu kenapa malah menyukai membuatku merasakan sembilu. Sepertinya tidak satupun orang bisa memahami kegelisahanku. Aku tahu menyukainya adalah resiko untuk terluka. Tapi hatiku menolak menghentikannya. Karena ternyata dia bukan senior biasa, dia punya sesuatu yang membuatku tak bisa meninggalnya. Alasan itulah yang membuatku tetap singgah dihatinya walau rasa ini bercampur aduk tak karuhan.
Seorang gadis terlihat duduk dihalte dekat universitas, tak tahu apa yang sedang dilakukannya. Hanya melamun seperti menunggu uang turun dari langit. Helaan nafas berat terus terdengar, seperti ini adalah hari sialnya. "Adik mau kemana, gak naik bus nya?"tanya pria paruh baya yang duduk disebelah gadis itu. Kira kira umur lima puluhan tahun. Gadis itu menggeleng. "Saya perhatikan dari jauh adek gak juga naik metromini dari tadi, memang mau kemana? Cari kerja?" tebak pria paruh baya karena memakai seragam putih hitam yang dikenakan gadis itu. Gadis itu menggeleng, merasa tak nyaman ditanyai orang asing. "Lalu sedang apa pagi-pagi disini sendirian? Menunggu jemputan?" tanya pria paruh baya itu. "Kuliah". Jawab gadis itu akhirnya. "Kuliah dimana?" tanya pria itu lagi. "Dibelakang". Gadis itu bermaksud menyebut gedung universitas yang memang berarad dibelakang halte tersebut. Pria paruh baya itu
"Ikut gue kesana dulu," titah Sony mengajak Nina dan Yuriko untuk mengobrol dengan jarak yang lumayan jauh dari posisi Nandita.Akhirnya mau tidak mau Yuriko memerintah Nandita untuk tetap diposisinya tanpa boleh bergerak sedikit pun, sedangkan Nina sudah menyusul Sony lebih dulu."Ada apaan emang nya sih pada heboh banget?""Dia itu tadi main ngeloyor aja, padahal tahu telat, udah gitu nyolot lagi sama si Wawan". Adu Nina"Ngeloyor gimana?" Sony balik bertanya."Jadi tadi dia tuh jalan beriringan sama bang erwin, tadinya dikira anak anak yang jaga digerbang teman atau seangkatan sama bang Erwin. Tapi eh, ternyata tahu nya anak baru"."Terus", Sony tak mengerti arah permasalahannya kemana."Dia gak sopan, pas ditegur juga main ngeloyor aja ngikutin bang Erwin, untung aja berhasil dicegah oleh si wawan"."Terus salah nya maba yang sekarang kalian hukum apa? Bukannya kalian juga yang nggak teliti periksa identitas?"Hening
Bang, mentor kita yang satu lagi mana?" Nino bertanya, salah satu teman di kelompok Nandita. "Oh, dia bentar lagi datang, kok. Memang kenapa? Kalian sudah nggak sabar ketemu dia, ya?" "Bukan, Bang. Tapi bukannya ini sudah harus nya pembagian materi?" Nino bertanya. "Tenang saja, materi bisa menyusul, ospek jangan terlalu di bawa tegang, santai saja. Bentar lagi mentor kalian yang satu lagi bakal datang dan bawa kertas materinya, dia memang kadang hobi nya itu menghilang, jadi harap menunggu sedikit lagi," jawab Rangga mencoba menenangkan para juniornya sambil terus memikirkan di mana keberadaan sahabat nya itu sekarang. Setelah pertanyaan itu, Nandita mulai mendengar bisik bisik terdengar dari beberapa teman di sebelahnya. "Katanya kelompok kita paling beruntung, mentor nya ganteng ganteng," bisik Azizah yang memiliki gaya rambut keriting pendek. "Bener banget, bahkan gue dengar-dengar juga, katanya mentor yang belum muncul itu terkena
"Semuanya, cepat masuk barisan." titah salah satu cowok senior yang membuat nanditi mempercepat membereskan barang barangnya yang jatuh berserakan tadi.Sebelum masuk aula beberapa senior memberi arahan tentang peraturan yang harus ditaati dan juga apa yang harus dilakukan setelah keluar dari aula."Nama kamu Nandita Agnesia?" senior cowok yang memiliki gaya rambut undercut yang berjaga didepan aula bertanya, lelaki itu terus melihat kearah ID card milik nandita."Iya kak" jawab nandita sambil melempar senyum,namun sebenarnya sangat malas untuk meladeni."Fakultas kedokteran?" cowok itu kembali bertanya."Iya, boleh saya masuk kak?" tanya nandita karena merasa terus ditahan, padahal antrian dibelakang sudah sangat panjang."Ya sudah cepat masuk" titah senior cowok itu menyuruh masuk, namun setelah itu malah nandita mendengar bisik bisik beberapa senior yang sebelumnya terus menatap kearahnya."Cantik banget gue start pertama." bisik s
"Ikut gue kesana dulu," titah Sony mengajak Nina dan Yuriko untuk mengobrol dengan jarak yang lumayan jauh dari posisi Nandita.Akhirnya mau tidak mau Yuriko memerintah Nandita untuk tetap diposisinya tanpa boleh bergerak sedikit pun, sedangkan Nina sudah menyusul Sony lebih dulu."Ada apaan emang nya sih pada heboh banget?""Dia itu tadi main ngeloyor aja, padahal tahu telat, udah gitu nyolot lagi sama si Wawan". Adu Nina"Ngeloyor gimana?" Sony balik bertanya."Jadi tadi dia tuh jalan beriringan sama bang erwin, tadinya dikira anak anak yang jaga digerbang teman atau seangkatan sama bang Erwin. Tapi eh, ternyata tahu nya anak baru"."Terus", Sony tak mengerti arah permasalahannya kemana."Dia gak sopan, pas ditegur juga main ngeloyor aja ngikutin bang Erwin, untung aja berhasil dicegah oleh si wawan"."Terus salah nya maba yang sekarang kalian hukum apa? Bukannya kalian juga yang nggak teliti periksa identitas?"Hening
Seorang gadis terlihat duduk dihalte dekat universitas, tak tahu apa yang sedang dilakukannya. Hanya melamun seperti menunggu uang turun dari langit. Helaan nafas berat terus terdengar, seperti ini adalah hari sialnya. "Adik mau kemana, gak naik bus nya?"tanya pria paruh baya yang duduk disebelah gadis itu. Kira kira umur lima puluhan tahun. Gadis itu menggeleng. "Saya perhatikan dari jauh adek gak juga naik metromini dari tadi, memang mau kemana? Cari kerja?" tebak pria paruh baya karena memakai seragam putih hitam yang dikenakan gadis itu. Gadis itu menggeleng, merasa tak nyaman ditanyai orang asing. "Lalu sedang apa pagi-pagi disini sendirian? Menunggu jemputan?" tanya pria paruh baya itu. "Kuliah". Jawab gadis itu akhirnya. "Kuliah dimana?" tanya pria itu lagi. "Dibelakang". Gadis itu bermaksud menyebut gedung universitas yang memang berarad dibelakang halte tersebut. Pria paruh baya itu
Aku pikir pertemuan tak berarti hanya dengan kisah singkat yang mudah kulewatkan. Dia bagiku hanya senior yang angkuh dan tampan yang memiliki tatapan tajam seperti elang. Tak ada satu orang yang tahan berada disisinya. Tapi tenyata aku, terjebak dengan prasangkaku sendiri. Hatiku pilu,perasaanku rancu,aku tidak tahu kenapa malah menyukai membuatku merasakan sembilu. Sepertinya tidak satupun orang bisa memahami kegelisahanku. Aku tahu menyukainya adalah resiko untuk terluka. Tapi hatiku menolak menghentikannya. Karena ternyata dia bukan senior biasa, dia punya sesuatu yang membuatku tak bisa meninggalnya. Alasan itulah yang membuatku tetap singgah dihatinya walau rasa ini bercampur aduk tak karuhan.