Chelsea sampai di lantai dimana kamar Tristan berada. Dia menghitung setiap kamar, mencari nomor yang diberitahukan padanya sebelumnya. Tidak butuh waktu lama, Chelsea akhirnya menemukannya. Bibirnya tertarik ke atas. Ini semakin menegangkan dan membuatnya tak sabar.Chelsea memasukkan kunci di tangannya ke lubang pintu. Dia memutar dengan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara. Setelah berhasil membuka kunci, dia memutar knop pintu dengan hati-hati. Sejauh ini, dia tampaknya belum ketahuan.Saat pintu semakin dibuka, Chelsea mulai bisa mendengar suara desahan. Dia bergidik. Ini terasa menjijikan.Meski sedikit enggan, Chelsea tetap melanjutkan langkahnya ke dalam. Di balik dinding penyekat, dia melihat kekasihnya yang tengah berada di atas tubuh perempuan tadi. Mereka benar-benar melakukannya. Selain si perempuan yang mendesah keras, Chelsea juga menemukan Tristan yang melengguh penuh kenikmatan. Ini pemandangan yang membuat Chelsea hampir muntah. Dia benar-benar tidak tahan bera
Chelsea masih tak menyangka jika pria yang selama ini ia cintai ternyata tidak sebaik yang ia pikirkan selama ini. Chelsea sangat kecewa. Namun, sebenarnya hatinya tak begitu sakit. Sampai saat ini, ia bahkan tak meneteskan satu air mata pun. Entahlah, Chelsea sendiri tidak mengerti. Dia tak merasakan sakit yang terlalu atau merasa sedih. Yang tersisa sekarang hanya perasaan jijik untuk pria itu.Chelsea juga menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya untuk mencintai pria itu sangat lama. Padahal, jika ia mengetahui semua ini sejak awal, Chelsea akan memilih mencampakkan pria itu. Rasanya, dia sangat bodoh karena dengan mudahnya tertipu selama bertahun-tahun."Aku bersyukur tidak memutuskan untuk meninggalkan Roan. Setidaknya, pria itu lebih baik dari Tristan," ucap Chelsea, bermonolog.Dia tahu, ayahnya sangat baik dan perhatian. Pria itu sengaja memaksa Chelsea menikah dengan pria pilihannya karena telah mengetahui kebusukan Tristan yang sebenarnya. Ayahnya memang sudah memberita
Melisa merasa sangat cemburu saat melihat Roan dan Chelsea keluar dari ruangan dengan bergandengan tangan. Kemesraan mereka membuat dadanya panas. Melisa benar-benar ingin mendekati mereka dan memisahkan keduanya. Mereka tidak cocok! Karena Melisa berharap dirinyalah yang berada di sana, tepat di samping Roan."Roan." Melisa mencoba bersikap biasa. Dia berjalan menghampiri mereka. Sekilas, dia melirik Chelsea dan beradu pandang penuh permusuhan. Namun, Melisa segera memusatkan perhatiannya pada Roan. Dia tak ingin pria itu menyadari ketidaksukaannya terhadap istrinya itu. Melisa juga berpikir jika keberadaan Chelsea di sana tak begitu berarti. Dia hanya cukup memperhatikan Roan saja. Melisa menganggap Chelsea hanya sosok makhluk halus."Kau mau kemana?""Aku akan makan siang dengan istriku," jawab Roan, seadanya. Dia melempar senyum pada Chelsea saat mengatakannya dan dibalas senyum yang sama oleh istrinya itu."Bukankah aku sudah memberikan makan siang untukmu?" tanya Melisa, melipat
Chelsea tersentak saat seseorang menarik tangannya begitu saja. Dia semakin terkejut ketika mengetahui jika ternyata orang yang menariknya adalah mantan kekasihnya yang baru ia campakkan."Lepaskan, Tristan!""Tidak, Chels!" Tristan menolak. Pria itu marah. Apalagi saat dia melihat hubungan Chelsea yang semakin lengket dengan suaminya. Amarah Tristan serasa mau meledak. "Apa maksudnya ini? Kau membuangku karena kau mulai mencintai pria itu?""Memang apa urusanmu?" balas Chelsea tak mau kalah. "Ini pernikahanku. Kau tidak perlu tahu apapun. Lagipula, kita sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.""Oh, ya?" Tristan mendengus sinis. "Kau pikir mudah untuk lepas dariku, Sayang?"Chelsea mulai waspada. Terlebih, ketika dia menyadari jika pria ini ternyata memiliki sifat yang begitu licik."Apa yang kau inginkan?" tanya Chelsea. "Uang?"Tristan terkekeh. "Chelsea, aku tahu kau kaya. Tapi, aku tidak menginginkan uang darimu."Karena uang yang diberikan Chelsea tidak akan sebanding dengan u
Argan masuk ke dalam setelah salah satu anak buahnya berhasil mendobrak pintu. Dia melangkah dengan santai. Kepalanya menoleh ke arah ranjang, tepat ke arah putrinya yang terlihat meringkuk ketakutan, menyembunyikan tubuhnya dengan selimut tebal.Argan melepas jasnya lalu melemparkannya ke arah Chelsea.Chelsea tersentak. Dia menoleh, baru menyadari jika yang datang menyelamatkannya adalah ayahnya dan anak buahnya. Buru-buru Chelsea mengambil jas yang dilemparkan ayahnya itu dan segera memakainya untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang sudah tak mengenakan apapun.Dia hampir menangis karena gembira melihat kedatangan ayahnya. Ingin dia berlari ke pelukan pria itu. Namun, ayahnya sepertinya masih ingin melampiaskan amarahnya pada Tristan.Sejak awal, pandangan Argan hanya tertuju pada pria yang berani menculik putrinya dan lecehkannya.Pandangan Argan tampak menggebu. Dia melangkah mendekati pria itu yang masih berusaha bangun dari posisinya.Argan membiarkan anak buahnya yang tadi pe
Roan meregangkan tangannya setelah ia merasa puas melampiaskan amarah yang sejak tadi berusaha ia tahan. Kini, orang yang baru saja menjadi pelampiasan amarahnya itu tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Kondisinya mengenaskan. Wajahnya babak belur dan berlumuran darah. Giginya ada yang copot karena Roan yang memukulnya terlalu keras. Roan juga menendang perut korbannya itu hingga dia memuntahkan darah. Sepertinya, kondisinya sangat buruk setelah Roan menghajarnya kali ini."Ini mungkin akan menimbulkan masalah untukku. Tapi aku tidak peduli," gumam Roan. Dia terlalu berlebihan menghukum Tristan. Tapi Roan tak menyesal sedikit pun. Jika dia tak menerima peringatan dari ayah mertuanya, Roan akan memilih untuk membunuh pria ini."Sepertinya tidak akan, Tuan." Bodyguard Argan yang menemani Roan di sisinya menyahut. Dia berpendapat, "kau melakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Saya rasa, Tuan Besar justru akan senang dengan tindakanmu ini."Pria itu berjongkok, memeriksa napas dan na
Chelsea memeluk Roan cukup lama. Setelah tiba di rumah dan selepas ia membersihkan diri yang tidak memakan waktu sebentar, Chelsea mendekap tubuh suaminya dengan erat.Roan sudah menegur dan meminta Chelsea melepaskan pelukannya. Bukan tak suka atau tak menginginkannya. Tapi mereka memiliki banyak hal yang harus dilakukan."Sayang!" Roan menegur sekali lagi. Dia sudah hampir menyerah untuk bicara pada istrinya.Namun, jawaban Chelsea masih sama. Perempuan itu tetap menggelengkan kepalanya. Tak ingin menuruti permintaan Roan."Biarkan seperti ini," rengek Chelsea. Dia mendongak, menatap Roan yang lebih tinggi darinya. "Aku masih merindukanmu."Roan terkekeh gemas. Dia mencubit puncuk hidung istrinya itu dan berceletuk, "ternyata kau itu sangat manja, ya?""Seharusnya, kamu sudah tahu itu," tanggap Chelsea. "Bukankah sikapku memang seperti ini? Apa kamu tidak memperhatikan?""Emm, tidak juga." Roan berusaha mengingat saat pertama kali dia mengenal Chelsea. Sejujurnya, ia memang tak meng
"Tristan?" Argan mendengus remeh. "Apa yang dia punya? Dia bahkan tidak bisa membelikan sepatu untukmu.""Ayah!" Chelsea memekik tak terima. Dia tentu sadar jika Tristan tak sekaya keluarganya. Tapi Chelsea benar-benar mencintai pria itu."Kamu sangat bodoh," ucap Argan, merutuki putrinya itu. "Setidaknya, pilihlah pria yang lebih baik. Dia bahkan setara dengan gelandangan di jalanan.""Argan." Aliya merasa khawatir karena kata-kata suaminya terdengar memprovokasi. Putri mereka tidak akan bisa bersabar lebih lama. Dia mungkin sakit hati dan mengamuk. Aliya tentu tak ingin terjadi pertengkaran antara keduanya.Argan tak mendengarkan teguran Aliya, namun dia tak mengabaikannya. Pria itu menggenggam tangan istrinya yang diletakkan di atas punggung tangannya. Meyakinkannya jika dia baik-baik saja meski bicara demikian pada putri mereka."Aku sudah menentukan pria yang layak bagimu, Chelsea. Jika kamu menolak, jangan harap pria pujaanmu itu akan baik-baik saja."Argan tidak main-main denga