Beranda / Pernikahan / Bukan Suami Pilihan / Bab 7 - Semua Demi Javier

Share

Bab 7 - Semua Demi Javier

Penulis: Koran Meikarta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Anda sangat cantik."

Emily menatap pantulan dirinya di depan cermin yang menggunakan gaun dengan model ball gown. Layaknya seorang princess dengan bagian bawah yang menjuntai. Bokong seksinya tidak terlihat. Ini juga seperti bukan dirinya. Pujian itu bahkan tak membuatmu puas. Emily justru mendecih kecewa, dia tidak menyukainya. Akan lebih baik jika Ashley yang mengenakan gaun seperti ini.

Matanya kemudian beralih menatap sang pemilik butik yang masih terus tersenyum antusias. "Apa ada yang lain?"

"Ya?"

"Kurasa aku tidak cocok dengan gaun seperti ini," ucap Emily sambil melirik gaunnya dan melihat ekspresi sang pemilik yang tidak enak. "Maaf, bukan maksudku menghina desainnya. Gaunnya sangat bagus. Hanya saja, aku lebih suka gaun yang agak terbuka. Ini bukan seperti diriku."

"Ah, gaun yang sudah jadi kalau tidak salah masih ada satu lagi, tapi saya tidak tahu apa ini sesuai dengan selera Anda atau tidak."

"Kalau begitu, aku ingin melihatnya."

Pemilik butik itu bergegas meninggalkannya. Membuat Emily kembali menatap cermin. Mengamati dirinya yang cantik, tapi sayang nasibnya tidak semujur parasnya. Alasan gaun ini tidak cocok dengannya, bukan satu-satunya hal yang tidak dia sukai. Kenyataannya, gaun ini juga mirip dengan gaun yang dulu pernah dikenakannya. Emily pernah bermimpi menjadi seorang putri di hari pernikahannya. Sayangnya, saat dia menjadi putri, justru sang pangeran malah meninggalkannya.

Hari yang harusnya penuh kebahagiaan, berganti dengan cepat menjadi kedukaan. Emily masih tidak dapat melupakan betapa hatinya sangat hancur waktu itu. Meski sudah bertahun-tahun lamanya, dia masih sangat jelas mengingatnya. Hari di mana dirinya berada di titik paling rendah. Tanpa sadar, air matanya menetes begitu saja. Perasaannya mulai kacau, tapi pemilik butik datang di saat yang tepat. Membawa sebuah gaun pengantin lain.

"Asisten saya akan membantu Anda."

Emily hanya mengangguk dan menurut saat seorang wanita muda menuntunnya ke ruang ganti dan membantunya melepas gaun yang cukup merepotkan itu. Menggantinya ke gaun yang lebih sederhana. Emily sampai mendesis tanpa sadar saat terasa semua bebannya seolah menghilang. Mereka kembali ke luar dan melihat penampilannya di depan cermin.

Kali ini, Emily berdecak kagum melihat bayangannya yang tampak sangat elegan dengan gaun pengantin model strapless corset mermaid. Gaun pengantin tanpa lengan dan potongan ala korset, cukup memamerkan keseksian tubuh bagian atasnya. Dia sangat menyukainya. Gaun ini juga tidak terlalu pas atau longgar di tubuhnya, dia harap akan pas saat dipakai nanti. "Aku ambil yang ini."

"Ternyata mata Anda sangat jeli, Nona. Gaun itu sebenarnya sudah cukup lama dipajang dan tidak ada yang tertarik."

Emily hanya tersenyum. "Aku ingin tambahan beberapa detail di bagian dadanya. Aku ingin terlihat seksi."

"Baik, Nona. Kami akan mencatatnya."

"Apa kau sudah selesai?"

Di saat Emily dan pemilik butik masih berbincang mengenai beberapa detail yang diinginkan, sebuah suara terdengar dari arah belakang dan terlihat Keenan muncul dalam balutan tuxedo single breasted berwarna hitam, serta dasi kupu-kupu berwarna senada yang menjadi hiasannya. Lelaki itu tampak menawan dengan pakaian kasual, tapi tetap terlihat sopan dan formal. Membuat Emily yang menoleh, seketika langsung terdiam.

Satu kata untuk Keenan. Sempurna.

Tak beda jauh dengan Emily yang tiba-tiba terbengong, Keenan pun terlihat kaget mendapati calon istrinya dalam balutan gaun pengantin yang sangat memesona. Matanya bahkan tanpa sadar memindai tubuh wanita itu dan berhenti tepat di area dadanya yang terbuka. Ugh, Keenan refleks menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya pada sang pemilik butik langganan ibunya.

"Kenapa dia memakai gaun ini? Bukankah sudah kukatakan—"

"Aku menyukai gaun ini, kenapa?" potong Emily setelah tersadar dari keterkejutannya. Dia langsung mendekat dan menghalangi Keenan melayangkan protes.

"Tapi gaun ini terlalu terbuka untukmu."

"Hei, aku sudah setuju menikah denganmu, ya. Jadi jangan paksa aku memakai gaun yang sesuai seleramu. Aku ingin ini, ok? Tidak ada penolakan atau pernikahan kita batal!" Emily berkacak pinggang sambil mendesak Keenan hingga tubuh mereka menempel. Dia menatap tegas lelaki itu dan menunjukkan kalau dia tidak mau diatur. Bukankah harusnya sudah cukup dengan dia yang akhirnya setuju menikah?

Sementara Keenan yang didesak seperti itu, sama sekali tidak bisa fokus. Matanya terus tertuju pada dada Emily yang menekan tubuhnya. Gaun itu seolah menunjukkan kemolekan tubuh calon istrinya. Tidak bagus jika dilihat semua orang, tapi dia tahu Emily pasti akan tetap memilihnya. "Baiklah, tapi untuk gaun resepsi, aku ingin kau memakai yang lebih tertutup."

Emily merengut, tapi dia akhirnya setuju dan kembali masuk ke dalam ruang ganti untuk melepas gaun pengantin itu. Setelah ini, mereka masih harus memilih desain cincin dan survey hotel. Kegiatan yang membuat dia malas. Keenan melakukan semuanya dengan super cepat. Lelaki itu bahkan sengaja tidak masuk kantor hanya demi menyiapkan pernikahan mereka dengan cepat, karena waktunya jelas mepet. Semua harus beres sebelum hari pernikahan. Untunglah ada gaun pengantin yang cocok, tanpa mereka harus membuat ulang gaun baru.

"Jika sudah selesai, ayo pergi! Masih banyak yang harus kita lakukan." Keenan yang juga sudah berganti pakaian, langsung merangkul pinggang Emily dan berpamitan pada pemilik butik.

"Jangan pegang-pegang!" bentak Emily yang tidak nyaman dengan sentuhan Keenan. Dia menepis tangan itu dan buru-buru masuk ke dalam mobil yang terparkir.

"Setelah ini, bagaimana kalau kita pergi ke toko perhiasan dulu?" tanya Keenan saat di dalam mobil.

"Tidak, aku harus menjemput Javier. Aku juga lapar. Kau saja yang urus untuk hal lainnya. Aku akan setuju apa pun yang kau pilih."

Keenan melirik Emily sambil mengemudikan mobilnya. Calon istrinya itu masih terus bersikap ketus. "Mana bisa seperti itu. Kita jemput Javier saja dulu, lalu makan dan pilih cincin."

"Hmm, sisanya kau yang atur."

Keenan menghela napas kasar melihat Emily masih tampak malas-malasan. Untunglah masalah WO dan undangan, ibunya yang mengatur. Dia hanya diminta datang untuk melihat lokasi. Walau mungkin, dia yang harus mengurus berkas pernikahan. "Kau masih belum menerimaku."

Emily bergeming. Dia tetap diam dan menatap lurus ke depan. Ucapan Keenan memang benar. Dia belum bisa menerima lelaki itu sebagai calon suaminya. Dia hanya bisa menerima Keenan sebagai calon ayah untuk Javier. Hanya untuk anaknya yang menginginkan keluarga utuh.

"Emily?"

"Kurasa kita harus buat perjanjian."

Ciitttt ....

Keenan refleks mengerem mobilnya mendadak. Membuat Emily langsung mengumpat saat keningnya nyaris menjadi korban karena ulah lelaki itu. "Apa?"

"Kenapa kau mendadak berhenti? Kauingin aku mati sebelum pernikahan?"

"Apa maksudmu dengan perjanjian?" Keenan kembali menjalankan mobilnya saat sadar apa yang dilakukannya. Mobil di belakangnya terdengar membunyikan klakson dan mengumpat karena dia berhenti mendadak.

"Perjanjian pernikahan! Memangnya apalagi?" jawab Emily dengan nada ketus.

"Maksudmu, harta gono-gini?"

"Apa?" Emily refleks menoleh dan menatap berang Keenan. "Bukan itu! Aku ingin perjanjian pernikahan, kalau kau tidak akan menyentuhku dan kita akan bercerai!"

Keenan mendengkus dan melirik Emily sekilas. "Tidak bisa. Aku tidak berniat menikah untuk bercerai."

"Tapi—"

"Apa kau tidak memikirkan dampak pada anakmu nanti?"

"Kita bisa bercerai saat Javier sudah agak dewasa. Aku yakin dia akan mengerti."

"Kenapa anak yang harus mengerti orang tua? Kenapa bukan orang tua yang harus mengerti anak? Lingkungan dalam keluarga membentuk karakter anak. Seandainya Javier sudah terlanjur menyayangiku, menurutmu bagaimana kalau dia tahu kita akan bercerai? Tidakkah kau sangat egois? Apa yang akan dilakukan anak jika tahu keluarganya hancur?"

Emily tersentak. Perkataan Keenan menusuk tepat di jantungnya. Dia hanya tertunduk kaku. "Kau tidak tahu apa-apa, Keenan."

"Apa kau menunggu orang lain?"

"Maksudmu?"

"Kau menunggu Ayah kandung Javier kembali?" tebak Keenan yang akhirnya membuat Emily membeku beberapa saat. Wanita itu tampak menunjukkan ekspresi tidak nyaman.

"Tidak."

"Kalau begitu, harusnya tidak ada masalah kita tetap bersama. Tidak ada perjanjian perceraian. Aku tidak akan menyetujuinya."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rohana Fitrianingr
jangan pake poin dong atau poinnya dikurngi biar bcanya asyik seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 8 - Tinggallah Bersamaku

    "Ada apa denganmu? Tumben wajahmu kusut seperti itu?"Emily melirik temannya sekilas dan hanya menghela napas kasar, lalu kembali terdiam. Dia sama sekali tidak tertarik membahas apa yang terjadi. Bahkan rasanya, dia terlalu malas melakukan sesuatu. Memikirkan pernikahannya yang akan berlangsung dua minggu lagi, membuatnya pusing. Meski memang dia tidak lagi terlibat mengurusi ini itu. Semua tugasnya selesai, sekarang hanya orang tuanya dan orang tua Keenan yang bekerja. "Tante Em, Tante lagi sedih ya?"Pandangan mata Emily berpindah pada bocah perempuan yang tiba-tiba mendekatinya. Itu adalah Evelyn, anak temannya, Ashley, sekaligus teman bermain anaknya. Bocah yang berusia beberapa bulan lebih muda dari Javier. Evelyn sangat manis dan lucu, membuat dia selalu ingin mencubit pipi bulatnya. "Nggak kok. Tante nggak sedih, Sayang.""Mommy kenapa?" Kini giliran Javier yang mendekat. Anaknya juga menatap khawatir. Sorot matanya seolah hendak bertanya dan Emily hanya bisa mengusap lembut

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 9 - Tidur Bersama

    Hari-hari yang paling menyibukkan sepanjang hidupnya, harus kembali Emily rasakan saat ini. Kepalanya pusing dan lelah mengurus pernikahan dadakannya. Namun tentu saja, ini tidak sebanding dengan masa lalu saat dia mengurus pernikahannya seorang diri. Meski memang, dulu dia melakukannya tanpa kenal lelah karena pernikahan itu adalah hal yang sangat diinginkannya. Beda dengan sekarang, di mana dia menikah karena tidak memiliki pilihan lain. Keenan juga jadi sering datang ke rumah ini tanpa mengabarinya. Anaknya, Javier, selalu menjadi alasan ketika lelaki itu ke sini. Semakin hari, Javier bahkan semakin dekat dengannya. Emily kadang khawatir melihat kedekatan itu, karena ayah kandung Javier bukanlah Keenan. Cepat atau lambat, dia juga harus memberitahu anaknya mengenai ayah biologisnya. "Huh." Emily mendesah kasar dan berjalan pelan menghampiri lemari. Dia mengambil satu setel pakaian. Emily hendak pergi mandi setelah selesai mengurus surat pernikahan. Sekarang, dia hanya tinggal men

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 10 - Hari Pernikahan

    Hari yang menegangkan akhirnya tiba. Hari di mana statusnya akan berubah menjadi seorang istri. Emily mendadak gugup serta takut sekaligus. Dia berdiri tidak nyaman di samping ayahnya. Pandangannya sedikit tak fokus. Emily merasa malu dan hanya bisa melangkah masuk mengikuti langkah ayahnya. Dia berusaha tenang saat melihat semua tatapan tertuju ke padanya. Ada banyak sekali orang yang melihatnya dan juga Keenan yang berdiri bersama Javier. Emily menelan ludah saat melihat calon suaminya sangat amat tampan, tapi perasaan sedih pun dirasakannya dan pandangannya seketika kembali tertunduk. Air mata menetes bersamaan dengan langkah kakinya yang kian mendekat. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya dia akhirnya akan menikah dengan orang lain selain kekasih tercintanya. Menikah dengan orang yang sama sekali tidak dia cintai. Namun dari posisinya kini, Emily melihat dengan jelas semua orang tersenyum. Bahkan Javier tampak berbinar bahagia. Suasana di sekitarnya pun tampak syahdu dan khidmat

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 11 - Bikin Dedek

    "Lepaskan! Apa-apaan kau ini!"Keenan langsung menepis tangan Emily di area terlarangnya. Dia beringsut menjauh dan segera menarik selimut. Namun sialnya, Emily terus berusaha mendekat hingga Keenan yang sudah ada di ujung ranjang pun langsung terjatuh. Tawa Emily seketika pecah melihat Keenan terjatuh dengan sangat tidak elit. "Astaga, kau sangat payah!""Jangan menertawakanku!" gerutu Keenan sambil bangkit dengan cepat. Dia mengelus bokongnya yang terasa sakit, lalu kembali naik ke atas ranjang. Melirik Emily yang masih puas menertawakannya. "Ken, jika kau tidak tahu ini, ini kondom. Pria biasa memakainya, tapi aku tidak mau kau menggunakannya." "Kaupikir aku perlu menggunakannya?" Keenan merebut benda sialan itu dan langsung meletakkannya ke dalam laci. Emily membaringkan kembali tubuhnya. Kali ini dia tidak memunggungi Keenan. Suaminya itu pun melakukan hal yang sama, namun Keenan tidak menghadap ke arahnya. Lelaki itu terlentang. "Siapa yang tahu, kau 'kan mesum, Ken.""Yang

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 12 - Dia Telah Bebas

    Emily bersenandung ria saat membereskan pakaian miliknya. Dia sampai tidak menyadari sang pemilik kamar masuk dan memerhatikannya. Berjalan pelan mendekatinya yang kini dalam posisi membelakangi. "Ah, akhirnya beres. Aku sangat lelah, tapi di mana aku harus menyimpan ini ya?"Ditatapnya tas kecil berisi mainannya dengan bingung. Emily tidak mungkin menyimpannya sembarangan. Tidak boleh sampai Keenan tahu. Sayangnya, dia tidak sadar jika lelaki itu saat ini justru ada di belakangnya dan terkejut melihat benda yang ada dalam tasnya. Hingga Keenan segera mengambilnya. "Apa ini? Bentuknya mirip—""Keenan! Apa yang kaulakukan di sini!" Emily refleks berteriak dan langsung merebut benda yang diambil Keenan. Dengan wajah merah padam, dia langsung menyembunyikan benda itu dan menutup tas kecilnya dengan cepat. "Ini kamarku juga, tentu saja aku di sini. Kenapa kau menyembunyikan itu? Benda mencurigakan itu bentuknya mirip alat kelamin pria." Emily menganga. Namun wajahnya malu bukan main. "

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 13 - Wanita Gila

    Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat jam, mereka akhirnya tiba di vila keluarga Keenan. Vila yang terletak di area dataran tinggi itu, membuat udara sekitar terasa dingin menggigit meski siang hari. Apalagi saat sore dan malam. Namun di saat senja, mereka bisa menyaksikan keindahan saat matahari terbenam sekaligus merenungi keindahan alam yang sedikit berbeda. Tempat yang cocok untuk healing. Emily yang pertama turun lebih dulu dan membawa barangnya dalam bagasi. Membuat Keenan yang melihat itu segera mendekat. Membantu mengeluarkannya. Sayangnya, Emily hanya diam saja dan malah membiarkan Keenan melakukannya sendiri. Semenjak pesan yang Ashley kirimkan, wanita itu terus memasang ekspresi murung dan tanpa semangat. "Ada apa denganmu? Kau memikirkan lelaki itu?" tanya Keenan saat mereka memasuki vila dan disambut oleh orang yang selama ini mengurus vilanya. Namun perhatian Keenan terpecah dengan Emily. Hingga dia tak terlalu menghiraukannya. "Aku baik-baik saja. Aku ingin

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 14 - Orang Dari Masa Lalu

    "Huh?""M-maksudku, demi Javier. Ini bukan karena aku ingin tidur denganmu. Ini demi Javier. Kau mengerti 'kan?"Emily tercengang dan menatap Keenan dengan bingung. Hingga terjadi keheningan beberapa saat, sampai kemudian dia langsung tertawa. Emily berpikir Keenan sedang bercanda. Suaminya juga tampak tegang. Demi Javier? Lelaki itu membuatnya sakit perut. Javier pasti akan lupa jika mereka tidak membahasnya. "Astaga, perutku sakit, Ken. Bisa-bisanya kau bercanda seperti ini.""Apa? Bercanda? Siapa yang bilang aku bercanda? Aku serius, Emily. Ayo kita buat anak!" ucap Keenan sambil menyudutkan tubuhnya ke dinding. Memerangkap Emily dengan kedua tangannya. Jaraknya yang terlalu dekat, membuat Keenan harus bersentuhan dengan tubuh bagian atas Emily. "Yang benar saja! Itu tidak mungkin!" Emily tersenyum meremehkan melihat Keenan yang berani mendekatinya. Apa-apaan lelaki itu, wajah kakunya bahkan tidak menghilang. "Kenapa? Kau tidak perlu memuaskan diri dengan mainanmu lagi. Mama juga

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 15 - Hanya Pelampiasan

    "Oh ... James, ouh ...."Rintihan seorang wanita terdengar lembut bak alunan melodi di bawah kungkungan seorang lelaki yang asyik mencari kepuasan. Tubuhnya keduanya menyatu dan menciptakan suara erotis yang menggema di sebuah kamar mewah yang cukup luas. Wajah si wanita tampak memerah dan keringat terus keluar seiring dengan gerakan si lelaki. Tubuhnya meliuk menyambut hangat pelukan sang kekasih. Itu adalah malam yang bahagia bagi sang wanita yang akhirnya mendapatkan lelaki yang dicintainya. Di saat tubuh mereka tidak lagi terpisah jarak dan waktu. Namun, perasaan memiliki itu hanya ada pada wanita, tidak dengan si lelaki yang hanya menjadikannya sebagai pelampiasan belaka. "Sial, Emily. Kau benar-benar jalang."Tak peduli bagaimana lelaki itu berucap, si wanita tetap menikmatinya. Cinta butanya membuatnya rela direndahkan dan bahkan dihina. Itulah Emily, wanita yang kini dengan sangat erotis menggerakkan pinggulnya dan terus menggoda lelaki di atasnya. Kepiawaiannya memuaskan le

Bab terbaru

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 111 - Kejutan Untuk Keenan (Extra Part)

    "Oek ... oek ...."Suara tangis anak kecil terdengar jelas dan mengusik ketenangan Keenan yang saat ini sedang asyik terlelap. Dia menutup telinganya dengan bantal, tapi suara itu tetap terdengar dan justru semakin keras. Dia berdecak kesal, tapi tak ayal matanya terbuka. Keenan setengah mengantuk, terduduk dan melihat ke arah keranjang bayi. Lalu beralih melirik Emily yang tertidur pulas. "Yang, Sayang? Anak kita nangis." Keenan mengguncang tubuh Emily, berharap istrinya akan segera bangun. Namun Emily hanya melenguh dan tetap terlelap. "Sayang, Feli nangis."Keenan masih mencoba membangunkan Emily, tapi istrinya masih terlelap. Dia yang melihat itu, merasa bingung karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ini sudah nyaris empat puluh hari sejak Feli lahir, tapi dia belum bisa menggendongnya. Namun melihat Emily yang sepertinya tidak akan bangun, Keenan akhirnya berusaha mendekat dan menatap anaknya. "Ssstt, Feli sayang, jangan nangis ya. Mommy lagi tidur, kamu juga harus tidu

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 110 - Kelahiran Malaikat Kecil (End)

    Lima bulan kemudian .... "Akhhh ... akhhh ... sakit!"Emily mengerang hebat. Dia mencengkeram kuat lengan Keenan sembari mendengar intruksi sang dokter untuk terus mengejan. Keringat bercucuran seiring dengan dirinya yang berusaha keras mengeluarkan sang anak. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi dan Emily harus tetap dalam kesadarannya agar bisa melahirkan anak keduanya dengan selamat. "Sayang, ayo semangat! Kamu pasti bisa," ucap Keenan sambil mengecup tangan Emily dan mengusap keringat di keningnya. Dia takut dan cemas melihat Emily bersusah payah mengeluarkan anaknya. Hingga dirinya kini membiarkan saat kukuk-kukuk tajam Emily menancap di kulitnya. Rasa sakit yang dia rasakan sekarang, sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding apa yang dirasakan oleh istrinya. "Ayo, Bu, sedikit lagi. Kepalanya sudah keluar."Keenan tak berani melihat anaknya. Dia hanya fokus pada Emily yang kini berjuang keras, hingga akhirnya istrinya itu menjerit kuat sampai kemudian disusul oleh suara tang

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 109 - Cinta Terakhir

    "Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang ... juga ...."Suara nyanyian ulang tahun bergema di sebuah ballroom hotel, yang mana saat ini mereka sedang merayakan hari ulang tahun Evelyn. Mengundang beberapa anak, termasuk Javier yang datang bersama Emily dan Keenan. Ada juga James yang turut hadir untuk menemani. Perayaan ulang tahun itu juga digelar bersamaan dengan acara syukuran atas kehamilan kedua Ashley, hingga cukup banyak orang dewasa yang datang. "Selamat ulang tahun, Evelyn."Semua orang berseru memberi selamat hingga acara terus berlanjut pada pemotongan kue. Gadis kecil yang kini seusia Javier itu tampak sangat antuasias saat memotong kue untuk dibagikan pada teman-temannya. Namun sebelum itu, Evelyn hendak memberikan kue potongan pertamanya. Emily, Keenan dan Javier hanya mengamati Evelyn yang menuruni panggung sampai gadis itu tak disangka berjalan ke arah mereka. Emily hanya bisa mengernyit kebingungan menanti aksi apa lagi yan

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 108 - Apa pun Demi Anak Kita

    "Mom, jadi Mommy suka sama Ayah, ya?""Eh? Kenapa kamu bertanya begitu?" Emily yang sedang mengusap puncak kepala Javier untuk menidurkan sang anak, terkejut oleh pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut kecil itu. "Kata Ayah, Mommy itu cinta banget sama Ayah, jadi Mommy ngejar-ngejar Ayah, terus hamil Iel deh. Beneran gitu, ya, Mom?" tanya Javier dengan penasaran. Dia tidak sadar jika pertanyaannya itu membuat Emily langsung mati kutu. 'James, kau bilang apa saja pada anakmu!' Emily menggeram dalam hati. "Y-ya, itu masa lalu. Ayahmu bilang apa lagi sama kamu?""Buanyyakkk banget, Mom!" Javier melebarkan kedua tangannya untuk mengekspresikan sebanyak apa James bercerita tentang Emily. "Ayah banyak cerita tentang Mommy. Katanya, Mommy, Ayah dan Tante Ashley itu teman. Ayah itu populer dan Mommy suka Ayah karena Ayah ganteng. Iya sih, Ayah ganteng, Iel juga jadinya ganteng.""Iya, itu benar. Terus apalagi yang Ayahmu katakan?""Hmm, itu ... Ayah bilang, dulu Ayah nggak suka Mom

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 107 - Perkara Camilan

    Satu minggu kemudian .... "Mommy! Daddy! Iel kangen!"Javier berhambur ke dalam pelukan Emily dan Keenan begitu pintu rumah terbuka. Hari ini tepat dua hari setelah Javier akhirnya keluar dari rumah sakit dan menginap bersama James serta Sheila. Mereka menahan Javier lebih lama dari permintaan dan Emily mau tak mau mengizinkannya. Hingga kini, James sendiri yang datang mengembalikan Javier padanya. "Sayang—maksudku, Emily, akhir pekan besok aku ingin mengajak Javier ke luar kota bersama Mama, sekalian jalan-jalan. Apa aku boleh membawanya?" James meralat ucapannya saat melihat tatapan posesif Keenan. Suami dari wanita yang dia cintai, masih tampak waspada saat dia datang. James belum sepenuhnya menerima keputusan wanita itu, tapi dia juga tidak mau dipisahkan dari Javier atau membuat sang anak kecewa, jika dia tetap memaksakan kehendaknya. James hanya bisa mencintai Emily dalam hatinya. "Keluar kota?" Emily menatap Keenan dengan ragu. Dia meminta pendapat suaminya soal masalah ini,

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 106 - Kecemburuan Emily

    "Ini, ambillah."Emily menyodorkan kunci mobil pada Ashley yang terkejut. Dia yang kalah taruhan beberapa waktu lalu, tentu saja akan memenuhi janjinya. Meski uang tabungannya terkuras habis. Bagaimana lagi? Ucapan Ashley jadi kenyataannya. "Kenapa kau memberikan mobil? Memangnya ada apa? Ini bukan ulang tahunku." Ashley mengambil kunci mobil itu dan menatap Emily dengan bingung. "Kau tidak ingat kita taruhan? Jika aku kalah aku harus membelikanmu mobil dan jika kau salah, kau harus menyerahkan semua restoran ini jadi milikku. Ingat?" jelas Emily dengan sedikit gemas melihat Ashley yang tampaknya melupakan apa yang dipertaruhkan. Padahal wanita itu sendiri yang mengajaknya bertaruh. "Aahh! Jadi aku menang? Ahahaha ... sudah kuduga, kau pasti jatuh cinta dan tidak bisa berjauhan dengan Keenan. Sekarang sepertinya kau sudah mengakui itu.""Berhenti mengejekku.""Ayolah, jangan malu. Sudah kubilang Keenan itu tampan. Kau sih gengsi terus."Emily berdecak dan diam membiarkan Ashley men

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 105 - Takut Kehilangan

    "Kau pasti kelelahan. Maaf selama ini aku selalu menyusahkanmu."Emily menatap Keenan yang terlelap di sebelahnya setelah mereka menghabiskan waktu bersama. Dia tanpa sungkan mengecup puncak kepala Keenan cukup lama, sebelum kemudian bangun dan menyelimuti tubuh Keenan. Emily turun dari ranjang dengan hati-hati. Memungut kembali pakaian dan mengenakannya. Pinggangnya sedikit sakit, padahal mereka sudah berhati-hati. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan? Maafkan Mommy," ucap Emily sambil mengelus perutnya. Dia tersenyum, sampai kemudian meriah ponsel miliknya dan berjalan keluar dengan hati-hati. Emily tidak mau membangunkan suaminya yang sedang tertidur pulas karena kelelahan. Keenan harus istirahat. Emily berjalan pelan dan memainkan ponselnya. Dia ingin mengontak ibu mertuanya, tapi baru saja dia hendak melakukan panggilan, nama James muncul di layar ponselnya. Emily mengernyit sesaat, tapi tak ayal dia menerima panggilan tersebut. "James, apa yang terja—""Emily, ini Tante.""Oh, Ta

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 104 - Mengkhawatirkan Keenan

    "Keenan?"Emily refleks mendorong tubuh James dan terkejut melihat kehadiran suaminya di ambang pintu. Ekspresi Keenan seperti terluka melihat dirinya dicium oleh James. Sial, dia tidak bisa mengelak karena semua terjadi begitu cepat. Keenan tidak boleh salah paham. "Aku sepertinya mengganggu, aku akan pergi.""Eh, tunggu, Ken!" cegah Emily yang langsung berlari mendekati suaminya. Dia meninggalkan James yang tersenyum kecut dan membuang muka. Grep! Tangan Keenan berhasil digenggam cepat oleh Emily sebelum lelaki itu kabur. Keenan masih tampak lemah, sehingga tidak sulit bagi dia menangkapnya. "Ken, apa yang kau lihat tadi salah paham. Tolong dengarkan aku ya? Kita bicara sebentar?""Tidak apa-apa, aku tidak akan mencegahmu lagi kalau kau mau kembali padanya," gumam Keenan dengan nada sedih. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak menatap Emily. Namun sayangnya, Keenan harus terkejut saat tubuhnya dibalik dengan cepat oleh sang istri dan membuat mereka saling berhadapan. "Astaga, waja

  • Bukan Suami Pilihan   Bab 103 - Cinta Tak Harus Memiliki

    Keenan berkali-kali menghela napas sambil terkantuk-kantuk di meja kerjanya. Dia tidak bisa fokus pada meeting kali ini karena semalaman menjaga Javier. James juga berkali-kali mengajaknya berdebat tentang apa yang dilakukannya di masa lalu. Lelaki itu memberinya ketakutan jika suatu saat Emily akan meninggalkannya. Tidak, tentu saja Keenan tidak berharap demikian. Dia tidak mampu berpisah dengan Emily serta anak-anaknya. "Pa? Pak Ken?" Sam menegur Keenan yang kala itu menjadi pusat perhatian semua orang di meja rapat. "Anda sepertinya tidak baik-baik saja, bagaimana kalau rapat ini diakhiri?""Ah iya, kepalaku sedikit pusing. Lakukan saja," jawab Keenan tak acuh. Membuat Sam seketika mengambil alih perhatian dan menutup pertemuan dengan cepat. Keenan yang memang tidak dalam kondisi baik-baik saja, meninggalkan ruangan lebih dulu. Dia pergi menuju ruangannya untuk beristirahat sejenak sambil diikuti oleh Sam dari belakang. "Sam, aku sepertinya butuh obat sakit kepala.""Hanya itu, P

DMCA.com Protection Status