Home / Romansa / Bukan Suami Biasa / Siapakah Perempuan Itu?

Share

Siapakah Perempuan Itu?

Author: Naya Naya
last update Last Updated: 2021-03-15 21:35:34

Pagi itu Emily terbangun tanpa Inung di sampingnya. Rumah terasa sepi. Tak terdengar aktivitas suara apa pun di ruang depan atau pun di dapur. Kemanakah Inung? Sudah kembali ke rumahnyakah? Ya, bukankah dia harus mengurus suaminya dulu sebelum berangkat ke toko? Lalu, Abian? Tidakkah dia datang pagi ini? Atau dia langsung berangkat ke toko tanpa pulang dulu kemari? Rumah benar-benar sepi pagi ini. Emily jadi sedikit bingung.

Berada di rumah orang dan sendirian seperti ini membuatnya jadi serba salah. Emily tak tahu apa yang harus dia lakukan. Mandi dan membuat sarapan? Tapi Emily tak bisa memasak. Dan dia tak tahu bahan makanan apa saja yang tersedia di dapur. 

Ah, tak mungkin memasak. Aku cuma akan membuat berantakan dapur Mas Abi saja nanti. Bahkan sekadar memasak telur dadar pun aku tak pernah. Biasanya semua sudah tersedia di atas meja. Dan jika aku butuh sesuatu, aku tinggal meminta pelayan untuk menyiapkannya untukku. Tak perlu bersusah payah mengerjakannya sendiri. Tapi di sini, aku sendiri. Tak ada yang bisa ku minta untuk melayaniku. Dan aku sungguh tak tahu apa yang harus aku lakukan.

Emily pun beranjak turun dari tempat tidur dan melangkah pelan keluar kamar. Dia mencari Inung dan Abian ke setiap ruangan. Tapi tak ada yang dia temukan. Dia benar-benar sendiri di rumah itu. 

Akhirnya Emily pun duduk diam di ruang tamu. Pandangannya lepas ke jendela yang terbuka seolah mencari Abian atau Inung di luar sana. Tapi jalanan di depan sana pun pagi ini tampak sepi. Jangankan Abian dan Inung, kumpulan ibu-ibu yang belanja sayuran seperti kemarin pun tak nampak. Mungkin tukang sayur langganan mereka itu belum datang. Karena Emily tak mendengar seruannya yang lantang memanggil para ibu itu untuk datang.

Emily pun mendesah pelan. Kesendirian ini membuatnya kembali disapa oleh kesedihan. Rasa sakit hati dan kecewa perlahan merayap memenuhi dinding hati. Oh, bagaimana luka ini bisa sembuh jika aku terus begini? Aku tak ingin sendiri. Sebab saat sendiri kenangan menyakitkan itu pasti datang. Dan aku akan kembali tenggelam dalam luka.

Emily melihat pada jam dinding. Rupanya baru pukul tujuh. Jadi tak mungkin Abian dan Inung sudah berangkat ke toko. Sepertinya mereka masih berada di rumah Inung. Ah, mungkin sebaiknya aku mandi sekarang. Agar jika mereka berangkat ke toko nanti, aku bisa ikut.

Emily pun bergegas mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi. Dia mandi dengan cepat, tak ingin membuang waktu dan tertinggal Abian dan Inung pergi ke toko. Melamun sendirian di rumah, sungguh bukan ide yang baik.

Tak berapa lama Emily keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di tubuhnya. Tak apa memakai handuk seperti ini. Toh, dia sendirian di rumah pagi ini. Tidak ada Abian. Jadi tidak perlu repot memakai pakaian di kamar mandi.

Emily segera masuk ke kamar dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Lalu dia memakai baju yang dipinjamkan Inung semalam. Kemudian dengan bergegas dia keluar kamar dan bermaksud pergi ke rumah Inung yang terletak di sebelah rumah Abian ini. Tapi di ruang tamu dia berpapasan dengan Inung yang baru saja masuk.

"Wah, sudah mandi, ya? Segar sekali kelihatannya," sapa Inung ramah.

"Ya, saya ingin ikut Mbak Inung dan Mas Abian ke toko," sahut Emily tersenyum.

"Tapi sarapan dulu, ya. Ini, Abian udah belikan sarapan untuk kamu," kata Inung sambil menunjukan bungkusan yang dia bawa.

Emily mengambil kantung plastik kecil yang Inung berikan padanya. Isinya sebungkus nasi dan beberapa gorengan.

"Itu nasi uduk," kata Inung menjelaskan.

"Nasi uduk?" Emily tampak sedikit bingung. Lalu dia mencium bungkusan nasi itu dan segera saja aroma sedap nasi uduk itu menyentuh indera penciumannya.

"Iya, beli di warung Mpok Leha. Itu yang warungnya di depan sana," kata Inung sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.

"Sepertinya enak," kata Emily setelah mencium aroma sedap dari nasi uduk itu.

"Ya, nasi uduk Mpok Leha emang enak. Makanya selalu laris manis diserbu pembeli," kata Inung lagi. "Udah cepetan sana makan. Nanti saya jemput kamu kalau udah mau jalan. Sekarang saya harus pulang dulu. Di rumah masih ada kerjaan yang belum beres."

"Mas Abi udah makan, mbak?" tanya Emily sebelum Inung melangkah keluar pintu.

"Itu sekarang dia lagi makan bersama Bang Adam. Semoga kamu suka sarapan kampung seperti ini. Nasi uduk sama gorengan." Senyum Inung mengembang.

"Saya suka kok, Mbak Inung," sahut Emily ikut tersenyum. "Sampaikan terima kasih saya untuk Mas Abi, untuk sarapannya."

Inung mengangguk. "Ya, nanti saya sampaikan. Oh iya, kata Abi, kalau kamu mau minum teh manis, gula dan tehnya ada di dapur."

"Ya," sahut Emily mengangguk. 

Lalu Inung pun bergegas pergi, kembali ke rumahnya. Emily pun kembali sendiri. Dia segera ke dapur untuk mengambil piring dan sendok. Juga untuk membuat segelas teh hangat. Dan dalam sepi suasana pagi itu, Emily mulai menyantap sarapannya sendirian. 

Hm, nasi uduk dan gorengan. Ada bakwan, tahu dan tempe. Menu sarapan yang baru buat Emily. Karena di rumahnya dia tak pernah sarapan seperti ini. Tapi, Inung benar. Nasi uduk itu memang enak sekali. Emily pun lahap menyantapnya. Hm, aneh juga. Disaat sedang patah hati seperti ini, dia malah lahap menyantap makanan apa pun. Tidak seperti ketika di rumahnya dulu. Dia seringkali pilih-pilih soal makanan.

Sementara itu di luar terdengar suara tukang sayur yang kemarin, lantang berteriak memanggil ibu-ibu langganannya untuk datang berbelanja. Dia berhenti di rumah depan, sama seperti kemarin. Dan dalam waktu yang singkat, para ibu langganannya pun ramai berkumpul mengelilingi gerobak sayurnya seperti semut yang mengerubuti gula.

Emily menghabiskan sarapannya dengan cepat. Lalu dia duduk santai menikmati teh hangatnya sambil asyik memperhatikan para ibu yang sedang berbelanja di depan sana.

Di antara para ibu itu, ada satu orang perempuan muda yang menarik perhatian Emily. Bukan karena dia terlalu cantik atau karena kelewat jelek, tapi karena perempuan muda itu sejak tadi terus memperhatikan rumah Abian ini. Sesaat tampak dia asyik berbelanja dan berbaur dengan para ibu lainnya. Tapi sesaat kemudian dia seperti memperhatikan rumah Abian seolah ada yang sedang dia cari di sana.

Siapa perempuan itu? Emily jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati. Dan tanpa dia sadari, dia pun terus memperhatikan perempuan itu dari tempatnya duduk.

Kenapa dia seperti terus memperhatikan? Siapa yang dia cari? Abian? Atau aku, yang telah dia dengar tentang kabar keberadaanku di rumah ini? Tapi hanya bapak dan Ibu RT yang mengetahui kalau aku masih tetap di sini. Sebab pagi ini aku belum menampakan wajahku di depan siapa pun. Apa dia melihatku kembali ke rumah ini semalam? Apa dia mencari bahan gosip? Atau dia ada maksud yang lain?

Perempuan itu tidak cantik, juga tidak jelek. Wajahnya standar, Emily menilai. Dia bertubuh kurus, berambut lurus dan sedikit tipis yang dibiarkannya tergerai. Kulitnya putih pucat dan dia seperti memamerkan kulit putih pucatnya itu dengan memakai baju yang sedikit terbuka. Hm, tidak seksi, Emily kembali menilai. Mungkin itu karena badan kurusnya tidak memiliki pantat besar dan juga dada yang besar. Bahkan Emily melihat dada perempuan itu seperti rata.

Ups! Aku telah menilai orang secara berlebihan. Bukan hakku untuk melakukan itu. Mungkin memang sudah penyakit perempuan untuk menilai perempuan lain sebagai perbandingan. Lalu menaruh rasa iri saat merasa kalah dan merasa bangga saat merasa lebih cantik.

Hei, perempuan itu tampak tersenyum senang kini. Dia melihat ke arah rumah Inung. Emily pun bergegas mendekati jendela dan berusaha mengintip. Oh, ada Abian yang sedang berjalan menuju pulang. Seperti biasanya wajah laki-laki tampan itu terlihat dingin. Bahkan ketika perempuan itu menyapanya pun dia tampak acuh. Hanya menoleh sekilas lalu kembali melanjutkan langkahnya pulang.

Siapakah perempuan itu? Apakah mantan kekasihnya? Emily pun jadi merasa penasaran.

Related chapters

  • Bukan Suami Biasa   Perempuan Bernama Sinta

    Emily melihat Abian yang melangkah cepat memasuki pagar. Dia tampak acuh. Laki-laki itu tak menghiraukan sapaan dari perempuan berkulit pucat yang tampak sangat bersemangat menyapanya itu. Entah karena laki-laki itu yang terlalu dingin, atau karena dia tidak menyukai perempuan itu. Sebab tadi dia hanya sesaat menoleh untuk kemudian acuh berjalan pulang.Abian masuk dan melihat Emily yang sedang berdiri di dekat jendela. Dia langsung bisa menebak apa yang Emily lakukan di sana. Abian pun menatap Emily masih dengan wajah dinginnya hingga Emily seperti dipaku di tempatnya berdiri."Kenapa ngintip-ngintip seperti itu? Kamu seperti ibu-ibu gosip yang sedang mengintip tetangga untuk dijadikan bahan gosipnya," komentar Abian tanpa senyum."Saya cuma sedang melihat keluar," sahut Emily cepat."Kamu udah mandi?" tanya Abian merubah topik pembicaraan.Emily mengangguk. "Sudah," sahutnya segera."Inung bilang kamu mau ikut ke toko?" tanya Abian lagi.E

    Last Updated : 2021-03-19
  • Bukan Suami Biasa   Ancaman Sinta

    Abian melihat pada jam tangannya. Kemudian dia membuka celemeknya dan menghampiri Inung yang baru saja selesai melayani seorang pembeli."Gue ke bengkel dulu, Nung. Mau ambil motor."Inung menoleh. "Nggak habis makan siang aja, Bi? Tanggung sebentar lagi jam makan siang. Karyawan bengkelnya juga pada istirahat."Abian menggeleng. "Sekarang aja. Mumpung lagi nggak banyak kerjaan. Dion bisa ngerjain sendirian."Setelah itu Abian pun melangkah pergi dengan tergesa. Inung dan Emily memperhatikan kepergian laki-laki jangkung itu dari dalam toko. Abian tampak menghampiri tukang ojek yang mangkal tak jauh dari situ lalu segera menaikinya dan pergi."Kenapa dia tergesa seperti itu? Cuma ambil motor dari bengkel kok seperti orang mau ambil gaji?" tanya Inung yang merasa bingung dengan kelakuan sepupunya itu."Mungkin Mas Abi mau menghindari perempuan yang janji mau datang siang ini untuk mengantarkan makan siang," celetuk Emily yang tiba-tiba saja teringat

    Last Updated : 2021-03-22
  • Bukan Suami Biasa   Terusir

    Emily duduk di ruang tamu Abian dengan lemas. Perasaan kesal dan bingung berjejal di hatinya hingga membuatnya ingin menangis. Oh, bagaimana ini? Barusan Pak RT datang dan menyampaikan kabar tentang keberatan warga atas kehadirannya di rumah Abian sebagai tamu yang menginap. Mereka protes. Ini tidak pantas, katanya. Masyarakat di sini menganggap tabu tentang semua ini. Tidak boleh gadis menginap di rumah seorang perjaka. Apa lagi si perjaka hidup sendirian. Itu dalih mereka untuk meminta Emily pergi.Di hadapan beberapa orang ibu yang ikut datang, Emily telah berusaha menjelaskan kalau Abian tak tinggal di rumahnya selama dia berada di sana. Tapi mereka tak mau menerima penjelasan itu. Mereka bilang tak ada yang bisa menjamin jika Abian benar-benar tak tidur di sana. Oh, tuhan! Emily gusar mendengar semua itu. Kenapa mereka begitu senang berprasangka buruk terhadap orang lain? Kenapa tak bisa percaya kalau Abian benar tak tidur satu atap dengan dirinya?Melawan para ib

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bukan Suami Biasa   Ke Rumah Monik

    Emily keluar dari rumah Abian pagi-pagi benar. Inung bilang memang sebaiknya begitu. Agar dia tak perlu bertemu dengan ibu-ibu penggosip yang menginginkan kepergiannya. Emily menurut. Rasanya memang sebaiknya tak bertemu dengan mereka. Sebab Emily pasti akan merasa risih nanti. Alangkah tak enaknya jika ada sekelompok orang yang berbisik-bisik di depan kita dan kita tahu jika yang mereka bicarakan itu adalah kita. Oh, benar-benar menyebalkan!Akhirnya, disaat langit belum diterangi oleh cahaya mentari, Emily pun pergi. Tujuannya adalah rumah Monik, sahabatnya. Dan seperti kemarin, Emily diantarkan oleh Adam. Abian yang meminta Adam untuk mengantarkannya pulang. Hm, rupanya dia sungguh mengkhawatirkanku, pikir Emily sedikit senang. Entahlah, mungkin rasa senang yang tak beralasan. Tapi Emily selalu merasa seperti itu tiapkali Abian memberikannya sedikit perhatian.Ketika Emily pergi tadi, Abian dan Inung mengantarkannya sampai ke depan rumah. Inung banyak berpesan, member

    Last Updated : 2021-04-01
  • Bukan Suami Biasa   Bertemu Monik

    Emily duduk diam di sofa ruang tamu Monik. Segelas minuman dingin dipegangnya erat-erat hingga embun dinginnya membasahi telapak tangannya. Emily menikmati rasa dingin itu. Digerakkannya jari jemarinya hingga embun yang menempel di gelas itu mengalir perlahan di sela-sela jarinya. Semua itu dilakukannya untuk menutupi rasa gugup yang menyelimuti hatinya. Ya, rasa gugup yang mengganggu. Bahkan sudah menguasai hatinya sebelum pertanyaannya untuk Monik dia lontarkan.Sementara itu Monik sedang sibuk menghidangkan aneka macam kue dan biskuit untuk Emily. Dia mondar-mandir membawa toples kue juga piring-piring berisi aneka kue basah yang Emily tahu kalau semua itu bukanlah hasil buatannya. Monik tak pandai memasak. Bahkan masuk dapur pun dia tak suka. Yah, sebelas dua belas-lah dengan Emily. Sama-sama perempuan yang tidak bisa memasak dan tak suka dapur. Tapi doyan ngemil. Karena itulah selalu tersedia kue dan berbagai macam jenis camilan di rumah.Sambil terus memegang gel

    Last Updated : 2021-04-03
  • Bukan Suami Biasa   Aku Ingin Mati

    "Gue kecewa, Nik...," lirih Emily sedih."Tenangin dulu hati lo, Mil. Lo jangan berpikiran orangtua lo nggak peduli sama perasaan lo. Karena itu nggak mungkin. Lo juga anak mereka. Mereka pasti sayang sama lo," kata Monik sambil menggenggam tangan Emily.Emily menggeleng pelan. "Kalau mereka peduli sama perasaan gue, mestinya mereka ngejauhin Kak Sandra dan Tomy dari gue. Karena hidup satu atap dengan mereka pasti akan bikin hati gue tambah hancur. Tapi nyatanya mereka malah meminta Kak Sandra dan Tomy untuk tinggal di sana. Lo bisa bayangin gimana perasaan gue?"Monik terdiam. Dia bisa merasakan bagaimana pedihnya hati Emily. Rasanya Monik ingin ikut menangis bersama dengan sahabatnya itu. Tapi itu tak mungkin dia lakukan. Monik harus bisa membuat Emily menjadi kuat. Bukannya malah membuat Emily lebih terhanyut lagi dalam kesedihannya itu."Ya, Mily. Gue ngerti gimana perasaan lo. Tapi gue harap lo nggak terus hancur seperti ini. Jangan peduliin kebahagi

    Last Updated : 2021-04-07
  • Bukan Suami Biasa   Satu Jalan Keluar

    Adam menatap Emily tak percaya. Sedangkan gadis cantik itu masih terus menangis dengan tubuh yang terasa lemas. Perlahan Adam menyentuh pundak Emily hingga gadis itu menoleh dan menatap Adam dengan matanya yang basah."Kenapa seperti ini, Neng Emily?" tanya Adam trenyuh.Emily tak menyahut. Dia cuma menatap Adam sambil terisak."Bapak kenal dengan gadis ini?" tanya seseorang pada Adam.Adam mengangguk. "Ya. Gadis ini..., kerabat saya," sahutnya.Lalu orang yang bertanya menoleh pada Emily dan melontarkan pertanyaan yang serupa."Kamu kenal dengan bapak ini? Apa benar bapak ini kerabatmu?"Emily mengangguk pelan."Ya sudah kalau begitu cepat dibawa pulang saja, pak. Jangan dibiarkan dia pergi sendirian. Nanti dia berbuat nekat lagi," nasihat orang yang bertanya tadi.Adam mengangguk. "Terima kasih atas pertolongannya, bapak-bapak semua," ucapnya pada orang-orang yang tadi telah menolong Emily.Kemudian Adam kembali

    Last Updated : 2021-04-10
  • Bukan Suami Biasa   Awal Pernikahan

    Pernikahan itu berlangsung tanpa sebuah pesta. Bahkan tanpa dihadiri oleh orang banyak. Abian hanya mengundang Pak RT Karim dan beberapa orang yang dituakan di kampung itu. Sebuah pernikahan dadakan pun terjadi tanpa hambatan apa-apa. Pagi itu Abian dan Emily pun resmi menjadi sepasang suami istri.Inung dan Adam menyambutnya dengan penuh suka cita. Meski hanya sebuah pernikahan di atas kertas, tapi mereka berharap setidaknya pernikahan itu akan menghapus bisik-bisik buruk tentang Abian yang selama ini terus berkembang di kampung mereka. Sebab telinga Inung sudah lelah mendengar gosip tak benar tentang sepupunya itu. Dan sekarang Inung berharap semoga pernikahan ini bisa membungkam mulut-mulut tajam ibu-ibu yang tak bertanggungjawab itu hingga gosip itu pun akan menghilang dengan sendirinya.Benarkah Abian menikah? Rupanya benar ada hubungan istimewa antara Abian dengan Emily! Itu, buktinya mereka menikah hari ini! Jadi Abian itu bukan jeruk makan jeruk, ya? Ah, dia cu

    Last Updated : 2021-04-14

Latest chapter

  • Bukan Suami Biasa   Berakhir Dengan Indah

    <span;>Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumah ini masih tetap sama seperti ketika dia tinggalkan dulu. Masih tetap bersih dan terasa sejuk. Sungguh nyaman dan mendamaikan. Dengan perasaan haru Emily pun tersenyum. Tanpa dia sadari, telah banyak kenangan terukir di rumah ini. Rumah ini adalah saksi dari perjalanan cintanya bersama Abian. Juga tentang bagaimana dia berubah dari seorang gadis kaya yang manja, menjadi seorang perempuan sederhana yang pandai mengurus rumah. Ah, Emily merindukan rumah ini. Dan sungguh saat ini dia bahagia bisa kembali kemari. <span;>Ketika itu, Abian yang baru kembali dari kamar untuk menidurkan Amanda di ranjangnya pun tersenyum melihat tingkah Emily yang berdiri di tengah ruangan sambil mengedarkan pandangan. <span;>"Selamat datang, ratuku," katanya sambil menatap Emily dengan romantis. Pagi itu memang mereka baru saja sampai. Dan Abian tahu kalau Emily merindukan rumah ini. <span;>

  • Bukan Suami Biasa   Akhir Sebuah Masalah

    <span;>Pagi itu Abian baru saja terjaga dari tidurnya ketika didengarnya suara ponsel yang berdenting pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Abian mengambil ponsel itu dengan malas. Siapa yang menghubunginya pagi buta begini? Dengan mata yang masih mengantuk dia pun berusaha memfokuskan pandangannya pada layar hp. <span;>Emily?! Abian tersentak bagai terkena aliran listrik. Dia pun segera duduk dan membaca pesan itu. 'Mas Abi sayang, nanti malam datang ke sini ya. Ada yang harus kita bicarakan.' <span;>Abian tercekat. Sekali lagi dia membaca pesan itu untuk meyakinkan dirinya kalau isi pesan yang dibacanya memang benar seperti itu. Tapi..., Emily memanggil sayang? Ah, Abian jadi merasa bingung. Bukankah istrinya itu sedang marah padanya? Sedang marah, tapi memanggil sayang? <span;>'Ya, Mily sayang. Saya akan datang nanti malam. Tapi ada apakah?' <span;>'Nggak bisa saya bicarakan di telepon, mas. Pokoknya Ma

  • Bukan Suami Biasa   Jebakan Tomy

    <span;>Esok sore, di jam yang sama, Sandra mengetuk pintu kamar Nadya yang tertutup rapat. Tak menunggu lama, pintu kamar itu pun terbuka. Wajah Nadya sedikit bingung karena tak biasanya Sandra mengetuk pintu kamarnya seperti ini. <span;>"Ya, Mbak Sandra, ada apa?" tanya Nadya segera. <span;>"Apa kamu sedang sibuk? Saya ingin minta tolong sebentar," jawab Sandra dengan sikap yang sewajarnya. <span;>"Minta tolong apa, mbak?" <span;>"Tomy datang ingin bertemu dengan Rangga. Tapi Rangga baru saja tidur. Sekarang dia sedang menunggu di teras belakang. Mau kamu menemani dia sebentar? Kamu kan tahu kalau saya atau Mily tidak mungkin menemani dia? Hubungan kami belum baik sampai sekarang." <span;>Nadya pun mengangguk hingga membuat Sandra merasa lega. Lalu tanpa curiga Nadya segera berjalan menuruni tangga menuju ke teras belakang dimana Tomy sedang duduk melamun sendirian. <span;

  • Bukan Suami Biasa   Rencana Tomy

    <span;>"Rasanya sulit untuk percaya kalau Abian berbuat seperti itu, Mily," kata Sandra pada Emily di sore itu. <span;>Emily pun menoleh menatap Sandra untuk beberapa saat. "Jadi kakak percaya pada cerita Mas Abi?" tanyanya sedikit terkejut. <span;>"Percaya seratus persen sih tidak. Tapi kakak melihat pribadi Abian selama ini dan Abian yang diceritakan oleh Nadya, kok, sepertinya bertolak belakang sampai seratus delapan puluh derajat. Coba kamu ingat bagaimana bertanggungjawabnya dia selama ini sebagai suamimu. Juga bagaimana dia berkorban demi memenuhi keinginanmu untuk bisa kuliah lagi. Dia sampai mau mengojek sampai malam, Mily. Dan coba kamu ingat lagi bagaimana dulu Abian tetap bertahan untuk tidak menyentuhmu hanya karena menunggu restu dari papa dan mama. Kamu sudah sah menjadi istrinya ketika itu. Kalian pun tinggal bersama dalam satu rumah. Tapi dia bertahan, Mily. Dia tidak menyentuhmu sampai restu itu dia dapatkan. Jadi, aneh rasa

  • Bukan Suami Biasa   Pertemuan Tiga Lelaki

    <span;>"Seorang saksi? Bagaimana mungkin lo bisa menghadirkan seorang saksi, Bi? Siang itu cuma ada lo dan Nadya aja kan di sana?" kata Inung dengan nada bingung. <span;>"Gue juga bingung, Nung. Tapi tanpa kehadiran seorang saksi yang bisa membenarkan cerita gue, Emily akan tetap berpikir kalau gue yang salah. Atau jangan-jangan...." <span;>"Jangan-jangan apa?" <span;>"Atau jangan-jangan dia sengaja berbuat begitu biar dia bisa dekat dengan teman laki-lakinya itu tanpa ada yang menghalangi?" <span;>"Apa iya seperti itu, Bi?" tanya Inung sedikit ragu. <span;>Abian mendesah gelisah. "Gue memang nggak mau nuduh secara langsung sama dia. Tapi bagaimana pun rasa curiga itu tetap ada." <span;>"Semoga rasa curiga lo itu salah, Bi," harap Inung. <span;>"Sore ini gue mau datang lagi ke sana, Nung. Gue kangen banget sama Amanda," kata Abian kemudian. <span;>"Ya, gue ngerti per

  • Bukan Suami Biasa   Jalan Buntu

    <span;>Beberapa hari telah berlalu. Abian masih tetap berusaha sabar untuk tidak menemui Emily, meskipun kerinduannya pada Emily dan Amanda terasa begitu menyesakan dada. Abian tak dapat tidur, juga tak enak makan. Hari-harinya diisi dengan gelisah. Tak ada yang lain yang mengisi kepalanya selain istri dan putrinya itu. Tapi jika dia datang sekarang, apakah Emily sudah bisa diajak bicara? <span;>"Gue udah nggak bisa nahan rasa kangen gue, Nung. Gue juga nggak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut seperti ini. Gue harus menemui Emily sekarang," kata Abian pada Inung di pagi ini. <span;>"Rasanya memang udah saatnya kalian selesaikan masalah ini. Lo udah kasih waktu untuk dia selama beberapa hari ini. Sekarang saatnya dia dengarkan penjelasan dari lo, Bi. Emily nggak boleh cuma dengar cerita dari satu pihak aja. Dia juga harus mau dengar cerita dari lo," sahut Inung. <span;>"Gue nggak ngerti kenapa Emily bisa termakan cer

  • Bukan Suami Biasa   Beri Dia Waktu

    <span;>Abian mengulangi pertanyaannya hingga beberapakali. Tapi jawaban dan reaksi Emily tetap sama. Dia tetap berseru meminta Abian untuk pergi dengan wajah yang menyiratkan rasa marah dan kecewa. Abian jadi semakin bingung. Dia tak tahu harus berbuat apa hingga hanya bisa mematung di tempatnya berdiri. Emily seperti tak bisa diajak bicara. Dia terlalu histeris dalam tangis dan kemarahannya. <span;>"Tenang dulu, Mily. Coba jelaskan dulu pada saya ada apa ini sebenarnya? Saya benar-benar nggak ngerti kenapa kamu bersikap seperti ini pada saya?" kata Abian bingung. <span;>"Tanya pada diri Mas Abi sendiri, apa yang sudah Mas Abi lakukan?!" sembur Emily marah. <span;>"Apa yang sudah saya lakukan?" Abian tak mengerti dengan perkataan Emily. "Memangnya apa yang sudah saya lakukan, Mily?" <span;>"Mas yang lebih tahu apa yang sudah Mas lakukan! Dasar laki-laki jahat! Saya benci Mas Abi!" Histeris Emily semakin me

  • Bukan Suami Biasa   Menjemput Emily

    <span;>Sore itu Abian bergegas pulang. Dia ingin mendengar cerita Emily tentang pertemuannya dengan Nadya tadi siang. Abian khawatir terjadi keributan antara Emily dan adik sepupunya itu. Meski Abian tahu kalau Nadya tak akan berani membangkitkan rasa cemburu Emily, tapi tetap saja hati Abian tak tenang membayangkan kedua perempuan itu bertemu dan bicara tentang alasan Nadya meninggalkan rumah mereka dengan cara seperti itu. <span;>Motor Abian berhenti di depan pintu pagar rumahnya. Dia melihat ke arah rumahnya yang sepi. Bahkan jendela pun tertutup rapat. Sepertinya Emily belum pulang. Abian pun berpikir sejenak. Apakah sebaiknya dia menunggu Emily di rumah saja, atau kembali ke toko dan pulang ke rumah lagi nanti? Hm, rasanya lebih baik kembali saja ke toko. Nanti sebelum maghrib, barulah pulang menemui Emily. <span;>Abian pun segera memutar motornya dan melajukannya kembali ke toko. Dan ketika dia memasuki halaman parkir di depan tokonya,

  • Bukan Suami Biasa   Terguncang

    <span;>"Nggak mungkin!" seru Emily pelan. "Nggak mungkin Mas Abi melakukan itu!" <span;>"Saya tahu Mbak Mily tidak akan percaya dengan cerita Saya. Karena itulah saya memilih pergi dan diam," kata Nadya dengan ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. <span;>"Oh!" Emily kembali terpekik pelan. Benarkah itu? Benarkah suaminya melakukan perbuatan serendah itu? Rasanya ingin tak percaya, tapi raut wajah Nadya sepertinya tidak main-main. Tampaknya dia tidak sedang bercanda, apa lagi berdusta. <span;>"Maafkan saya, Mbak Mily. Saya tidak tahu kalau selama ini Mas Abi memiliki perasaan yang lain terhadap saya. Andai saja saya tahu, pasti saya tidak akan tinggal di rumah Mbak Mily. Saya pikir, selama ini Mas Abi cuma menganggap saya sebagai adik. Tapi ternyata tidak seperti itu." <span;>"Tapi Mas Abi bukan laki-laki seperti itu, Nadya!" Emily masih mencoba untuk percaya pada kesetiaan suaminya. <span;&

DMCA.com Protection Status