Home / Romansa / Bukan Suami Biasa / Ancaman Sinta

Share

Ancaman Sinta

Author: Naya Naya
last update Last Updated: 2021-03-22 21:16:48

Abian melihat pada jam tangannya. Kemudian dia membuka celemeknya dan menghampiri Inung yang baru saja selesai melayani seorang pembeli.

"Gue ke bengkel dulu, Nung. Mau ambil motor."

Inung menoleh. "Nggak habis makan siang aja, Bi? Tanggung sebentar lagi jam makan siang. Karyawan bengkelnya juga pada istirahat."

Abian menggeleng. "Sekarang aja. Mumpung lagi nggak banyak kerjaan. Dion bisa ngerjain sendirian."

Setelah itu Abian pun melangkah pergi dengan tergesa. Inung dan Emily memperhatikan kepergian laki-laki jangkung itu dari dalam toko. Abian tampak menghampiri tukang ojek yang mangkal tak jauh dari situ lalu segera menaikinya dan pergi.

"Kenapa dia tergesa seperti itu? Cuma ambil motor dari bengkel kok seperti orang mau ambil gaji?" tanya Inung yang merasa bingung dengan kelakuan sepupunya itu.

"Mungkin Mas Abi mau menghindari perempuan yang janji mau datang siang ini untuk mengantarkan makan siang," celetuk Emily yang tiba-tiba saja teringat pada perempuan bernama Sinta itu.

"Perempuan siapa?" tanya Inung segera.

"Itu, yang tadi pagi datang membawakan sarapan untuk Mas Abi."

"Sinta?"

"Iya, namanya Sinta. Dia janji mau antar makan siang buat Mas Abi. Mas Abi udah menolak tapi dia terus memaksa."

Inung pun tertawa pelan. "Pantas aja dia kabur," ucapnya seperti merasa lucu.

"Memangnya kenapa, Mbak Inung? Kenapa Mas Abi harus kabur seperti itu?" Emily bertanya tak mengerti.

"Sinta itu naksir sama Abian. Cinta mati sejak dia masih remaja dulu. Tapi Abian selalu menolaknya. Abian nggak suka sama perempuan yang genit dan agresif seperti dia." Inung menyahuti sambil tersenyum.

Emily pun mengangguk, mengerti dengan sikap dingin Abian tadi pagi.

"Pantas saja Mas Abi bersikap cuek sama dia. Tapi dia seperti nggak peduli. Dia terus memaksa untuk membawakan makan siang untuk Mas Abi," kata Emily kemudian.

"Memang begitulah Sinta. Sudah bertahun-tahun dia mengejar Abi. Nggak bosan, nggak malu, padahal semua orang sampai tahu kalau dia tergila-gila sama Abi seperti itu."

"Mungkin cintanya sungguh-sungguh, Mbak Inung. Buktinya tadi pagi dia tetap tersenyum meski pun Mas Abi sudah bersikap dingin dan terus menolak pemberiannya. Saya sampai heran kenapa dia nggak tersinggung dengan penolakan Mas Abi itu."

Tawa Inung pun berderai. "Itulah yang membuat Abian stres menghadapi perempuan yang satu itu. Penolakan seperti apa pun, seperti nggak mempan sama dia. Dia pasti akan datang dan datang lagi. Nggak peduli Abian udah cemberut sebal sama dia."

"Wah, berarti siang ini saya bakalan makan enak lagi, nih," celetuk Dion yang rupanya ikut mendengarkan obrolan Inung dan Emily.

"Huh?" Emily menatap Dion tak mengerti.

"Biasanya, kalau Sinta mengantarkan makan siang untuk Abian, Abian nggak pernah mau memakannya. Nah, dari pada mubazir nggak ada yang makan, maka Dion-lah yang menampung makanan itu dalam perutnya," kata Inung menjelaskan yang segera disusul oleh derai tawa Dion dari dalam.

Emily ikut tertawa. "Pantas aja Dion senang. Dia bakalan dapat rezeki nomplok siang ini."

"Apa lagi masakan Mbak Sinta itu enak. Saya bisa makan banyak siang ini," kata Dion menyahuti.

"Gratis lagi," timpal Inung hingga mereka tertawa bersama.

Ternyata benar, beberapa menit kemudian Sinta datang dengan membawa rantang makanan untuk Abian. Perempuan genit itu berdandan rapi dengan riasan make up yang cukup tebal. T-shirt yang dipakainya sedikit ketat membungkus tubuhnya yang kurus. Tapi nampaknya dia sangat percaya diri dengan penampilannya itu. Dia tersenyum lebar pada Inung yang menyambut kedatangannya.

"Mas Abi mana, Mbak Inung? Saya bawakan makan siang khusus untuk dia," kata Sinta sambil mengedarkan pandangannya mencari Abian.

"Abian nggak ada. Dia lagi ke bengkel sebentar," sahut Inung segera.

Wajah Sinta tampak kecewa. Dia melangkah masuk ke dalam toko dan meletakkan rantang yang dibawanya di atas meja.

"Kok, Mas Abi nggak nungguin saya datang dulu?" ucapnya dengan nada kecewa.

"Nggak usah kecewa begitu. Taruh aja makanannya di situ. Nanti juga Abian kembali kemari, kok. Biar nanti saya sampaikan pada Abian pemberian kamu itu," kata Inung menyahuti.

Sinta berdecak pelan. Lalu dia duduk dengan wajah yang cemberut.

"Saya mau tunggu Mas Abi aja. Saya mau lihat Mas Abi makan masakan saya," kata Sinta kemudian.

"Untuk apa nunggu Abi? Kalau dia lama, gimana? Mending kamu pulang aja. Yang penting makan siangnya sampai ke tangan Abi, kan?" kata Inung berusaha mengusir Sinta secara halus.

Sinta diam tak menyahut. Dia tetap duduk di kursinya seperti enggan untuk pulang. Lalu seperti baru menyadari kehadiran Emily di situ, Sinta pun memusatkan pandangannya pada gadis asing yang tadi pagi ditemuinya di rumah Abian.

"Kamu sebenarnya siapanya Mas Abi, sih? Dari tadi pagi pertanyaan saya belum kamu jawab." Sinta melanjutkan pertanyaan yang tadi pagi dilontarkannya pada Emily.

"Saya Emily." Kembali Emily menjawab dengan jawaban yang sama.

"Ya, saya tahu kamu Emily. Kan, tadi pagi kamu udah bilang kalau nama kamu itu Emily. Tapi yang saya tanya, kamu itu siapanya Mas Abi?"

"Calon istrinya Mas Abi, Mbak Sinta," celetuk Dion hingga membuat Sinta dan Emily tersentak kaget.

Sinta pun menatap Emily tajam. Ada rasa tidak percaya, juga cemburu di dalam hatinya. Dia lekat menatap Emily yang berdiri tak jauh darinya dengan sikap canggung. Sementara Dion yang melihat tatapan cemburu Sinta itu cuma tersenyum tanpa meralat ucapannya tadi. Dibiarkannya Sinta terbakar cemburu. Perempuan yang sudah lama tergila-gila pada Abian itu memang selalu cemburu jika ada perempuan lain yang mendekati Abian.

"Apa benar kamu calon istri Mas Abi?" tanya Sinta dengan sorot mata yang tajam.

Emily diam tak menjawab pertanyaan itu. Dia sedikit kesal mendapat tatapan tajam dari Sinta.

"Itu nggak benar, kan? Mas Abi nggak bilang apa-apa tadi pagi." Sinta berusaha untuk tidak mempercayai kata-kata Dion itu.

"Kamu tanya aja langsung sama Mas Abi," sahut Emily sebal.

Sinta cepat menoleh pada Inung. "Semua itu nggak benar kan, Mbak Inung?" tanyanya.

Inung menghela napas panjang. "Saya nggak tahu harus jawab apa," sahutnya pelan.

"Jawab yang sebenarnya, Mbak Inung," desak Sinta.

"Bukan. Emily hanya teman." Akhirnya Inung menjawab jujur.

"Tapi kenapa tadi Dion bilang calon istri?"

"Dion yang bicara. Tanyakan aja sama dia," sahut Inung lagi.

Sinta pun menoleh pada Dion yang sedang mengeluarkan roti dari panggangan. Tapi dia tak melontarkan pertanyaan apa-apa pada pemuda itu. Dia tampak gusar. Meski tak percaya kalau Emily adalah calon istri Abian, tapi rasa cemburu sudah menguasai hati perempuan muda itu. 

Kemudian pandangan Sinta pun kembali tertuju pada Emily. "Saya nggak tahu kamu itu sebenarnya siapa. Tapi saya rasa nggak sepantasnya kamu tinggal di rumah Mas Abi, kecuali kalau kamu udah resmi jadi istrinya," kata Sinta pada Emily.

"Itu urusan Mas Abi, bukan urusan kamu!" Emily cepat menyahuti.

"Saya rasa sudah menjadi urusan saya juga sekarang! Karena di kampung ini, nggak boleh ada perempuan yang menginap di rumah laki-laki seperti itu. Apa lagi laki-lakinya hidup sendirian seperti Mas Abi," kata Sinta lagi, didorong oleh rasa cemburu.

"Tapi saya udah izin Pak RT untuk menginap sementara di rumah Mas Abi," sahut Emily lagi.

"Oh ya? Kita lihat aja nanti!" kata Sinta sambil bergegas berdiri dan melangkah pergi.

"Tunggu dulu, Sinta! Apa maksud kamu bicara begitu?" Inung berusaha menahan Sinta. Tapi Sinta terus berjalan cepat tak menghiraukan panggilan Inung itu.

Inung dan Emily pun hanya bisa mengikuti kepergian Sinta itu dengan pandangan mata mereka. Mereka tahu, Sinta akan membuat masalah.

"Keisenganmu berbuntut panjang, Dion. Sinta pasti akan membuat masalah. Jika Sinta bisa menggerakkan orang satu kampung, Pak RT pun nggak bisa berbuat apa-apa," kata Inung pada Dion yang cuma bisa berdiri bengong.

"Apa Sinta akan menggerakkan orang kampung untuk mengusir saya?" tanya Emily cemas.

"Berdoa aja semoga dia nggak melakukan itu, Emily," sahut Inung berharap.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Pudjiwanti
terima kasih...di lanjut ya...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Suami Biasa   Terusir

    Emily duduk di ruang tamu Abian dengan lemas. Perasaan kesal dan bingung berjejal di hatinya hingga membuatnya ingin menangis. Oh, bagaimana ini? Barusan Pak RT datang dan menyampaikan kabar tentang keberatan warga atas kehadirannya di rumah Abian sebagai tamu yang menginap. Mereka protes. Ini tidak pantas, katanya. Masyarakat di sini menganggap tabu tentang semua ini. Tidak boleh gadis menginap di rumah seorang perjaka. Apa lagi si perjaka hidup sendirian. Itu dalih mereka untuk meminta Emily pergi.Di hadapan beberapa orang ibu yang ikut datang, Emily telah berusaha menjelaskan kalau Abian tak tinggal di rumahnya selama dia berada di sana. Tapi mereka tak mau menerima penjelasan itu. Mereka bilang tak ada yang bisa menjamin jika Abian benar-benar tak tidur di sana. Oh, tuhan! Emily gusar mendengar semua itu. Kenapa mereka begitu senang berprasangka buruk terhadap orang lain? Kenapa tak bisa percaya kalau Abian benar tak tidur satu atap dengan dirinya?Melawan para ib

    Last Updated : 2021-03-25
  • Bukan Suami Biasa   Ke Rumah Monik

    Emily keluar dari rumah Abian pagi-pagi benar. Inung bilang memang sebaiknya begitu. Agar dia tak perlu bertemu dengan ibu-ibu penggosip yang menginginkan kepergiannya. Emily menurut. Rasanya memang sebaiknya tak bertemu dengan mereka. Sebab Emily pasti akan merasa risih nanti. Alangkah tak enaknya jika ada sekelompok orang yang berbisik-bisik di depan kita dan kita tahu jika yang mereka bicarakan itu adalah kita. Oh, benar-benar menyebalkan!Akhirnya, disaat langit belum diterangi oleh cahaya mentari, Emily pun pergi. Tujuannya adalah rumah Monik, sahabatnya. Dan seperti kemarin, Emily diantarkan oleh Adam. Abian yang meminta Adam untuk mengantarkannya pulang. Hm, rupanya dia sungguh mengkhawatirkanku, pikir Emily sedikit senang. Entahlah, mungkin rasa senang yang tak beralasan. Tapi Emily selalu merasa seperti itu tiapkali Abian memberikannya sedikit perhatian.Ketika Emily pergi tadi, Abian dan Inung mengantarkannya sampai ke depan rumah. Inung banyak berpesan, member

    Last Updated : 2021-04-01
  • Bukan Suami Biasa   Bertemu Monik

    Emily duduk diam di sofa ruang tamu Monik. Segelas minuman dingin dipegangnya erat-erat hingga embun dinginnya membasahi telapak tangannya. Emily menikmati rasa dingin itu. Digerakkannya jari jemarinya hingga embun yang menempel di gelas itu mengalir perlahan di sela-sela jarinya. Semua itu dilakukannya untuk menutupi rasa gugup yang menyelimuti hatinya. Ya, rasa gugup yang mengganggu. Bahkan sudah menguasai hatinya sebelum pertanyaannya untuk Monik dia lontarkan.Sementara itu Monik sedang sibuk menghidangkan aneka macam kue dan biskuit untuk Emily. Dia mondar-mandir membawa toples kue juga piring-piring berisi aneka kue basah yang Emily tahu kalau semua itu bukanlah hasil buatannya. Monik tak pandai memasak. Bahkan masuk dapur pun dia tak suka. Yah, sebelas dua belas-lah dengan Emily. Sama-sama perempuan yang tidak bisa memasak dan tak suka dapur. Tapi doyan ngemil. Karena itulah selalu tersedia kue dan berbagai macam jenis camilan di rumah.Sambil terus memegang gel

    Last Updated : 2021-04-03
  • Bukan Suami Biasa   Aku Ingin Mati

    "Gue kecewa, Nik...," lirih Emily sedih."Tenangin dulu hati lo, Mil. Lo jangan berpikiran orangtua lo nggak peduli sama perasaan lo. Karena itu nggak mungkin. Lo juga anak mereka. Mereka pasti sayang sama lo," kata Monik sambil menggenggam tangan Emily.Emily menggeleng pelan. "Kalau mereka peduli sama perasaan gue, mestinya mereka ngejauhin Kak Sandra dan Tomy dari gue. Karena hidup satu atap dengan mereka pasti akan bikin hati gue tambah hancur. Tapi nyatanya mereka malah meminta Kak Sandra dan Tomy untuk tinggal di sana. Lo bisa bayangin gimana perasaan gue?"Monik terdiam. Dia bisa merasakan bagaimana pedihnya hati Emily. Rasanya Monik ingin ikut menangis bersama dengan sahabatnya itu. Tapi itu tak mungkin dia lakukan. Monik harus bisa membuat Emily menjadi kuat. Bukannya malah membuat Emily lebih terhanyut lagi dalam kesedihannya itu."Ya, Mily. Gue ngerti gimana perasaan lo. Tapi gue harap lo nggak terus hancur seperti ini. Jangan peduliin kebahagi

    Last Updated : 2021-04-07
  • Bukan Suami Biasa   Satu Jalan Keluar

    Adam menatap Emily tak percaya. Sedangkan gadis cantik itu masih terus menangis dengan tubuh yang terasa lemas. Perlahan Adam menyentuh pundak Emily hingga gadis itu menoleh dan menatap Adam dengan matanya yang basah."Kenapa seperti ini, Neng Emily?" tanya Adam trenyuh.Emily tak menyahut. Dia cuma menatap Adam sambil terisak."Bapak kenal dengan gadis ini?" tanya seseorang pada Adam.Adam mengangguk. "Ya. Gadis ini..., kerabat saya," sahutnya.Lalu orang yang bertanya menoleh pada Emily dan melontarkan pertanyaan yang serupa."Kamu kenal dengan bapak ini? Apa benar bapak ini kerabatmu?"Emily mengangguk pelan."Ya sudah kalau begitu cepat dibawa pulang saja, pak. Jangan dibiarkan dia pergi sendirian. Nanti dia berbuat nekat lagi," nasihat orang yang bertanya tadi.Adam mengangguk. "Terima kasih atas pertolongannya, bapak-bapak semua," ucapnya pada orang-orang yang tadi telah menolong Emily.Kemudian Adam kembali

    Last Updated : 2021-04-10
  • Bukan Suami Biasa   Awal Pernikahan

    Pernikahan itu berlangsung tanpa sebuah pesta. Bahkan tanpa dihadiri oleh orang banyak. Abian hanya mengundang Pak RT Karim dan beberapa orang yang dituakan di kampung itu. Sebuah pernikahan dadakan pun terjadi tanpa hambatan apa-apa. Pagi itu Abian dan Emily pun resmi menjadi sepasang suami istri.Inung dan Adam menyambutnya dengan penuh suka cita. Meski hanya sebuah pernikahan di atas kertas, tapi mereka berharap setidaknya pernikahan itu akan menghapus bisik-bisik buruk tentang Abian yang selama ini terus berkembang di kampung mereka. Sebab telinga Inung sudah lelah mendengar gosip tak benar tentang sepupunya itu. Dan sekarang Inung berharap semoga pernikahan ini bisa membungkam mulut-mulut tajam ibu-ibu yang tak bertanggungjawab itu hingga gosip itu pun akan menghilang dengan sendirinya.Benarkah Abian menikah? Rupanya benar ada hubungan istimewa antara Abian dengan Emily! Itu, buktinya mereka menikah hari ini! Jadi Abian itu bukan jeruk makan jeruk, ya? Ah, dia cu

    Last Updated : 2021-04-14
  • Bukan Suami Biasa   Sebuah Perhatian

    Emily terbangun dari tidurnya saat matahari belum memancarkan cahayanya. Dengan malas dia menggeliat, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Oh, Emily merasakan seluruh tubuhnya sakit. Nyeri dan pegal! Kenapa ini? Apa karena beberapa hari ini dia lelah mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga yang belum pernah dia kerjakan sebelumnya? Ya ampun! Emily merasa remuk!Aahh, Emily merintih pelan saat mencoba untuk bangun. Bagaimana dia bisa mengerjakan semua pekerjaan itu kalau badannya begini? Mungkin hari ini tak perlu mengepel lantai, cukup menyapu saja. Mungkin hari ini juga tak perlu mencuci dan menyetrika. Toh, baju bersih di lemari masih banyak. Dan mungkin hari ini tak perlu mencoba memasak dulu. Rasa masakannya pun selalu tak karuan. Tak layak untuk dimakan!Hari ini aku ingin istirahat.... rintih hati Emily. Sekadar menghabiskan waktu di depan televisi atau santai di atas kasur. Pasti rasanya nikmat tak harus bergumul dengan berbagai macam pekerjaan ya

    Last Updated : 2021-04-16
  • Bukan Suami Biasa   Kedatangan Sinta

    Menjelang siang Emily duduk di ruang tamu sambil memijit-mijit pelan kakinya yang sakit. Hm, sudah jauh lebih baik dari pada tadi pagi. Rasanya sudah bisa untuk dipakai beraktivitas, mengerjakan sedikit pekerjaan rumah. Tapi mengerjakan apa, ya? Dapur sudah rapi dibersihkan Abian tadi pagi. Memasak tidak boleh karena siang ini Abian akan pulang membawakan makan siang untuknya. Lantas apa? Mencuci pakaian? Menyetrika? Ah, besok sajalah. Dan akhirnya, Emily kembali duduk santai di tempatnya tanpa melakukan pekerjaan apa-apa.Tiba-tiba sebuah ucapan salam terdengar dari teras rumah. Emily mengangkat kepalanya melihat ke arah pintu. Tak lama wajah Sinta muncul. Perempuan yang pernah menyebabkan Emily terusir dari rumah Abian itu pun tanpa perasaan bersalah berdiri di depan pintu sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Cari siapa? Saya ada di sini," kata Emily tak senang dengan sikap Sinta yang dirasanya tak sopan."Mas Abi ke toko?" tanya Sinta tak peduli de

    Last Updated : 2021-04-21

Latest chapter

  • Bukan Suami Biasa   Berakhir Dengan Indah

    <span;>Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumah ini masih tetap sama seperti ketika dia tinggalkan dulu. Masih tetap bersih dan terasa sejuk. Sungguh nyaman dan mendamaikan. Dengan perasaan haru Emily pun tersenyum. Tanpa dia sadari, telah banyak kenangan terukir di rumah ini. Rumah ini adalah saksi dari perjalanan cintanya bersama Abian. Juga tentang bagaimana dia berubah dari seorang gadis kaya yang manja, menjadi seorang perempuan sederhana yang pandai mengurus rumah. Ah, Emily merindukan rumah ini. Dan sungguh saat ini dia bahagia bisa kembali kemari. <span;>Ketika itu, Abian yang baru kembali dari kamar untuk menidurkan Amanda di ranjangnya pun tersenyum melihat tingkah Emily yang berdiri di tengah ruangan sambil mengedarkan pandangan. <span;>"Selamat datang, ratuku," katanya sambil menatap Emily dengan romantis. Pagi itu memang mereka baru saja sampai. Dan Abian tahu kalau Emily merindukan rumah ini. <span;>

  • Bukan Suami Biasa   Akhir Sebuah Masalah

    <span;>Pagi itu Abian baru saja terjaga dari tidurnya ketika didengarnya suara ponsel yang berdenting pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Abian mengambil ponsel itu dengan malas. Siapa yang menghubunginya pagi buta begini? Dengan mata yang masih mengantuk dia pun berusaha memfokuskan pandangannya pada layar hp. <span;>Emily?! Abian tersentak bagai terkena aliran listrik. Dia pun segera duduk dan membaca pesan itu. 'Mas Abi sayang, nanti malam datang ke sini ya. Ada yang harus kita bicarakan.' <span;>Abian tercekat. Sekali lagi dia membaca pesan itu untuk meyakinkan dirinya kalau isi pesan yang dibacanya memang benar seperti itu. Tapi..., Emily memanggil sayang? Ah, Abian jadi merasa bingung. Bukankah istrinya itu sedang marah padanya? Sedang marah, tapi memanggil sayang? <span;>'Ya, Mily sayang. Saya akan datang nanti malam. Tapi ada apakah?' <span;>'Nggak bisa saya bicarakan di telepon, mas. Pokoknya Ma

  • Bukan Suami Biasa   Jebakan Tomy

    <span;>Esok sore, di jam yang sama, Sandra mengetuk pintu kamar Nadya yang tertutup rapat. Tak menunggu lama, pintu kamar itu pun terbuka. Wajah Nadya sedikit bingung karena tak biasanya Sandra mengetuk pintu kamarnya seperti ini. <span;>"Ya, Mbak Sandra, ada apa?" tanya Nadya segera. <span;>"Apa kamu sedang sibuk? Saya ingin minta tolong sebentar," jawab Sandra dengan sikap yang sewajarnya. <span;>"Minta tolong apa, mbak?" <span;>"Tomy datang ingin bertemu dengan Rangga. Tapi Rangga baru saja tidur. Sekarang dia sedang menunggu di teras belakang. Mau kamu menemani dia sebentar? Kamu kan tahu kalau saya atau Mily tidak mungkin menemani dia? Hubungan kami belum baik sampai sekarang." <span;>Nadya pun mengangguk hingga membuat Sandra merasa lega. Lalu tanpa curiga Nadya segera berjalan menuruni tangga menuju ke teras belakang dimana Tomy sedang duduk melamun sendirian. <span;

  • Bukan Suami Biasa   Rencana Tomy

    <span;>"Rasanya sulit untuk percaya kalau Abian berbuat seperti itu, Mily," kata Sandra pada Emily di sore itu. <span;>Emily pun menoleh menatap Sandra untuk beberapa saat. "Jadi kakak percaya pada cerita Mas Abi?" tanyanya sedikit terkejut. <span;>"Percaya seratus persen sih tidak. Tapi kakak melihat pribadi Abian selama ini dan Abian yang diceritakan oleh Nadya, kok, sepertinya bertolak belakang sampai seratus delapan puluh derajat. Coba kamu ingat bagaimana bertanggungjawabnya dia selama ini sebagai suamimu. Juga bagaimana dia berkorban demi memenuhi keinginanmu untuk bisa kuliah lagi. Dia sampai mau mengojek sampai malam, Mily. Dan coba kamu ingat lagi bagaimana dulu Abian tetap bertahan untuk tidak menyentuhmu hanya karena menunggu restu dari papa dan mama. Kamu sudah sah menjadi istrinya ketika itu. Kalian pun tinggal bersama dalam satu rumah. Tapi dia bertahan, Mily. Dia tidak menyentuhmu sampai restu itu dia dapatkan. Jadi, aneh rasa

  • Bukan Suami Biasa   Pertemuan Tiga Lelaki

    <span;>"Seorang saksi? Bagaimana mungkin lo bisa menghadirkan seorang saksi, Bi? Siang itu cuma ada lo dan Nadya aja kan di sana?" kata Inung dengan nada bingung. <span;>"Gue juga bingung, Nung. Tapi tanpa kehadiran seorang saksi yang bisa membenarkan cerita gue, Emily akan tetap berpikir kalau gue yang salah. Atau jangan-jangan...." <span;>"Jangan-jangan apa?" <span;>"Atau jangan-jangan dia sengaja berbuat begitu biar dia bisa dekat dengan teman laki-lakinya itu tanpa ada yang menghalangi?" <span;>"Apa iya seperti itu, Bi?" tanya Inung sedikit ragu. <span;>Abian mendesah gelisah. "Gue memang nggak mau nuduh secara langsung sama dia. Tapi bagaimana pun rasa curiga itu tetap ada." <span;>"Semoga rasa curiga lo itu salah, Bi," harap Inung. <span;>"Sore ini gue mau datang lagi ke sana, Nung. Gue kangen banget sama Amanda," kata Abian kemudian. <span;>"Ya, gue ngerti per

  • Bukan Suami Biasa   Jalan Buntu

    <span;>Beberapa hari telah berlalu. Abian masih tetap berusaha sabar untuk tidak menemui Emily, meskipun kerinduannya pada Emily dan Amanda terasa begitu menyesakan dada. Abian tak dapat tidur, juga tak enak makan. Hari-harinya diisi dengan gelisah. Tak ada yang lain yang mengisi kepalanya selain istri dan putrinya itu. Tapi jika dia datang sekarang, apakah Emily sudah bisa diajak bicara? <span;>"Gue udah nggak bisa nahan rasa kangen gue, Nung. Gue juga nggak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut seperti ini. Gue harus menemui Emily sekarang," kata Abian pada Inung di pagi ini. <span;>"Rasanya memang udah saatnya kalian selesaikan masalah ini. Lo udah kasih waktu untuk dia selama beberapa hari ini. Sekarang saatnya dia dengarkan penjelasan dari lo, Bi. Emily nggak boleh cuma dengar cerita dari satu pihak aja. Dia juga harus mau dengar cerita dari lo," sahut Inung. <span;>"Gue nggak ngerti kenapa Emily bisa termakan cer

  • Bukan Suami Biasa   Beri Dia Waktu

    <span;>Abian mengulangi pertanyaannya hingga beberapakali. Tapi jawaban dan reaksi Emily tetap sama. Dia tetap berseru meminta Abian untuk pergi dengan wajah yang menyiratkan rasa marah dan kecewa. Abian jadi semakin bingung. Dia tak tahu harus berbuat apa hingga hanya bisa mematung di tempatnya berdiri. Emily seperti tak bisa diajak bicara. Dia terlalu histeris dalam tangis dan kemarahannya. <span;>"Tenang dulu, Mily. Coba jelaskan dulu pada saya ada apa ini sebenarnya? Saya benar-benar nggak ngerti kenapa kamu bersikap seperti ini pada saya?" kata Abian bingung. <span;>"Tanya pada diri Mas Abi sendiri, apa yang sudah Mas Abi lakukan?!" sembur Emily marah. <span;>"Apa yang sudah saya lakukan?" Abian tak mengerti dengan perkataan Emily. "Memangnya apa yang sudah saya lakukan, Mily?" <span;>"Mas yang lebih tahu apa yang sudah Mas lakukan! Dasar laki-laki jahat! Saya benci Mas Abi!" Histeris Emily semakin me

  • Bukan Suami Biasa   Menjemput Emily

    <span;>Sore itu Abian bergegas pulang. Dia ingin mendengar cerita Emily tentang pertemuannya dengan Nadya tadi siang. Abian khawatir terjadi keributan antara Emily dan adik sepupunya itu. Meski Abian tahu kalau Nadya tak akan berani membangkitkan rasa cemburu Emily, tapi tetap saja hati Abian tak tenang membayangkan kedua perempuan itu bertemu dan bicara tentang alasan Nadya meninggalkan rumah mereka dengan cara seperti itu. <span;>Motor Abian berhenti di depan pintu pagar rumahnya. Dia melihat ke arah rumahnya yang sepi. Bahkan jendela pun tertutup rapat. Sepertinya Emily belum pulang. Abian pun berpikir sejenak. Apakah sebaiknya dia menunggu Emily di rumah saja, atau kembali ke toko dan pulang ke rumah lagi nanti? Hm, rasanya lebih baik kembali saja ke toko. Nanti sebelum maghrib, barulah pulang menemui Emily. <span;>Abian pun segera memutar motornya dan melajukannya kembali ke toko. Dan ketika dia memasuki halaman parkir di depan tokonya,

  • Bukan Suami Biasa   Terguncang

    <span;>"Nggak mungkin!" seru Emily pelan. "Nggak mungkin Mas Abi melakukan itu!" <span;>"Saya tahu Mbak Mily tidak akan percaya dengan cerita Saya. Karena itulah saya memilih pergi dan diam," kata Nadya dengan ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. <span;>"Oh!" Emily kembali terpekik pelan. Benarkah itu? Benarkah suaminya melakukan perbuatan serendah itu? Rasanya ingin tak percaya, tapi raut wajah Nadya sepertinya tidak main-main. Tampaknya dia tidak sedang bercanda, apa lagi berdusta. <span;>"Maafkan saya, Mbak Mily. Saya tidak tahu kalau selama ini Mas Abi memiliki perasaan yang lain terhadap saya. Andai saja saya tahu, pasti saya tidak akan tinggal di rumah Mbak Mily. Saya pikir, selama ini Mas Abi cuma menganggap saya sebagai adik. Tapi ternyata tidak seperti itu." <span;>"Tapi Mas Abi bukan laki-laki seperti itu, Nadya!" Emily masih mencoba untuk percaya pada kesetiaan suaminya. <span;&

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status