Bagas terhenyak mendengar permintaan Armila. Dia tatap lekat wajah cantik Armila seraya berkata, “Dek, orang tua Mas ada di Yogya. Ibu Mas sedang sakit. Jadi nggak mungkin kalau Mas ajak ke Jakarta.”“Ya sudah, aku yang ke Yogya. Aku akan ajukan cuti mendadak. Besok kita ke Yogya, bagaimana?” usul Armila.Bagas tampak gusar. Dia menghela napas panjang dan mengusap kasar wajah manisnya.“Bagaimana kalau kita video call ibuku dulu saja. Sama saja kan itu. Intinya kan kamu kenalan sama ibuku. Bilang saja kalau kamu calon menantunya, ya,” ucap Bagas dengan tatapan memohon.“Calon menantu? Aku kan belum menerima lamaran kamu, Mas. Aku kan tadi bilang, kalau mau kenalan dulu sama orang tua kamu. Barulah setelah itu, aku bisa jawab lamaran kamu tadi,” sahut Armila serius.“Iya, iya deh. Jadi nggak apa ya kalau video call dulu saja. Nanti kalau kita sudah menikah, Mas ajak kamu untuk ketemu sama ibuku, ok,” cetus Bagas dengan senyuman. Berharap kalau Armila menganggukkan kepala sebagai jawaba
“Itu bukan bisnis, Pak. Itu memang cara Pak Bara untuk memperlancar proposal proyeknya. Untuk bukti yang akurat, segera saya dapatkan. Karena saya sedang berusaha membujuk si wanita yang menjadi alat untuk kelancaran proyeknya Pak Bara,” sahut Irwan kalem.“Wanita? Siapa dia?” tanya Bagas yang semakin penasaran.Irwan terdiam sejenak. Dia membuang napasnya kasar, dan menatap Bagas dengan tatapan cemas.“Kenapa, Wan? Ayo, cepetan jawab!”“Dia...Santi, Pak.”“Apa? Santi? Kok bisa?” tanya Bagas dengan kedua bola mata dan mulut yang terbuka sempurna.“Itu yang mau saya cari tahu, Pak. Santi saat saya dekati, selalu menghindar. Saat berhasil saya ajak bicara, dia nggak mau terus terang. Jadi saya harus cari cara lain agar bisa mengorek keterangan lebih jauh lagi dari dia, Pak,” sahut Irwan.“Ok, aku tunggu kabar selanjutnya. Jadi untuk acara lamaran nanti, kamu dan orang tua kamu tolong dampingi aku, ya. Oh iya, ini tolong serahkan ke ibu kamu. Tolong minta ibu kamu urus apa saja yang haru
“Mas, kamu serius? Jangan memaksakan diri. Aku nggak mau memberatkan kamu,” ucap Armila dengan suara pelan, dan dengan tatapan canggung pada Bagas. Merasa tak enak hati kalau terlalu memberatkan pria itu. Setahunya Bagas adalah seorang sopir taksi online, yang tentunya untuk mendapatkan uang ratusan juta harus penuh perjuangan.“Jangan khawatir, Dek. Mas ada tabungan kok. Jadi hari Senin nanti kamu izin datang siang ke kantor. Aku akan ajak kamu ke bank dulu untuk membuat deposito atas nama kamu,” sahut Bagas kalem.Armila untuk kedua kalinya merasa terperangah mendengar penuturan Bagas. Begitu juga dengan Arif dan Astuti.“Bagas, itu bukan uang palsu kan?” tanya Astuti dengan mata yang memicing.“Bukan, Bu. Kalau uang palsu, pasti nggak akan diterima oleh pihak bank. Itu uang asli. Kalau Ibu mau saya transfer uangnya sekarang, bisa kok. Ibu sebutkan saja nomor rekening Ibu atau nomor rekening Bapak, agar saya bisa transfer melalui mobile banking sekarang juga. Jadi saya tinggal mengu
“Selesai! Sudah aku kirim ya fotonya ke kamu,” ucap Armila, yang diangguki oleh Bagas.“Ok, thanks. Sekarang boleh minta tolong lagi nggak, Dek?”“Apa itu, Mas?”“Tolong foto yang tadi sudah kamu kirim ke aku, kamu teruskan kirim ke seseorang! Nama kontaknya, Irwan,” sahut Bagas, yang hanya menoleh sekilas ke arah Armila sebab tengah fokus mengemudi.Armila menghela napas panjang sambil menatap wajah Bagas dari samping.“Kenapa nggak dari tadi saja sih suruhnya, Mas? Tinggal kasih tahu nomornya si Mas Irwan. Jadi aku tadi bisa langsung kirim ke dua orang. Nggak bolak-balik begini.”Bagas terkekeh mendengar ucapan Armila yang lebih tepatnya disebut sedang menggerutu.“Kalau tadi kamu kirim langsung ke Irwan, nanti dia tahu dong nomor kamu, Dek. Sedangkan Mas nggak mau kalau sampai ada lelaki lain yang tahu nomor telepon kamu.”“Eh, bisa begitu sih? Aku ada lho nomor kontak teman-teman cowok, Mas,” sahut Armila dengan mata yang memicing.“Ya...kalau sudah terlanjur sih nggak apa. Lagian
Sementara itu di dalam mobil, si pengemudi mobil itu terus memperhatikan Bagas yang masih berkomunikasi via telepon.“Sepertinya dia mau mendekatiku. Aku harus segera pergi dari sini. Jangan sampai dia menginterogasi nanti. Yang penting aku sudah tahu lokasi kantor gadis itu,” gumam pria itu seorang diri.Di saat yang sama, sambungan telepon Bagas pun telah usai. Pria itu bergegas melangkah ke arah mobil, dan sigap mengetuk kaca jendela mobil sebelum kendaraan roda empat itu bergerak meninggalkan tempat tersebut.“Buka kaca jendelanya! Saya ingin bicara dengan Anda!” ucap Bagas sembari terus mengetuk kaca jendela mobil.Pria penguntit itu pun mau tak mau menuruti titah Bagas, karena dia melihat situasinya tak mendukung apabila dia melarikan diri sekarang. Di sekitar tempat itu mulai banyak lalu lalang kendaraan roda dua, yang membuatnya tak bisa langsung tancap gas.“Ada apa, Pak?” tanya pria itu setelah kaca jendela mobil dibuka.“Ada maksud apa Anda mengikuti saya dari tadi? Apa say
Akad nikah berjalan dengan lancar dan khidmat. Kini Bagas dan Armila telah resmi sebagai pasangan suami istri yang sah, secara hukum negara maupun agama.Setelah acara ijab kabul selesai, Armila dan Bagas mendapat ucapan selamat dari para tamu undangan.“Wah, pengantin baru selamat ya, semoga samawa,” sahut salah seorang tetangga Armila.“Terima kasih, Bu,” sahut Armila dan Bagas kompak.“Boleh ya kapan-kapan kalau naik taksinya dapat diskon. Kita kan sekarang jadi tetangga, boleh dong harusnya,” celetuk tetangga Armila yang lainnya.Wajah Armila yang semula semringah, kini berubah pias. Dia hanya diam saja sambil menghela napas.Bagas yang menyadari perubahan di wajah sang istri, langsung menggenggam erat jemarinya. Dia tersenyum dan lantas memberi tanggapan atas ucapan tetangga Armila itu.“Soal diskon sih itu bisa diatur, Bu. Kita sebagai tetangga kan memang harus saling membantu. Selain membantu masalah finansial dengan diskon, juga membantu menjaga hati.”Wanita tetangga Armila i
“Eh, maaf ya, Dek. Niat Mas mau tepuk nyamuk yang ada di lengan kamu. Malah kamu tepis tangan Mas. Jadi begini deh akhirnya. Nggak sengaja juga jatuhnya pas di sini.” Bagas berkata sambil menunjuk ke dada Armila.“Hm...nggak tahu juga ini memang nggak sengaja atau akting kamu saja, Mas. Memangnya ada nyamuk tadi, ya? Aku nggak berasa tuh kalau sedang digigit nyamuk,” sahut Armila dengan kedua bola mata yang merotasi.“Beneran lho kalau tadi itu nggak sengaja, Dek. Niatnya memang supaya kamu nggak digigit nyamuk. Sayang kan kalau lengan kamu ada bintik merah bekas gigitan nyamuk,” sahut Bagas dengan tersenyum penuh arti.“Kenapa senyum-senyum?” tanya Armila dengan mata memicing.Bagas terkekeh dan kemudian berlalu dari hadapan Armila. Membuat wanita itu penasaran.“Mas...kenapa malah ketawa dan pergi sih?”“Aku ngantuk, Dek. Kamu juga pasti ngantuk dan capek kan. Lebih baik sini deh, tidur,” sahut Bagas setelah tawanya reda.Armila berdecak sebal karena Bagas tak mau menjawab pertanyaa
“Ada apa, Mas?” tanya Armila mengulangi ketika Bagas tak menjawab pertanyaannya tadi.“Eh, itu. Mobil itu mau masuk ke rumah ini. Kita ikut masuk nantinya, ya,” sahut Bagas menoleh sekilas pada sang istri, lalu kembali lagi menatap mobil mewah itu, yang kini sudah berhenti tepat di depan pintu gerbang.Klakson mobil mewah itu terdengar nyaring. Membuat pintu gerbang dibuka oleh penjaga rumah mewah tersebut. Melihat itu, Bagas pun lantas melajukan mobil mengikuti mobil mewah tersebut dari belakang. Tak lupa kaca jendela dia buka agar si penjaga rumah tahu, bahwa dirinya yang datang.“Oh, Mas Bagas toh. Kirain siapa? Soalnya beda mobilnya dari yang biasa,” ucap si penjaga rumah dengan senyuman ketika melihat Bagas.Tatapan Armila tak lepas dari wajah sang suami. Hatinya kini penuh dengan tanya, apa kaitannya sang suami dengan penghuni rumah tersebut.“Mas, aku perlu penjelasan darimu ya tentang semua ini. Aku nggak mau menebak-nebak,” ucap Armila, ketika mobil sudah berhenti di halaman