Ashera sama sekali tidak menyangka kalau dia akan menjadi tawanan di rumah itu. Dia pikir setelah sarapan akan pergi ke rumah sakit setelah mengucapkan rasa terima kasihnya. Ternyata apa yang dilakukan Arion tidak pernah dia pikirkan.
Ashera bahkan berpikir bila Arion bukan menganggapnya sebagai Aleysa karena setelah dia membuka mata, pria itu bersikap dingin padanya. Seharusnya bila Arion mengira dirinya adalah Aleysa, pria itu pasti khawatir melihatnya kesakitan."Atau ... jangan-jangan dia sudah tau kalau aku bukan Aleysa dan kita adalah saudara yang memiliki wajah mirip?"Pikiran Ashera melayang tidak karuan. Bukan masalah bila Arion mengetahui identitasnya yang asli, yang dia takutkan adalah Aleysa dan Kafi. Dia takut mereka menyakiti ibunya setelah Arion mengetahui bila Aleysa memiliki saudara dengan wajah yang mirip."Tidak, meski wajahku sama dengan Aleysa, tidak mungkin pria itu menduga bila malam itu yang tidur dengannya aku, bukan Aleysa."Ashera berp"Apa kau akan terus berdiri di sana dan membiarkan aku kelaparan?" Suara Arion berhasil membuat Ashera terbangun dari rasa gugup dan lamunannya.Ashera yang masih enggan menginjakkan kaki di dasar lantai karena merasa gugup oleh tatapan Arion dan memang dia tidak tau harus melakukan apa dan harus bersikap sebagai siapa, Aleysa-kah atau bersikap sebagai dirinya sendiri? Sapaan Arion membuat langkah Ashera berlanjut dan mendekati meja makan. Lagi-lagi langkah Ashera berhenti ketika telah dekat pada meja. Dia masih ragu, di mana dia harus duduk? Di sana ada empat kursi dengan Arion duduk di seberang dia berdiri. Dia bingung, apakah harus duduk di samping Arion atau di depan pria itu?Arion seperti patung pengamat. Setelah bebicara satu kalimat, dia tidak mengucapkan apa-apa lagi. Hanya bola matanya yang dingin dan lekat memperhatikan Ashera yang kikuk.Tidak mau terlihat bodoh dan gugup, Ashera menarik kursi yang ada di hadapan Arion, lalu duduk.Berhadapan dengan
Ashera benar-benar tidak menyangka bila Arion bukanlah pria yang bisa dipegang kata-katanya. Arion telah berjanji akan mengantarnya pulang, tapi kenyataannya, dia malah sudah pergi. Wajah berseri Ashera yang tadinya penuh dengan harapan akan bebas dan bertemu dengan ibunya, kini hilang sudah. Wajah itu layu dan penuh rasa kecewa. Ashera memutar kembali tubuhnya dengan tiada semangat sama sekali."Non!" panggil Iyem ketika melihat Ashera melangkah lemah hendak kembali ke kamarnya."Aku mau tidur lagi, Bi," jawabnya tanpa menoleh, apalagi menghentikan langkahnya.Tidur? Alasan Ashera jelas saja hanya alasan klasik, Iyem pun tidak akan percaya. Mana mungkin pagi-pagi begini ada yang akan kembali tidur?"Non, tuan Arion meminta maaf dan akan mengantarmu pulang malam nanti," ucap Iyem tidak peduli apakah Ashera akan mendengarkan atau tidak.Ashera menghentikan langkahnya, lalu menoleh melihat Iyem. Wajah Iyem terlihat menyayangkan apa yang terjadi padanya. Ashera
Arion terkejut saat pulang hampir tengah malam, saat melihat Ashera tidur di sofa. Dia tidak tau apa yang dilakukan oleh Ashera, tetapi dia merasa yakin bila Ashera menunggu kedatangannya dan mungkin menunggu janjinya."Tuan," sapa Iyem melihat Arion pulang."Hust!" Arion meletakkan jari telunjuk di depan bibir meminta Iyem diam agar tidak mengganggu tidur Ashera."Nona Aleysa menunggu Anda kembali. Saya telah mengatakan bila Anda akan terlambat pulang dan memintanya tidur di kamar, tapi dia tidak mau dan ingin menunggu Anda pulang," jelas Iyem menceritakan keras kepala Ashera menunggu Arion pulang dan menepati janjinya.Arion mengalihkan pandangnya pada Iyem, lalu meminta Iyem meninggalkan mereka dan istirahat.Arion berjalan mendekat. Ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah mengingkari janji untuk mengantarnya pulang setelah mendengar cerita Iyem tentang penantian Ashera. Sangat pelan Arion duduk di samping Ashera tanpa melakukan apapun, kecuali memandangi
Sebenarnya Ashera masih kesal pada Arion, hanya saja perasaan itu ditekan dalam-dalam. Dia masih harus berperan sebagai wanita penurut. Anggap saja dia masih berperan sebagai Aleysa, meski dia tidak yakin apakah saat ini Arion menganggapnya sebagai Aleysa atau sebenarnya Arion sudah tau kalau dia bukanlah Aleysa?Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ashera segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Melihat Iyem yang mengetuk, Ashera kembali ke tempatnya semula."Non, tuan Arion sudah menunggu di meja makan," ucap Iyem menjemput Ashera ke kamar."Iya, Bi," jawab Ashera sembari menyisir rambutnya.Setelah selesai merapikan diri dan membuat dirinya siap menghadapi tunangan Aleysa, Ashera segera keluar kamar untuk menemui Arion. Saat menuruni anak tangga, Arion menyambut kedatangannya dengan tatapan lekat. Kali ini Ashera tidak terlalu gugup seperti saat pertama Arion menggunakan tatapan yang sama untuk menyambutnya keluar dari kamar. Meski tidak dipung
"Dokter, bagaimana kondisinya?" Arion segera bergegas mendekati dokter yang memeriksa Ashera ketika dokter itu keluar dari ruang pemeriksaan.Dokter itu memperhatikan Arion sejenak, lalu bertanya, "Tuan-""Saya kekasihnya," jawab Arion cepat.Entah apa yang ada dalam pikiran Arion saat ini, tapi yang jelas jawaban ini keluar begitu saja dari mulutnya dan sama sekali tidak merasakan kesalahan.Dokter mengalihkan pandangnya pada Fathan. Tatapannya seolah mempertanyakan siapa Fathan?"Dia temanku." Arion mengerti arti tatapan dokter itu."Oooo." Bukan dokter yang kaget mendengar jawaban Arion, melainkan Fathan. Asisten Arion yang turut berdiri di samping Arion dan juga ingin mengetahui kondisi Ashera langsung membuka matanya lebar mendengar pengakuan Arion. Bahkan dia sampai menoleh dan langsung memperhatikan wajah Arion. Hanya saja perasaan itu tidak dapat disampaikan secara lisan. Melihat Arion cemas dan khawatir membuat Fathan menekan rasa herannya.
"Jangan banyak bergerak!" Tangan Arion langsung mengunci tubuh Ashera dengan menyentuh dan menekan kedua sisi pundak Ashera saat Ashera hendak bangun dari baringnya.Ashera tertegun dan terdiam, hanya bola matanya yang menatap lekat Arion. Ada ketegangan dalam wajahnya. Dada Ashera berdebar karena terkejut melihat kehadiran Arion juga kedekatan wajah mereka. terlebih karena perhatian yang diberikan Arion padanya. Mungkin ini bukan bentuk perhatian bagi Arion, tetapi bagi Ashera, ini hal yang tidak pernah dia dapatkan dari siapa pun.Keduanya saling bertukar pandang. Lambat laun Ashera menyadari bila tatapan Arion tidak menunjukkan bila dia memperlakukannya seperti memperlakukan Aleysa, terlebih saat Arion dengan cepat melepaskan tangan dari pundaknya dan tubuhnya tegak dengan sikap dingin."Dokter mengatakan kamu harus banyak istirahat," ucap Arion dingin tanpa melihat Ashera, mata Arion malah memperhatikan tetesan infus yang lambat.Ashera tidak menanggapi dengan u
"Apa ini untukku?" Mata Alesa berbinar saat memnbuka dan melihat hadiah yang diberikan Arion padanya."Ya, ini semua untukmu."Arion tersenyum, lalu berdiri dari duduknya dan berjalan memutar mendekati Aleysa.Saat ini mereka berada di sebuah restauran besar untuk makan, tetapi sebelum makan sembari menunggu pesanan mereka datang, Arion memberikan hadiah kalung pada Aleysa. Kalung itu memiliki liontin yang indah dari permata mahal yang dipesan khusus oleh Arion dari desainer perhiasan terkenal."Biar aku bantu pakai." Arion mengambil kalung itu dari tangan Aleysa.Aleysa dengan senang memberikannya dan membiarkan Arion mengenakan pada leher jenjangnya yang indah.Karena rambut Aleysa tergerai bebas, Arion harus menyingkirkan terlebih dahulu rambut Aleysa. Sangat pelan dan hati-hati Arion menyibak rambut panjang Aleysa. Matanya tidak berkedip saat menunggu tangannya bekerja."Kulitmu sangat mulus!" puji Arion sebelum benar-benar menyematkan kalung itu pada
Setelah mengantar Aleysa pulang, Arion bermaksud langsung pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya tertuju pada tanda lahir yang Aleysa miliki. Meski dia tidak mengingatnya dengan pasti karena malam itu di bawah pengaruh alkohol, tapi Arion tidak melihat atau merasakan punggung wanita yang menghabiskan malam dengannya memiliki tanda lahir."Apa mungkin?" Arion menghentikan dugaannya.Beberapa kali dengan cepat kepalanya menggeleng seolah ingin membuang pikiran buruk dan bukan-bukan dari otaknya."Tidak, tidak mungkin! Ini hanya pikiran konyol saja." Arion mengelak atas pikirannya sendiri.Setelah perjalanan lumayan jauh, Arion menoleh ke arah samping di mana tadi Aleysa duduk. Saat ingin kembali melihat ke depan, sekilas matanya melihat benda di atas jok, Arion kembali Arion menoleh."Dasar ceroboh!" gumam Arion melihat benda pipih di kursi.Arion yakin itu adalah milik Aleysa dan kemungkinan besar saat dia keluar mobil, ponsel itu jatuh hingga