Tokk ....Tokk ....Tokk ...."Alika, lo masih belum siap?" Via langsung menyusul Alika ke kamarnya karena acara sudah mau di mulai, tetapi Alika belum juga keluar dari kamar dan berbaur dengan yang lain."Aku gak nyaman pakai baju yang kalian siapkan. Tadinya aku pikir, aku hanya harus memakai baju yang pertama kalian kasih. Kenapa tiba-tiba diganti dan itu terlalu terbuka dan terlalu mini buatku. Aku gak nyaman, apalagi nanti jadi tontonan banyak orang," jelas Alika pada Via tanpa membukakan pintu kamar."Buka dulu pintunya, biarin gue masuk."Pintu kamar terbuka, lalu Via masuk ke dalam kamar Alika. Ia melihat Alika sudah mengenakan pakaiannya dan menurut dia tidak ada yang salah."Apa yang salah, fine aja. Itu cocok di badan lo.""Aku gak nyaman, aku gak terbiasa pakai baju begini.""Terus lo mau pakai baju apa? Lo gak liat gue juga pake baju yang sama kaya lo? Semua yang dateng ke pestanya Sela, ya pakaiannya juga sama cuma beda warna sama corak doang, kok. Lo harusnya berterimak
"Kenapa masuk lagi, Mas? Memangnya siapa yang datang? Orang tuanya Sela? Kenapa gak masuk? Atau malah orang tua kamu?" tanya Nindy yang sudah selesai memakai pakaiannya dan melihat Faiz yang kembali masuk ke dalam rumah tanpa mempersilahkan orang yang sudah membunyikan bell rumah."Tolong kamu pegang Arel sebentar, aku mau telepon Mama Feni untuk memastikan."Nindy langsung membawa Alika dalam gendongannya. "Memangnya siapa sih yang datang? Kok kamu kaya bingung gitu?""Katanya dia kakaknya Sela.""Kakak? Bukannya dia anak tunggal sama kaya kamu, Mas?""Makanya aku mau telepon Mama Feni sebentar. Jadi aku biarkan dia diluar dulu.""Ya sudah, kamu telepon dulu aja."Faiz langsung menekan nomor panggilan ibu mertuanya. Setelah beberapa saat menunggu, barulah telepon mereka tersambung."Hallo, Iz. Ada apa?""Mah, aku mau tanya sama Mama. Sekarang ada laki-laki bertamu ke rumah, sepertinya dia seumuran denganku. Lalu dia bilang kalau dia kakaknya Sela. Apa benar? Bukannya Sela anak tungga
Gery sesekali memukul kemudinya kala ia terjebak kemacetan karena hari itu memang akhir pekan, tak heran jika jalanan menuju puncak selalu ramai oleh orang yang akan berlibur.Hatinya merasa tidak tenang karena ia takut hal buruk akan terjadi pada Alika. Padahal Alika sama sekali tidak bersalah, Alika tidak tahu apa-apa tetapi harus menanggung konsekuensi dari Sela yang dibutakan oleh rasa cemburu dan tidak terima jika dirinya menyukai wanita lain.Meski Gery sudah lama menyadari betapa toxic-nya sosok kekasihnya itu, tetapi setelah menjadi mantan malah kelakuan Sela lebih diluar nalarnya. Gadis polos yang tidak bersalah harus menerima hukuman atas sesuatu yang sama sekali dia lakukan.Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, jalanan sudah mulai lancar meskipun masih padat oleh kendaraan sehingga ia tidak bisa menyalip kendaraan yang ada di depannya. Memang keadaan itu lebih baik daripada terjebak dalam kemacetan, tetapi tetap saja tidak membuat suasana hati Gery menjadi lebih baik sebel
Akhirnya Gery sudah sampai, tetapi tidak selesai sampai disana karena villa yang dia datangi ternyata bukan pesta yang diadakan oleh Sela sebagaimana yang dimaksud oleh temannya itu. Padahal ia tahu betul jika villa itulah yang memang selalu dijadikan tempat untuk berpesta oleh Sela."Sialan! Sela kayanya sengaja gak pakai villa ini untuk pesta dia." Gery lagi-lagi memukul kemudinya dengan kesal. Padahal ia tahu jika Sela orang yang kadang teledor, tetapi bisa mengantisipasi dengan memindahkan acara pesta ke villa lain yang entah di mana.Gery bisa saja mendatangi setiap villa yang ada yang dia lewati, tetapi itu pasti akan sangat membuang waktu. Selain jumlah vila yang banyak, jaraknya pun tidak berdekatan. Ia takut hal buruk sudah terjadi jika dia terlalu banyak membuang waktu. Yang ia khawatirkan adalah Alika, hanya Alika.Akhirnya mau tidak mau, Gery kembali menyalakan mobilnya. Entah kemana tujuannya yang terpenting dia tidak berdiam di tempat.Ditengah kebingungan tempat mana y
"Tidak apa-apa, untuk saat ini mungkin semuanya terlihat sulit memperjuangkan hubungan kita ke orang tua kita masing-masing. Tapi aku yakin akan ada saatnya. Tunggu saja, waktu akan menjawab keinginan kita selagi kita sama-sama memperjuangkan dan punya tujuan yang sama," tutur Faiz dengan bijak menenangkan keresahan hati Nindy yang mulai merasa goyah dengan hubungannya karena tidak semudah yang ia bayangkan."Makasih ya, Mas. Tolong tetap bersamaku apapun yang terjadi.""Pasti, Sayang. Nanti lusa, jadwalnya baby Arel buat ke dokter untuk imunisasi. Nanti kamu berangkat sendiri dengan sopir, aku tunggu di tempat praktek dokternya, seperti biasanya.""Ah iya, Mas. Aku baru sadar kalau dari awal kita berhubungan badan, kamu sama sekali gak pakai pengaman. Pertama kali kita melakukan itu sudah hampir satu bulan. Dan di bulan ini aku belum datang bulan," ucap Nindy yang baru saja tersadar disaat dia harus kembali membawa Arelia ke dokter untuk jadwal imunisasi."Maafkan aku, aku tidak paka
Via terus melihat dari balik gorden untuk memantau kedatangan Gery. Meski ia juga sadar bahwa kecil kemungkinan Gery bisa sampai dengan cepat, karena ia pikir Gery ada di Jakarta. Namun ia berpikir Gery tidak sebuntu itu, pasti akan menyuruh orang untuk menyelamatkan Alika dengan cepat.'Duh, gue gak pernah seenggak tenang kaya sekarang ini cuma buat nyelametin cewek yang bahkan bukan siapa-siapa gue, teman juga bukan,' batin Via.Ketukan pintu kembali terdengar lagi, ketiga pria itu terus meminta Via untuk segera keluar dari kamar karena mereka sudah tidak sabar untuk menyetubuhi Alika."Via ....! Emangnya lo lagi apa sih di dalem? Lama banget! Lo mau gabung juga? Bilang aja kita bertiga fine kok maen sama dua cewek."Ketiga pria itu tertawa. Mereka terkenal nakal bahkan julukan mereka itu 'penjahat kelamin' bagi orang-orang yang memang kenal saja. Sudah banyak mahasiswi baru di kampus yang terbuai dengan rayuan mereka hingga akhirnya menyerahkan mahkota mereka dengan cuma-cuma, bahk
"Gue yang pertama.""Enak aja, gue yang pertama.""Minggir kalian! Jelas ini bakal jadi santapan gue yang pertama. Udah lama gue gak dapetin virgin-nya cewek.""Kalian tanpa gue gak bakal kenal sama Sela, dan gak bakal kalian ikut ke private party kaya gini.""Lo berdua mau berapa? Gue bayar dan barang baru ini biar gue yang nyoba duluan.""Gak bisa gitu lah. Ini barang gratis, berarti kita bertiga setara. Gak ada yang ngungkit jasa apalagi ngungkit soal duit. Kalian berdua gak mau rugi, gue juga gak mau."Tiga pria yang dijanjikan untuk menyetubuhi Alika, kini berdiri sambil melihat Alika yang tertidur dengan ditutupi selimut berkat Via.Ketiganya sama-sama tidak ingin mengalah dan malah berdebat untuk menentukan siapa yang menjadi pertama dalam membobol pertahan sang gadis yang masih tersegel.Perdebatan itu menjadi keberuntungan Alika yang tak langsung terjamah sembari menunggu Gery yang sudah dalam perjalanan ke sana.Sementara mereka bertiga terus berdebat tidak ada yang mau meng
"Ada apa sih, Vi? Ko tiba-tiba banget si Gery datang bawa itu cewek? Memangnya cewek itu siapanya Gery?" tanya salah satu laki-laki pada Via disaat Via baru saja mau mengikuti Gery dan Sela."Jangan banyak tanya, kalian gak bakal ngerti juga.""Ya makanya jelasin dong. Ini kita gak jadi mau enak-enak gara-gara si Gery tiba-tiba aja nongol bawa itu cewek.""Bener! Lo aja, Vi, gantiin itu cewek. Mau gak? Kita bikin enak. Di jamin!"Via memicingkan mata sambil menyunggingkan bibirnya. "Gue gak lagi nyari penyakit, sorry!"Via langsung bergegas untuk turun ke bawah menyusul Gery dan Sela yang sudah lebih dahulu. Di lantai bawah, Sela sama sekali tidak bisa menghentikan Gery yang sudah membawa Alika keluar dari villa dan memasukannya ke dalam mobil."Ger! Gery! Serius lo giniin gue sekarang? Gue lakuin itu buat buktiin kalau gue masih cinta sama. Cuman gue yang boleh milikin lo, gak ada cewek lain yang boleh gantiin posisi gue di hidup lo. Please, Ger!" Sela berteriak dan terus memohon s
"Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat
Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a
"Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan
"Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah
Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb
"Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika
"Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu
"Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah
Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u