"Gue yang pertama.""Enak aja, gue yang pertama.""Minggir kalian! Jelas ini bakal jadi santapan gue yang pertama. Udah lama gue gak dapetin virgin-nya cewek.""Kalian tanpa gue gak bakal kenal sama Sela, dan gak bakal kalian ikut ke private party kaya gini.""Lo berdua mau berapa? Gue bayar dan barang baru ini biar gue yang nyoba duluan.""Gak bisa gitu lah. Ini barang gratis, berarti kita bertiga setara. Gak ada yang ngungkit jasa apalagi ngungkit soal duit. Kalian berdua gak mau rugi, gue juga gak mau."Tiga pria yang dijanjikan untuk menyetubuhi Alika, kini berdiri sambil melihat Alika yang tertidur dengan ditutupi selimut berkat Via.Ketiganya sama-sama tidak ingin mengalah dan malah berdebat untuk menentukan siapa yang menjadi pertama dalam membobol pertahan sang gadis yang masih tersegel.Perdebatan itu menjadi keberuntungan Alika yang tak langsung terjamah sembari menunggu Gery yang sudah dalam perjalanan ke sana.Sementara mereka bertiga terus berdebat tidak ada yang mau meng
"Ada apa sih, Vi? Ko tiba-tiba banget si Gery datang bawa itu cewek? Memangnya cewek itu siapanya Gery?" tanya salah satu laki-laki pada Via disaat Via baru saja mau mengikuti Gery dan Sela."Jangan banyak tanya, kalian gak bakal ngerti juga.""Ya makanya jelasin dong. Ini kita gak jadi mau enak-enak gara-gara si Gery tiba-tiba aja nongol bawa itu cewek.""Bener! Lo aja, Vi, gantiin itu cewek. Mau gak? Kita bikin enak. Di jamin!"Via memicingkan mata sambil menyunggingkan bibirnya. "Gue gak lagi nyari penyakit, sorry!"Via langsung bergegas untuk turun ke bawah menyusul Gery dan Sela yang sudah lebih dahulu. Di lantai bawah, Sela sama sekali tidak bisa menghentikan Gery yang sudah membawa Alika keluar dari villa dan memasukannya ke dalam mobil."Ger! Gery! Serius lo giniin gue sekarang? Gue lakuin itu buat buktiin kalau gue masih cinta sama. Cuman gue yang boleh milikin lo, gak ada cewek lain yang boleh gantiin posisi gue di hidup lo. Please, Ger!" Sela berteriak dan terus memohon s
Setelah dibelikan banyak stok makanan ringan di kamarnya, perasaan Nindy jauh lebih baik. Ternyata ia masih sama seperti Nindy yang dulu yang memang menyukai aneka jajanan di minimarket bahkan sampai di detik itu. Entah mungkin kebahagiaan yang ia rasa bukan semata-mata karena barangnya, melainkan orang yang memberinya."Makasih ya, Mas. Sekarang kalau malam aku pengen ngemil, banyak banget pilihannya di kamar aku.""Kamu tinggal bilang aja, selagi aku mampu, aku pasti usahakan yang kamu inginkan. Apapun itu."Brugh!!Terdengar suara dari arah depan hingga membuat Nindy dan Faiz saling berpandangan karena terkejut."Apa itu, Mas?"Ting Tong ....Tak lama dari itu bell rumah berbunyi."Biar aku lihat dulu ke depan."Faiz langsung keluar dari kamar Nindy menuju ke depan untuk melihat siapa yang datang. Saat pintu terbuka, ia melihat Sela diantarkan oleh temannya. Namun Sela tersungkur jatuh ke lantai."Mm, sore. Saya teman Sela. Ini saya mengantarkan Sela yang mabuk berat dari semalam b
Sambil menunggu Via benar-benar keluar dari rumahnya, Faiz memperhatikan Sela yang tidur dalam keadaan mabuk. Ada rasa kasihan menyapa perasaannya saat tahu jika Sela mabuk dari semalam bahkan dilanjutkan saat bangun pagi tanpa makan apapun.'Umur kamu masih 20 tahun, pasti kamu tersiksa dengan pernikahan ini. Kamu yang seharusnya fokus kuliah dan bermain bersama temanmu menghabiskan masa muda, apalagi kamu sudah punya pacar pasti banyak hal yang ingin kamu dan pacar kamu eksplor. Tapi malah dipaksa menikah denganku yang katamu aku ini terlalu tua dan kolot. Padahal umur kita hanya terpaut 6 tahun, aku juga masih muda karena masih diusia 20-an. Berbeda denganmu, aku sudah sangat siap menikah. Hanya saja bukan dengan wanita pilihan orang tuaku karena aku sudah punya calon yang aku pacari bertahun-tahun. Kita berdua Sama-sama tersiksa dengan keinginan orang tua kita sendiri,' batin Faiz.Faiz mengasihani Sela sama seperti dia yang mengasihani dirinya sendiri. Sela tidak bisa menolak kar
Setelah berhasil membawa Alika keluar dari villa, Gery tidak punya pilihan lain selain membawa Alika ke hotel. Meski Gery tahu dimana tempat tinggal Alika, tetapi tidak mungkin ia mengantarkannya pulang ke rumah dalam kondisi tak sadarkan diri karena mabuk.Gery hanya memikirkan Alika yang berasal dari keluarga baik-baik, ia juga tahu jika Alika perempuan baik-baik, sehingga memang lebih baik Alika tidak langsung diantarkan ke rumah dalam keadaan seperti itu.Setelah sampai di hotel, Gery memesan dua kamar bersebalahan. Hanya saja karena itu akhir pekan jadi lebih banyak pengunjung dan semua hotel hampir penuh. Sehingga mau tidak mau Gery hanya memesan satu kamar.Menempuh perjalanan cukup jauh, Alika masih tidak ada tanda-tanda bangun atau terganggu dengan kebisingan sampai keheningan saat mereka sampai di hotel. Hal itu membuat Gery cukup yakin jika Alika tidak hanya minum alkohol dengan kadar yang tinggi, tetapi juga karena Sela menaruh sesuatu dalam minumannya.'Apa yang terjadi s
Nindy merasa terkejut bukan main karena tiba-tiba saja Sela histeris saat bangun. Sehingga ia juga tidak sadar mengguncangkan tubuh Sela."Sadarlah!"Sela langsung tenang dalam sekejap. Ia langsung melihat Nindy yang begitu tidak sopan duduk di tepi ranjang miliknya sambil memegang kedua lengannya."Ngapain kamu di kamar saya? Mana Bi Lastri?! Panggil dia sekarang!"Nindy langsung berdiri. "Bi Lastri izin cuti dan akan kembali besok sore. Jadi, saya yang akan mengurus Nyonya Sela.""Gak! Saya akan telepon Mama saya, keluar kamu sekarang!""Kalau Nyonya Feni ke sini untuk mengurus Nyonya Sela, otomatis beliau akan tau Nyonya Sela mabuk berat semalaman. Nyonya tidak ingin kan membuat masalah baru? Lebih baik sekarang Nyonya makan sup yang sudah saya buat biar badannya lebih rilex. Setelah itu Nyonya bisa kembali tidur. Saya akan biarkan Nyonya istirahat," ucap Nindy. "Saya permisi."Karena tidak ada pilihan lain lagi, Sela juga tidak ingin jika orang tuanya tahu apa yang terjadi padanya
Karena melihat kondisi keadaan Sela yang sudah baik-baik saja, akhirnya Nindy keluar dari kamar dan turun ke bawah. Tidak bisa ia jika harus tidur di kamar Faiz hanya untuk berjaga-jaga jika Sela memanggilnya saat malam.'Kalau dia butuh, dia harus teriak lebih kencang saja!' batin Nindy seraya menuruni anak tangga satu persatu.Saat masuk kamar Arelia, Nindy melihat Faiz yang juga sudah tertidur di sofa. Hari itu memang hari yang panjang, menyenangkan serta melelahkan bagi Nindy dan Faiz mengurus Arelia berdua juga menyiapkan makanan untuk di makan sama-sama, bak simulasi berumah tangga tanpa dibantu asisten rumah tangga, tetapi melakukan semuanya itu tanpa merasa menjadi beban, malah kebahagiaan bisa quality time dengan bebas.Nindy duduk diatas karpet sambil memandangi wajah Faiz yang sudah terlelap tidur di sofa."Selamat istirahat, Mas."Hendak membangunkan Faiz untuk tidur dengan nyaman di kamarnya, tetapi ia tidak tega membangunkan orang yang sudah terlihat tidur dengan begitu
Belum puas sampai disitu. Alika langsung menjatuhkan diri dan berlutut di depan Gery untuk memohon pada pria itu agar menjauhi dirinya. Alika hanya ingin hidup damai seperti biasanya sebelum mengenal dan berurusan dengan Gery."Aku mohon sama kamu, tolong jangan libatkan aku di hidup kamu. Aku itu bukan orang berada seperti kalian, aku kuliah benar-benar untuk belajar. Aku gak mau uang orang tuaku sia-sia. Jadi, tolong. Jangan tempatkan aku diposisi sulit," tutur Alika sambil berlutut dan menangis di depan Gery.Gery semakin merasa bersalah dan kasihan pada Alika. Namun tidak sedikit pun terbersit dalam benaknya untuk berhenti menyukai Alika, malah ia semakin ingin mendapatkan dan bahkan melindungi Alika dari Sela.Kedua tangan Gery meraih lengan Alika dan membantunya untuk kembali duduk di tepi kasur."Hubungan gue sama Sela itu udah berakhir satu tahun yang lalu, karena dia menikah sama laki-laki pilihan orang tuanya. Sekarang gue suka sama lo itu gak ada urusannya sama Sela, dia ya
"Bu, kalau misalkan rumah sama toko kita ada yang mau beli satu miliar, kira-kira ibu bakal jual nggak?" tanya Alika dihari ketiga ia diberikan waktu oleh Sela, baru kali itulah ia memberanikan diri berbicara pada ibunya.Lita tersenyum. "Jangan mengkhayal, gak akan sampai nilai jual rumah sama toko ini sampai satu miliar.""Ya, inikah cuma misal aja, Bu. Berharap sesuatu yang baik kan nggak ada salahnya. Jadi, gimana kalau ada yang mau beli satu miliar, ibu bakalan jual?""Kayanya semua orang gak ada yang gak suka uang. Ibu juga sama. Tapi gak semua hal bisa dinilai dengan uang meskipun nominal uang itu lebih besar dari nilai barangnya. Selain memang mustahil ada yang mau membeli rumah dan toko ini sebesar itu, semuanya terlalu berarti untuk ibu dan ayah. Mengingat dulu perjuangan kami berdua untuk memiliki rumah itu tidaklah mudah.""Tapi waktu itu pas kita lagi bener-bener butuh uang untuk biaya operasi ayah, ibu bilang mau gadaikan atau menjual rumah sama toko ini.""Itukan disaat
Malam tiba, Nindy sudah menunggu kepulangan Faiz sambil menggendong Arelia di depan. Sebelumnya Faiz mengirimi pesan singkat jika ia tidak akan lembur."Tuh, Papa pulang," ucap Nindy pada Arelia yang semakin hari semakin pintar merespon meski belum bisa berbicara. "Tumben gak lembur, Mas?" tanya Nindy pelan. Ia hanya ingin bermesraan tetapi harus tetap waspada agar tidak ada orang lain yang mendengarnya."Sekarang di rumah ini ada pria lain tinggal. Aku tidak tenang karena takut dia macam-macam sama kamu. Aku takut dia jatuh cinta sama kamu."Pipi Nindy merona karena tersipu malu. "Ish, Mas. Kayak anak ABG aja cemburunya. Lagian Rico kan sukanya sama Sela. Kalau aku gak akan mudah berpaling." "Tetap saja.""Ya sudah, ayo masuk. Mumpung Bi Lastri di belakang lagi sibuk nyiapin bahan masakan untuk dimasak buat makan malam. Kan porsinya jadi bertambah satu orang. Sela juga belum pulang, Rico baru berangkat tadi siang."Mereka berdua pun bersama-sama masuk ke dalam kamar Arelia."Tadi a
"Kita belum sempat berkenalan dengan serius," tanya Rico pada Nindy yang baru saja keluar dari kamar. Arelia sudah tidur siang, waktunya ia untuk beristirahat dan makan.Tadi pagi, ia tidak melihat Rico karena belum bangun. Pagi-pagi pula ia melihat Faiz dan Sela sudah berangkat bersama meski dengan mobil yang berbeda.'Tengah siang bolong begini baru bangun? Padahal yang punya rumah udah kerja dari pagi,' batin Nindy."Nama saya Nindy.""Kamu udah tau aku, kan?"Nindy hanya mengangguk saja tak merespon lagi. Dia tidak terlalu ingin berbincang panjang lebar dengan Rico yang sangat asing baginya. Apalagi Rico sudah jelas ada di pihak Sela."Arel tidur, kamu mau istirahat, kan? Ayo makan siang bareng. Aku juga mau makan, belum makan apa-apa dari pagi."'Gimana mau makan pagi, bangun aja siang!' batin Nindy lagi."Mas Rico silakan makan di meja makan saja, nanti Bi Lastri yang siapkan. Saya makannya di belakang, di dapur kotor.""Kenapa? Gak apa-apa, makan sama aku aja di meja makan. Nan
"Lo pikir, lo bisa ngerasa tenang karena Gery ngelindungi lo?" Sela dan kedua temannya, juga Alika yang ia incar, kini tengah berada di gedung aula serba guna di kampus mereka. Selama hidupnya, Alika belum pernah merasa yang namanya takut pada siapapun selagi ia tidak bersalah. Sehingga semasa sekolah Alika tidak pernah mengalami perundungan. Ia bahkan menjadi penyelamat teman-temannya yang bungkam tidak bisa mengadu pada guru atau orang tua.Lain hal dengan sekarang, dia lah yang mengalami langsung sebagai mahasiswi yang tengah dirundung atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia juga bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi korban yang tidak bisa mengungkapkan apa yang terjadi pada orang yang lebih dewasa atau pada pihak yang bisa melindunginya, karena sebuah ancaman yang mengganggu dan ketakutan jika ancaman itu menjadi kenyataan."Aku sudah pernah bilang beberapa kali, kalau aku gak suka sama Gery."Meski sudah berkali-kali Alika mengatakan itu, Sela tidak puas. Karena ia juga tah
Karena sudah terlalu lama diluar, Faiz dan Nindy pun pulang. Berharap kasur yang mereka pesan juga sudah terkirim dan sampai di rumah. Tentunya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena mereka sudah pergi cukup lama dari rumah. Meskipun sebenarnya kecurigaan itu sudah timbul dalam diri Sela.Sesampainya di rumah, benar saja. Kasur yang di pesan sudah sampai di diletakan di dalam kamar Arelia. Juga barang-barang Nindy yang ternyata sudah dikeluarkan dari kamarnya oleh Bi Lastri atas perintah Sela sewaktu keduanya pergi."Bibi yang keluarin semua barang-baranya Nindy?" tanya Faiz disaat Nindy diam terpaku melihat barang-barangnya tergelatak di lantai depan kamar Arelia. Rasanya seperti terusir dengan paksa sebab ia seolah tidak diizinkan untuk membereskan barangnya sendiri."Nyonya Sela yang meminta, Tuan," jawab Bi Lastri sambil menggendong Arelia yang baru saja ia buatkan susu."Ini tidak sopan, Bi. Bagaimana pun Nindy juga mempunyai privasi sendiri. Jadi harusnya biarkan dia yang memb
"Terima kasih, Pak.""Tolong langsung di kirim sekarang kasurnya ke alamat itu. Saya mau sudah sampai sebelum malam. Karena kasurnya akan digunakan untuk tidur malam ini."Faiz memastikan bahwa kasur yang baru saja dipesan untuk Nindy agar segera dikirim ke alamat yang sudah dia berikan. Sementara itu dia dan Nindy akan mencari makan sebelum pulang."Mau sekalian beli yang lain? Ada yang ingin kamu beli?"Nindy sekilas tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita cari makan saja."Setelah mendapatkan tempat untuk makan, pesanan mereka juga langsung dibuatkan oleh pelayan."Kayanya aku butuh kepastian kamu, Mas. Secepatnya," ucap Nindy yang sudah menahan dari tadi ingin segera membahasnya dengan Faiz."Aku pasti akan kembali sama kamu. Memang secepatnya sedang aku usahakan, Sayang.""Kapan tepatnya? Ibu aku sudah tau semuanya, awalnya memang ibu marah dan gak mau sampai aku kembali sama kamu lagi. Tapi, aku meyakinkannya dengan menceritakan semuanya tentang pernika
"Yakin gak apa-apa kamu pulang sendiri bawa baby Arel? Mama sama Papa ikut, ya. Nanti kami pulang dengan sopir. Mama khawatir baby Arel sendirian di kursi belakang.""Selagi tidurnya di car seat, aku yakin aman. Aku juga gak akan ngebut, Mah. Aku pulang," ucap Faiz berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pulang bersama Arelia saja.Pikiran Faiz tidak tenang jika ia hanya menunggu kabar dari Nindy yang tidak kunjung ada. Akhirnya ia putuskan untuk pulang, agar saat Nindy pulang nanti ia langsung bisa bertanya apa saja yang tejadi.Faiz berpikir jika di rumahnya hanya ada Bi Lastri karena Sela pergi entah ke mana dan dengan siapa. Dan kebiasaan Sela selalu pulang larut malam jika sudah keluar rumah disaat akhir pekan. Hal itu membuat Faiz ingin cepat pulang saja.Sesampainya di rumah, Faiz langsung menggendong Arelia yang tertidur saat di perjalanan. Beruntunglah Arelia tidak menangis karena itu pasti akan sangat merepotkan dirinya yang hanya seorang diri di dalam mobil.Baru saja menu
"Biar aku tanya, apa ibu bisa memaafkan laki-laki itu beserta keluarga setelah apa yang terjadi satu tahun yang lalu sama keluarga kita?" tanya Alika dengan tenang padahal dia sendiri memiliki permasalahan yang serius yang membuat dia tidak tenang setiap harinya, tetapi harus tetap bersikap biasa saja."Sebenarnya ibu hanya tidak suka dengan kesombongan keluarga, orang tua Faiz bukan dengan Faiznya. Kamu sendiri pasti setuju dengan ibu. Kita sudah kenal Faiz bertahun-tahun dan tau bagaimana baiknya dia selama ini pada kita. Tapi karena perbedaan diantara keluarga kita dengan keluarga dia, makanya orang tua Faiz tidak setuju anaknya menikah dengan kakakmu."Alika mengangguk. "Aku juga berpikiran yang sama seperti ibu. Tapi sebenarnya aku tidak bisa langsung mendukung keputusan kak Nin yang mau balik lagi sama kak Faiz. Meskipun kak Nin bilang dia percaya bisa kembali lagi sama-sama, tapi kita kan gak tau keluarganya apa bisa menerima atau menolak kita lagi untuk kedua kalinya. Ditambah
Rico mematung, ia seolah membeku disaat Sela meminta untuk mempraktekan apa yang sudah dia jelaskan.Lalu Sela tertawa kecil. "Bercanda, Kak. Aku cuman bercanda doang."Seketika Rico bisa bernafas dengan lega, ia sudah mencair karena ternyata Sela hanya bergurau saja. Padahal jika harus pun Rico mau melakukannya."Kak Rico ini tegang banget kaya belum pernah ciuman sama cewek aja," goda Sela yang merasa tidak puas dengan godaannya tadi.Sela memang orang yang cukup licik, ia akan memanfaatkan rasa suka Rico agar bisa tunduk dan membantu apapun yang dia perlukan. Padahal ia sama sekali tidak berniat untuk membalas rasa suka itu karena Rico bukanlah laki-laki tipe idealnya. Bahkan dengan Faiz saja, secara sadar Sela pasti lebih memilih Faiz dari fisik juga latar belakang keluarga, tentu juga dengan kekayaannya."Memang tidak pernah."Sela terkejut. "Bohong banget! Udah mau 27 tahun tapi belum pernah ciuman sama cewek? Kakak di Bali ngapain aja sih? Aku aja ciuman pertama itu pas SMA," u