Beranda / Romansa / Bukan Pilihan / Chapter 62 : Pemulihan

Share

Chapter 62 : Pemulihan

Penulis: Giovanna Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-03 14:12:43

    "Temani aku tidur," bujuk Alex.

    "Kamu bisa manja juga ya?"

    "Hmmm... Kapan lagi? Mumpung ada kesempatan."

    Diana memanjat ke tempat tidur dan rebah di sisi kiri Alex, "Begini cukup, Kakak?" Dia menahan tawa.

    Alex mengerang, "Aku benar-benar disiksa. Kamu tahu kan aku sulit tertawa?"

    "Iya, maaf. Habisnya kamu manja sih. Ini sudah hari ke berapa sih kamu istirahat?"

    "Baru satu minggu, Princess. Aku butuh waktu sekurangnya satu bulan untuk pulih seratus persen."

    "Satu bulan ya. Setelah itu aku harus pulang." Diana bersandar di dada Alex.

    Alex melingkarkan lengan di punggung Diana. Dia menahan nyeri untuk menarik Diana mendekat.

    "Sakit ya?" tanya Diana.

    "Masih bisa ditahan. Aku sudah terbiasa."

    "Kamu tidak mau minum obat dokter?"

    "Obat pereda nyeri me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Pilihan   Chapter 63 : Saatnya Pulang

    Benyamin menelepon Diana setiap hari untuk memastikan keadaan. Keinginannya adalah supaya Diana cepat pulang ke rumah. Sebagai ayah dia sangat mengkhawatirkan putrinya yang berada jauh. Kondisi tubuh Alex yang kuat membuatnya pulih lebih cepat. Tidak sampai satu bulan dia sudah dapat bergerak normal. Diana tahu waktu perpisahan sudah ada di depan mata. "Kenapa tidak sakit lebih lama sih...," rajuk Diana. "Apa? Kamu senang kalau aku sakit?" Alex tertawa. "Biar aku tidak usah pulang..." Mata Diana berkaca-kaca. "Princess, jangan berkata begitu," Alex mengusap airmata yang jatuh di pipi Diana, "Aku juga tidak ingin berpisah, tapi kita harus menunjukkan pada ayahmu bahwa kita dapat menepati janji." "Aku tahu..." Diana terisak. "Aku akan mengantarmu pulang." "Kapan? Sekarang?" Alex mengangguk.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Bukan Pilihan   Chapter 64 : Negosiasi

    "Terima kasih sudah mengijinkan Diana merawat saya selama beberapa minggu. Saya tidak akan melupakannya," kata Alex. Ben mendengus, "Sekarang kita impas. Tidak ada beban sama sekali jika kita berpisah jalan. Hidup putri kami masih panjang dan kami sebagai orangtua tidak ingin Diana berada di tengah pertikaian antara dirimu dan lawan-lawanmu di dunia hitam." "Benar. Maafkan saya atas keresahan yang ditimbulkan, tapi saya akan berusaha supaya tidak ada lagi yang akan mengganggu Diana," tutur Alex dengan wajah datar. "Aku juga tidak keberatan kok, Pa," timpal Diana. Ben mendelik, "Kamu jangan ikut campur! Masuk ke kamarmu!" "Papa kan sedang membicarakan hidupku? Ya tentu aku ikut bicara dong?" balas Diana. "Benar-benar...." Ben menggertakkan gigi. Mikaela meletakkan tangan di lengan suaminya. Sejak awal pembicaraan wajahnya sangat tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Bukan Pilihan   Chapter 65 : Emosi Terpendam

    Jauh malam ketika semua orang sudah tidur... Diana berbaring miring dengan handphone di tangan. Wajah Alex tampak melalui video call. Mereka tengah mengobrol ringan. "Aku sudah emailkan kembali file yang terbaru. Ada lagi yang kamu butuhkan?" tanya Diana. "Kamu," goda Alex. "Ih, sebal," gerutu Diana. "Sedang jauh begini jangan bicara yang aneh-aneh deh...." "Hmmm.... Jadi bicara apa dong?" "Bagaimana harimu? Atau sudah makan atau belum? Atau basa-basi manis tapi aman lainnya." "Takut kangen ya?" "Alex! Tiga hari itu lama loh...," keluh Diana. "Tidak, Princess. Tiga hari tidaklah lama. Jalani harimu dengan sepenuh hati, waktu akan cepat berlalu." "Masuk akal sih..." "Bagaimana harimu?" tanya Alex dengan senyum menawan. "Mama membuatku tetap sibuk. Aku tahu dia tidak ing

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Bukan Pilihan   Chapter 66 : Kunjungan Sang Kekasih

    Akhirnya hari ini pun tiba. Semalam Alex sudah memastikan bahwa pagi-pagi sekali dia akan datang. Diana tidak dapat tidur sampai pagi. Ketika matahari keluar dari peraduan, Diana pun keluar dari kamar. Dia berderap menuju dapur untuk mencari makan. "Ada yang bahagia hari ini," goda Mikaela. "Ih, Mama." Diana tersipu. "Mau buat sarapan untuk Alex?" "Iya, tapi belum tahu mau buat apa." Diana melihat isi kulkas dan lemari. "Mama tahu apa aja yang kamu buat pasti dia suka. Selamat bekerja, Sayang." Mikaela mengecup pipi Diana dan meninggalkannya. Diana memutuskan untuk membuat roti isi. Dia mengeluarkan sekantong roti tawar, telur, mentega, selada, tomat. Harusnya cukup. Diana mulai mengiris tomat dan mencuci daun selada. "Wah, pagi-pagi sudah sibuk. Perlu bantuanku?" Jack menyeringai. "Oh, Jack. Boleh. Aku mau bikin roti isi seperti buata

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Bukan Pilihan   Chapter 67 : Pembicaraan Serius

    Diana mengajak Alex menikmati kesejukan sore hari di balkon. Mereka duduk berdampingan tanpa jarak. Roti isi buatan Jack sudah habis tak bersisa. Alex menahan diri untuk tidak bermesraan di tempat terbuka. Dia tidak ingin Ben melihat dan mengusirnya pergi. "Ngomong-ngomong aku tidak pernah melihat kakakmu?" tanya Alex. "Dia kerja di luar kota dan jarang pulang." "Oh. Seperti apa dia?" "Aku kurang akur dengannya. Sejak kecil dia selalu menindasku, jadi lama-lama aku menganggapnya tidak ada." "Kamu benar-benar terluka ya?" Diana tersenyum tipis. "Baiklah. Lupakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Mari berbicara tentang kita." "Oke. Apa yang mau dibicarakan?" "Jika kita menikah nanti...," kata Alex. Diana mendekap mulut. "Pada akhirnya kita akan menikah, bukan?" Alex memindahkan tangan Dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Bukan Pilihan   Chapter 68 : Hari Telah Berakhir

    Alex benci perpisahan. Dia yang pernah merasakan sakit karena perpisahan sangat membencinya. Keinginannya untuk membawa Diana serta sangatlah besar, namun belum dapat diwujudkan. Mereka harus berusaha meluluhkan hati Benyamin. Malam telah tiba dan tidak lama lagi Alex harus pulang. Rasanya tidak ingin melepas tubuh mungil ini dari pelukannya. Alex menikmati aroma tubuh Diana. Dia punya ide. "Berikan baju ini untukku," kata Alex. "Sekarang?" "Kubantu melepasnya...." Alex tersenyum nakal. "Eh, tunggu...." Diana menahan tangan Alex yang hendak menyingkap baju tidurnya. "Aku bisa sendiri, kamu nih ya...." "Kutunggu." Diana ragu. Apa maksud Alex? "Ada aroma tubuhmu di baju ini. Aku akan membawanya tidur." "Oh, baiklah." Diana mendorong Alex. "Kamu menepi sedikit, aku ke kamar mandi." "Ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05
  • Bukan Pilihan   Chapter 69 : Perjodohan Sepihak

    Beberapa hari ini Diana heran melihat Benyamin kedatangan banyak tamu. Tidak biasanya. Tamu-tamu itu selalu pasangan suami isteri paruh baya. Sesekali Ben akan memanggil Diana dan menyuruhnya menyalami mereka. Diana merasa orang-orang itu mengamatinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aneh sekali. Pagi ini pun aneh. Seisi rumah tampak sibuk. Pelayan-pelayan bekerja maksimal mempercantik rumah. Juru masak juga menyiapkan bahan makanan dalam jumlah banyak. Diana termenung, apakah akan ada pesta? Kok dia tidak diberitahu? "Sssttt... Jack, kamu tahu apa yang sedang terjadi?" Diana mencolek Jack yang sedang ikut memotong bawang merah. "Aku juga tidak terlalu tahu, Nona. Coba tanyakan Pak Ben langsung. Sepertinya ini acara dia." Jack mengusap matanya yang merah. "Ada pesta ya?" "Mungkin." Jack melanjutkan mengiris. "Kamu harus pakai kacamata

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-05
  • Bukan Pilihan   Chapter 70 : Melarikan Diri

    Proses seleksi yang dilakukan Benyamin berlangsung secepat kilat. Dia tahu semuanya harus beres sebelum hari Sabtu, hari di mana Alex berkunjung. Pilihan Benyamin jatuh pada seorang putra konglomerat pemilik grup garmen dan tekstil. Wajahnya cukup tampan, pembawaannya pun tenang. Dia memperkenalkan diri sebagai Budiman Sanjaya. Benyamin mengatur sebuah makan malam romantis untuk Diana dan Budiman di sebuah restoran bintang lima. Benyamin berharap Budiman dapat menunjukkan kepribadiannya yang terpuji kepada Diana. Diana mondar-mandir gelisah di dalam kamar. Benyamin menguncinya sejak semalam. Handphonenya juga disita. Kini kemungkinan untuk kabur nyaris nol besar. Diana tahu kesempatan satu-satunya yang dapat dimanfaatkan adalah saat berada di restoran. Untung dompet dan kartu identitas Diana tidak disita. Cukup uang untuk membeli tiket kereta malam. Pintu dibuka dan seorang pelayan wanita mengantarkan makan siang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06

Bab terbaru

  • Bukan Pilihan   Chapter 149 : Pengakuan

    Hari kepulangan Ben adalah hari yang dinantikan semua orang, bahkan Alex pun berpikiran baik terhadap ayah mertuanya. Cederanya belum pulih seratus persen, tapi sudah tidak membahayakan. Ben pun bisa berjalan sendiri meskipun lebih lemah dari biasanya. "Bagaimana keadaanmu?" Ben bertanya pada Alex saat hanya ada mereka berdua di ruang tamu. "Apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu." Ben meringis menahan tawa, "Tidak boleh bertanya? Lupakan saja niat baikku." Alex berdeham, "Kenapa Anda menghalangi pukulan Lao Hu?" Ben menatap Alex dengan pandangan rumit, "Kenapa? Karena kalau kamu terluka putriku akan bersedih." "Aku mengerti." Alex tersenyum. Ada sesuatu yang menarik dalam pikiran Ben. "Kenapa kamu melindungiku?" Ben bertanya kembali. "Karena Anda ayah istriku." Hening sesaat. Kedua lelaki berbeda generasi itu tampak

  • Bukan Pilihan   Chapter 148 : Berpamitan

    Alex dan Diana duduk di kursi taman rumah sakit yang menghadap ke arah kamar VIP. Mereka menikmati suasana yang cukup sejuk sambil mengobrol ringan. "Untung kamu tidak cedera berat seperti waktu itu," kata Diana. "Cuma keretakan rusuk sedikit. Aku masih bisa bermesraan denganmu," goda Alex. "Kamu nih, kata dokter jangan banyak bergerak dulu. Biar tidak berat tapi kalau dipaksa cederanya bisa bertambah." "Cedera apa? Istriku kan mungil dan ringan." Alex mengecup pipi Diana. "Serius dong," gerutu Diana. "Lihat, orang itu sudah keluar." Alex melirik ke satu arah. Diana menoleh ke arah kamar pasien. Tampak Li Wei dan Mikaela berdiri berhadapan. "Kamu bilang mereka ada hubungannya?" tanya Diana. "Rasanya begitu." Terlihat Mikaela merentangkan tangan. Li Wei ragu, maka Mikaela maju untuk memeluknya. Diana te

  • Bukan Pilihan   Chapter 147 : Berdamai

    Suasana dalam kamar VIP di rumah sakit menjadi tegang karena kedatangan Li Wei. Lelaki muda itu datang untuk menjenguk keluarga Hartanto, namun tujuan utamanya adalah untuk bertemu Diana. "Mau apa kemari?" tanya Alex. "Aku datang dengan niat baik. Tanya saja ibu mertuamu." Li Wei tersenyum dingin. "Tidak ada niat baik dalam kepalamu. Aku belum memberimu pelajaran atas apa yang kau lakukan terhadap Diana," geram Alex. "Memangnya kau punya kemampuan?" Li Wei bahkan tidak menatap Alex. Pandangan matanya melembut saat menemukan sosok Diana yang bersembunyi di belakang Alex. "Jaga matamu, Anak Kecil." Alex menghalangi pandangan mata Li Wei. "Mata jelas-jelas punyaku. Memangnya pemandangan di kamar ini punyamu?" ejek Li Wei. "Huss... Kalian ini. Di rumah sakit masih aja mau berkelahi...," desis Mikaela. Dia terpaksa menghampiri anak-anak muda k

  • Bukan Pilihan   Chapter 146 : Ben Turun Tangan

    "Kau! Cari mati!" Lao Hu menjerit histeris. Darah mengalir ke wajahnya. "Kau yang cari mati, Tua Bangka!" bentak Ben. Alex benar-benar melongo. Bukannya kedua lelaki ini sama-sama tua? Lao Hu merangsek ke arah Ben. Dia hendak menghabisi pengganggu tak terduga ini dalam satu pukulan. Alex tidak tinggal diam. Dia segera menyerang dari samping, tepat mengenai bagian sisi kepala Lao Hu. Walaupun terkena tendangan tapi reaksi Lao Hu masih luar biasa. Lengannya mengibas ke samping membuat tubuh Alex terlempar ke dinding. "Ben! Hati-hati!" seru Mikaela. "Jangan keluar! Tetap di dalam!" Ben berseru pada istrinya. Lao Hu menatap ke arah Mikaela. Tatapan matanya berubah ganas. Ben menempatkan dirinya di antara Mikaela dan Lao Hu. "Heh, wanita yang cantik. Setelah kalian lelaki-lelaki tak berguna ini mati, akan kurebut wanita kalian!" Lao Hu tertawa

  • Bukan Pilihan   Chapter 145 : Naga dan Harimau

    Matahari tinggi di puncak langit. Sederetan mobil hitam parkir tidak beraturan di luar gerbang kediaman Hartanto. Beberapa orang penjaga berteriak-teriak mengusir para pendatang yang tidak tahu diri itu. Pintu mobil terbuka nyaris berbarengan. Selusin lelaki bertubuh besar berwajah garang melompat turun. Niko dan Lao Hu turun setelah formasi terbentuk. Teriknya matahari membuat Lao Hu memicingkan mata. "Ini rumahnya?" tanya Lao Hu. "Betul, Bos. Alex sedang berada di sini." jawab Niko dengan hormat. Lao Hu menggerakkan kepala sebagai kode untuk anak buahnya. Kompak, selusin lelaki bertubuh besar merobohkan pintu gerbang. Besi baja terlihat tak berguna di hadapan mereka. Para penjaga berhamburan dari dalam rumah, semua membawa tongkat atau senjata tumpul lainnya. Seketika terjadi pertarungan sengit di pekarangan. Lao Hu dan Niko berjalan melewati mereka seolah tidak ada a

  • Bukan Pilihan   Chapter 144 : Tenang Sebelum Badai

    Genderang perang sudah ditabuh. Lao Hu berangkat ke kediaman Hartanto bersama Niko dan selusin anak buah mereka. Mobil hitam melaju beriringan tanpa rintangan berarti. Jika saja langit berubah jadi gelap disertai kilat menyambar dan guntur bertalu, mereka akan mirip seperti utusan dari neraka. Sayangnya langit begitu cerah tanpa awan sedikit pun. "Bos, Shi Fu Li tidak ikut?" tanya Niko perlahan. "Dia sudah mengatakan bahwa hari ini baik. Aku percaya padanya," sahut Lao Hu yang bersandar memejamkan mata. "Oh, baik kalau begitu." Niko tidak berani bertanya lagi. "Bangunkan aku kalau sudah sampai," kata Lao Hu. "Baik, Bos." Kediaman Hartanto... Alex menyeret Jack ke pekarangan. Dia butuh sedikit gerak badan. Jack yang masih mengantuk terus-menerus menggerutu. "Bacotmu seperti anak perempuan," ledek Alex.

  • Bukan Pilihan   Chapter 143 : Perubahan

    "Shi Fu, bagaimana... Tadi...." Lao Hu yang sudah dapat bergerak kini kebingungan seperti orang baru terbangun dari tidur panjang. "Istirahatlah dulu. Cari hari lain untuk menghadapi Alexander. Terlalu banyak kejutan hari ini, tidak baik." Li Wei termenung. Lao Hu merasa tidak rela, tapi dia tidak berani membantah perkataan seorang Shi Fu Li. Dia membungkukkan badan dengan hormat dan kembali ke kamar. Li Wei menghela nafas. Percakapan singkat dengan Mikaela mengangkat selubung kegelapan dalam hatinya. Ada baiknya juga mengikuti nasihat Mikaela, mungkin dengan demikian dia dapat merebut hati Diana seperti seorang lelaki sejati. Huh, wanita yang dicintai ayahnya memang hebat. Tidak memiliki ilmu apa-apa tapi kekuatannya luar biasa. Sayang, sungguh sangat disayangkan ayah pergi terlalu cepat. Li Wei ingin sekali mendengarkan lagi kisah percintaan itu dari mulut ayahnya, dengan perspektif yang berb

  • Bukan Pilihan   Chapter 142 : Rahasia Mikaela

    Firasat buruk datang seperti angin dingin di tengah malam, membuat tubuh tidak nyaman dan pikiran tidak tenang. Mikaela menatap dua anak muda yang masih memejamkan mata karena kelelahan mental yang baru saja mereka lalui. Bagaimana mereka bisa melawan musuh yang akan datang? Mikaela keluar dari kamar Diana. Raut wajah yang biasanya lembut kini terlihat penuh tekad. Dia masuk ke kamarnya untuk berbicara dengan Ben. Dilihatnya Ben sedang duduk di meja sambil melihat-lihat dokumen. "Sayang?" panggil Mikaela. "Hmm," gumam Ben acuh tak acuh. Mikaela tersenyum. Lelaki yang telah dinikahinya selama tiga puluh lima tahun ini tampak lelah. Dia meletakkan tangan di bahu Ben. "Bersikap baiklah terhadap Alex, Sayang. Bagaimanapun juga dia suami putri kita...," desah Mikaela. "Hmm." "Aku mau keluar sebentar ya. Tolong jaga anak-anak." Mikaela me

  • Bukan Pilihan   Chapter 141 : Menghancurkan Mantra

    Alex dan Diana memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan keberadaan akar mantra tersebut. Tidak ada satu sudut pun yang lolos dari pemeriksaan. Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Alex mulai merasa lelah. "Selain tempat ini masih ada lagi?" tanya Alex. "Ehm... Kita belum melihat semuanya." Alex menatap Diana, "Di mana?" "Itu." Diana menunjuk ke sebuah titik. Alex mengangkat kepala. Siapa sangka ada rak buku tersembunyi di atas sebuah pilar besar. Siapa pun yang tanpa sengaja melihat ke atas tidak akan dapat menemukannya. "Sepertinya aku harus memanjat." Alex menghela nafas. "Ada tangga di sana." Diana menunjuk ke bawah pilar. Benar saja, ada anak tangga yang dipahat pada pilar. Tangga melingkar itu baru menunjukkan wujudnya setelah mereka benar-benar memperhatikan. "Pikiranmu rumit sekali, Princess." Alex terseny

DMCA.com Protection Status