Niko masih duduk di meja yang sama saat dia melihat karyawan club mulai 'mengusir' pengunjung yang enggan pulang. Matanya melirik ke arah pintu ruangan Alex. Dua bodyguard masih berdiri tegap disana, ditambah lagi ada seorang lelaki yang berjas turut berdiri di samping salah satu bodyguard. Niko memicingkan mata. Sebentar lagi dia akan melihat kebenaran.
Alex memutuskan tidak ada gunanya bersembunyi. Dia tidak pernah takut pada apa pun dan Alex yakin dapat melindungi Diana. Apalagi ada Jack bersama mereka. Pintu terbuka. Niko melihat Alex keluar diikuti seorang wanita muda bertubuh mungil. Dari jarak jauh Niko dapat melihat bahwa wanita itu cantik dan dari penampilannya jelas bukan wanita penggoda. Lelaki berjas di sisi pintu ikut turun bersama mereka. Pengawal pribadi si wanita kah? Niko beranjak. Dia melangkah perlahan ke dasar tangga. Tatapannya bertemu dengan Alex. "Perkenalkan aku deDua orang lelaki berbadan besar menyeret seorang wanita muda ke dalam kamar yang ditempati Han. Wanita itu meronta dan menjerit sekuat tenaga. Niko menelan ludah melihat pemandangan itu. Hampir setiap hari wanita-wanita muda dibawa ke villa. Semua untuk memuaskan hasrat Han. Jika beruntung wanita tersebut akan dipulangkan keesokan harinya. Jika tidak dia harus melayani Han selama berhari-hari. "Hei, Bos di mana?" tanya Niko pada seorang lelaki yang tadi menyeret wanita. "Hmmh. Masih di luar," gerutu si lelaki. Niko menunggu dengan sabar. Semua orang tahu Bos Han tidak boleh dihampiri sembarangan. Salah-salah bisa kehilangan salah satu anggota tubuh. Niko melihat Han berjalan menuju kamar tapi dia tidak berani menyapa. Hukum tak tertulis yang berlaku di antara mereka: jangan memanggil Bos Han terlebih dahulu, tunggu Bos Han yang memanggil, jika dia berkenan.&
Alex memberitahu Diana untuk berjalan dengan kepala tegak. Gestur sangat penting di awal konfrontasi, karena yang berjalan dengan kepala menunduk adalah lemah. Semua pengunjung sudah pulang, yang tinggal hanyalah Niko dan selusin anak buahnya. Alex menggenggam tangan Diana untuk menguatkannya. Dua kelompok berhadapan dalam jumlah seimbang. "Kita bertemu lagi, Adik," cetus Niko. Matanya menatap sosok wanita mungil di sisi Alex. "Jaga matamu," geram Alex. "Santai saja. Aku mengagumi keindahan ciptaan Tuhan." Niko menyeringai. "Mau bertemu dengan-Nya sekaligus?" Niko tertawa terbahak-bahak. Anak buahnya ikut tertawa. "Bos Han ingin bertemu," kata Niko dengan raut wajah serius. Tawanya telah lenyap tak bersisa. "Aku tidak berminat." "Oohh padahal aku sudah datang jauh-jauh untuk menjemput. Ayolah, D
Bibir Alex menelusuri setiap jengkal tubuh Diana, membuatnya kehilangan orientasi. Diana mencengkeram rambut ikal Alex karena hasrat yang meninggi. Tubuh mereka melekat tanpa batas. Gerakan mereka seirama. Diana membuka mata. Mimpi! Barusan hanya mimpi! Tubuhnya masih terasa panas. Alex menggumam. Dia juga terbangun. "Mimpi...," gerutu Alex perlahan. Apakah mimpi kita sama? batin Diana. "Apa yang kamu mimpikan..?" tanya Alex. "Tidak penting." Diana memunggungi Alex karena malu. Alex memeluk Diana dari belakang. Rasanya nyaman dengan Diana menempel di dadanya. Alex menghirup aroma tubuh yang khas dan selalu membuatnya tenang. Jari-jarinya memainkan pucuk lembut di balik baju Diana. "Apakah mimpi kita sama?" tanya Alex penasaran. "Mmmh....mungkin...," desah Diana. Sentuhan Alex membuatnya merinding. &nbs
Alex benar-benar menyesal menyetujui permintaan Diana. Hatinya lemah oleh airmata! Huh. Alex memperhatikan Diana yang sedang ngobrol dengan Jack. Matanya menilai. Bagaimana cara mengajari beladiri terhadap wanita selembut itu? Kalau dia membatalkan, Diana akan meminta tolong pada Jack. Tidak boleh! Meskipun hanya melihat Diana sebagai adik tapi Jack tetap seorang lelaki! Alex tidak bisa membayangkan ada lelaki lain berada lebih dekat dengan Diana dibanding dirinya. Tanpa sadar tangan Alex menggebrak meja. "Hei, kemasukan apa kau, Vorst??" sergah Jack yang terkejut. Alex menggumam tidak jelas. Diana tersenyum simpul. Dia tahu apa penyebab kekesalan Alex. Sehabis makan Alex mengajak Diana ke atap. Dia ingin mengukur kemampuan fisik sebelum mulai melatih. "Pernah memukul samsak?" tanya Alex skeptis. "Belum." Mata Diana berbinar dengan semangat
Han menampar Niko dengan punggung tangannya. Wajah Niko tersentak ke samping. Dia tidak berani menatap Han karena sepasang matanya menyorotkan kematian. "Kau kalah dengan anak kecil dan masih berani menampakkan diri di hadapanku?" Suara Han sedingin es. Niko diam saja. Aura Han masih terlalu kuat untuk dilawan meskipun fisiknya sudah mulai dimakan usia. "Kesempatan kedua." Han mengacungkan dua jari di depan hidung Niko, "Jika gagal lagi kamu tahu akibatnya." "Ya Bos!" Han mengibaskan tangan dengan ekspresi jijik seolah mengusir lalat. Laporan Niko membuat hatinya kesal. Han yang kesal harus mencari pelampiasan. Malangnya nasib wanita yang mendapat giliran untuk melayaninya hari ini. Belasan tahun yang lalu seorang pemuda bernama Alexander Vorst menghancurkan sebagian bisnisnya dengan cara yang tak terpikirkan, melibatkan pihak berwajib dari dalam dan luar negeri. Han k
Handphone Diana berdering. Nomor tak dikenal. Siapa gerangan? Alex yang mendengar bunyi itu mendekati. "Siapa?" tanya Alex. Diana mengangkat bahu. "Halo?" Diana menjawab panggilan tersebut. "Halo, dengan Diana Hartanto?" kata seorang lelaki. "Iya betul." "Anda putri dari Benyamin Hartanto?" "Betul." "Benyamin dan istrinya mengalami kecelakaan mobil dan tidak sadarkan diri. Harap Mbak bisa ke rumah sakit untuk mengidentifikasi." Jantung Diana berhenti berdetak selama sedetik, "Baik, rumah sakit mana?" Lelaki peneleponnya menyebutkan salah satu rumah sakit di kota tempat tinggal orangtua Diana. Alex cemas melihat wajah Diana yang memucat, "Ada apa?" "Papa mamaku kecelakaan mobil dan sekarang ada di rumah sakit." Jack mengerutkan alis. "K
Singkat kata Alex dan Diana pulang tanpa Jack. Diana tahu Jack akan menghubungi ayahnya dan akan segera bebas. Kecemasan berikutnya adalah ketika ayahnya mengetahui apa yang terjadi dan marah besar. Begitu tiba di penthouse Diana mengurus luka di wajah Alex. Lukanya sudah mulai mengering. Diana hanya perlu membersihkan dan menempel perban. "Apa jadinya aku tanpa kamu?" Alex menarik Diana duduk di pangkuannya. "Kamu tetap kamu." Diana menunduk tersipu. Akex mengangkat dagu Diana. Diana mengalungkan lengan di leher Alex. Bibir mereka berpagutan. Diana mendesah saat tangan Alex menjelajah dengan bebas. "Aku tidak sabar untuk memilikimu...," desis Alex. "Katamu bisa menunggu beberapa bulan lagi?" "Tentu saja." Alex menciumi wajah dan leher Diana. "Hmmm... Aku juga tidak sabar..." Diana memejamkan mata menikmati sentuhan Alex. &nb
"Vorst, ini aku." "Sampai mati pun aku tidak bisa lupa suaramu" ejek Alex pada peneleponnya. Tawa Jack meledak, "Kutunggu ronde berikutnya!" "Ada apa?" Alex tersenyum. "Pak Ben mau bertemu, berdua saja. Jangan beritahu Nona Diana." "Kapan dan dimana?" Alex melirik ke kamar Diana. Kekasihnya sedang mandi saat ini. "Nanti kukirim alamatnya." "Oke." "Semoga sukses." Alex merenung. Apa yang mau dibicarakan Benyamin? Alex tidak berpikir banyak karena Diana membuka pintu kamar. Dia terlihat cantik memakai apa saja. "Wajahmu serius sekali?" tanya Diana. Dia berjalan anggun menghampiri Alex. "Hmmm... Ada telepon dari club." Posisi Alex yang duduk memudahkannya memeluk dan menghirup aroma tubuh Diana. Seketika segala beban dalam pikirannya lenyap. "Eh, kamu ini..." Diana tercek