Share

Bab 2

last update Last Updated: 2023-08-05 16:09:36

INFERTIL 2

Vina turun ke ruang makan, setelah usai membersihkan diri dan berdandan sewajarnya. Mertuanya ini orang berada punya banyak ART, jadi Vina tak perlu bangun pagi untuk bantu-bantu di dapur.

Kalau Abra nggak kaya, mana mungkin mamanya memaksa Vina menerima pinangan pria 32 tahun itu. Untung ganteng, jadi Vina nggak merasa terpaksa, seneng malah.

"Hai sayang ... Gimana, nyenyak tidurnya?" sapa Maya, mama mertua Vina.

"Iya Ma, nyenyak banget, sampai kesiangan bangunnya," jawab Vina tak bersemangat.

Maya menatap Vina heran. "Kok lesu gitu, Vin? Kecapekan ya semalam?" Maya mengangkat dua alisnya, menggoda menantu barunya itu.

"Mama apaan sih? Belum Ma, segelnya masih utuh." Maya terlihat menghela nafas mendengar jawaban Vina.

"Hah? Jadi kalian belum .... " Maya menautkan kedua jarinya, yang dibalas anggukan oleh Vina. "Mungkin Abra kecapekan, Vin. Tapi mama yakin malam ini dia bakal bikin kamu minta ampun," ujar Maya antusias.

'Benar juga kata Mama, mungkin aku harus sabar menunggu sampai nanti malam,' gumam Vina dalam hati.

"Oh ya, Ma? Mas Abra mana? Kok nggak kelihatan?" Vina menoleh ke kanan kiri, mencari keberadaan sang suami.

Pasalnya saat Vina bangun Abra sudah tidak ada di sisinya, Vina pikir laki-laki itu turun makan duluan.

"Ada sedikit urusan katanya, paling siang nanti sudah pulang," jelas Maya sambil menuang nasi ke piringnya. "Ayo makan, Vin! Makan yang banyak biar kamu sehat, dan cepet ngasih cucu Mama."

"I-iya Ma," jawab Vina sedikit terbata. Hatinya jadi galau, memikirkan sikap aneh Abra. Mereka baru sehari menikah, masa-masa pengantin baru yang kata orang 'indah' ini, kenapa dilewatkan oleh Abra? Justru memilih mengurusi urusan lain?

Jangan-jangan Abra menemui si Antony itu? Entah siapa dia? Laki-laki atau perempuan? Yang jelas menurut Vina, tak sepantasnya Abra meninggalkan dirinya yang masih terlelap, tanpa berpamitan.

Apa Antony marah, tidak terima Abra menikahi Vina? Hingga membuat Abra kalang kabut, dan buru-buru menemuinya? Pikiran-pikiran negatif itu memenuhi otak Vina sekarang.

"Vin!" Panggilan mertuanya membuat Vina tersadar dari lamunannya. "Eh, iya Ma, ada apa?"

"Disuruh makan kok malah melamun. Kamu itu mikir apa? Nggak nyaman dengan permintaan mama yang minta cucu?" tanya Maya lembut.

"Enggak Ma?" sahut Vina cepat.

"Ya sudah, cepet makan! Kamu nggak usah overthinking gitu, mama sabar kok menunggu cucu dari kalian. Ya meski lebih cepat lebih baik, tapi kamu jangan terlalu kepikiran, nanti malah stress." Vina hanya mengangguk pelan, lalu mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk.

"Mah, boleh tanya nggak?" tanya Vina takut-takut. Maklum dia belum terlalu dekat dengan mertuanya ini, tapi sebelumnya wanita 60 tahun itu pernah berpesan, agar Vina tidak merasa sungkan, dan menganggap dia seperti ibunya sendiri. Hal itu yang membuat Vina memberanikan diri untuk bertanya tentang suaminya.

Maya yang tengah menikmati sarapannya itu, berhenti mengunyah lalu menatap Vina heran. "Tanya apa?"

"Mas Abra punya mantan, nggak?" tanya Vina ragu.

Maya melanjutkan mengunyah makanannya, lalu menenggak air putih yang tersaji di depannya. "Kenapa tiba-tiba kamu nanya begitu? Memang Abra kenapa?" Maya menatap Vina penuh selidik.

Pertanyaan Maya membuat jantung Vina berdegup kencang. Dia hanya ingin tahu tentang suaminya, kalau tidak bertanya pada mertuanya lalu tanya sama siapa? Hanya Maya orang dekat Abra yang dia kenal.

"Ingin tahu aja, Ma. Biar Vina bisa belajar menjadi istri yang baik untuk Mas Abra. Berusaha menjadi wanita yang diidamkan Mas Abra," ucap Vina pelan, mencoba meyakinkan mertuanya. Padahal dalam hatinya dia ingin menguak rahasia dibalik sikap Abra yang menurutnya penuh misteri.

"Hm!" Maya berdehem sebentar. "Beberapa tahun yang lalu, tepatnya kapan Mama lupa. Abra pernah mengenalkan teman wanitanya, namanya Lia. Dia cantik tapi lebih cantik kamu, kok." Ucapan Maya membuat senyum Vina merekah seketika. Setidaknya dia punya poin plus, lebih cantik dari mantan pacar Abra.

"Waktu itu Abra baru kerja, sementara Lia masih kuliah. Hubungan mereka berjalan 2 tahun kalau nggak salah. Waktu itu mama pikir, Lia lah yang bakal berjodoh dengan Abra, tapi takdir berkata lain. Abra mengalami kecelakaan, entah apa sebabnya pacar itu justru meninggalkan Abra dan tak lama menikah kemudian dengan orang lain. Sejak itu Abra tak pernah lagi mendekati wanita, sampai kemudian dia mau Mama jodohkan dengan kamu.

Kamu tahu nggak Vin, Abra kasihan banget waktu itu. Sudah sakit, ditinggal pacar nikah. Kok ada wanita yang tega gitu ya? Padahal Abra kecelakaan karena mengantar dia dan keluarganya menghadiri acara di kota sebelah. Tapi Mama seneng, akhirnya Abra mau membuka hati dan menerima kamu sebagai istri," tutur Maya panjang lebar.

Apa Mas Abra masih sangat mencintai pacarnya itu? Hingga menolak menyentuhnya tadi malam? Pikiran itu melintas dalam kepala Vina. Tapi Maya bilang dia lebih cantik, kenapa Abra tidak bisa melupakan mantan pacarnya itu? Tapi cinta kan tak memandang rupa? Pusing kepala Vina memikirkan segala tentang Abra.

"Melamun lagi? Sudah lah kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh, yang penting Abra sekarang sudah menjadi suamimu. Tugasmu sekarang membuat dia bahagia, dan merasa beruntung memiliki kamu. Ayo makan!"

Vina tak lagi bertanya, setelah mendengar penjelasan mertuanya. Dia fokus pada makanannya, sampai kemudian terlintas dalam kepalanya untuk bertanya tentang Antony. Vina yakin, mama mertuanya ini tahu siapa si Antony ini.

Tak ingin didera rasa penasaran Vina pun memberanikan untuk bertanya. "Kalau Antony, mama kenal?" Maya menatap Vina. "Ya kenal lah, dia itu sahabat Abra sejak SMA. Pas resepsi pernikahan kalian dia juga datang, kan? Memang Abra nggak mengenalkan kalian?" Vina hanya mengggeleng pelan.

Seingatnya dia, tamunya semalam hanya menyalami dan mengucapkan selamat, tanpa ada yang menyebutkan nama. Yang mana Antoni jelas Vina sama sekali tidak tahu.

"Dia itu dokter, sudah spesialis lho. Yang kayak dokter Boyke itu, lho. Apa namanya?" lanjut Maya kemudian.

"Seksolog?" sahut Vina.

"Iya kayaknya. Eh, kenapa tiba-tiba kamu nanya tentang Antoni?" Maya mengerutkan kening sambil menatap heran Vina.

"Penasaran aja, Ma. Dia itu laki-laki atau perempuan?" Itu yang sebenarnya ingin Vina tahu, apa gender si Antoni itu.

Maya tergelak mendengar pertanyaan menantunya, dari namanya saja sudah jelas nama laki-laki. "Laki-laki, Vin. Abra mana punya temen perempuan? Kalau punya, dia pasti nyari istri sendiri, bukan minta mama nyariin." Vina manggut-manggut mendengar jawaban Maya.

Sekarang yang jadi pertanyaan Vina, si Antoni ini laki-laki sejati, atau laki-laki tulang lunak. Masalahnya Chat dari Antoni semalam sangat mengganggu pikirannya.

"Mah, Antoni itu normal nggak, ya?" tanya Vina ragu-ragu, takut kalau mertuanya ini salah tangkap apa maksud Vina.

Maya terkekeh mendengar pertanyaan Vina, jadi menantunya ini curiga Antoni punya "hubungan spesial" dengan Abra?

"Antoni sudah menikah, punya sepasang anak kembar yang lucu-lucu. Istrinya juga cantik sekali, jadi kamu nggak usah khawatir kalau Antoni dan Abra belok bersama. Mereka sama-sama normal. Antoni dan Abra dekat, karena waktu kecelakaan itu, Antoni yang menjadi dokternya, waktu itu dia masih dokter umum."

Plong, itu yang hati Vina rasa. Tapi yang masih menjadi pertanyaannya, apa maksud chat Antoni semalam? Mencurigakan sekali.

Bersambung ....

Related chapters

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 3

    INFERTIL 3"Nggak bisa, Ton. Tulangku rasanya hilang, kayak nggak ada tenaga. Lemes banget, sumpah!" ucap Abra frustasi. "Kamu terlalu tegang mungkin, Bra. Coba deh kamu itu santai, rileks, dan nikmati saja momennya," jawab Antoni bijak. "Sudah Ton, aku sudah berusaha semampuku. Tapi tubuhku terasa tak berdaya saat aku mau memulainya, aku langsung down." Abra meraup kasar mukanya berkali-kali, mengingat kejadian semalam, dimana dia gagal menyentuh Vina. "Kamu terlalu banyak mikir kali, Bra. coba kamu fokus sama istrimu. Masa istri secantik itu, masih muda, seksi lagi, nggak membuat kamu nafsu?" ujar Antoni dengan wajah setengah menggoda. "Nggak tahu, Ton. Aku sendiri bingung, kenapa bisa begitu? Padahal aku bisa jatuh cinta pada pandangan pertama dengan istriku, kenapa sekarang aku nggak bisa nafsu? Padahal dia terlihat sudah siap semalam, tapi aku malah mengecewakannya. Aku jadi merasa berdosa padanya," ucap Abra frustasi. Berkali-kali dia meremas rambutnya sendiri. "Kamu sudah

    Last Updated : 2023-08-05
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 4

    INFERTIL 4Vina mondar-mandir di dalam kamar, berkali-berkali dia melongokkan kepala ke jendela, melihat ke arah gerbang masuk. Berharap melihat suaminya pulang, tapi hingga hari hampir gelap, laki-laki yang menghalalkannya sehari yang lalu itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. "Kemana, sih?" gerutu Vina, masih mondar-mandir dari sebelah ranjang menuju jendela, begitu terus berulang-ulang. "Huh!" Vina kembali mendengkus kesal, melongokkan lagi kepalanya keluar jendela, tapi apa yang diharapkan tidak dia jumpai. Padahal sebentar lagi azan maghrib berkumandang, tapi tak ada tanda-tanda Abra akan pulang. "Katanya hanya sebentar, ini sudah seharian, kok nggak pulang-pulang? Masa iya Mas Abra sudah masuk kerja, sih? Tapi tadi Mama bilang ada urusan sama teman? Duh, jangan-jangan dia ketemu selingkuhannya?" Pikiran Vina mulai dipenuhi prasangka-prasangka buruk tentang suaminya. Vina menghempaskan tubuhnya ke ranjang, duduk di pinggir sambil melipat tangan di depan dada. Vina hen

    Last Updated : 2023-08-05
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 5

    INFERTIL 5Vina mengeliat meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, perlahan matanya terbuka. Tanpa menoleh Vina meraba sebelah tempatnya tidur. Kosong! Lagi-lagi Abra bangun lebih awal, meninggalkan Vina meringkuk sendiri di bawah selimut. "Apa susahnya bangunin istri dulu, sih!" gerutu Vina dalam hati. Sudah dua kali Abra meninggalkan dirinya tanpa pamit, sebuah kebiasaan yang membuat Vina makin curiga pada sang suami. Ada apa dengan Abra? Apa yang disembunyikan laki-laki itu? Tak ingin over thinking, gegas Vina ke kamar mandi, membersihkan diri, tak lupa melakukan kewajibannya sebagai muslim sebelum memulai hari. Meski bukan berasal dari keluarga religius, untuk kewajiban yang satu itu Vina tak pernah meninggalkannya, kecuali kalau tamu bulanannya datang tentu saja. Usai sholat Vina berganti baju, memoles wajahnya dengan riasan tipis. Meski hatinya tengah dilanda gelisah, dia harus terlihat cantik dan segar, kan. Pengantin baru masa iya, penampilannya kucel dan nggak enak di lihat

    Last Updated : 2023-08-05
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 6

    INFERTIL 6Vina hanya menghela nafas melihat Abra pulang menjelang malam. Sebenarnya dia ingin bertanya kemana Abra pergi seharian, apa saja yang dilakukan laki-laki itu menghabiskan waktunya? Tapi dia urung melakukan, dia tidak yakin Abra akan jujur padanya. Terlalu banyak rahasia yang disimpan laki-laki itu, entah sampai kapan dia akan terbuka pada Vina? Vina hanya ingin punya kehidupan normal, seperti pasangan pada umumnya. Bukan seperti ini, Abra seperti alergi menghabiskan waktu berdua dengannya. Dia berharap, kecurigaannya tak terbukti. "Kita turun makan yuk, Vin! Sekalian aku mau ngomong sama Mama," ucap Abra setelah dirinya keluar kamar mandi dengan keadaan rapi. Dada Vina berdenyut nyeri, melihat Abra yang terlihat sudah ganteng itu. Ganti baju saja dilakukan Abra di kamar mandi, padahal mereka sudah suami istri. Tak berdosa bila Vina melihat tubuh polosnya, jangan hanya melihat menikmati saja halal. Tapi kenapa Abra masih sungkan? Atau ada yang ingin Abra tutupi, hingga V

    Last Updated : 2023-08-22
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 7

    Bab 7Selama di Maldives, mereka menghabiskan waktu untuk jalan-jalan menikmati pemandangan alam yang memang terlalu indah untuk dilewatkan, renang dan wisata kuliner tentu saja. Tapi ada hal penting yang mereka lewatkan, hal yang sebenarnya menjadi tujuan mereka datang ke sini. Meneguk madu cinta!. Ya, sampai hari ke-empat Abra belum juga menyentuh Vina. Setiap pulang jalan-jalan dia buru-buru ke kamar mandi, membersihkan diri lalu merebahkan diri di ranjang, dengan alasan capek, kemudian terlelap hingga pagi. Begitu terus setiap hari. Perilaku aneh Abra membuat kecurigaan Vina semakin menjadi-jadi. Ada apa dengan suamiku? Apa dia punya orientasi seksual yang menyimpang? Hingga tidak tertarik sama sekali untuk menyentuhku? Begitu pertanyaan yang kini memenuhi benak Vina. "Jangan menolak permintaan suami, dosa! Kalau perlu kamu yang memulai lebih dulu, tawari suamimu! Nggak usah malu-malu!" Nasihat Marni masih terngiang jelas di telinga Vina. "Apaan sih, Ma? Nggak mau, lah! Entar

    Last Updated : 2023-08-23
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 8

    "Bagaimana perjalanannya, menyenangkan?" tanya Maya dengan wajah semringah, menyambut kepulangan anak dan menantunya. Dalam benak Maya, menghabiskan waktu berdua untuk berbulan madu pastilah menyenangkan. Tak lama lagi dia akan segera mendapat cucu, tapi sayang yang terjadi justru sebaliknya. Bulan madu itu tak pernah terjadi, Abra dan Vina hanya jalan-jalan, plesiran. Tak ada momen romantis, yang ada justru Vina syok karena tahu Abra punya kekurangan. "Kami capek banget, Ma. Ceritanya nanti saja, ya? Kami mau langsung istirahat," jawab Vina tak bersemangat. "Iya, iya. Kalian langsung ke kamar aja!" balas Maya, dia tersenyum penuh arti. Dia masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Kami naik dulu, Ma." Abra menepuk pundak Maya sebelum berlalu. Abra menyusul Vina yang lebih dulu menuju kamar. Dari wajahnya bisa dilihat kalau Vina masih kesal pada Abra. "Vin!" Abra berusaha meraih tangan Vina yang hendak menekan handle pintu. Vina menatap Abra sejenak lalu melanjutkan aksinya

    Last Updated : 2023-08-24
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 9

    "Intinya, saudara Abra ini tidak percaya diri, minder, dan takut yang berlebihan. Pengalaman pernah ditolak dan ditinggalkan dalam keadaan terpuruk membuat dia trauma, kehilangan kepercayaan dirinya sebagai laki-laki. Bahkan dia kehilangan semangat untuk sembuh, karena merasa sendiri," terang Psikiater wanita yang kini berhadapan dengan Vina. Ya, sekarang giliran Vina bicara empat mata dengan dr. Fitria Ningrum Sp.KJ. Setelah sesi pertama tadi, Abra berkesempatan membicarakan keluhannya dengan ahli jiwa ini. "Apa ada obat khusus, Dok? Ya, semacam obat kuat atau apalah, biar suami saya punya sedikit 'power', dokter?" tanya Vina sedikit ragu. Jujur dia malu pada wanita cantik yang berbincang dengannya ini. Wanita itu menggeleng pelan, "nggak ada, Vin. Nggak ada! Yang sakit psikisnya, bukan fisiknya. Lagipula obat kuat itu banyak efek sampingnya, bisa bikin kecanduan juga. Kalau nggak minum, nggak bisa bangun. Nggak bagus juga untuk jantung. Paling aku akan meresepkan beberapa vitamin

    Last Updated : 2023-08-25
  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 10

    Infertil 10Vina mendesah lelah, ini malam kesekian dia dan Abra 'mencoba', tapi selalu kegagalan yang dia terima. "Maaf, Vin," lirih Abra dengan wajah penuh penyesalan. "Nggak pa-pa, Mas. Kita coba lagi besok," balas Vina tak kalah lirih. Meski dalam hati ingin meneriaki Abra, mengungkapkan segala kekecewaan yang membuncah di dada. Tapi mengingat ucapan dr. Fitria tempo hari. "Ingat, Vin! Kuncinya ada di kamu. Kalau kamu menyerah, semuanya akan sia-sia." Membuat Vina menelan kecewanya sendiri, dan tetap memberi Abra semangat, meski diri sendiri ingin rasanya ingin pasrah dan menyerah. "Terimakasih, Vin, terimakasih. Kamu memang yang terbaik." Abra mendekap erat Vina dalam pelukannya. * * * * *"Vin, Vina! Tunggu!" Vina membalik badan, menuju sumber suara. Di depannya nampak gadis seusianya sedang berjalan tergesa bahkan sedikit berlari ke arahnya. "Buru-buru amat! Sudah nggak sabar ketemu misua, ya?" ucap Nia dengan ekspresi wajah menggoda. "Apaan, sih! Aku bukan buru-buru mau

    Last Updated : 2023-08-26

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 7

    "Ceritanya panjang. Nanti aku bakal jelasin semua. Sekarang aku minta tolong sama kamu, agar merahasiakan masalah ini dari Ibu. Bisa?" "Oke, oke. Mas Rangga tidak usah menghawatirkan itu, tapi Vina di rumah sakit mana?""Keluarga pasien atas nama Nyonya Vina!" Obrolan Erlita dan Rangga terjeda oleh suara petugas rumah sakit yang memanggil. "Sorry, Ta. Aku ke dalam dulu.""Jangan ditutup dulu, Mas! Vina di rumah sakit mana?" kejar Erlita yang pertayaannya belum dijawab Rangga. "Husada!" Usai berkata Rangga menutup panggilan, dan mengikuti perawat yang tadi memanggil dirinya. * * * * * * * "Apa hubungan Bapak dengan pasien?" tanya sang dokter dengan wajah penuh selidik. Masalahnya ini informasi yang sangat pribadi bagi pasien, jadi dokter harus memastikan hanya orang terdekat pasien yang tahu. "Saya suaminya, Dokter." Wanita cantik itu mengangguk. "Begini, Pak. Pasien sepertinya baru saja mengalami kekerasan seksual. Ini diagnosa sementara saya. Untuk pastinya kami masih menunggu

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 6

    Rangga tak sanggup menahan air matanya, melihat orang yang dia cintai tergolek tak sadarkan di atas ranjang, dengan pakaian compang-camping. Bahkan nyaris telanjang. Tanpa perlu dijelaskan, siapapun tahu apa yang baru saja Vina alami. Kondisinya menjelaskan semua itu. Buru-buru dia menghambur ke arah ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuh yang selama ini begitu dia puja itu. Kemudian dipeluk nya tubuh lemas itu, dengan berurai air mata. "Maafkan aku, Sayang." Suara Rangga begitu hingga nyaris tak terdengar. Rangga tak bisa berkata apa-apalagi. Baru semalam mereka berdua begitu bahagia, mengetahui akan segera dikaruniai buah hati. Banyak rencana masa depan yang sudah dia rancang dengan sang istri, setelah anak mereka lahir nanti. Namun kenyataan berkata lain, Vina kembali mengalami pelecehan seks*al. Hal yang membuat Rangga merasa berdosa sekali, karena tak bisa menjaga Vina, hingga mendapat perlakuan seperti ini. 'Tuhan.... Apa salah kami, hingga harus mendapat takdir seper

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 5

    Rangga mulai gelisah, pikirannya tidak tenang. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa tidak enak. Rasa bersalah menggelayuti, karena membiarkan istrinya kembali ke kamar sendiri. Seharusnya, dia mengantar Vina dan memastikan wanita pujaannya Istrinya sampai di kamar dengan selamat. Bukannya membiarkan Vina pergi sendiri, bagaimana kalau Vina butuh bantuan, atau terjadi sesuatu dengan dia? 'Kenapa aku jadi lebay begini, sih? Ini hotel bintang lima, yang keamanannya terjaga. Yakin Vina baik-baik saja sampai kamar' gumam Rangga menghibur diri. 'Tapi Vina sedang hamil, harusnya aku selalu menjaga dia. Bukan malah mementingkan tamu," sanggah sisi hati Rangga yang lain. "Bro! Kamu kayak nggak tenang gitu. Kenapa?" Aditya, sahabat sekaligus rekan bisnis Rangga, menepuk calon bapak itu. "Eh, nggak papa, Men. Lagi kepikiran bini aja. Tadi dia ngeluh nggak enak badan, minta balik ke kamar," jelas Rangga. "Udah, susul sono! Daripada Lu kepikiran terus!" Rangga nampak berfikir sejenak. Sebagai

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 4

    Tanpa menunggu lama, Edo buru-buru mengikuti langkah Vina. Menyusuri lorong hotel yang sepi. Setelah dirasa aman, Edo mendekat, dan menarik tubuh Vina sekuat tenaga. "Mm! Mm!" Vina berusaha melepaskan tangan asing, yang tiba-tiba membekap mulutnya. Kebaya dipadu kain batik yang dia kenakan, membatasi geraknya. Hingga kesulitan melawan orang entah siapa, yang punya maksud buruk padanya ini. "Mm! Mm!" Vina terus berusaha memberontak, meski tak yakin berhasil. Dia memukul, menendang, menggigit. Apapun yang bisa dia lakukan, dia lakukan saat ini demi bisa menyelamatkan diri. Tapi tenaga orang yang menyerangnya ini sangat kuat. Dari tangannya yang kekar, membuat Vina mengambil kesimpulan bahwa ini adalah laki-laki. Tapi siapa? Dia merasa tak punya musuh. Vina berharap ada orang yang lewat, dan mau menolongnya. Tapi nampaknya harapannya hanya kosong belaka, lorong itu tetap sepi sampai akhirnya sosok misterius itu berhasil menyeretnya masuk ke sebuah kamar. "Auw!" Vina menjerit, ketik

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 3

    Vina menatap dingin ke arah Edo, berharap laki-laki ini cukup tahu diri, bahwa keberadaannya sangat mengganggu. "Tapi aku suka kamu yang sekarang. Terlihat lebih menggoda." Edo kembali melempar kalimat melecehkan."Pergi!" Vina sudah tak tahan lagi dengan sikap Edo yang menurutnya sangat menyebalkan."Oke, oke. Aku akan pergi. Tapi perlu kamu tahu, kita akan sering ketemu, Vin. Indra, suami adik iparmu itu, sepupuku. Dan satu lagi, perusahaan tempatku bekerja ada kontrak kerja sama dengan perusahaan milik suamimu." Usai berkata Edo melenggang begitu saja, meninggalkan Vina yang setengah mati menahan amarah. * * * * * * * * * *"Apa dia mengganggumu?" Tanya Rangga dengan wajah cemas. Setelah mengecup kening sang istri sekilas, Rangga kemudian menyeret kursi dan mendudukinya. Dari atas pelaminan, dia melihat istrinya memasang wajah kesal dan beberapa kali tanganya menunjuk ke arah keluar. Saat ngobrol dengan Edo tadi. Meski tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, Rangga yaki

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 2

    "Hati-hati, Yang!" Tangan kanan Rangga memeluk pinggang Vina, sementara tangan kirinya menggandeng tangan sang istri. Mereka sedang menuruni tangga pelaminan, tapi perlakuan Rangga seolah Vina perempuan tua yang tengah menuruni bukit terjal. Vina menjengah mendapat perlakuan lebai dari suaminya. Sejak semalam, sejak tahu di rahimnya tengah tumbuh buah cinta mereka. Rangga jadi over protektif, Vina diperlakukan bak gelas kristal yang rapuh. Bahkan heels yang sedianya akan Vina pakai pada acara ini, diganti flatshoes karena tak mau kaki istrinya pegal dan kram. Bener-bener calon bapak over protective suami Vina ini. Meski jengkel, nyatanya perlakuan Rangga tetap membuat perasaan Vina melayang ke udara. Dia merasa begitu dicintai oleh sang suami. Dia merasa menjadi wanita paling beruntung, di muka bumi ini. Semalam, mereka begitu asyik memikirkan rencana-rencana pada calon buah hati mereka. Rangga bahkan sudah memilih nama yang pantas untuk calon anak mereka. Laki-laki jelang empat pu

  • Bukan Pernikahan Impian   Season 2 Bab 1

    "Mas .... udah, dong!" Vina berusaha menepis tangan Rangga yang terus membelit perutnya dari belakang. Tak masalah bagi Vina kalau tangan itu hanya memeluk, tapi tangan itu merayap kemana-mana. Bukan hanya meraba, tapi kadang mencubit area sensitif, dan meremas dadanya. Tanda bahwa pria yang sudah resmi menjadi suaminya itu mengajaknya kembali mendaki puncak asmara. Rangga tak menjawab, tangannya sibuk meraba-raba tubuh sang istri. Bahkan bibirnya dari tadi tak mau diam. Tengkuk dan leher Vina jadi sasaran. "Capek aku, Mas...." Kembali Vina melayangkan protes. Namun sayangnya Rangga enggan peduli. Ini bukan malam pertama mereka. Pernikahan sudah digelar hampir dua tahun yang lalu, tapi Abra seolah tak pernah bosan mengajak Vina mereguk manisnya madu cinta. Tubuh Vina, dan segala tentang Vina kini jadi candu bagi pria berkulit sawo matang itu. Tak pernah sekalipun dia melewatkan malam tanpa bercinta. Mumpung belum ada anak, belum ada yang mengganggu. Begitu fikir Rangga. Awal perni

  • Bukan Pernikahan Impian   Ending

    "Saya terima nikah dan kawinnya, Levina Agustian binti Hendratmo dengan mas kawin logam mulia 24 karat, seberat 100 gr dibayar tunai." Dengan satu kali tarikan nafas, Rangga berhasil mengucap. Emas 24 karat, adalah lambang kesucian cinta Rangga untuk Vina. Dan seratus gram berarti, cinta Rangga hanya untuk Vina seorang. Begitu ucap Rangga saat Vina menanyakan apa filosofi di balik mas kawin yang dipilih Rangga. Dan semua itu bukan hanya kata-kata, apalagi bualan semata. Rangga sudah membuktikan, bahwa cintanya hanya untuk Vina. Bertahun-tahun dia rela menjomblo, karena tak satupun wanita mampu menggeser posisi mantan istri Abra itu di hatinya. "Bagaimana saksi, sah?""Sah!" Suara lantang nan kompak dari para hadirin terdengar membahana memenuhi ruangan. Tangis Vina pecah seketika, antara bahagia dan haru membaur jadi satu. Untuk kedua kalinya dia menjalani akad nikah lagi. Tak pernah terbersit dalam benaknya, pernikahannya dengan Abra kandas dan kini dia menikah dengan laki-laki la

  • Bukan Pernikahan Impian   Bab 64

    Vina meninggalkan ruang sidang dengan langkah gontai. Sidang penuh drama dan berlarut-larut membuat dirinya lelah jiwa raga. Abra melalui kuasa hukumnya menolak bercerai dengan alasan masih cinta, dan semua yang terjadi hanya kesalah pahaman belaka. Entah Abra punya apa? Hingga majelis hakim terus menunda keputusan, padahal bukti sudah Vina sodorkan. Dan pengecut nya lagi, Abra tak pernah menghadiri sidang. Sakit, alasannya. "Huft! Lama banget, sih! Drama!" Gerutu Vina dalam hati. Sebenarnya jauh dalam hati, Vina tak pernah menginginkan perceraian ini. Dia berharap pernikahannya dengan Abra adalah yang pertama dan terakhir, hanya maut yang memisahkan mereka. Namun apalah dayanya, Abra yang dulu begitu memujanya, memperlakukannya bak ratu. Tiba-tiba berubah jadi sadis, hanya karena cemburu buta. Apakah masalah keuangan yang telah melilit Abra, yang membuat laki-laki yang biasanya begitu lembut itu, jadi temperamen dan tak berperikemanusiaan? Entahlah, Vina sendiri tidak tahu. Pada s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status