Share

Part 82

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kecelakaan yang dialami Citra membuat Arga menjadi suami yang peduli. Dia tidak masuk kerja dan juga absen di workshop. Sejak kejadian sore waktu itu, Arga tidak pulang ke rumah. Menemani Citra di rumah sakit. Membantunya buang air kecil, menyuapi makan, dan membantu suster menyeka tubuhnya.

Di hari ketiga di rawat, saat mereka sedang makan malam, pintu ruangan terkuak perlahan. Ucapan salam membuat Arga dan Citra menoleh ke arah pintu. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sabda dan Senja muncul dari balik pintu dan tersenyum pada mereka. Sabda membawakan parcel buah yang kemudian di letakkan di atas meja. Arga menepi, memberi kesempatan pada mereka untuk duduk di sebelah sang istri.

"Bagaimana keadaannya, Mbak?" tanya Senja setelah duduk di kursi. Sedangkan Sabda memilih duduk di sofa bersama Arga.

"Sudah membaik. Besok sudah boleh pulang."

"Alhamdulillah."

"Dari mana kamu tahu kalau aku di rawat di sini?"

"Kemarin pagi panitia workshop bilang kalau Mas Arga absen karena sedang men
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
semoga Senja dan anaknya selamat ya
goodnovel comment avatar
Siti Julian
kok belum up mba
goodnovel comment avatar
Sofhia Aina
Salam....bila nak lanjuuut nie........moga Senja ma babynya slmat and sehat ² jeee.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 83 Positive Thinking

    Melihat darah di telapak langan istrinya membuat Sabda tak kalah panik. Dia memandang ke arah spion samping, mencari celah untuk menepi dan berputar balik. "Sebentar, Sayang. Kamu jangan panik. Kita kembali ke dokter Eli."Setelah mobil menepi, kemudian Sabda mencari kesempatan hingga kendaraan sepi dan dia bisa berputar untuk kembali ke tempat praktek dokter Eli. Sedangkan Senja duduk bersandar dengan perasaan khawatir.Mobil telah berputar arah. Kemudian melaju lebih cepat daripada tadi. Sambil mengemudi Sabda berulang kali melihat ke arah istrinya yang tampak cemas. "Tenang, Sayang. Nggak akan terjadi apa-apa." Meski dirinya sendiri panik, Sabda berusaha menenangkan istrinya.Senja mengangguk sambil terus memegangi perutnya.Setelah mobil berhenti. Sabda turun lebih dulu, kemudian membuka pintu sebelah istrinya dan membopong tubuh Senja. Seorang suster yang berkemas-kemas karena praktek telah selesai tergesa menghampiri. "Ada apa, Pak?'"Dokter Eli masih ada, Sus? Istri saya pendar

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 84

    Sehabis mandi Senja tampak lebih segar. Wajahnya masih basah oleh sisa air, karena tidak dilap sempurna sebab tidak ada handuk. Sabda sesekali mengusap sisa air yang menetes dari kening istrinya dengan punggung tangannya. Sebenarnya di kantin juga menjual handuk, tapi sebelum di pakai biasanya Senja akan mencucinya terlebih dulu. Jadi percuma juga beli."Nggak usah pakai jilbab dulu. Nggak ada siapa-siapa di sini. Dokter visit masih setengah jam lagi. Mas suapi ya?"Senja mengangguk. Menu sarapan pagi ada semur daging, telur rebus, dan tumis wortel di campur tauge, brokoli, juga jamur. Sabda menyuapkan seluruh jatah sarapan pagi itu. Dan Senja sendiri yang minum teh hangat dari gelas."Nanti kamu mau diambilkan baju yang mana?" Sengaja Sabda bertanya. Sebab perempuan ini beda dengan laki-laki. Kalau lelaki mau pakai baju apa aja asal muat di badan. Perempuan mesti me-matchingkan gamis dengan jilbabnya. Bahkan bros yang hendak di pakai pun mesti harus serasi.Senja menyebut warna pakai

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 85 Pengagum Rahasia

    Andra duduk di bangku besi luar kamar, menunggu hingga istrinya selesai di seka dan berpakaian. Tadi malam dia yang mengganti bajunya Citra, nah pagi ini dia di usir agar tidak melihatnya dibantu Suster untuk ganti baju?Beberapa menit kemudian, Suster keluar kamar sambil membawa baskom kosong. "Sudah, Pak," ucap gadis itu sambil mengangguk sopan."Iya. Makasih," jawab Arga sambil menenteng barang bawaannya masuk ke ruangan. Pria itu tersenyum pada Citra yang sudah duduk dan tampak lebih segar dengan rambut terikat rapi. "Hai, kita sarapan dulu." Arga duduk di kursi setelah meletakkan barang bawaan di atas meja."Aku belikan ayam panggang sama urap. Kemarin kamu bilang pengen makan ayam panggang." Arga membuka salah satu kotak nasi yang ia bawa."Di makan nanti siang, Mas. Aku sekarang sarapan jatah dari rumah sakit saja.""Nanti urapnya basi. Makan ini saja, biar aku suapi.""Aku bisa makan sendiri." Citra mengambil paksa kotak dari tangan Arga. Sampai sang suami heran dengan perubah

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 86

    Nina lantas cerita mengenai pekerjaan dan kegiatan di sana selama Senja tidak ada. Cerita yang mengasyikkan hingga tak sadar sudah azan Maghrib berkumandang. Sabda dan kekasihnya Nina bilang kalau mau ke mushola dulu. Nina yang membantu Senja mengambil wudhu untuk salat Maghrib. Sedangkan dirinya sendiri tengah haid."Ja, sebenarnya aku tadi di titipi ini sama Pak Dion." Nina mengeluarkan amplop putih dari dalam tasnya. Senja memandang dan penasaran apa isinya. Selama ini dirinya bukan tak tahu kalau si bos yang duda itu menaruh hati padanya. Tapi Senja membiarkan karena dia pun sudah bersama Arga dan Pak Dion tahu itu."Coba kamu buka, Nin.""Enggak maulah, ini buat kamu kok.""Iya, buka aja."Nina akhirnya membuka amplop putih itu. Sejumlah uang dengan nominal seratusan di keluarkan Nina dari dalam amplop. "Eh, banyak ini, Ja.""Ngapain dia ngasih aku uang?""Buat biaya rumah sakit kali. Pak Bos kan nggak tahu kalau suamimu tajir.""Hish. Orang tuanya yang tajir. Udah kamu masukin l

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 87 Pria Sejati

    Senja buru-buru meraih ponselnya di meja sebelah setelah Sabda pamit untuk Salat Isya di mushola. Dia menelepon Nina yang kebetulan sahabatnya itu sedang online."Hai, ada apa?" tanya Nina di seberang."Nin, besok sebelum berangkat kerja, mampir dulu ngambil uang tadi dan kembalikan ke Pak Dion.""Eh, kenapa di kembalikan? Mas Sabda marah? Kan aku sudah bilang kalau itu uang gajianmu.""Emangnya dia anak kecil yang bisa dibohongi.""Jadi Mas Sabda marah?" Suara Nina terdengar cemas."Nggak usah tanya, ya pasti marahlah. Tadi dia bilang, besok dia sendiri yang akan mengembalikan uang itu. Please, besok berangkat pagi-pagi ya, mampir ke rumah sakit. Kamu nggak tahu gimana marahnya dia.""Mengerikan?""Hish, pokoknya jangan lupa besok kamu ambil balik uangnya.""I-iya, aku emang gugup kemarin. Harusnya aku bilang saja kalau itu uangku untuk bayar hutang ke kamu.""Pokoknya besok kamu harus ngembaliin uang ini.""Iya, Nyonya. Udah, aku mau makan malam. Laper dari tadi. Dengar kayak gini t

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 88

    Senja tertegun dengan ucapan sahabatnya. Meski kadang suka kebingungan dalam mengambil sikap, nyatanya Nina juga temannya yang cerdas dalam memperhatikan keadaan sekitar. Terlebih karena mendapatkan pengalaman dari orang tuanya yang broken home. Orang tuanya bercerai ketika Nina masih kelas tiga SMA.Jadi ia tidak perlu lagi mempermasalahkan Sabda kapan akan bilang I Love You padanya. Nina saja yang tiap hari mendapatkan ucapan itu saja, nyatanya hubungan mereka belum tahu akan di bawa ke mana."Ja, beneran kamu harus banyak bersyukur. Kamu mendapatkan suami yang nggak hanya keren secara fisik. Tapi juga sangat baik dari sikapnya dalam menghormati wanita. Memang sih, jadi pria macho adalah impian tiap lelaki. Makanya sebagian besar mereka berusaha menumbuhkan otot di tubuhnya. Berbadan sehat, terlebih kalau sampai six pack, wih tambah bikin wanita klepek-klepek. Tetapi kejantanan fisik saja nggak cukup bikin perempuan bahagia jika nggak diimbangi oleh sikap mengayomi. Lihatlah suamimu

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 89 The Boss

    Sabda berdiri di depan pintu yang ada nama panjang beserta gelarnya di sana, tapi Sabda enggan membaca. Cukup ia tahu kalau dia itu dipanggil Pak Dion. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana sambil menunggu Nina mengetuk pintu."Masuk," suara berat terdengar dari dalam.Nina memutar handle pintu. "Permisi Pak Dion, ini ada Pak Sabda ingin bertemu.""Persilakan masuk, Nin."Gadis itu mengangguk kemudian memandang pada Sabda yang berdiri di belakangnya. "Silakan masuk Mas Sabda. Aku tinggal turun ya.""Oke. Terima kasih."Setelah Nina pergi, Sabda masuk dan kembali menutup pintu. Seorang pria penuh wibawa duduk di kursi putar belakang meja. Wajahnya lumayan tampan, tapi ada bekas goresan luka lama di pelipis kirinya. Mungkin pernah terluka sewaktu kecil dulu."Selamat pagi, Pak Dion. Saya Sabda, suaminya Senja!" Sabda memperkenalkan diri. Kedua pria berdiri dan saling berjabatan tangan. Pak Dion tersenyum. "Silakan duduk Pak Sabda.""Terima kasih." Sambutan yang sangat sopan membua

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 90

    Sementara Sabda yang telah sampai di kantor segera menemui Anggit dan mengajaknya membahas mengenai laporan yang harus segera di selesaikan. Dia ingin lekas menjemput Senja ke rumah sakit. Dalam perjalanan tadi Senja sudah mengirimkan pesan kalau dokter sudah mengizinkannya pulang.Anggit yang masuk ke ruangannya membawa laptop, beberapa map berisi berkas, dan tablet untuk mencatat. "Semua sudah selesai apa belum?" tanya Sabda."Sudah, Pak. Silakan Pak Sabda cek."Sabda sibuk memeriksa laporan, sedangkan Anggit memperhatikan sambil mencatat apa yang penting dan hendak di sampaikan kepada atasannya."Kabar Bu Senja bagaimana, Pak?" tanya Anggit setelah dilihatnya Sabda selesai menandatangani beberapa berkas."Alhamdulillah, hari ini sudah boleh pulang. Makanya saya harus cepat-cepat menyelesaikan ini biar bisa menjemputnya di rumah sakit.""Syukurlah. Nanti saya kepengen membesuk di rumah. Bolehkan, Pak?"Sabda menatap sekilas asistennya. Kemudian pria itu mengangguk. Anggit sudah emp

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 158

    Two weeks later ....Sepulang kerja, Sabda mengajak istrinya langsung ke tempat praktek dokter Eli. Sabda tidak sabar menunggu hasil dari pemeriksaan dokter mengenai kehamilan istrinya yang ketiga.Dikarenakan mereka datang lebih awal dan telah membuat appointment sehari sebelumnya, makanya seorang perawat yang berjaga segera mempersilakan mereka berdua untuk masuk ruang praktek."Selamat sore, Dok," sapa Senja dengan ramah."Selamat sore juga. Wah, pasti ini mau program hamil atau sudah mau ngasih kejutan ke saya ini." Dokter Eli bicara sambil tersenyum.Setelah duduk, Senja langsung mengeluarkan hasil testpack keduanya tadi pagi. Meski ini pemeriksaan kehamilannya yang ketiga, tetap saja Senja merasakan berdebar-debar. Pengalaman kehamilan kedua yang berujung kuret membuatnya cemas. Sementara Sabda sendiri malah lebih optimis, bahwa semua pasti baik-baik saja. Sampai ia rela berpuasa tidak menyentuh istrinya sejak pertama kali Senja memberikan hasil testpack di kantor waktu itu."Hmm

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 157 Senja yang Indah

    Meeting kali ini di adakan di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya Sabda. Pria itu ingin menghadirkan suasana baru, yang berbeda supaya rapat tidak terasa kaku dan membosankan.Meskipun ini rapat internal kantor yang hanya dihadiri oleh satu tim kerja Candra dan Sabda, tapi pria itu sengaja mencarikan tempat lain selain di ruangan meeting kantor seperti biasanya. Namun dia juga memperhatikan tempat yang di gunakan untuk meeting tetap kondusif dan nyaman.Itulah kenapa mereka sangat disukai oleh para bawahannya. Meski tegas, mereka berdua terutama Sabda cukup fleksibel menjadi seorang pemimpin. Rapat tidak pernah bertele-tele dan selalu efektif. Apa yang dibahas selalu on point, tapi materi yang disampaikan juga jelas.Sebenarnya dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya. Mengajaknya ke dokter kandungan meski hanya untuk melihat kantung janin yang semoga saja sudah terisi. Ah, berlebihan sekali Sabda. Enggak juga, istri dan anaknya adalah dunia baginya. Dia tidak

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 156

    Sabda tidak peduli jika di katakan sok suci. Satu hal ini yang akan di jaga sampai mati, yaitu kehormatan. Papanya selalu menasehati agar menjauhi zina, karena sang papa tahu dunia dalam lingkup pekerjaan mereka. "Istrimu lebih higienis daripada cewek yang sering di ajak bersenang-senang beberapa rekan kerjamu. Itu dosa besar yang bisa membawa penyakit untukmu dan istrimu. Bagaimanapun kondisi istrimu, dialah yang terbaik dari perempuan yang bisa kamu bayar untuk kamu tiduri semalam. Ingat itu, Sabda." Nasehat sang papa masih teringat jelas dalam benaknya.Sabda membuka mata, dan angannya seketika sirna tatkala sang istri menghentikan pijatannya, kemudian ganti memeluknya dari belakang. Mereka menikmati momen itu sambil diam. Banyak pasangan yang sama-sama sibuk bekerja, akhirnya mengurangi waktu bersama. Mempengaruhi hubungan mereka hingga terkadang menjadi berjarak, terlebih jika pekerjaan mereka menuntut untuk sering lembur. Sementara Sabda selalu mengajak Senja untuk selalu peduli

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 155 Pregnancy Test

    Sabda tersenyum lebar. Apa yang akan dilakukan seorang laki-laki jika melihat istrinya seseksi itu di depan matanya dan di saat yang tepat pula? Tentunya tidak butuh waktu lama untuk segera bertindak.Rasa letih karena perjalanan panjang sudah tak lagi diingatnya. Sabda turun dari ranjang dan berhadapan dengan istrinya. Mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat. Menikmati momen itu hingga mereka menghabiskan beberapa waktu di ranjang hotel.Radja yang terlelap tidak terganggu oleh suara apapun di kamar. Dia tidur dengan nyenyaknya dan membiarkan kedua orang tuanya menikmati malam milik mereka.Sabda membangunkan istrinya ketika azan subuh berkumandang. Di kecupnya kening Senja yang masih pulas di bawah selimut. "Bangun, Sayang. Sudah pagi," bisiknya pelan.Senja membuka mata, pemandangan yang pertama dilihatnya adalah sang suami yang tersenyum dengan jarak beberapa senti di atasnya. Rambutnya sudah basah. "Sudah subuh, ayo mandi dulu. Bak mandinya sudah Mas isi air hangat."

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 154

    Setelah meletakkan undangan begitu saja di atas meja, Sabda mengambil ponsel yang tadi ia tinggalkan di ruangan. Ada beberapa pesan dari istrinya.[Mas, bisa pulang cepat hari ini?] Isi pesan dari Senja.[Usahakan pulang sore aja ya.] Pesan selanjutnya seperti sebuah permintaan. Apa karena sakitnya bertambah. Tadi dia bilang hanya agak meriang, bisa jadi hanya masuk angin saja. Sabda cemas dan akhirnya melakukan panggilan. Beberapa kali di telepon tidak di angkat. Senja mengirimkan pesan memang sudah satu jam yang lalu. Sabda kemudian menghubungi Mbak Nur. Panggilannya langsung di jawab. "Halo.""Mbak Senja mana, Mbak?" tanya Sabda tidak sabar."O, masih nyuapin Radja di depan, Mas. Mau saya panggilkan?""Tidak perlu, Mbak. Bagaimana kondisi Mbak Senja hari ini?""Mbak Senja baik-baik saja sejak pagi tadi, Mas. Malah Mbak Senja yang jagain Radja sejak pagi.""Oh ya sudah, Mbak." Sabda mengakhiri panggilan. Dia lega karena istrinya baik-baik saja. Mungkin hanya tidak enak badan saja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 153 Kejutan Buat Sabda

    Rumah itu sepi di jam setengah satu malam. Hanya lampu yang tidak begitu terang masih menyala di teras rumah. Sabda menyuruh pengasuh putranya turun. Meski dalam perjalanan tadi gadis itu sudah meminta maaf, tapi tidak mengurungkan niat Sabda dan Senja untuk memulangkan Hesti ke rumah orang tuanya.Sabda turun, sedangkan Senja bertahan di dalam mobil memangku Radja yang tertidur pulas. Hesti mengetuk pintu rumah ibunya. Jarak dua meter di belakangnya, Sabda berdiri dengan kedua tangan di masukkan dalam saku jaket menunggu pintu di buka.Seorang wanita memakai daster yang panjangnya di atas paha keluar. Dia tidak kaget melihat kedatangan mereka, karena sudah di kirimi pesan oleh anaknya ketika Hesti dalam perjalanan tadi.Sabda menolak di persilakan masuk oleh ibunya Hesti. Di teras itu juga ia minta maaf karena harus memulangkan Hesti tengah malam. Sabda juga memberikan gaji Hesti yang belum genap kerja sebulan. Sabda juga menjelaskan kenapa harus mengantar pengasuh anaknya kembali k

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 152

    Di antara kesibukan mereka bekerja, selalu meluangkan waktunya untuk Radja. Apalagi setelah Mbak Yekti berhenti kerja dua bulan yang lalu karena menikah lagi, Radja tidak begitu menyukai pengasuh barunya. Hesti, gadis yang masih berusia dua puluh tahun. Sebenarnya dia sabar juga mengasuh Radja, tapi entah kenapa bocah kecil itu tidak suka. "Kemarin Mbak Nur bilang, Radja nggak mau makan kalau Hesti yang nyuapi. Terus kalau mau buang air kecil juga nyari Mbak Nur. Tapi kalau mau susu atau tidur sudah mau sama Hesti. Biasanya juga sama Mbak Nur." Senja mengajak suaminya membahas pengasuh baru Radja."Apa perlu kita carikan pengasuh baru?" saran Sabda. Sebenarnya Sabda sendiri tidak menyukai gadis itu. Dia punya alasan tersendiri kenapa tidak menyukai pengasuh anaknya. Apalagi di tambah setelah ia tahu latar belakang gadis itu."Nanti kalau Radja juga nggak mau gimana?""Sayang, yang resign." Sabda menarik lengan istrinya agar lebih mendekat padanya. "Jadi meski ada pengasuh, tapi Radja

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 151 Cobaan Seorang Suami

    Bu Yola duduk di depan di samping suaminya yang mengemudi, sedangkan Arga duduk menemani Citra."Perutmu terasa sakit nggak?" tanya Bu Yola sambil menoleh pada sang menantu."Cuman terasa nggak nyaman aja, Ma. Tapi aku nggak ngerasain sakit ini."Sesampainya di klinik, mereka di sambut oleh dua orang perawat yang jaga malam. Citra di bawa ke ruang pemeriksaan. Mendengar penjelasan dari Citra maupun Bu Yola, akhirnya dokter langsung memutuskan untuk melakukan USG. Benar dugaan Bu Yola tadi, rupanya air ketuban sudah pecah sebelum adanya pembukaan. "Terus gimana, Dok?" tanya Bu Yola."Ada dua pilihan, Bu. Kalau air ketuban pecah sebelum kontraksi, bisa dilakukan induksi untuk merangsang kontraksi atau pulang ke rumah sambil menunggu adanya kontraksi secara alami. Tapi melihat dari pemeriksaan tadi, volume air ketuban nyaris habis. Makanya saya kasih pilihan kedua yaitu Cesar." "Cesar saja, Dok," sahut Arga cepat. "Sekarang juga kami akan mempersiapkan untuk operasi Cesar. Kasian baby

  • Bukan Pernikahan Biasa    Part 150

    Nindy tersenyum getir. "Harus baik dan kami sudah jadi bestie sekarang. Demi anak-anak. Aku juga nggak mau lama-lama nyimpan sakit hati. Lebih baik melanjutkan hidup dengan hati bahagia. Toh sekarang mereka sudah menerima karmanya. Usaha Mas Fatih mulai surut, anak yang di kandung bininya terpaksa harus di operasi karena meninggal di dalam kandungan. Bukan aku bahagia dengan penderitaan mereka, aku juga bukan istri yang baik. Tapi setiap perbuatan pasti ada balasannya. Aku menyadari itu, Ja. Beda istri beda rezeki."Senja mendengar cerita Nindy dengan seksama. Musibah itu membuat Nindy menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Melihatnya begitu murka ketika pertama kali ia mengetahui kalau suaminya selingkuh, siapa mengira kalau Nindy akhirnya bisa selegowo itu. Bahkan katanya sekarang menjadi bestie-nya sang mantan demi anak-anak. Tak semua orang bisa melakukan itu.Sikap Tata dan Nindy menyadarkan Senja, bahwa tak boleh menghakimi seseorang karena sikapnya. Sebab bisa saja mereka beruba

DMCA.com Protection Status