Biru dengan mudah melucuti gaun tidur Jingga setelah menanggalkan kaosnya.
Perlahan membawa Jingga berbaring di atas ranjang, mengungkung Jingga dari atas.Melumat bibir Jingga sebentar dan membawa kecupannya ke rahang dan berakhir di leher.Mata Jingga terpejam, kepalanya menoleh ke samping.Bibir Biru terus turun hingga ke dada membuat kepala Jingga mulai pening saat lidah Biru bermain di puncak dadanya.Telapak tangan Jingga mencengkram pundak kokoh Biru yang berotot sambil merasakan bagaimana lidah dan bibir Biru memanjakan dirinya dengan kenikmatan.Puas bermain dengan puncak yang satu—Biru akan berpindah ke yang satunya lagi.Menjilat, mengulum kemudian mengisap dengan cara paling lembut membuat Jingga mendongak seraya memejamkan mata erat.Ada bercak merah dari gundukan yang baru saja Biru tinggalkan.Kemudian mata mereka bertemu, saat bibir pria itu sibuk mengulum juga lidah yaSemenjak bangun di pagi hari, Jingga merasa tidak bersemangat. Tubuhnya lemas disertai pening di kepala. Wajah Jingga juga pucat dengan kantung di bagian bawah matanya yang sayu. Biru yang baru keluar dari dalam kamar mandi langsung datang menghampiri melihat keadaan istrinya yang mengkhawatirkan di depan meja rias. “Kamu sakit?” tanyanya khawatir. “Lemes… enggak enak badan.” Jingga menjawab kemudian bersandar di tubuh Biru. Biru menempelkan punggung tangan di kening Jingga tapi tidak merasakan suhu tubuh istrinya yang tinggi. “Kamu ijin enggak usah kerja dulu ya, ikut sama aku sekarang ke rumah sakit… kita ke dokter.” Jingga menggelengkan kepalanya. “Aku ada meeting hari ini.” Biru mengembuskan napas panjang, karena istrinya ini adalah perempuan mandiri jadi dia sedikit keras kepala. “Atau enggak ijin dulu setengah hari, kita ke dokter dulu ya?” bujuk Biru lagi.
Usai meeting dengan pimpinan pusat, Jingga yang masih lemas dan bertambah lemas saja itu pun akhirnya meminta ijin untuk pergi ke dokter. Dengan diantar supir kantor, Jingga mengunjungi rumah sakit tempat Biru berpraktik. Jingga mengecek ponselnya, tidak ada pesan dari Biru yang mengabarkan tentang nomor antrian padahal sebelumnya pria itu mengatakan akan mendaftarkannya agar dia tidak perlu mengantri. Jingga berpikir mungkin Biru sibuk atau harus melakukan operasi mendadak. Sebagai perempuan mandiri, Jingga bisa daftar sendiri terlebih dia juga menggunakan asuransi kesehatan dari kantornya. Setelah mengunjungi bagian pendaftaran, Jingga duduk di kursi ruang tunggu poli umum. Dia mengirim pesan kepada Biru, memberitahu kalau dirinya sudah sampai di rumah sakit dan menunggu di poli umum. Tapi setelah menunggu beberapa saat, Biru belum juga membaca pesannya. Nama Jingga dipanggil untuk mela
Meski anak tunggal, dari kecil Jingga sudah dididik menjadi anak yang mandiri. Jingga tumbuh menjadi gadis kuat dan pemberani. Pola pikirnya dewasa meski dulu Jingga masih belia. Itu kenapa ketika beranjak dewasa, dia bisa jadi sukses tanpa campur tangan papanya. Dan ketika sebuah tragedi besar dalam hidupnya terjadi, Jingga tidak berontak seperti anak kecil. Dia mencoba memahami, menjalani meski awalnya sulit kemudian menerima. Namun kali ini Jingga menyerah, dia membutuhkan Papa karena terlampau berat beban di pundaknya yang membuat hatinya retak nyaris hancur. Jingga tidak mampu. Begitu mengetahui berita buruk tentang sang suami dari mertuanya, Jingga langsung menghubungi papa. Jingga menceritakan semua yang dia ketahui kepada papa. Segera saja papa datang menjemput ditemani seorang driver. Sekarang Jingga sudah duduk di mobil MPV premium papa di kab
Ternyata dengan niat yang besar untuk mengabulkan permohonan dari wanita yang dicintainya—meski bukan tugas dan ranahnya—Davian berhasil membantu pihak-pihak yang tengah mendalami kasus Biru sehingga bisa menemukan fakta bahwa Geisha yang memancing Biru datang ke apartemennya dibantu sang asisten. Ada indikasi kalau minuman yang Biru habiskan telah dicampur obat yang membuat pria itu tidak sadar dengan tindakannya namun tidak ada tindakan pemaksaan, mungkin Geisha sengaja membuat Biru menyetubuhinya agar Biru bisa menghasilkan sperma yang digunakan Geisha sebagai bukti palsu. Dan dibantu dengan sang asisten—Geisha membuat kondisi seolah-olah dirinya dipaksa oleh Biru. Bukti-bukti cukup untuk mengubah posisi secara telak. Biru berhasil dibebaskan kurang dari seminggu, nama baiknya telah kembali. Orang-orang sesama aktris dan penyanyi yang mengetahui kalau pernah ada hubungan antara Biru dengan Geisha di masa lalu angkat bica
“Bebasin Geisha, Ayaaah … bebasin, Gheisha.” Gheisa menangis sesenggukan saat ayah bundanya menjenguk ke Lapas. Dia sudah dijatuhi hukuman dua tahun delapan bulan Penjara yang merupakan vonis yang cukup ringan dari vonis sebelumnya yang telah ditetapkan yaitu lima tahun penjara. Ayahnya Gheisa menyewa pengacara handal meski begitu tetap tidak bisa membebaskan Gheisha karena bukti-bukti yang memberatkannya sangat banyak dan kuat. “Kamu harus sabar Geisha, tiap hari bunda akan kirim makanan untuk kamu … bunda janji, kamu tetap akan makan-makanan yang sehat dan bergizi tapi kamu harus sabar ya, sayang.” Bunda menangis sembari memeluk putrinya. “Karir Geisha hancur karena Biru, Yah … balaskan dendam Geisha sama Biru dan istrinya.” Geisha meraung-raung membuat tahanan lain yang sedang dijenguk oleh keluarganya pun menjadikan mereka pusat perhatian. “Enggak Geisha, kamu udah salah dari awal … Ayah sama bunda enggak akan melakukan
“Jangan bilang kamu mempertahankan rumah tangga kamu sama Biru karena kamu sedang mengandung.” Meski Biru terbukti tidak bersalah tapi sebagai ayah dari Jingga—papa Reza tetap harus hati-hati menanggapi kasus ini. Beliau tidak langsung begitu saja mau menerima Biru kembali. Meski tidak mengusir Biru saat datang ke rumah membawa kabar kehamilan Jingga. Papa bahagia tapi papa takut Biru mengecewakan putrinya lagi. “Enggak, Pa … Jingga memang udah mencintai Biru.” Jingga memberikan alasan. Papa mengembuskan napas panjang, dia menyerongkan posisi duduknya menghadap Jingga. “Papa enggak mau kamu terluka … apa kamu yakin kalau Biru sudah mencintai kamu?” “Nih … bukti cintanya tertanam di perut Jingga … Biru yang duluan minta anak, Pa … katanya dia akan membuktikan kalau dia sungguh-sungguh mencintai Jingga … lagian, kalau Jingga enggak membuka hati dan mempercayai Biru … Jingga e
Davian berhasil mengendalikan Cinta. SCinta terlalu polos dan berharap banyak kepada Davian. Cinta akan selalu siap setiap kali Davian mengajak bertemu. Dan setiap kali mami dan papi pergi keluar kota, Cinta akan menginap di apartemen Davian. Hubungan mereka semakin panas dan semakin intim saja. Sentuhan Davian layaknya heroin, Cinta akan gila bila seminggu lamanya tidak bercinta dengan Davian. Seperti malam ini, Cinta membawa banyak tugas kuliah ke apartemen Davian. Cinta menyogok orang di rumahnya agar tidak memberitahu mami papi kalau dia menginap di tempat lain. Sekarang, Cinta sedang duduk di lantai sementara MacBook dan buku serta alat tulis berserakan di atas meja. Davian sendiri tengah asyik main playstation. Sesekali Cinta akan bertanya mengenai tugasnya kepada Davian. Ada yang Davian mengerti dan bisa menjawab tapi ada juga yang tidak.
“Cintaaa … sayang, bangun! Mami sama papi mau pergi ke Papua tiga hari, nanti kamu ….” Suara mami mengecil di akhir kalimatnya yang menggantung. Kening beliau mengkerut melihat anak gadisnya masih meringkuk di atas tempat tidur di saat hari hampir siang. Hari ini memang hari minggu tapi bukan berarti Cinta bisa bangun siang. “Kamu sakit?” gumam mami seraya menempelkan telapak tangan di kening Cinta yang matanya masih terpejam. “Tapi enggak hangat.” Mami bicara sendiri. “Kamu kenapa?” Mami bertanya menaikkan intonasi suaranya agar terdengar oleh Cinta. “Emmh ….” Cinta mengerang dengan mata masih tertutup rapat. “Kamu sakit?” Mami mengulang pertanyaannya. “Enggak tahu, Cinta lemes banget.” “Kamu pasti begadang nih,” tuduh mami kesal. “Enggak ….” Cinta mendudukan tubuhnya dengan sisa tenaga yang dia punya. “Mi …,” panggil papi bersama suara langkah mendeka