Bab 36) Mengunjungi Restoran Papa Hendra (2)"Buktinya aku berada di sini, di ruang kerja Papa. Mama menyaksikan sendiri, bukan?" Aira tak melepaskan rangkulannya pada sang papa.Hendra tak henti mengelus kepala putri kesayangannya. Memang, belakangan ini Aira sangat jarang mengunjunginya, sehingga ia pun merasa rindu."Sudahlah, Nak. Mama Kalina hanya lelah, karena belakangan ini sering menyambangi restoran untuk membantu pekerjaan Papa." Hendra menengahi."Benarkah?" Aira memutar bola matanya menatap takjub wanita yang tengah menaik turunkan alisnya itu. Sebenarnya bukan alis, tetapi hanya goresan tinta pensil yang dibentuk serupa alis."Tentu saja. Kamu salah jika selama ini menganggap Mama hanya orang-orang kaki di rumah. Lihatlah, restoran ini tambah maju sejak Mama ikut turun tangan," ujar Karina menepuk dadanya."Terima kasih." Aira merendahkan intonasi suaranya, meskipun di hati ia tidak percaya. 15 tahun ia tinggal bersama wanita itu membuatnya mengenal Kalina luar dalam. Ent
Bab 37) Hampir KeracunanMelihat tingkah sang putri, Hendra langsung merebut cobek, lalu mencium aromanya. Keningnya berkerut. Seperti halnya Aira, dia pun merasa asing dengan bau sambal terasi di cobek ini."Aira...." Hendra tercekat melihat sang putri yang mulai limbung sembari memegang dadanya. Tanpa banyak bicara, lelaki itu membopong Aira keluar dari restoran dengan tetap memegangi cobek berisi sambal serasi.Ingin rasanya ia memaki Kalina ataupun pelayan yang mengantar nampan itu, tetapi ini bukan saatnya untuk marah-marah, yang lebih penting adalah keselamatan Aira. Hendra yakin di dalam sambal itu pasti sudah dibubuhi sesuatu yang bisa membuat seseorang celaka. Dia atau Aira yang menjadi targetnya.Beruntung Rumah Sakit letaknya tidak terlalu jauh dari Alia Resto and Cafe sehingga 10 menit kemudian Hendra sudah sampai di halaman rumah sakit. Sembari membopong tubuh Aira, Hendra berlari kecil menuju IGD, lantas berteriak kepada para petugas medis."Tolong putri saya! Tolong put
Bab 38) Menjadi Target Pembunuhan"Nggak apa-apa, Sayang. Aku sudah lebih baik dari sebelumnya." Senyum Aira mengembang melihat kedatangan suaminya."Tapi kata dokter, kamu keracunan makanan," cecar Athar gusar. Dia menatap sang istri serius. "Berceritalah, ini bukan urusan main-main. Keselamatan nyawamu adalah segalanya. Kita baru saja berpisah barusan selesai kamu keluar dari salon, tapi sekarang kejadiannya sampai begini."Aira menghela nafas. "Aku sedang makan siang dengan Papa. Ketika aku menyuap ayam bakar yang aku cocol ke sambal terasi, entah kenapa makanan itu rasanya pahit, jadi aku muntahkan saja."Pengakuan Aira sama dengan apa yang dibilang oleh dokter barusan. "Berarti kamu memang keracunan, Aira. Setidaknya ada yang menaruh racun di makanan kamu," tukas lelaki itu."Tapi belum bisa dipastikan juga, karena hasil dari lab belum keluar," sanggah Aira."Ya, tetapi kemungkinan besar memang ada orang yang menaruh racun di makananmu. Ini tidak bisa dibiarkan." Athar mengambil
Bab 39) Kemunculan Nicko"Kurang ajar! Berani kamu mengadukan saya sama Hendra?! Saya pastikan kamu akan terima kabar kematian yang mengenaskan dari ibunda kesayanganmu itu!!" Kalina melotot sembari mengepalkan tangan."Hidup dan mati seseorang itu berada dalam kuasa Tuhan. Jikalau malaikat maut belum mencabut nyawanya, maka dia tidak akan mati. Ingat itu, Nyonya!" Suara Riko menghilang seiring dengan sosoknya yang sudah menjauh dari hadapan Kalina. Kalina menggeram, menghentakkan kaki dan mengangkat tangan penuh kemarahan. Dia tidak menyangka bocah kemarin sore yang baru saja bekerja di restoran ini menggantikan ibunya yang sudah sakit-sakitan itu sungguh berani menentangnya."Dasar bocah! Berani sekali kamu mengancamku. Kamu pikir aku takut, hah?! Kamu benar-benar tidak sayang nyawamu dan ibumu!" sumpah serapah Kalina. Dia tidak menyadari jika sebuah ponsel diacungkan dari suatu tempat yang cukup tersembunyi. Seorang lelaki berpakaian seragam pelayan mengambil semua peristiwa yang
Bab 40) Pengakuan Riko"Saya memang diminta Nyonya Kalina untuk membubuhkan semacam serbuk di sambal terasi itu." Riko menundukkan wajahnya dalam-dalam. Perasaannya campur aduk. Mungkin inilah akhir dari pekerjaannya di restoran ini."Dan kamu bersedia?" potong Nicko."Tidak, Tuan. Saya lebih baik mati daripada mengkhianati Tuan Hendra dan Nona Aira," jawab Riko.Seulas senyum terlukis di bibir Nicko. Pengakuan Riko sama seperti video yang berhasil ia dapatkan dari Beni."Baiklah, teruskan, Riko," titahnya."Saat saya tengah menuju area depan, tiba-tiba Nyonya Kalina mencegat, mengajak saya ngobrol dan meminta kesediaan saya sekali lagi, tetapi saya masih tetap menolak. Hanya itu yang saya alami saat akan mengantarkan makanan untuk nona Aira. Saya juga tidak tahu kapan persisnya sambal terasi itu menjadi beracun," ucap Riko lugas.Sejauh ini dia pun juga bingung, bagaimana bisa makanan itu sampai kemasukan racun. Walaupun Kalina mencegat dirinya, bahkan sempat ngobrol, tetapi ia bisa
Bab 41) Pertemuan Di Kantor Polisi"Karena aku mencium hal yang tidak beres dari chef Arnold belakangan ini, tentang hubungannya dengan Mama Kalina yang kurasa tidak wajar. Hanya saja aku tidak punya bukti untuk menuduhnya terang-terangan. Lagi pula setelah kita menikah, aku melupakan soal itu, kemudian malah menghilangkan kewaspadaan. Bukankah selama ini kita hanya fokus dengan Kiara yang memaksa ingin kembali kepadamu?"Athar membenarkan. Energi mereka memang habis terkuras menghadapi ulah Kiara yang memaksa untuk kembali, satu hal yang tidak pernah Athar pikirkan sebelumnya. Bahkan setelah menjalani pernikahan dengan Aira pun, Athar berpikir untuk menjaga gadis itu untuk sementara sebelum akhirnya menemukan jodohnya yang lain. Toh, pada kenyataannya dia tak bisa. Dia sendiri yang melanggar perjanjian itu dan hubungan mereka bisa berkembang seperti sekarang.Lelaki itu beringsut mengecup kening Aira, lalu pamit meninggalkan tempat itu setelah dua orang bodyguard-nya datang. Gavin da
Bab 42) Akting Kalina "Ya, memang akan kulakukan, tapi tidak perlu tergesa-gesa karena sebelumnya aku harus mengirim kalian berdua ke hotel prodeo lebih dulu." Hendra membalas seraya menyeringai. "Apa?!" pekik Kalina histeris. "Kamu berani memenjarakan istri sendiri?" "Apa yang mesti aku takutkan? Kalian sekarang tak ubahnya seperti sampah di dalam kehidupanku, jadi harus aku singkirkan." "Kurangnya aku sama kalian itu apa?! Aku sudah memberikan apapun yang kalian inginkan. Namun kalian mengkhianati kepercayaan yang kuberikan. Sudah bagus aku tak membunuh kalian." Hendra mendengus kesal. "Kalau aku masuk penjara, bagaimana dengan Kiara? Dia pasti akan sedih." "Kiara itu sudah besar. Dia bisa mengurus dirinya sendiri. Bukankah selama ini dia jarang pulang?" sinis Hendra. "Iya, Pa. Mama tahu. Tapi Kiara akan malu kalau mamanya masuk penjara..." "Berani berbuat harus berani pula bertanggung jawab. Bukankah begitu, Athar?" Kata-kata Hendra yang di tanggapi anggukan lelaki muda it
Bab 43) I Love You, My Wife "Sudahlah, Pa. Soal itu tidak perlu dipikirkan saat ini. Urusan cabut mencabut laporan itu gampang. Selama berkas belum dilimpahkan ke kejaksaan, kita masih bisa mencabut laporan. Yang penting Papa sudah bikin keputusan untuk chef Arnold. Alia Resto and Cafe juga butuh perhatian Papa. Sekarang kita harus menormalkan kegiatan operasional di restoran pasca chef Arnold diberhentikan dari jabatannya," saran Athar buka suara. Dia merangkul hangat pundak mertuanya. "Ah, bener juga kamu, Athar. Ya sudahlah. Sebaiknya Papa kembali ke restoran. Papa harus segera membenahi semua kekacauan di sana." Tanpa berpikir panjang, lelaki itu segera berdiri. Athar mencium tangan mertuanya sebelum lelaki paruh baya, tapi terlihat masih gagah itu pergi meninggalkan kantor polisi. Lelaki itu menghela nafas panjang. Dia menoleh kepada Nicko. "Kamu pun boleh meninggalkan tempat ini, Nicko. Terima kasih atas segalanya. Sisanya biar aku sendiri yang mengurus," titah Athar. "Tapi
Bab 132) Tak Ada Kesempurnaan Yang Sempurna"Sayang, sudahlah. Mama sudah bahagia di sana. Mama pasti melihat dari atas sana dan tersenyum pada cucunya. Jangan bersedih, Sayang." Athar mengusap-usaha pundak istrinya, kemudian mengajaknya berdiri.Tubuh Aira masih saja gemetar saat Athar membimbingnya menjauhi areal pemakaman. Mereka harus segera melanjutkan perjalanan menuju rumah Hendra. Perjalanan masih memakan waktu sekitar satu jam lagi. Aira kembali duduk di sisi Hendra yang tengah menyetir. Sementara Lina duduk di jok belakang sembari memangku Alia.Sepanjang perjalanan, pikiran Aira melayang tak karuan. Inilah yang membuat ia malas dan jarang mengunjungi makam itu. Bukan karena tak rindu. Setiap kali ia mengunjungi makam ibundanya, setiap kali juga luka itu kembali menganga. Luka masa kecilnya yang menyaksikan ibunya terbujur kaku dan dimasukkan ke liang lahat. Saat itu dia hanya seorang gadis kecil berumur 9 tahun yang tak mengerti kenapa ibunya tiba-tiba meninggal dunia, pad
Bab 131) Lambang Kerinduanku Kepada MamaBeberapa hari di rumah Albana serasa begitu lama bagi Aira. Meskipun Athar selalu meluangkan waktu untuk membersamainya di sela-sela aktivitas kerjanya yang padat, tetapi Aira benar-benar tak nyaman. Kalimat demi kalimat terus berkelanjutan keluar dari mulut Albana soal status Alia, putrinya. Wanita itu benar-benar kesal, karena yang ada di otak kakeknya hanya urusan warisan dan Diamond Group, seolah-olah tidak ada hal yang menjadi prioritas selain itu. Rasa-rasanya putrinya cuma dijadikan alat bagi sang kakek untuk mengekalkan kekuasaan pada kerajaan bisnisnya."Apakah dia menganggap kelahiran anakku hanya sebagai pengisi kursi pewaris Diamond Group kedepannya? Sebegitu murah harganya," gumam Aira dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir. Setelah mendiang ibu dan dirinya, kini giliran putrinya yang baru lahir itu yang di nobatkan Albana sebagai pewaris Diamond Group. Diam-diam ia mengepalkan tangan. Untuk hal yang satu ini, cara pandang A
Bab 130) Bukti Keajaiban Cinta[Ini ada hadiah kecil dari Kakek. Kenapa tidak memberi kabar, cucuku? Padahal bayi itu akan menjadi salah satu pewaris Diamond Group selanjutnya. Kamu masih marah dengan Kakek?!]Aira hanya tersenyum tipis, memandang baris demi baris kalimat yang ditulis oleh kakeknya. Pesan itu terasa menohok, tapi Aira memiliki pengendalian diri yang cukup kuat. Dia berusaha untuk tidak terpancing. Tanpa membalas pesan itu, Aira langsung menutup aplikasi pesan instan, kemudian beralih menuju aplikasi m-banking. Wanita muda itu ternganga saat melihat nominal yang dikirim oleh Albana. Tak main-main. Hadiah kecil yang disebut oleh kakeknya itu adalah dana sebesar satu miliar.Mungkin itu memang hadiah kecil, karena uang satu miliar bukan apa-apa bagi lelaki tua itu. Diamond Group memiliki cabang hingga ke pelosok negeri ini. Diamond Group bukan perusahaan perbankan biasa, tetapi perusahaan perbankan raksasa yang basisnya menyaingi perusahaan perbankan plat merah di negeri
Bab 129) Berdamai Dengan Takdir"Mom tahu apa yang kamu rasakan," ucap Rani dengan lembut. Berhubung Keano tidak kunjung memutar tubuhnya, akhirnya Rani lah yang berjalan memutar dan menghadap lelaki muda itu. Dia menatap Keano seolah ingin menembus di balik kelam hitam sorot mata putra angkatnya ini."Apa yang Mom ketahui tentang diriku?" tanya Keano lirih."Hati dan perasaanmu terhadap Aira."Keano seketika tersentak. "Apa yang Mom katakan? Jangan mengada-ada, Mom. Aira itu adikku dan kebetulan istri Athar, putra kandung Mom!""Tapi kamu mencintainya, bukan? Jujurlah pada Mommy....""Aku...." Suara Keano tertahan di tenggorokannya. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.Namun wanita paruh baya itu begitu tenang. Dia malah menggenggam tangan Keano, seolah sedang mentransfer energi untuk menguatkan pemuda ini."Kamu tidak perlu sungkan sama Mommy. Mommy tak akan marah. Takdirlah yang mempertemukan kalian di saat kalian berdua sudah sama-sama dewasa. Tak apa, Nak. Hanya saja, satu hal itu
Bab 128) Kelahiran AliaAira memejamkan matanya sesaat. Dokter anestesi sudah memberikan suntik epidural beberapa saat yang lalu dan rasa nyeri perlahan mulai berkurang. Sekarang dia tinggal menunggu pembukaan lengkap, kemudian mengejan mengikuti instruksi dari dokter. Berhubung tidak ada masalah apapun dengan kandungannya, maka Aira memilih melahirkan secara normal dengan metode epidural.Namun meski sudah diberi suntikan penawar rasa sakit, tetap saja Aira merasa gugup dan takut. Wajar, karena adalah pengalaman pertamanya."Maaf, Sayang. Aku datang terlambat," sesal Athar. Dia mengusap keringat dingin yang membanjiri wajah Aira."Tak apa. Semuanya aman dan terkendali." Senyum Aira mengembang meski agak dipaksakan, sekedar menyamarkan rasa takut di hatinya. "Sebentar lagi kita akan bertemu dengannya. Dokter memperkirakan dia akan lahir beberapa jam lagi. Mana Mommy?""Sebentar lagi Mommy akan datang. Dia pasti akan sangat senang. Momen ini sudah lama dia tunggu." Lelaki itu membungku
Bab 127) ImpasWajah lelaki yang penuh keriput itu seketika berubah memerah. "Kamu pikir Kakek kurang kerjaan, sehingga mesti melakukan permainan anak kecil seperti itu?! Nggak level itu, Aira!""Meskipun aku baru mengenal Kakek, tapi bukan berarti aku tidak tahu bagaimana sifat Kakek. Aku memiliki sumber yang bisa dipercaya....""Kamu memata-matai kakekmu?" dengus Albana.Aira menggeleng. "Tidak," ralatnya."Terus.... Kenapa kamu menuduh Kakek ada bermain di balik semua yang sudah terjadi pada ibu tirimu yang brengsek itu? Masalah dia masuk rumah sakit jiwa, itu urusannya, bukan urusan Kakek. Mungkin itu karmanya karena sudah menyia-nyiakan anak tiri yang baik sepertimu," ujar Albana sinis."Stop, Kek. Berhenti bilang begitu.""Kalau bukan karma, apalagi namanya? Lagi pula kamu itu terlalu baik, Aira. Sudah tahu jika wanita itu pernah hampir saja membunuhmu, tapi kamu masih mau menolongnya!""Itu adalah masa lalu, Kek. Lagi pula, Papa sudah menceraikan Mama Kalina. Kurasa itu sudah i
Bab 126) Menemui AlbanaAira hanya mengangguk sekilas lalu tersenyum tipis kepada Bernard sembari terus melenggang masuk ke dalam. Seorang asisten rumah tangga menyambut dan mengantarkannya ke ruang pribadi sang kakek."Ada apa, Aira? Tumben datang kemari? Mana suamimu?" sapa Albana. Dia heran melihat kedatangan Aira yang tiba-tiba.Aira mendaratkan tubuhnya di kursi dekat pembaringan lelaki tua itu."Athar sedang ada kerjaan, Kek. Aku ke sini hanya ditemani mbak Nana, tapi mbak Nana aku suruh menunggu di mobil....""Kenapa kamu tidak ajak dia masuk, Aira?" sela lelaki tua itu."Ada yang ingin aku bicarakan dengan Kakek dan aku tidak mau Mbak Nana dengar," sahut Aira. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Saat ini mereka hanya berdua. Asisten rumah tangga dan perawat pribadi Albana sudah keluar dari ruangan ini.Albana berdeham. "Baiklah, terserah kamu saja. Apa yang ingin kamu bicarakan sama Kakek. Kelihatannya penting sekali....""Tentu saja, karena ini menyangkut kelangs
Bab 125) Menjenguk Kalina"Kita semua memiliki pengalaman yang buruk saat berhubungan dengan Mama Kalina. Itu memang kenyataan. Kamu, Aira, Athar dan juga aku. Jangan kamu pikir aku tidak sakit hati mendengar ocehan dan hinaan Mama Kalina selama ini, apalagi saat ia membanding-bandingkan aku dengan Athar. Tapi apapun itu, kita nggak boleh dendam sama orang tua....""Benar itu kata Alvino, Kiara," timpal Athar cepat. "Kalau menurutkan sakit hati, ingin rasanya aku membiarkan dia mati di jalanan. Bayangkan, Aira pernah masuk rumah sakit lantaran nyaris keracunan dan itu gara-gara ulahnya.""Aku...." Gadis itu tergagap "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Melihat wajah Mama saja rasanya aku tak sudi," keluh Kiara."Jika urusan sakit hati, rasanya akulah yang paling sakit," ucap Aira yang mengambil alih bayi lelaki itu dari pangkuan Alvino. Wanita itu menimang keponakannya penuh kasih sayang. "Mama Kalina pernah berniat membunuhku dan Papa. Kamu masih ingat, kan, insiden di
Bab 124) Putus HubunganWanita itu masih setia mengaduk-aduk bak sampah, entah apa yang dicarinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Dia mengenakan dress sebatas lutut, tapi kondisinya sudah sobek-sobek dan kotor. Rambutnya acak-acakan, kusut, seperti sudah lama tidak tersentuh sisir. Begitu Aira mendekat, ada bau menyengat yang tercium, membuat wanita itu spontan menutup hidungnya."Mama...!" Aira terpekik dengan mulut membentuk huruf O. Tangannya seketika terulur menarik lengan wanita itu, memaksanya untuk berdiri."Mama.... Kenapa di sini? Apa yang sudah terjadi? Mana Kiara??" Aira mundur selangkah manakala melihat sorot mata mengerikan dari Kalina. "Kamu siapa? Apakah kamu teman perempuan jalang itu, perempuan yang sudah merebut Harold dariku?!" Sepasang tangannya yang kotor malah mencengkeram bahu Aira. Mulutnya menyeringai."Harold?" Aira tergagap. Saking kebingungannya dia tidak sadar bahwa sepasang tangan kokoh itulah yang melepas cengkeraman tangan Kalina di bahunya.Nam