Bab 87) Mengusir Olivia"Barang bekas?! Jadi sebenarnya kamu itu bukan model biasa?!" Dada lelaki itu seketika bergemuruh. Pantas saja Olivia sebegitu mudahnya menyerahkan diri kepadanya, bahkan jauh sebelum hari ini. Saat ia masih berada di Manila, Olivia bahkan pernah telanjang di hadapannya di dalam apartemennya yang ada di Manila.Athar dan Aira tidak mungkin bohong. Seumur-umur ia belum pernah mendapati lelaki sahabatnya ini berbohong. Jika apa yang dikatakan Athar dan Olivia berlawanan, berarti Olivia-lah yang sudah berbohong kepadanya."Keano, ini sama sekali tidak benar. Fitnah. Perusahaan kamu pernah bekerja sama dengan agensi kami. Kamu tahu sendiri. Apa pernah agensi kami menawarkan para modelnya untuk memberikan pelayanan seperti itu, hah?!" Wajah Olivia seketika memerah. Dia merasa terhina, meski kenyataannya, ia memang melayani para lelaki hidung belang kelas kakap. Bahkan jauh sebelum ia kenal Keano, ia adalah sugar baby seorang seorang pengusaha terkenal di Filipina."
Bab 88) Jodoh Ibarat Cermin"Perkembangan janinnya bagus, hanya saja Ibu perlu menjaga pola makan, supaya asupan nutrisinya terpenuhi. Jangan lupa cukup istirahat. Satu hal lagi ya, Bu, tolong jangan berpikir yang berat-berat dulu. Kalau ibunya stres, nanti janinnya ikut stres, Bu," pesan lelaki setengah baya itu sebelum Athar dan Aira meninggalkan ruangannya.Sang asisten mengantar mereka sampai pintu depan klinik."Kamu dengar, kan apa kata dokter?" Kini keduanya sudah berada di mobil. Athar menghidupkan mesin dan langsung tancap gas meninggalkan tempat itu.Aira mengangguk. "Aku dengar. Maaf ya. Belakangan ini aku memang banyak pikiran. Semenjak aku bertemu Kakek Albana, aku sedikit merasa tertekan....""Kamu bisa cerita apapun kepadaku. Aku ini suamimu dan akan selalu mensupport. Kamu tidak perlu meragukan itu," ujarnya."Aku tahu. Banyak hal yang mengejutkan setelah kita menikah....""Aku minta maaf soal perjanjian itu dan aku sudah merobeknya. Kita benar-benar suami istri sah d
Bab 89) Titik TerendahDia segera mengenali sosok itu. Wanita muda pemilik wajah oriental dan merupakan asisten pribadi Rani. Namanya Devanka. Tanpa menghiraukan tatapan orang-orang, Keano menyambar tubuh itu, membopongnya sembari berjalan cepat menuju mobilnya."Bertahanlah Deva. Aku mohon," gumam Keano sembari terus melarikan mobilnya menuju sebuah rumah sakit terdekat.Sesampainya di rumah sakit, Keano membaringkan tubuh Devanka di brankar, kemudian membiarkan orang-orang berpakaian putih-putih itu mendorongnya menuju ruang IGD, sementara ia sendiri duduk bersandar di bangku di depan ruangan itu.Lelaki itu memijat kepalanya sembari memainkan ponsel. Tak ada yang bisa di lakukannya kini kecuali menghubungi Rani. Dia tak terlalu dekat bahkan jarang bertegur sapa dengan Devanka. Tentu saja tak tahu siapa saja keluarganya."Iya Keano. Tumben kamu menelpon Mommy? Ada apa?" Suara Rani terdengar dengan background suara deru kendaraan bermotor."Mom, Devanka mengalami kecelakaan. Dia bera
Bab 90) Siapa Lelaki Itu?"Devanka!" seru Rani tertahan. Gadis itu kembali meronta. Tangannya bermaksud mencabut selang infus dan akan turun dari pembaringan. Secepat kilat Keano menangkap tubuh itu, menekan kedua bahunya supaya Devanka tetap dalam posisi berbaring.Rani memencet bel. Tak sampai semenit, para petugas medis berdatangan. Salah seorang dari mereka menyuntikkan sesuatu yang membuat gadis itu terkulai lemas dan kembali tertidur."Beliau menderita depresi kategori ringan. Sepertinya ada peristiwa yang membuat jiwanya sangat terpukul. Kalau boleh tahu, apa yang sudah terjadi?" Lelaki berpakaian putih itu menatap Rani dan Keano bergantian. Mereka duduk berhadapan di batasi oleh sebuah meja.Kedua orang itu nampak saling berpandangan, kemudian menggeleng secara bersamaan."Kami tidak mengetahui apapun, Dok. Sehari-hari Devanka selalu ceria dan terlihat tak punya masalah," jawab Rani hati-hati."Apa Devanka perlu di tangani psikiater?" timpal Keano."Kalau Bapak dan Ibu setuj
Bab 91) Siapa Lelaki Itu? (2)"Deva," panggil Keano lirih.Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sosok lelaki tampan yang barusan ia maki sebagai pahlawan kesiangan. Sial! Rupanya Keano masih berada di sini. Padahal semula ia berharap lelaki itu sudah pergi meninggalkan rumah sakit ini."Kenapa kamu tidak pergi?" sarkas Devanka. Matanya kembali mengerjap. Dia heran, kali ini dia terbangun di ruangan yang berbeda dengan sebelumnya. "Mommy yang minta aku untuk menjagamu, Deva," sahut Keano. "Aku tidak perlu dijaga. Aku juga tidak perlu bantuanmu. Kamu boleh pergi. Kamu itu orang sibuk, kan? Jangan sok baik di hadapan Nyonya Rani," ketusnya. Dia kembali menepis uluran tangan lelaki itu yang bermaksud memegang dahinya."Deva, tanpa harus diminta oleh Mommy pun aku akan menjagamu. Aku peduli sama kamu, Deva....""Aku tidak butuh kepedulianmu, karena yang aku inginkan sekarang adalah mengakhiri semua kesakitan ini. Aku benci hidupku. Ak
Bab 92) Hotel Itu...."Aku pemerkosa?!" Lelaki muda itu sudah kembali berdiri tegak menatap Rani dengan tatapan elangnya. "Sejak kapan aku menjadi seorang pemerkosa, Mom?! Aku akui, aku memang bukan perjaka lagi, tapi aku tidak pernah memaksakan diri untuk melakukan hubungan intim dengan gadis manapun. Semua wanita yang pernah berhubungan denganku melakukannya dengan sukarela dan itu pun jumlahnya bisa dihitung dengan jari." Lelaki itu memaparkan.Rani melirik Devanka yang terbaring. Syukurlah, sepertinya gadis itu memang tengah terlelap, sehingga tidak terganggu dengan sikap spontannya barusan. Tak ingin membuat keributan yang membuat gadis itu terbangun, Rani menyeret Keano ke sebuah lorong yang nampak sepi."Kamu tidak merasa? Kamu tidak ingat, Keano? Iya, mungkin saja, karena waktu itu sepertinya kamu tengah mabuk," ujar Rani sinis."Mabuk?!" Kening lelaki itu seketika berkerut. "Aku pernah mabuk? Kapan ya?" Keano kembali berusaha mengingat-ingat. Lelaki yang satu ini memang cen
Bab 93) Minta Bantuan AiraKeano membenturkan kepalanya ke tembok berkali-kali seolah tengah berperang dengan sakit di dalam batok kepalanya. Sepagi ini dia sudah merasa sangat kacau. Dia baru saja lepas dari jeratan wanita ular bernama Olivia. Lalu sekarang? Tiba-tiba ada seorang gadis diketahui tengah mengandung anaknya."Bagaimana caranya aku menghadapi Devanka? Dia pasti sangat membenciku," gumam Keano."Aku sama sekali tidak punya pengalaman menghadapi seseorang yang mengalami trauma, apalagi sekarang jiwanya pasti semakin terguncang dengan kehamilan yang tidak diinginkan.""Apa aku minta bantuan Aira saja ya?" Tiba-tiba terlintas sosok Aira di benaknya. "Belakangan ini Devanka dan Aira cukup dekat. Siapa tahu mereka bisa berbicara dari hati ke hati. Mungkin kalau Aira yang bicara, Devanka mau mendengar. Semoga saja Aira berada di pihakku, bukan malah ikutan mengamuk seperti Mommy."Merasa menemukan solusi, Keano segera mengambil ponsel dari saku bajunya, lalu mendial nomor Air
Bab 94) Tak Ada Yang Salah Dengan Takdir"Tunggu Aira. Jangan pergi. Dengar dulu penjelasanku!" Lelaki itu mencengkram lengan Aira kuat-kuat."Lepas, Keano!" Aira memutar tubuhnya berusaha melepaskan diri. Namun sebelah tangannya lagi mengunci tubuh Aira, sehingga wanita itu tak lagi bisa berkutik."Please, Keano. Jangan begini. Ini di depan umum, sangat memalukan jika ada orang yang mengenal kita....""Aku tak akan begini jika kamu mau mendengar penjelasanku. Sekarang duduk!" titahnya."Tapi kamu itu jahat. Kamu sudah menghancurkan masa depan seorang wanita! Ini nggak bener!""Jika itu sebuah kesengajaan, ya aku memang jahat. Sedangkan ini murni kecelakaan, Aira. Sudah berkali-kali aku bilang," sergah Keano naik pitam.Misinya kali ini hanya untuk meminta bantuan Aira, agar mau menjelaskan semuanya kepada Devanka. Namun menjelaskan semuanya kepada Aira rupanya bukan hal yang mudah. Wajar, Aira dan Devanka sama-sama wanita. Hanya wanita yang mau mengerti penderitaan wanita lainnya."K