Aku pun keluar dari mobil Ayu dan beranjak masuk ke dalam kantor Gery.
Di lobby kantor terlihat hanya ada beberapa karyawan dan dua orang resepsionis yang sedang melayani tamu yang datang.
Aku harus segera menemui Gery di ruangannya, jangan sampai ada karyawan yang masih ingat dengan wajahku. Aku pun memutuskan untuk segera masuk lift.
Ruangan Gery ada di lantai enam. Aku masih sangat ingat dengan ruangannya.
Sesampainya di depan ruangan Gery, aku pun hanya mematung di depan pintu. Sungguh berat rasanya untuk memulai semua ini. Aku seperti mangsa yang akan menyerahkan diri kepada pemburunya.
"Ahhh… " aku menghela nafas panjang. Tuhan apa yang harus aku lakukan sekarang? Ingin rasanya aku kembali ke rumah dan mengurungkan rencana ini.
Kring!...kring!
Dering ponselku berbunyi kencang di lantai yang sepi ini. Lantai enam memang lantai VVIP, tak sembarangan orang yang bisa masuk ke lantai ini hanya orang orang yang memiliki ID CARD saja yang bisa masuk. k
Kebetulan ID CARD ku yang dulu masih ku simpan, jadi dengan mudahnya aku bisa sampai ke lantai VVIP ini.
Tak lama kemudian Gery pun keluar dari ruangannya. Dan betapa terkejutnya ia saat melihatku berdiri di depan pintu ruangannya.
"Tina kamu disini? Uda berapa lama kamu berdiri disini?" tanya Gery dengan wajah kegirangan seolah pesanan yang dia tunggu-tunggu telah tiba.
"I-iya! A-aku baru saja sampai" jawabku terbata bata. Tanpa basa basi Gery langsung menarikku masuk ke dalam ruangannya.
Ruangan yang paling aku benci, ruangan yang kucoba lupakan dari ingatanku. Tapi sekarang, aku malah masuk lagi ke ruangan ini. Betapa bodohnya aku ini, dua tahun aku mencoba melupakan semuanya. Namun, hari ini aku malah membukanya kembali.
Jantungku terasa sakit saat melihat ruangan di pojok ber gorden merah jambu itu. Kaki ku lemas seolah tak kuat untuk berdiri.
"Tin kamu kenapa? Kamu oke kan?" tanya Gery yang melihat wajahku pucat pasi.
Ku tarik nafas panjang dan perlahan kukeluarkan, aku berusaha menenangkan diri dan fokus pada rencaku dan Ayu untuk memata-matai Gery.
"Aku tidak apa-apa! Langsung saja, tujuanku datang kesini untuk melamar menjadi asisten kamu! Aku lagi butuh pekerjaan freelance, dan kebetulan kemarin aku diberitahu Ayu kalo asisten kamu lagi liburan ke Jogja selama satu minggu. Jadi, aku berniat untuk melamar sebagai asisten sementara kamu!" ucapku to the point.
Gery yang mendengar ucapanku seolah tak percaya dengan apa yang dia dengar, berulang kali dia meyakinkan atas ucapan yang aku katakan.
"Kamu beneran mau jadi asisten pribadi ku?" ucap Gery sembari memegang pundakku dengan kedua tangannya.
Berat sekali untuk mengucapkan Iya, tapi aku uda terlanjur berjanji kepada Ayu.
"I-iya aku mau jadi asisten pribadi kamu, Ger! A-aku butuh uang! Jadi terpaksa aku harus bekerja, tapi--ada satu syarat," ucapku sambil berbalik badan berusaha untuk tidak menatap Gery.
"Syarat apa?" tanya Gery.
"Anto tidak boleh sampai tahu jika aku bekerja menjadi asisten mu."
"Oke deal, syarat diterima! Hari ini kamu langsung mulai kerja" jawab Gery kegirangan.
'Astaga Tina! Apa yang kamu lakukan?' batinku menyesal.
☆☆☆☆☆☆☆
Kepalaku sedikit pusing, badanku terasa lemas Entah kenapa akhir akhir ini aku selalu merasa begini, apa karena aku bertemu lagi dengan Gery? Ntah lah mungkin saja aku kurang istirahat. Gumamku dalam hati
Perlahan aku duduk di kursi sofa yang besar itu dan kusandarkan kepalaku di bibir kursi.
"Ya tuhan kejadian ini seperti pernah aku alami"
tiba tiba air mataku mengalir tanpa henti sulit sekali untuk ku bendung
Gery yang melihatku menangis langsung panik, dia mengambil tisu dan mengusap air mataku yang tak henti-hentinya mengalir.
"Are you okay Tin?" tanya Gery.
"Kayaknya hari ini aku belum bisa mulai kerja, kepalaku sedikit pusing kayaknya kurang tidur" jawabku sambil berusaha berdiri walau badanku masih terasa lemas dan air mata masih menetes di pipiku.
Aku tak mau kejadian itu terulang lagi, kejadian yang tidak pernah bisa aku lupakan meski aku sudah berusaha melupakannya selama dua tahun.
"Aku antar kamu pulang ya?" ucap Gery sambil berusaha merangkul tubuhku. Seketika ku tepis tangannya, aku pun pergi dengan tangisan.
Sepanjang jalan menuju keluar kantor jantungku seolah akan terhenti, keringat dan air mata berkumpul menjadi satu.
Beberapa pegawai melihat aku berjalan sambil menangis Entah apa yang ada dipikirkan mereka melihatku keluar dari ruangan Gery sambil menangis. Aku Pun pulang ke rumah naik taxi.
☆☆☆☆☆☆
Sesampainya dirumah aku lihat ada pesan singkat dari Ayu
[Gimana Tin, kamu masih bersama Gery kan?] Bunyi pesan singkat dari Ayu.
[Aku di rumah, Yu! Kepalaku sedikit pusing jadi aku putuskan untuk pulang]balasku pada Ayu.
'Tumben sekali Ayu tidak langsung membalas pesanku, Biasanya dia tidak pernah seperti ini, apa Ayu marah kepadaku?' pikirku sambil terus melihat handphone yang tak kunjung ada pesan masuk.
Sampai sore aku terus menunggu balasan dari Ayu tapi tak kunjung datang, sepertinya Ayu benar benar marah kepadaku.
Waktu masih jam empat sore, masih lama menunggu Anto pulang
Hari ini Anto lembur sampai malam, biasanya jam sembilan malam baru pulang.
Aku pun tertidur pulas di atas sofa dengan handphone yang masih ku pegang.
"Ting tong..ting tong…" Bell rumah ku berbunyi lama sekali Ntah siapa yang menekan tomboll bell itu terus menerus.
Aku pun segera bangun dan membuka pintu. Terlihat sosok pria muda mengenakan jaket berwarna hijau dengan bungkusan paket besar di tangannya.
"Maaf buk lain kali kalau pesan barang itu di tunggu, jangan ditinggal tidur! Saya hampir setengah jam menunggu ibu keluar, uda pencet bell lama tetap saja ibu tidak keluar juga, Hampir saya balik lagi" ucap pria muda itu dengan wajah yang sangat kesal sambil menyodorkan paket itu ke tanganku.
Belum sempat aku bertanya ia pun pergi begitu saja dengan motor bebeknya yang di gas begitu kencang, kayaknya pria itu benar-benar kesal karena sudah menunggu lama di depan rumahku.
Mungkin karena aku tertidur begitu nyenyak sehingga tidak mendengar suara bell yang berbunyi sejak tadi.
"Apa ini, siapa yang pesan paket?" Pikirku bingung karena aku tidak sedang memesan barang pada siapapun.
Terlihat tulisan kecil di secarik kertas berwarna merah muda " segera buka! Gery"
Ternyata paket ini dari Gery, dan pria muda tadi kurir ojek online yang di pesan oleh Gery untuk mengantarkan paketnya kerumahku?
Aku pun masuk ke dalam rumah dan membawa bungkusan paket yang besar itu. Tanganku meraba dan mulai membuka paket yg berpita putih itu. Isinya sangat lengkap mulai dari tas, sepatu, rok mini dan crop top.
Namun, sebuah paper bag kecil yang berlogo brand ternama membuatku penasaran dan segera membukanya. Mataku terbelalak saat melihat sepasang underwear berwarna pastel yang sangat sexy.
Firasatku mulai buruk, apa maksud dari paket yang Gery kirim ini? untuk apa ia memberiku semua ini? Bukannya aku hanya bekerja menjadi asistennya? Kenapa ia mengirimku underwear ini?
Pov GeryHari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupku. Bagaimana tidak, setelah dua tahun aku tidak bertemu dengan wanita impianku karena dia menikah dengan pacarnya, hari ini wanita itu datang menghampiriku. Dan yang lebih mengejutkan lagi 'dia datang untuk melamar sebagai asisten pribadiku.Benar-benar hari yang penuh kebahagiaan. Tina tidak pernah berubah, wajahnya tetap cantik dan tubuhnya tetap sexy seperti dulu. Membuatku tak sabar ingin segera menyentuhnya."Argh!.. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu lagi" gumamku dalam hati yang sedang berbunga bunga.Besok adalah hari pertama Tina bekerja sebagai asisten ku. Sepanjang hari dia akan menghabiskan waktu bersamaku. Aku harus memberikan kejutan untuknya. Aku ingin dia terlihat spesial saat hari pertamanya bekerja.Gegasku mengambil kunci mobil dan segera pergi meninggalkan kantor.
Pov TinaKring!..Kring!Handphone ku berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak kukenal."Nomor siapa ini?" ucapku sambil memandang layar benda pipih itu."Hallo, ini siapa?" tanyaku penasaran."Aku Gery!" terdengar suara lantang diseberang sana. "Cuma mau mastiin kalo hadiah yang ku kirim sudah kamu terima" ucapnya padaku.Mendengar suara Gery di telpon aku sedikit kikuk dan tak tau harus menjawab apa. 'Kenapa Gery bisa menelponku? Siapa yang memberi tahu nomer ku kepada Gery?' gumamku dalam hati bertanya tanya."Gak usah bingung. Aku tau nomor kamu dari Ayu" jawab Gery seolah tau apa yang sedang aku pikirkan."Aku mau--besok kamu pakai semuanya! Tanpa terkecuali dan aku gak mau dengar alasan apapun! Ingat Tina, TANPA TERKECUALI! Atau kau akan menyesal"Belum sempat aku menjawab Gery sud
"Tina?" ucap pria itu terkejut melihat ke arahku."Ma-mas Dimas?" jawabku tak percaya akan bertemu dengan nya disini.Dia adalah Dimas Prayoga 'Om nya Gery sekaligus mantan pacarku saat masih duduk di bangku SMA. Lebih tepatnya dia adalah cinta pertamaku."Kamu sedang apa disini?" tanya Mas Dimas dengan tatapan penuh curiga.'Ia melihatku keluar dari kamar mandi dengan baju yang sangat sexy dan rambut yang masih berantakan serta peluh yang masih bercucuran, akankah Mas Dimas mau mendengar penjelasanku?' gumamku dalam hati.Wajah Mas Dimas terlihat penuh curiga, matanya menatap ke arah Gery yang mengenakan kemeja dengan kancing yang masih terbuka."A--aku kerja disini, Mas!" jawabku terbata-bata.Perlahan kulangkahkan kaki telanjangku berjalan menghampiri mereka. Kulihat tatapan mata Mas Dimas tertuju padaku, meliha
Ciuman kasar yang menyakitkan membuatku tidak bisa bernafas.Gery menarik tanganku dengan tangan kirinya. Aku pun memberontak berusaha dengan sekuat tenaga melepaskan tanganku dari cengkraman Gery."Tenanglah,Tina! Hentikan perlawanan mu! Jangan memaksaku untuk bertindak kasar! Diamlah!" bentaknya lagi."Kenapa kamu seperti ini, Ger! Kenapa melampiaskan semuanya padaku? Hiks hiks!" ucapku terisak. Gery yang saat itu sedang dibakar amarah seolah ingin menjadikan ku pelampiasan.Entah apa yang ada di pikirannya, dia menatapku bringas seolah mendapatkan mangsa yang siap di terkam.Aku menangis ketakutan tapi Gery tidak menghiraukan itu, kini tangan kanannya yang berlumuran darah mendarat di perutku, memelukku dengan erat, mencengkram ku seolah tak akan melepaskannya.******Suaraku hampir habis, tapi tidak ada seorang pun yan
Aku berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan mereka. Terserah mereka mau berbicara apa tentangku. Yang jelas, aku harus segera keluar dari kantor ini.Sesampainya di lobby aku dihampiri seorang pria paruh baya, dia pun berkata. "Ibu mau pulang? Mari saya antar buk!"Dengan sedikit heran aku pun menjawab. "Tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri.""Jangan,Bu! Biar saya antar saja" jawab bapak itu sedikit memaksa."Tidak usah, Pak! Saya bisa pulang sendiri" jawabku sambil menyeka air mata yang terus menetes."Saya mohon, Bu. Ibu harus mau saya antar pulang. Kalau tidak--nanti saya bisa dipecat, Buk!" jawabnya penuh harap. Ia pun mengeluarkan kertas putih bermaterai lalu menyerahkannya kepadaku.Sebuah kertas perjanjian, disana tertulis 'jika Pak Karyo tidak berhasil mengantarkan aku ke rumah dengan selamat, Pak Karyo akan dipecat tanpa
Jantungku berdetak kencang, rasa bersalah dan takut seolah saling melengkapi. Tidak terbayang jika Anto mengetahui apa yang terjadi denganku kemarin."Sayang, ko' bengong?" tanya Anto dengan wajah penasaran."I … ini karena … " Aku menggantung ucapanku."Karena apa?""Ka-karena aku kerok dengan uang logam tadi sore sebelum kamu pulang. Kan tadi aku uda bilang, kalo aku gak enak badan. Kepala ku pusing, a-aku kira masuk angin. Makanya aku kerokin pakai uang logam," jawabku dengan perasaan was-was. Takut jika Anto tidak percaya dengan apa yang aku katakan."Sejak kapan kamu suka kerokan? Bukannya kamu nggak bisa nahan sakit?" tanya Anto sedikit heran"I-iya! A-aku cuma nyoba aja, siapa tau kali ini nggak begitu sakit. Tapi ternyata sama aja kaya dulu, sakit!" jawabku.Raut wajah Anto masih menyimpan ras
"Kamu kenapa, sih' Tin? Dari tadi pagi jutek banget sama aku! Marah-marah gak jelas?" tanya Gery seolah tidak bersalah."Kamu tuh yang kenapa? Ngapain masuk kesini. Uda tau ini toilet cewek," jawabku ketus.Seketika Gery menggelengkan kepala dan menautkan kedua alisnya."Jangan negatif thinking dulu! Aku kesini untuk mengajakmu kembali ke depot! Tuh' jus alpukatnya sudah siap dari tadi, ntar keburu nggak dingin. Bukannya kamu nggak suka kalo minum jus yang uda gak dingin!" ucap Gery sambil menarik tanganku dan mengajakku keluar dari toilet.Perasaan kesal dan jengkel menjadi satu, saat melihat Gery memegang erat tangan ku dan menarikku menuju depot minuman.☆☆Di depot ku lihat Mas Dimas sudah duduk di kursinya, di atas meja 3 minuman dingin sudah tersaji."Ko, lama sekali ke toiletnya, Tin?" tanya Mas Dimas padaku.
"Aku nggak ngelakuin apa-apa, Tin! Percaya sama aku! Awalnya memang aku berniat menyalurkan hasratku yang sudah lama terpendam! Tapi, semuanya gagal, Tin! Aku tidak jadi melakukan itu. Aku hanya mengecupmu! Udah, itu aja!" jelas Gery padaku."Kamu serius kan, Ger? Kamu tidak berbuat lebih dari itu?" sahut ku memastikan."Aku serius, Tin. Tapi-please beri aku satu kesempatan""Kesempatan untuk apa?""Beri aku kesempatan untuk bisa dekat denganmu lagi! Aku yakin kamu tau kalau sampai saat ini aku masih cintai sama kamu, nggak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi kamu di hatiku!""Kamu gila, Ger! Aku uda punya suami. Dan kamu juga uda punya istri, Ayu itu sahabat aku Ger. Jangan ngaco, kamu!""Aku nggak cinta sama Ayu. Dia nggak bisa memberiku kepuasan! Dia selalu sibuk dengan anaknya. Gak ada waktu buat layanin aku. Terlebih … " Gery mengh
Hari ini aku sudah boleh pulang, Gery mengantarku ke rumah, karena Papa ada urusan bisnis yang tidak bisa ditinggal. “Makasih ya, Ger! kamu sudah mau mengantar kami sampai rumah!” ucapku pada Gery yang sedang sibuk menurunkan barang-barangku dari bagasi mobilnya. Mama menyuruh Gery masuk, dan mengajaknya untuk makan siang bersama. Sepertinya Gery dan Mama mulai akrab semenjak Gery menemani kami di rumah sakit. Selesai makan aku menemani Vino yang tertidur di dalam box bayi. “Tin, kamu disini?” ucap Gery menghampiriku. “Ger! sudah selesai makannya?” “Sudah, enak banget masakan asisten kamu!” “Syukurlah kalau kamu suka, Ger! oh ya Ger, makasih ya, kamu sudah mau nemenin aku selama dirumah sakit!” “Santai aja kali, Tin! Justru aku yang berterimakasi
Aku mulai mempersiapkan semua barang-barang yang akan kubawa, disana aku akan memulai semuanya dari awal. Membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu. Hari ini aku akan bertemu dengan Reo untuk perpisahan. Dia pasti sudah menungguku di bawah, aku harus segera menemuinya. “Hai, Re! Maaf lama menunggu!” sapaku pada Reo yang sudah menunggu di taman belakang rumahku. “Gak ko, Tin! Santai saja. Aku tau kamu pasti repot, kan?” jawab Reo datar. “Re! Makasih ya, selama ini kamu uda banyak membantuku, kalau gak ada kamu, aku gak tau gimana nasibnya hidupku ini!” “Ngomong apa sih, Tin! Santai aja kali. Oh ya Tin, kamu tau gak berita baru tentang Ayu dan Anto?”
Dengan langkah gontai Anto pun terpaksa pergi dari sini, dia pergi bersama gundiknya. Terlihat penyesalan yang teramat dalam dari wajahnya. Namun, itu tidak akan merubah keputusanku. Sakit? Tentu! Ini benar-benar menyakitkan. Rumah tangga yang kubangun dengan penuh cinta kini hancur begitu saja karena kehadiran orang ketiga. Seandainya kamu tau, saat ini ada anakmu di dalam rahimku, aku yakin kamu pasti tidak akan mau bercerai denganku. Tapi itu tak mungkin terjadi. Karena kamu harus bertanggung jawab dengan anak yang ada di rahim Ayu. Ayu pergi dengan tatapan sinis, raut kebencian terlihat jelas di wajahnya. Begitu juga dengan Gery dan keluarganya, mereka pun berpamitan untuk pulang. Aku lelah, benar-benar lelah, aku ingin segera istirahat. **** Malam semakin larut, semua tamu undangan sudah pulang, begitu juga dengan Reo dan Beca, mereka berdua p
Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul tujuh malam, aku harus segera turun ke bawah, kudorong tubuh Anto agar aku bisa terlepas darinya, dia benar-benar nafsu malam ini. “Uda sayang! Kita harus segera turun!” ucapku mengurai pelukan Anto. “Hmm, kalau malam ini bukan acara pesta ultahmu, aku mau kita bercinta malam ini! Kamu terlihat sempurna,” ucap Anto sambil membersihkan lipstik yang belepotan di bibirku. Aku segera merapikan penampilanku di depan cermin, dan memilih untuk tidak menanggapi ucapan Anto. Kami pun segera keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menemui para tamu undangan. Semua orang dirumah ini sudah bersiap, Mama sudah terlihat cantik mengenakan baju couple dengan Papa,
Pagi hari>>>> Sebelum semua orang dirumah ini bangun, aku sudah terlebih dulu bangun, aku bergegas mandi dan sarapan sepotong roti gandum dengan selai stroberi. Aku juga telah mengirim pesan pada Gery agar menyuruh Ayu pulang, aku tidak ingin rencanaku gagal karena keberadaannya disini. “Selamat ulang tahun sayang!” ucap Mama yang baru turun dari kamar, ia memeluk dan menciumku, lalu menyodorkan sebuah paper bag berisi ponsel keluaran terbaru. “Makasih, Ma!” jawabku lalu mempererat pelukanku. Tak lama kemudian, Papa dan Alika turun membawa kue tart kecil di tangannya. “Selamat ulang tahun, Kak Tina!” ucap Alika memelukku.
“Lepasin, Ger! jangan macem-macem, jangan cari-cari kesempatan!” ucapku langsung menarik tangan yang sedang di sentuh Gery.Beberapa kali ponsel Gery berdering. Namun, Gery tidak menghiraukannya, dia pun tidak menjawab saat aku tanya panggilan itu dari siapa, dia terkesan acuh dan tak peduli.Hari semakin sore, aku harus segera pulang ke rumah Mama. Aku harus segera menyiapkan segala sesuatunya untuk acara besok malam.“Ger! aku pamit pulang dulu!” ucapku berpamitan pada Gery.“Biar aku antar kamu, Tin!” jawab Gery sambil beranjak dari kursinya dan berdiri tepat disampingku.“Gak usah, Ger! aku gak
Benar saja dugaanku, Ayu lah yang mencuri CCTV itu, ternyata dia bersekongkol dengan satpam dan pembantu di rumah Gery. Gery harus tau semua ini, aku harus segera memberi tahunya, jangan sampai Ayu berhasil menyebar video CCTV itu ke media social.“Tin! Ko malah main HP? Cepat habiskan makannya! kita harus segera ke dealer, Papa gak enak sama Om Surya jika sampai telat,” tegur Papa padaku yang sedang sibuk membaca setiap chat yang dikirim Ayu pada seseorang.“I-iya, Pah! ini uda hampir habis, ko!” jawabku sambil memasukan sushi ke dalam mulut.Selesai makan kita pun bergegas pergi ke dealer Om Surya untuk mengecek mobil baru yang akan aku beli. Anggap saja ini sebagai hadiah dari Papa untuk menyambut calon cucu yang ada di dalam peru
Ayu berlari menghampiri Papa, dia memeluk Papa lalu bersembunyi di belakang Papa seolah ketakutan dan meminta perlindungan. "Sial! Melihat Ayu terus menangis pasti Papa akan salah paham padaku." "Kamu kenapa sih, Tin? Ko' sampai nampar Ayu? Papa gak pernah ngajarin kamu untuk kasar sama orang lain! Apalagi sama sahabat sendiri!" bentak Papa padaku. "Jangan salah paham, Pah! Ini tidak seperti yang Papa liat, Tina bisa jelasin semuanya!" ucapku membela diri. "Aduh Pah, sakit Pah!" Teriak Ayu meringis memegangi pipinya. Aku yakin dia pasti hanya pura-pura kesakitan agar Papa bisa semakin iba padanya. Papa menelpon sekretarisnya dan menyuruhnya untuk membawakan alat kompres dan kotak P3K. Sepertinya Papa benar-benar khawatir dengan Ayu yang terus meringis kesakitan. &n
“Ya tuhan, Ger! Terus apa yang harus kita lakukan?” “Aku juga bingung, Tin! Tapi kamu jangan khawatir, aku sudah suruh orang untuk mencari siapa pencuri rekaman CCTV itu!” jawab Gery berusaha menenangkanku. Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa ini bisa terjadi disaat aku akan membongkar semua kejahatan si Ayu, gak bisa aku bayangkan bagaimana jika Papa dan Mama melihat video CCTV itu? apa yang harus aku katakan pada mereka? Walaupun pada akhirnya mereka akan tahu bahwa Ayu lah yang menjebak aku saat itu. Tapi—perusahaan mereka bisa hancur jika video itu tersebar di media. Bisnis yang suda Papa bangun dari nol bisa bangkrut. Dan Anto, dia pasti akan menjadikan video itu alasan sebagai pembelaannya nanti saat aku bongkar semua tentang perselingkuhannya dengan Ayu. Ya tuhan, aku benar-benar bingung harus berbuat apa?