Pov Gery
Hari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupku. Bagaimana tidak, setelah dua tahun aku tidak bertemu dengan wanita impianku karena dia menikah dengan pacarnya, hari ini wanita itu datang menghampiriku. Dan yang lebih mengejutkan lagi 'dia datang untuk melamar sebagai asisten pribadiku.
Benar-benar hari yang penuh kebahagiaan. Tina tidak pernah berubah, wajahnya tetap cantik dan tubuhnya tetap sexy seperti dulu. Membuatku tak sabar ingin segera menyentuhnya.
"Argh!.. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu lagi" gumamku dalam hati yang sedang berbunga bunga.
Besok adalah hari pertama Tina bekerja sebagai asisten ku. Sepanjang hari dia akan menghabiskan waktu bersamaku. Aku harus memberikan kejutan untuknya. Aku ingin dia terlihat spesial saat hari pertamanya bekerja.
Gegasku mengambil kunci mobil dan segera pergi meninggalkan kantor.
Sepanjang perjalanan aku hanya membayangkan apa yang akan kami lakukan besok. Pesona Tina memang membuatku candu, membayangkannya saja sudah membuat sekujur tubuhku bergairah.
Aku pun berhenti di sebuah toko baju dengan brand yang populer di kalangan para sosialita. Toko yang sangat besar dan berkelas, tidak sembarang orang bisa berbelanja di toko ini.
"Selamat datang, Pak! Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pegawai wanita berjas hitam lengkap dengan sepatu pantofelnya.
"Saya ingin lihat koleksi terbaru yang spesial!" jawabku singkat dan jelas.
"Mari, Pak, saya antar" ucap karyawati itu sambil mengantarku ke sebuah lemari kaca yang besar di dalamnya terdapat sebuah manekin mengenakan setelan rok mini dan crop top yang sexy dan elegan.
"Ini,Pak. Koleksi terbaru dari brand kami, ini produk limited edition! Diproduksi hanya 3 stel saja di Indonesia." ucapnya meyakinkan ku.
Kulihat, bajunya memang begitu indah walaupun terlihat simple. Namun, aku yakin jika dipakai oleh Tina akan membuatku melayang dan tak henti memandangnya.
"Oke saya ambil yang ini" jawabku sambil menunjuk baju seharga satu buah motor matic itu.
"Baik Pak, ada lagi?"
"Em … dimana tempat lingerie dan underwear?" tanyaku sedikit malu. Ini pertama kalinya aku memilih underwear untuk seorang wanita. Aku bahkan tidak berani menatap wajah pelayanan toko itu.
"Di sebelah utara, Pak! Mari saya antar" jawab karyawati itu sambil memegang satu stel baju yang kupilih barusan.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri." jawabku pergi meninggalkannya begitu saja.
Aku Pun berjalan menuju counter underwear, kulihat di sepanjang etalase banyak sekali pilihan underwear dan lingerie yang sangat sexy. Namun, mataku hanya tertuju pada satu set underwear dengan warna senada yg indah.
Seketika pikiranku melayang jauh. Membayangkan Tina memakai ini dihadapanku. 'Argh! Sial. Belum apa-apa juniorku sudah merespon. Ini benar benar membuatku gila!' Segera ku ambil setelan underwear sexy ini dan bergegas membayarnya di kasir.
"Ini saja, Pak? Ada tambahan lagi?" tanya kasir kepadaku.
"Iya! Tolong dibungkus yang rapi!" jawabku sambil menyodorkan credit card kehadapannya.Pembayaran Pun selesai aku segera kembali ke dalam mobil.
Di saat aku menyalakan mesin mobil dering handphone ku berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Rika. Wanita simpananku yang sudah hampir tiga bulan menemani ku di atas ranjang.
"Hallo, ada apa?" tanyaku ketus.
"Kamu, ko 'jutek banget 'sih jawabnya? Santai dong sayang! Memangnya kamu nggak kangen sama aku?" tanya Rika menggodaku dengan manja.
"Aku sedang di jalan! Nanti aku telpon balik!" jawabku sambil mematikan ponsel.
Saat ini Rika pasti marah dan kesal padaku. Wanita jalang itu akan menelponku jika butuh uang.
Sudah saatnya aku membuang Rika ke jalan. Sepertinya aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Lagi pula permainannya sudah sangat membosankan. Dia sudah tidak bisa memberiku kepuasan.
*
"Sialan! Puluhan mobil dari tadi tidak bergerak? Kalo macet total seperti ini bisa-bisa meeting ku dengan klien dari Singapore batal!" ucapku frustasi.
Sepertinya aku tidak bisa mengantar paket ini sendiri. Lebih baik aku suruh kurir untuk mengantarnya. Aku tidak boleh kehilangan proyek besar ini.
Akhirnya aku putuskan kembali ke kantor, sesampainya di kantor aku pun memesan ojek online, aku pilih top driver untuk mengantar hadiah kepada Tina, tak lupa kutulis nama di secarik kertas untuk menandakan hadiah ini dari ku.
Hari sudah semakin sore, waktu untuk meeting dengan klien akan segera dimulai. Akupun bergegas menyiapkan berkas-berkas yang harus ku serahkan kepada klien ku nanti.
"Pak, sudah di tunggu di ruang rapat!" ucap karyawan mengingatkan ku.
"Para tamu sudah datang semua?" tanyaku memastikan.
"Sudah,Pak, tinggal Pak Dimas saja yang belum datang"
Mendengar Dimas belum datang emosiku mulai naik. "Kalau bukan karena dia itu adik kandung Papah, aku sudah memecatnya dari dulu" gumamku dalam hati geram.
Akupun segera pergi menuju ruang rapat, disana terlihat para investor dari Singapura dan beberapa investor lokal sudah menanti kedatanganku.
☆☆☆☆☆☆☆
Dua jam kemudian
Rapat selesai, investor dari Singapura setuju dengan rancangan bisnis yang kubuat. Aku memang tidak pernah gagal menggaet investor untuk berinvestasi di perusahaanku.
Dari awal rapat mulai hingga rapat selesai aku sama sekali tidak melihat Dimas. 'Dimana orang itu? Kenapa dia tidak datang? Dia pikir, dia itu siapa? Seenaknya saja bolos di agenda rapat penting ini!' gumamku kesal.
Kring!...kring!
Ponsel yang ku taruh di saku jas berdering. Kulihat panggilan dari Rika. Untuk apa lagi dia menelpon ku? Malas sekali rasanya aku harus mengangkat telpon dari wanita itu. Tanpa menghiraukan nya aku pun segera kembali ke ruanganku tak sabar rasanya ingin segera menghubungi Tina. Dia pasti suka dengan hadiah yang ku kirim.
Ku buka pintu ruanganku segera ku merebahkan diri di atas kasur empuk yang berada di pojok ruangan kantorku.
Ruangan VVIP ini memiliki fasilitas lengkap. Mulai dari tempat tidur, kamar mandi, ruang ganti, ruang TV, ruang makan dan fasilitas VVIP lainnya semua tersedia.
Ponselku kembali berdering. Lagi-lagi kulihat nama Rika yang keluar dari layar.
"Shitt!!!! ... Sialan! Jalang ini terus saja menggangguku. Sebenarnya apa yang dia inginkan dariku?" ucapku kesal.
"Hallo, ada apa lagi? Kenapa terus menelponku? Kamu butuh uang, hah? Saat ini juga aku akan transfer 10 juta! Setelah kamu terima uang itu berhentilah menggangguku!! Anggap kita tidak pernah bertemu," ucapku dengan nada tinggi dan segera mematikan telponnya tanpa memberinya kesempatan untuk bicara.
Segera kubuka aplikasi M-banking, dan transfer uang 10 juta ke rekening Rika. "Uang sudah ku kirim ke rekening mu! Mulai saat ini jangan pernah menghubungiku lagi! Atau kau akan menyesal!" tulisku membarengi bukti transfer yang ku kirim pada Rika.
Ini mungkin terdengar menyakitkan, setelah hampir tiga bulan Rika menjadi pemuas nafsu ku di atas ranjang. Dan sekarang aku membuangnya tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
Ah biarlah, sedari awal aku memang tidak mencintai Rika. Aku hanya butuh tubuhnya untuk menghangatkan tubuhku.
**
Tina adalah satu satunya wanita yang bisa memberiku kepuasan, tak sabar rasanya ingin bertemu dia besok. Membayangkan dia datang menghampiriku mengenakan pakaian yang kupilihkan tadi.
"Oh ya, aku harus menelpon Tina memastikan hadiah yang ku kirim sudah ia terima. Sialan! Aku lupa minta nomor teleponnya" sungutku jengkel.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Argh sial! Kenapa aku sebodoh ini? Harusnya saat aku bertemu dengannya tadi, aku langsung meminta nomor HP nya!
Setelah lama berfikir akhirnya aku putuskan untuk menelpon Ayu, walaupun ini sangat beresiko tapi tidak ada pilihan lain. Segera ku telpon ayu untuk meminta nomer telpon Tina. bagaimanapun juga Ayu adalah sahabat baik Tina, dan Ayu juga yang menyarankan Tina untuk melamar sebagai asistenku, jadi tak ada salahnya jika aku meminta nomor telepon Tina kepada Ayu. Tanpa basa basi aku pun segera menelpon Ayu.
Drt… drt… drt..
Bunyi pesan singkat dari Ayu yang berisi nomor telepon Tina. Tanpa menunggu lama aku pun langsung menekan sebelas digit nomor yang dikirim Ayu.
"Hallo ... ini siapa?" terdengar suara halus dan sexy di balik telepon yang langsung membangkitkan gairahku.
Pov TinaKring!..Kring!Handphone ku berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak kukenal."Nomor siapa ini?" ucapku sambil memandang layar benda pipih itu."Hallo, ini siapa?" tanyaku penasaran."Aku Gery!" terdengar suara lantang diseberang sana. "Cuma mau mastiin kalo hadiah yang ku kirim sudah kamu terima" ucapnya padaku.Mendengar suara Gery di telpon aku sedikit kikuk dan tak tau harus menjawab apa. 'Kenapa Gery bisa menelponku? Siapa yang memberi tahu nomer ku kepada Gery?' gumamku dalam hati bertanya tanya."Gak usah bingung. Aku tau nomor kamu dari Ayu" jawab Gery seolah tau apa yang sedang aku pikirkan."Aku mau--besok kamu pakai semuanya! Tanpa terkecuali dan aku gak mau dengar alasan apapun! Ingat Tina, TANPA TERKECUALI! Atau kau akan menyesal"Belum sempat aku menjawab Gery sud
"Tina?" ucap pria itu terkejut melihat ke arahku."Ma-mas Dimas?" jawabku tak percaya akan bertemu dengan nya disini.Dia adalah Dimas Prayoga 'Om nya Gery sekaligus mantan pacarku saat masih duduk di bangku SMA. Lebih tepatnya dia adalah cinta pertamaku."Kamu sedang apa disini?" tanya Mas Dimas dengan tatapan penuh curiga.'Ia melihatku keluar dari kamar mandi dengan baju yang sangat sexy dan rambut yang masih berantakan serta peluh yang masih bercucuran, akankah Mas Dimas mau mendengar penjelasanku?' gumamku dalam hati.Wajah Mas Dimas terlihat penuh curiga, matanya menatap ke arah Gery yang mengenakan kemeja dengan kancing yang masih terbuka."A--aku kerja disini, Mas!" jawabku terbata-bata.Perlahan kulangkahkan kaki telanjangku berjalan menghampiri mereka. Kulihat tatapan mata Mas Dimas tertuju padaku, meliha
Ciuman kasar yang menyakitkan membuatku tidak bisa bernafas.Gery menarik tanganku dengan tangan kirinya. Aku pun memberontak berusaha dengan sekuat tenaga melepaskan tanganku dari cengkraman Gery."Tenanglah,Tina! Hentikan perlawanan mu! Jangan memaksaku untuk bertindak kasar! Diamlah!" bentaknya lagi."Kenapa kamu seperti ini, Ger! Kenapa melampiaskan semuanya padaku? Hiks hiks!" ucapku terisak. Gery yang saat itu sedang dibakar amarah seolah ingin menjadikan ku pelampiasan.Entah apa yang ada di pikirannya, dia menatapku bringas seolah mendapatkan mangsa yang siap di terkam.Aku menangis ketakutan tapi Gery tidak menghiraukan itu, kini tangan kanannya yang berlumuran darah mendarat di perutku, memelukku dengan erat, mencengkram ku seolah tak akan melepaskannya.******Suaraku hampir habis, tapi tidak ada seorang pun yan
Aku berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan mereka. Terserah mereka mau berbicara apa tentangku. Yang jelas, aku harus segera keluar dari kantor ini.Sesampainya di lobby aku dihampiri seorang pria paruh baya, dia pun berkata. "Ibu mau pulang? Mari saya antar buk!"Dengan sedikit heran aku pun menjawab. "Tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri.""Jangan,Bu! Biar saya antar saja" jawab bapak itu sedikit memaksa."Tidak usah, Pak! Saya bisa pulang sendiri" jawabku sambil menyeka air mata yang terus menetes."Saya mohon, Bu. Ibu harus mau saya antar pulang. Kalau tidak--nanti saya bisa dipecat, Buk!" jawabnya penuh harap. Ia pun mengeluarkan kertas putih bermaterai lalu menyerahkannya kepadaku.Sebuah kertas perjanjian, disana tertulis 'jika Pak Karyo tidak berhasil mengantarkan aku ke rumah dengan selamat, Pak Karyo akan dipecat tanpa
Jantungku berdetak kencang, rasa bersalah dan takut seolah saling melengkapi. Tidak terbayang jika Anto mengetahui apa yang terjadi denganku kemarin."Sayang, ko' bengong?" tanya Anto dengan wajah penasaran."I … ini karena … " Aku menggantung ucapanku."Karena apa?""Ka-karena aku kerok dengan uang logam tadi sore sebelum kamu pulang. Kan tadi aku uda bilang, kalo aku gak enak badan. Kepala ku pusing, a-aku kira masuk angin. Makanya aku kerokin pakai uang logam," jawabku dengan perasaan was-was. Takut jika Anto tidak percaya dengan apa yang aku katakan."Sejak kapan kamu suka kerokan? Bukannya kamu nggak bisa nahan sakit?" tanya Anto sedikit heran"I-iya! A-aku cuma nyoba aja, siapa tau kali ini nggak begitu sakit. Tapi ternyata sama aja kaya dulu, sakit!" jawabku.Raut wajah Anto masih menyimpan ras
"Kamu kenapa, sih' Tin? Dari tadi pagi jutek banget sama aku! Marah-marah gak jelas?" tanya Gery seolah tidak bersalah."Kamu tuh yang kenapa? Ngapain masuk kesini. Uda tau ini toilet cewek," jawabku ketus.Seketika Gery menggelengkan kepala dan menautkan kedua alisnya."Jangan negatif thinking dulu! Aku kesini untuk mengajakmu kembali ke depot! Tuh' jus alpukatnya sudah siap dari tadi, ntar keburu nggak dingin. Bukannya kamu nggak suka kalo minum jus yang uda gak dingin!" ucap Gery sambil menarik tanganku dan mengajakku keluar dari toilet.Perasaan kesal dan jengkel menjadi satu, saat melihat Gery memegang erat tangan ku dan menarikku menuju depot minuman.☆☆Di depot ku lihat Mas Dimas sudah duduk di kursinya, di atas meja 3 minuman dingin sudah tersaji."Ko, lama sekali ke toiletnya, Tin?" tanya Mas Dimas padaku.
"Aku nggak ngelakuin apa-apa, Tin! Percaya sama aku! Awalnya memang aku berniat menyalurkan hasratku yang sudah lama terpendam! Tapi, semuanya gagal, Tin! Aku tidak jadi melakukan itu. Aku hanya mengecupmu! Udah, itu aja!" jelas Gery padaku."Kamu serius kan, Ger? Kamu tidak berbuat lebih dari itu?" sahut ku memastikan."Aku serius, Tin. Tapi-please beri aku satu kesempatan""Kesempatan untuk apa?""Beri aku kesempatan untuk bisa dekat denganmu lagi! Aku yakin kamu tau kalau sampai saat ini aku masih cintai sama kamu, nggak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi kamu di hatiku!""Kamu gila, Ger! Aku uda punya suami. Dan kamu juga uda punya istri, Ayu itu sahabat aku Ger. Jangan ngaco, kamu!""Aku nggak cinta sama Ayu. Dia nggak bisa memberiku kepuasan! Dia selalu sibuk dengan anaknya. Gak ada waktu buat layanin aku. Terlebih … " Gery mengh
Kenapa ada kondom di saku celananya. Untuk apa dia memakai kondom. Selama kita menikah Anto tidak pernah memakai kondom saat berhubungan, apalagi dia sangat menginginkan anak dariku. Dia selalu berharap aku cepat hamil agar cepat dapat momongan. Tapi untuk apa dia beli kondom ini!Ku periksa dengan teliti bungkusan kondom dengan gambar buah strawberry itu. 'Disini tertulis isi tiga pieces. Tapi saat ku buka hanya ada dua pc. Itu berarti yang satu lagi sudah dipakai. Tapi dengan siapa Anto melakukannya?' Semua pertanyaan tercecar di benakku.Ya-tuhan suami yang selama ini aku percaya ternyata dia bermain api dibelakangku. Tega sekali dia menghianatiku. Aku bergegas menyembunyikan kondom ini di dalam tas ku, akan aku pakai sebagai bukti suatu saat nanti.Kini aku hanya d
Hari ini aku sudah boleh pulang, Gery mengantarku ke rumah, karena Papa ada urusan bisnis yang tidak bisa ditinggal. “Makasih ya, Ger! kamu sudah mau mengantar kami sampai rumah!” ucapku pada Gery yang sedang sibuk menurunkan barang-barangku dari bagasi mobilnya. Mama menyuruh Gery masuk, dan mengajaknya untuk makan siang bersama. Sepertinya Gery dan Mama mulai akrab semenjak Gery menemani kami di rumah sakit. Selesai makan aku menemani Vino yang tertidur di dalam box bayi. “Tin, kamu disini?” ucap Gery menghampiriku. “Ger! sudah selesai makannya?” “Sudah, enak banget masakan asisten kamu!” “Syukurlah kalau kamu suka, Ger! oh ya Ger, makasih ya, kamu sudah mau nemenin aku selama dirumah sakit!” “Santai aja kali, Tin! Justru aku yang berterimakasi
Aku mulai mempersiapkan semua barang-barang yang akan kubawa, disana aku akan memulai semuanya dari awal. Membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu. Hari ini aku akan bertemu dengan Reo untuk perpisahan. Dia pasti sudah menungguku di bawah, aku harus segera menemuinya. “Hai, Re! Maaf lama menunggu!” sapaku pada Reo yang sudah menunggu di taman belakang rumahku. “Gak ko, Tin! Santai saja. Aku tau kamu pasti repot, kan?” jawab Reo datar. “Re! Makasih ya, selama ini kamu uda banyak membantuku, kalau gak ada kamu, aku gak tau gimana nasibnya hidupku ini!” “Ngomong apa sih, Tin! Santai aja kali. Oh ya Tin, kamu tau gak berita baru tentang Ayu dan Anto?”
Dengan langkah gontai Anto pun terpaksa pergi dari sini, dia pergi bersama gundiknya. Terlihat penyesalan yang teramat dalam dari wajahnya. Namun, itu tidak akan merubah keputusanku. Sakit? Tentu! Ini benar-benar menyakitkan. Rumah tangga yang kubangun dengan penuh cinta kini hancur begitu saja karena kehadiran orang ketiga. Seandainya kamu tau, saat ini ada anakmu di dalam rahimku, aku yakin kamu pasti tidak akan mau bercerai denganku. Tapi itu tak mungkin terjadi. Karena kamu harus bertanggung jawab dengan anak yang ada di rahim Ayu. Ayu pergi dengan tatapan sinis, raut kebencian terlihat jelas di wajahnya. Begitu juga dengan Gery dan keluarganya, mereka pun berpamitan untuk pulang. Aku lelah, benar-benar lelah, aku ingin segera istirahat. **** Malam semakin larut, semua tamu undangan sudah pulang, begitu juga dengan Reo dan Beca, mereka berdua p
Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul tujuh malam, aku harus segera turun ke bawah, kudorong tubuh Anto agar aku bisa terlepas darinya, dia benar-benar nafsu malam ini. “Uda sayang! Kita harus segera turun!” ucapku mengurai pelukan Anto. “Hmm, kalau malam ini bukan acara pesta ultahmu, aku mau kita bercinta malam ini! Kamu terlihat sempurna,” ucap Anto sambil membersihkan lipstik yang belepotan di bibirku. Aku segera merapikan penampilanku di depan cermin, dan memilih untuk tidak menanggapi ucapan Anto. Kami pun segera keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menemui para tamu undangan. Semua orang dirumah ini sudah bersiap, Mama sudah terlihat cantik mengenakan baju couple dengan Papa,
Pagi hari>>>> Sebelum semua orang dirumah ini bangun, aku sudah terlebih dulu bangun, aku bergegas mandi dan sarapan sepotong roti gandum dengan selai stroberi. Aku juga telah mengirim pesan pada Gery agar menyuruh Ayu pulang, aku tidak ingin rencanaku gagal karena keberadaannya disini. “Selamat ulang tahun sayang!” ucap Mama yang baru turun dari kamar, ia memeluk dan menciumku, lalu menyodorkan sebuah paper bag berisi ponsel keluaran terbaru. “Makasih, Ma!” jawabku lalu mempererat pelukanku. Tak lama kemudian, Papa dan Alika turun membawa kue tart kecil di tangannya. “Selamat ulang tahun, Kak Tina!” ucap Alika memelukku.
“Lepasin, Ger! jangan macem-macem, jangan cari-cari kesempatan!” ucapku langsung menarik tangan yang sedang di sentuh Gery.Beberapa kali ponsel Gery berdering. Namun, Gery tidak menghiraukannya, dia pun tidak menjawab saat aku tanya panggilan itu dari siapa, dia terkesan acuh dan tak peduli.Hari semakin sore, aku harus segera pulang ke rumah Mama. Aku harus segera menyiapkan segala sesuatunya untuk acara besok malam.“Ger! aku pamit pulang dulu!” ucapku berpamitan pada Gery.“Biar aku antar kamu, Tin!” jawab Gery sambil beranjak dari kursinya dan berdiri tepat disampingku.“Gak usah, Ger! aku gak
Benar saja dugaanku, Ayu lah yang mencuri CCTV itu, ternyata dia bersekongkol dengan satpam dan pembantu di rumah Gery. Gery harus tau semua ini, aku harus segera memberi tahunya, jangan sampai Ayu berhasil menyebar video CCTV itu ke media social.“Tin! Ko malah main HP? Cepat habiskan makannya! kita harus segera ke dealer, Papa gak enak sama Om Surya jika sampai telat,” tegur Papa padaku yang sedang sibuk membaca setiap chat yang dikirim Ayu pada seseorang.“I-iya, Pah! ini uda hampir habis, ko!” jawabku sambil memasukan sushi ke dalam mulut.Selesai makan kita pun bergegas pergi ke dealer Om Surya untuk mengecek mobil baru yang akan aku beli. Anggap saja ini sebagai hadiah dari Papa untuk menyambut calon cucu yang ada di dalam peru
Ayu berlari menghampiri Papa, dia memeluk Papa lalu bersembunyi di belakang Papa seolah ketakutan dan meminta perlindungan. "Sial! Melihat Ayu terus menangis pasti Papa akan salah paham padaku." "Kamu kenapa sih, Tin? Ko' sampai nampar Ayu? Papa gak pernah ngajarin kamu untuk kasar sama orang lain! Apalagi sama sahabat sendiri!" bentak Papa padaku. "Jangan salah paham, Pah! Ini tidak seperti yang Papa liat, Tina bisa jelasin semuanya!" ucapku membela diri. "Aduh Pah, sakit Pah!" Teriak Ayu meringis memegangi pipinya. Aku yakin dia pasti hanya pura-pura kesakitan agar Papa bisa semakin iba padanya. Papa menelpon sekretarisnya dan menyuruhnya untuk membawakan alat kompres dan kotak P3K. Sepertinya Papa benar-benar khawatir dengan Ayu yang terus meringis kesakitan. &n
“Ya tuhan, Ger! Terus apa yang harus kita lakukan?” “Aku juga bingung, Tin! Tapi kamu jangan khawatir, aku sudah suruh orang untuk mencari siapa pencuri rekaman CCTV itu!” jawab Gery berusaha menenangkanku. Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa ini bisa terjadi disaat aku akan membongkar semua kejahatan si Ayu, gak bisa aku bayangkan bagaimana jika Papa dan Mama melihat video CCTV itu? apa yang harus aku katakan pada mereka? Walaupun pada akhirnya mereka akan tahu bahwa Ayu lah yang menjebak aku saat itu. Tapi—perusahaan mereka bisa hancur jika video itu tersebar di media. Bisnis yang suda Papa bangun dari nol bisa bangkrut. Dan Anto, dia pasti akan menjadikan video itu alasan sebagai pembelaannya nanti saat aku bongkar semua tentang perselingkuhannya dengan Ayu. Ya tuhan, aku benar-benar bingung harus berbuat apa?