Matahari sudah mulai terbit, Ibrahim mengecup kening wanita yang baru sah menjadi istrinya 21 jam yang lalu.Yati mengerjap-ngerjapkan matanya lalu sedikit memicingkan mata karena sinar matahari masuk melalui celah-celah gorden."Morning, Honey." Ibrahim menyapa dengan lembut. "Morning.” Yati segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diriSaat keluar kamar Ibrahim mendekap Yati dari belakang." Honeyy, tadi malam kamu hebat sekali,” bisik Ibrahim.Yati hanya tersenyum tersipu malu mengingat tadi malam bagaimana dia melepaskan hasratnya begitu menggebu kepada Ibrahim."Hei, jangan malu, Honey, aku sangat menyukainya," ucap Ibrahim, wajah Yati makin memerah bagaikan tomat karena malu.Setelah mandi dan bergantian pakaian, mereka berdua menikmati sarapan di hotel."Honey, kita pulang hari ini atau besok?” tanya Ibrahim menanyakan apakah mereka pulang ke rumah hari ini atau besok, karena Ibrahim ingin senyaman Yati saja. Yati meminta pulang hari ini mengingat Daddynya Ibrahim k
"Nadya, tolong kamu sopan sedikit berbicara dengan Mommy saya, ya," ucap Laila tak senang dengan perkataan Nadya yang berani menjawab ucapan Nyonya Rukmana. "Baik, Laila, tapi saya akan sopan jika yang berbicara sama saya juga sopan," ucap Nadya tegas."Oke, besok segera mengurus administrasinya, ya, biar besok diantar sopir," ucap Daddy cepat agar Laila tidak berbicara hal yang menyakitkan lagi."Besok Yati dan Ibrahim yang mengantarkan Nadya, Dad," ucap Ibrahim memutuskan perbincangan malam ini.Laila semakin panas hatinya karena Nadya diperlakukan seperti adik yang spesi oleh Ibrahim***Setelah selesai makan malam Nadya langsung masuk ke kamarnya mempersiapkan berkas untuk mendaftar di kampus pilihannya. Yati masuk ke kamarnya membawakan susu hangat."Nadya, diminum, Dek, susunya.”"Kakak jangan repot-repot gitu, ih, Nadya bisa buat sendiri, sungkan tahu, Istri CEO membawakan Nadya susu," goda Nadya dengan mengerlingkan mata genitnya."Ya, nggak apa-apa, kali, untuk adik kesayan
Yati mengetuk pintu kamar Nyonya Rukmana, tidak menunggu lama, pintu kamar pun terbuka."Boleh saya ngobrol sebentar dengan Mommy?" ucap Yati.Nyonya Rukmana seperti acuh tak acuh dan berlalu masuk kamar lagi. Yati yang sudah geram dengan kelakuan Nyonya Rukmana saat mendorong paksa Daddy, menarik tangan Nyonya Rukmana. Sehingga wanita sombong itu, urung meninggalkan dirinya."Hei, kurang ajar sekali kamu!” ujarnya sambil menunjuk wajah Yati."Lebih kurang ajar kamu, Pelakor?!” ucap Nadya tajam, yang membuat Nyonya Rukmana kaget."Apa perlu kamu kubuat gembel bersama anakmu itu? Jangan berani-beraninya kurang ajar dengan saya, istri dari pemilik rumah ini!" ucap Yati."Hei! Sombong betul kamu, ya!” ucap Nyonya Rukmana tertawa meremehkan."Kalau untuk orang seperti kamu saya harus sombong, karena dibaikin malah ngelunjak, kamu pikir, saya takut?" Mata Yati mendelik melihat Nyonya Rukmana seolah menunjukkan sisi monster seorang Yati. Nyonya Rukmana terlihat bergidik melihat Yati seper
Mata Laila membulat sempurna mendengar ucapan Yati, wanita yang dulu sempat diremehkan olehnya."Ayo Laila, ikut saya,” perintah Yati.Yati mengajak Laila ke ruang kerja Ibrahim dan di sana Yati membuka Laptop dan mengecek CCTV. Laila yang merasa terancam segera lari dan mengunci pintu kamarnya.Yati tetap memeriksa kamera pengintai itu dan ternyata benar yang dikatakan oleh Nadya kalau Laila menyiramnya dengan jus jeruk. Awas, ya, Laila, batin Yati.Selanjutnya Yati menemani Ibrahim sarapan, setelah selesai sarapan Ibrahim pamit berangkat kerja. Selepas mengantarkan sang suami ke depan, Yati menemui Laila di kamar dan menasihatinya agar tidak mengulangi tabiatnya yang buruk, tetapi Laila malah melawan."Sesuai Kak Yati bilang tadi kalau kartu kredit kamu dan segala fasilitas kamu akan di-stop dulu tidak ada lagi party dan shoping, Laila.” Yati berbicara tegas."Aku sungguh membencimu Kak Yati!” teriak Laila putus asa."Kalau kamu terus bersikap manja seperti ini, hidupmu akan susah k
Yati dan Daddy cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah Laila yang masih kekanakan dan seenaknya sendiri."Yati, tolong jangan ambil pusing, ya, Daddy takut berpengaruh dengan kandungan kamu,” ujarnya."Iya, Daddy."Daddy dan Nyonya Rukmana meninggalkan kamar Yati. Wanita itu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk sambil melanjutkan bacaan buku yang tertunda sampai mata yang sedari tadi segar, mengantuk dan tertidur. Yati dikejutkan oleh suara Nadya yang memanggil, ternyata gadis itu sudah pulang dari kampus.Mereka menghabiskan siang menjelang sore di taman dekat kolam renang, Nadya bercerita bagaimana serunya pengalaman pertamanya di kampus dan mendapat teman dari Hindustan."Lucu, deh, Kak, kalau mendengar mereka ngobrol serasa nonton acara Telliwood,” jelasnya dengan mata berbinar."Kalau Kakak, sih, mendengar anak kecil di sini yang ngomong jadi ingat Ipin Upin," jawab Yati sambil tertawa renyah.Tidak terasa waktu sudah sore dan Ibrahim juga sudah pulang dan pasa
Malam itu, usai makan malam, Yati mencoba mengobrolkan masalah Atun kepada Ibrahim. menceritakan segala penderitaan yang dialami oleh Atun."Tapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa, Sayang, karena itu urusan rumah tangga mereka. lagian kamu lagi mengandung, aku tidak ingin kamu capek dan stres memikirkan masalah orang lain," ucap Ibrahim yang peduli dengan istri dan calon bayinya."Tetapi, aku melihat Atun seperti melihat aku yang dulu, Sayang," ucap Yati. Tanpa terasa, matanya sudah mengeluarkan sebagian rasa yang terpendam, hingga membentuk buliran bening."Kita lihat saja nanti, kalau dia disiksa lagi, baru kita suruh dia visum dan laporin kepada yang berwajib lalu dia bisa gugat cerai," ucap Ibrahim memberikan jalan keluar. Ada perasaan kecewa di hati Yati dengan pendapat Ibrahim, tetapi ya, dia punya pandangan sendiri dan menjaga kandungan istrinya, Karena bagaimanapun ada generasi penerus Ibrahim yang sedang dikandung dan Ibrahim benar-benar menjaga Yati. Sore ini, Yati dan Nady
"Kak, kak Yati …." Nadya mengusap-usap wajah Yati dengan lembut, gadis dua puluh tahun itu merasa khawatir dengan kondisi wanita yang sangat ia sayangi itu sedang terbaring dengan lemas.Nyonya Rukmana masuk dengan wajah yang dibuat seolah bersedih. " Yati, ya Allah, kenapa bisa begini, maafin Mommy Nak, Yati …." Laila dan Diana menyusul di belakang Nyonya Rukmana. "Mami, sudah Laila bilang kan, obat itu berbahaya, jangan sembarangan minum." ucap Laila, Nadya melihat mereka sekilas. Drama apa lagi, ini. "Tolong jangan berisik," ucap Nadya, dia tidak ingin ibu dan anak yang menurutnya sedang membuat drama, mengganggu Yati. Perlahan Yati membuka mata, Nadya menggenggam tangan Yati dengan lembut. "Kak, Kak Yati.""Em--ini, ini di mana?" "Ini di rumah Kak," jawab Nadya pelan. "Kamu … kamu adik saya? Kamu memanggil saya, kakak?" Nadya heran dengan ucapan yang keluar dari mulut Yati, begitu juga dengan Nyonya Rukmana dan Laila. "Kak Yati, Kak Yati tidak ingat?" Laila mendekati de
Yati lebih memilih diam sepanjang perjalanan ke rumah sakit, sesekali dia melirik ke arah Ibrahim, entahlah, apa yang ada pikiran wanita itu, Ibrahim merasa sedih dengan sikap sang istri yang seperti tidak mengenalnya. "Honey, apa yang kamu rasakan, pusing kah? Kandungan kamu bagaimana?" "Saya baik-baik saja, tidak perlu kamu khawatir, fokus saja menyetir." Ibrahim tersenyum getir mendengar ucapan Yati, biasanya hubungan mereka begitu hangat.Sesampai di rumah sakit, Yati lebih memilih digandeng oleh Laila, terasa ada yang salah di hati Ibrahim. Ah, mungkin karena dia hilang ingatan dan lebih nyaman bersama wanita, Ibrahim mencoba menenangkan hatinya. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menjelaskan kepada Ibrahim. Amnesia atau hilang ingatan adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa mengingat informasi, pengalaman, atau semua kejadian yang pernah dialami sebelumnya. Orang yang mengalami amnesia juga biasanya akan kesulitan mempelajari informasi baru ataupun membent
Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng
Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se
Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili
"Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua
"Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it
"Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah
"Yati, mana mungkin Pak Long yang mengangkat tubuh saya, mana kuat dia, sudah tua," ucap Atun sambil matanya mendelik ke arah Pak Long, saat pria jelita (jelang lima puluh tahun) itu berjalan ke arah Atun. "Kuat, mana mungkin tidak kuat." Pak Long dengan entengnya mengangkat tubuh Atun. "Kamarnya sebelah sana, Pak!" ucal Juli menunjukkan kamar Atun. "Cieee Kakek Long sama Bu Atun, cieee ... cieee," sorak Zayn dan Zahra. "Sssttt Zayn, Zahra, tidak boleh seperti itu." Yati menegur kedua buah hatinya, sedangkan Atun wajahnya merah padam. Juli, Rima dan Leni senyum-senyum tidak jelas lebih ke arah mengejek. Heh, awas ya kalian pembantu, setelah aku jadi Nyonya, akan ku usir kalian. "Sudah, sudah Pak. Turunkan saya, saya masih sanggup berjalan," ucap Atun seraya berontak agar terlepas dari gendongan Pak Long. "Tadi katanya ga sanggup jalan, padahal sudah serasi Pak Long dan Atun," ledek Juli."Ah, Atun ini shy shy cat," ucap Pak Long tersenyum genit ke arah Atun.Setelah itu Atun ja
Ibrahim masih berada di kantor, ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Semenjak memiliki si kembar Zayn dan Zahra, Ibrahim pasti menyempatkan waktu bersama kedua buah hatinya, salah satunya dengan pulang lebih cepat agat bisa bermain bersama mereka. Saat Ibrahim sedang menganalisa laporan, ponselnya nya berbunyi, sebuah video masuk, hatinya bertanya, video apakah ini, jarang-jarang, ada yang mengirim video seperti ini. Jantung Ibrahim berdebar saat melihat video yang terkirim ke ponselnya wanita yang sangat dicintainya sedang dipeluk oleh pria, hati pria keturunan Pakistan Melayu ini merasa panas, tapi, dia mengenal betul istrinya, tidak mungkin Yati berbuat serendah itu, pasti ada fitnah di balik video ini. Ibrahim segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke toko roti milik Yati. Saat Ibrahim sampai, ternyata sudah tutup, seperti dugaan Ibrahim tadi, tapi itu lebih baik, karena Ibrahim ingin mengecek cctv toko roti ini, Ibrahim mengambil kunci duplikat mil
"Lepaskan, Raka!" Yati mendorong pria bertubuh atletis itu dengan sekuat tenaga, Raka terjatuh, wajahnya kaget melihat sikap Yati yang begitu kasar. "Maaf Yati, aku tidak bermaksud jelek sama kamu, tidak ada niat jahat, aku cuma ingin menenangkan kamu," ucap Raka lembut. "Raka, sebaiknya pergi dari sini, engkau telah menyampaikan semua pesan kamu, itu sudah cukup, sekarang pergilah, aku sudah bersuami, pantang bagiku disentuh oleh pria lain, apalagi pria asing seperti kamu, pergilah Raka," ucap Yati tegas. "Baik, tapi boleh kita berjum--" "Tidak, tidak, tidak! Jangan lagi menampakkan diri di hadapan saya!" teriak Yati memotong ucapan Arjuna. "Cik Yati, ada masalah?" ucap Eva salah satu pegawai Yati, yang berlari keluar setelah melihat Yati bertikai dengan seorang pria. "Tidak ada masalah Eva, sebaiknya kita mulai kerja, sebentar lagi pasti banyak pelanggan yang ingin membeli cake kita." ujar Yati pada pegawainya tersebut. Raka menatap Yati dengan pandangan yang sulit diartikan