Beranda / Rumah Tangga / Bukan Pembantu Gratisan / Di Paksa Balik Ke Rumah Mertua

Share

Di Paksa Balik Ke Rumah Mertua

Penulis: Henny_Hutabarat
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-23 17:20:43

Bu Sarti menggenggam tanganku untuk menguatkan, lalu dia berjalan menuju pintu dan membukanya.

“Silakan masuk, Bu Anik,” ucap wanita yang telah banyak berjasa padaku.

Bu Anik pun memasuki ruang tamu diikuti oleh Kak Mila.

“Ada apa datang ke sini, Bu?" Dengan sedikit rasa takut, aku memberanikan diri untuk bertanya terlebih dahulu.

“Ini rumah Bu Sarti, tidak seharusnya kau bertanya, Buluk!” bentaknya.

“Eh, Yati, baru sebentar saja di sini sudah seperti tuan rumah gayamu, ya,” sambung kak Mila.

“Hati-hati, Bu Sarti, mending anak ini diusir saja daripada bikin beban di rumah ini.” Sepertinya tidak puas mungkin rasanya, kalau kedua orang itu tidak menyakiti perasaanku.

Astagfirullah, apalagi mau mereka. Tidak bisakah aku lepas dari mereka dan hidup dengan tenang? batinku menggerutu.

“Sudah, jangan ribut di sini!” sentak Bu Sarti menghentikan ejekan mereka terhadapku.

"Ayo, duduk dulu, Bu Anik, ada apa gerangan datang ke rumah saya malam-malam begini?” tanya Bu Sarti setelah keduanya duduk.

“Begini, Bu ... saya dengar dari orang klinik kalau wanita itu telah hamil, jadi saya harap dia balik lagi ke rumah saya. Karena dia mengandung anak Arjuna berarti itu cucu saya,” katanya tanpa beban sambil menunjuk ke arahku.

What? Mereka menyuruhku balik lagi ke rumah? Ini pasti akal-akalan saja. Mungkin mereka merasakan capeknya mengerjakan semua pekerjaan rumah. Apalagi Bu Anik yang harus menjaga kedua cucunya saat menantu kesayangannya itu bekerja.

Katanya orang kaya, tetapi kenapa tidak mau pakai jasa ART. Lagi pula tidak ada yang mau bekerja di rumah Bu Anik. Pekerjaan menggunung, tetapi bayaran rendah. Belum lagi mulutnya yang super pedas.

Aku pernah mendapat cerita bahwa dulu sebelum aku menikah sama Mas Arjuna beliau sering bergonta-ganti ART karena semua pekerjaan dilakukan tapi dengan gaji yang sedikit. Belum lagi sering dituduh mencuri agar mereka bisa beralasan gajinya dipotong. Sungguh malang sekali nasibku jika harus kembali lagi ke rumah mertua kejam ini.

“Tidak, Bu, tidak akan saya kembali ke sana. Saya akan pulang kampung dalam waktu dekat ini.” Aku berdiri dan menghampiri mereka.

“Eh, Yati ... apa maksudmu? Kau balik ke kampung jadi nanti cucuku jadi orang kampung sepertimu? Kamu itu jangan jadi istri durhaka. Dituntut bisa masuk penjara, kamu!” ancamnya.

“Tidak apa-apa jadi orang kampung, Bu, yang penting berakhlak mulia dan tahu cara memanusiakan manusia,” sindirku pedas.

“Begini, ya, Yati. Kamu masih berstatus istri

Arjuna. Apalagi sekarang mengandung darah dagingnya. Sebaiknya kau pulang saja, jangan bikin malu. Malah menumpang di rumah orang,” ucap Kak Mila.

Aku benar-benar dibuat jengkel dengan ulah mereka yang terus saja memaksaku untuk ikut pulang ke rumahnya. Aku yakin, pasti mereka hanya membutuhkan tenagaku saja.

"Kalian mau memperbudak aku lagi, ‘kan? Kenapa begitu pengennya aku balik ke rumah itu? Kenapa, Kak Mila? Repot, ya, mengurus anak? Dan Ibu kenapa? Nggak ada yang masak? Rumah kotor?” ucapku dengan tegas.

“Halah, tidak usah banyak cerita, kau, Yati, ayo, mana bajumu segera bereskan, dan ikut balik dengan kami,” teriaknya sambil berjalan ke arahku.

Kami semua kaget oleh teriakan Bu Anik. Aku berusaha mencari akal menghindari kedua orang ini.

Seketika Nadya menyuruhku masuk kamar dan aku berlari menuju kamar.

"Kunci kamarnya, Kak!" teriak Nadya.

“Eh, wanita sialan mau ke mana kamu, hah?!” ucap Kak Mila ingin mengejar, tetapi dihadang oleh Nadya.

"Nadya jangan ikut-ikutan, kamu, ya!” Terdengar makian dari Mila di depan pintu. Sementara aku terduduk lemas di pinggir kasur.

“Sudah ... sudah ... jangan bikin keributan di rumah saya, silakan keluar, saya dan keluarga mau istirahat!" perintah Bu Sarti.

"Bu Sarti, saya harap kamu jangan ikut campur dengan masalah keluarga kami,” ucap Bu Anik.

"Tapi ini rumah kami, Bu. Tolong jangan bikin keributan di sini," ucap Nadya

"Bu Sarti, Kamu itu sudah hajjah tapi kelakuanmu tidak mencerminkan gelar hajjahmu, seharusnya kau tidak membiarkan seorang istri durhaka kepada suaminya, apalagi aku mertuanya, berarti orang tuanya juga," seru Bu Anik dengan sedikit menekan kata orang tuanya. Saking kerasnya, suara itu sampai terdengar ke kamar.

"Percuma jilbab ibu panjang-panjang, sering ikut pengajian, tapi hati ibu busuk.” Kali ini Kak Mila yang berbicara. Aku terus menyimak pembicaraan mereka.

Kudengar suara entakkan kaki menuju pintu keluar. Lalu, setelah itu terdengar pintu dibuka dengan paksa. Tak lama berselang, Nadya setengah berteriak meminta kedua tamu tak diundang itu untuk meninggalkan huniannya.

"Jika Ibu dan Kak Mila tidak keluar, saya akan teriak memanggil warga biar semua tahu kalau kalian bikin ribut di sini!" seru Nadya penuh emosi.

Mungkin kalau aku berada di sana bersama mereka, bisa kulihat wajah merah penuh amarah Nadya, karena kedua orang itu telah berani menghina ibunya.

Lalu, tak lama kemudian suara langkah tergesa menuju pintu disertai dengan umpatan dari Bu Anik dan Kak Mila menghiasi indra pendengaranku.

Namun, aku bersyukur, kedua orang itu berhasil keluar dari rumah yang penuh kedamaian ini.

****

Setelah kepergian wanita yang menjadi mertua dan iparku itu pergi, tak dapat kutahan lagi laju air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata ini.

Sambil menyembunyikan wajah dengan tangan, aku menumpahkan sesak di dada.

Setelah beberapa saat menumpahkan kekesalan dan kesedihan, otakku terus menyugesti hati agar diriku tetap kuat dan tidak boleh menangisi hal ini. Sudah cukup semua ini. Kalau tidak memandang ini rumah Bu Sarti, sudah kuporak-porandakan mereka berdua dari tadi juga.

Aku Harus secepatnya pulang ke kampung agar tidak jadi bulan-bulanan Bu Anik dan Kak Mila. Bu Sarti menyetujui dan berniat mengantarkanku pulang kampung. Kami berencana berangkat minggu ini berarti dua hari lagi aku akan pulang. Rencana awal aku akan pulang sendiri, akhirnya batal, karena wanita baik itu tak membiarkanku untuk meninggalkan rumah ini sendirian. Namun, berhubung besok beliau ada kepentingan yang tak bisa ditinggal, jadi mau tidak mau aku harus mengikuti waktu santainya.

Bab terkait

  • Bukan Pembantu Gratisan   Balik Kampung

    Aku bersiap pulang ke kampung halaman, Bu Sarti sudah memesan travel menuju kampung ku, butuh waktu tujuh jam perjalanan."Yati sebelum travelnya datang, sebaiknya kita makan dulu," ajak Bu SartiSetelah sarapan dan meminum vitamin penguat kandungan kami menunggu mobil yang akan membawaku ke kampung halaman, datang.Tin. Tin. Suara klakson berbunyi, aku mengintip dari jendela, mobil travel sudah parkir di halaman rumah Bu Sarti, kami segera menaiki minibus tersebut."Hei, tunggu!" teriak Bu Anik dia menyambar tanganku dan menariknya. Aku hampir terjatuh untung saja tangan ini dengan cepat berpegangan pada besi dekat pintu travel tersebut."Apa-apaan, sih, Bu!" teriakku kesal. "Pokoknya kamu tidak boleh pulang," ucapnya sambil memegangi pergelangan tanganku."Bu ... tolonglah, apalagi yang Ibu inginkan, izinkan aku pergi, Bu," ucapku memelas."Setelah melahirkan baru kamu boleh pulang dan bayimu tidak boleh kau bawa ke kampung," ucapnya lagi. "Bu, aku tidak ingin berdebat, travel i

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-23
  • Bukan Pembantu Gratisan   Kemana Kedua Orang Tuaku

    Saat aku melihat sekeliling, posisi tempat yang dulu, ternyata rumah orang tuaku yang dulu sudah tidak ada. Kini, berubah menjadi bangunan yang di depannya tertulis Rumah Potong Ayam.Kaki ini melangkah mendekati rumah tersebut, Bu Sarti mengikuti dari belakang. Terlihat beberapa orang sedang melakukan aktivitas pekerjaan dan terlihat ada mesin pembersih ayam dan yang lainnya. "Permisi, Mas ... maaf mau bertanya, yang punya rumah ini dulu ke mana, ya? Pak Darminto," ucapku dengan sopan pada salah seorang pria yang berada di tempat itu."Maaf. Saya tidak tahu," jawab pria itu sekenanya, sepertinya, terganggu akan kedatanganku, mereka terus fokus bekerja.Aku mencoba keliling. Seribu pertanyaan bersarang di hati ini, tetapi entah kenapa, perasaanku mengatakan ada sesuatu yang terjadi.Ya Allah ke mana orang tuaku. Dan, ke mana rumah dimasa kecilku? Pertanyaan itu seperti bergema di hati ini."Ayo, Yati, coba kita tanya beberapa tetangga sekitar sini, tidak mungkin mereka tidak tahu. Pas

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Bukan Pembantu Gratisan   Makam

    Bu Sarti Dan Bu Isur memapah tubuh ringkih ini untuk duduk di kursi yang berada dalam ruang tamu rumah ini.Dengan tergesa Bu Isur pergi ke arah dapur dan kembali lagi dengan memegang segelas teh hangat lalu diberikan padaku. "Bu, di mana makam Bapak dan Ibu," ucapku lemah setelah meminum sedikit, teh hangat yang diberikan Bu Isur tadi. "Setelah makan siang, Ibu akan mengantarkan kamu ke sana, sekarang kamu istirahat dulu," ucap Bu Isur sambil menatapku iba dan penuh kasih sayang. "Iya Yati, kamu istirahat dulu, apalagi kamu sedang mengandung, perhatikan juga kesehatan kamu dan janin yang sedang kamu kandung," timpal Bu Sarti. Rasanya kaki ini ingin segera pergi melangkah ke tempat peristirahatan Bapak dan Ibu yang terakhir. Namun, apa yang dikatakan Bu Sarti dan Bu Isur ada benarnya, aku tidak boleh egois, ada janin yang sedang kukandung dan harus diperhatikan kondisinya. Sejak tadi, tegang dan sakit yang kurasai pada perut dan bagian punggung ini, mungkin ini alarm tubuh untuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Bukan Pembantu Gratisan   Allah Maha Baik

    Terima-kasih buat kalian yang sudah mau membuka kunci, semoga Allah memberikan rezeki berlimpah buat kamu ya, sehat selalu dan sukses selalu buat kita semua. Selamat Membaca. Malam itu aku bertamu ke rumah Pak Salman. Ingin menanyakan perihal rumah kedua orang tuaku yang dibelinya melalui Mas Arjuna.Aku berangkat ditemani Pak Darwin dan Bu Isur, sedangkan Bu Sarti atas saranku beliau istirahat dulu karena besok pagi kembali ke kota. Aku tidak ingin orang yang sudah kuanggap ibu bagiku jatuh sakit karena terlalu capek."Assalamualaikum, Pak," ucap Darwin."Waalaikumsalam, silakan masuk, Pak Darwin. Ada apa, nih malam-malam bertamu ke rumah bersama istri dan––“ Dia menghentikan ucapannya saat melihatku. "Yati? Kamu, Yati, ‘kan, anak almarhum Pak Darminto?”"Iya, Pak" jawabku sopan sambil membungkukkan badan tanda hormat kepada beliau."Ayo. Ayo, silakan duduk ...," ucapnya.“Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya ingin bertanya kepada Bapak, perihal rumah almarhum kedua orang tua

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-12
  • Bukan Pembantu Gratisan   Perceraian Ditunda

    Setelah siuman aku menangis sejadi-jadinya di depan Pak Hakim agar gugatanku diterima. Bu Sarti juga memberikan saksi dan kubongkar semua kedok Mas Arjuna dan aku siap memberikan bukti kalau dia sudah menipuku.Saat itu aku mengingat Pak Salman yang akan memenjarakan Mas Arjuna.Pasangan ibu dan anak itu kaget saat kubongkar penipuan yang dilakukan Mas Arjuna terhadap peninggalan almarhum kedua orang tuaku. Akhirnya hakim memutuskan sidang tahap dua akan dilakukan.Di luar pengadilan entah setan apa yang merasuki Bu Anik, wanita separuh baya itu meludahi wajah Bu Sarti dan didorongnya hingga jatuh tersungkur. Usia yang tidak muda lagi, membuat wanita berhati emas itu tidak bisa menyeimbangkan tubuh saat diserang secara membabi buta."Kamu sudah naik haji, tapi kelakuanmu seperti Dajal, ya. Tidak usah ikut campur urusan keluarga kami!" ucapnya" Hei, sekali lagi kamu berbuat kasar pada Bu Sarti, awas kamu ya, wanita iblis! Bu Sarti sekarang menjadi keluarga saya, dan ibu, kita sudah ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Bukan Pembantu Gratisan   Awal Bertemu

    Pov: ArjunaYati si gadis kampung. Aku pertama kali melihatnya saat tugas pekerjaan di kampung halamannya. Dia begitu sederhana dan bersahaja.Saat itu, aku baru saja putus dengan kekasihku yang sudah lima tahun terjalin. Tiara, gadis kota yang cantik dan memesona, berasal dari keluarga berada.Hubungan kami kandas saat kedua orang tuanya tidak merestui, dan Tiara akhirnya dijodohkan dengan anak Walikota pada saat itu dan Tiara menyetujuinya, dan aku ditinggalkan.Aku frustrasi dan meminta kepada perusahaan kalau ada pekerjaan ke luar kota biar aku saja yang ditugaskan.Kembali lagi Ke Yati. Wanita ini sungguh menarik perhatianku dengan keluguan dan kepolosannya.Setiap berjalan selalu menunduk dan saat disapa tubuhnya gemetaran grogi, geli sekali aku melihatnya.Berbeda dengan gadis kota pada umumnya yang selama ini kukenal. Namun, di balik sikap polosnya, ada daya tarik tersendiri yang mampu membuatku terpana.Pernah suatu hari ketika aku mencuri kesempatan untuk mengajaknya makan d

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Bukan Pembantu Gratisan   Langkah Pertama

    Gawaiku berdering, kulihat dari layar nama Pak Salman yang sedang menghubungi."Assalamualaikum, Pak," jawabku sopan."Waalaikumsalam, Yati. Kamu apa kabar, Nak?” tanyanya dari seberang telepon."Alhamdulillah, baik, Pak.""Begini, Nak, Bapak sudah memasukkan surat laporan penipuan Arjuna. Jadi Bapak butuh kerja sama denganmu, Nak. Bapak butuh surat pernyataan kamu." Beliau menceritakan semua prosesnya."Baik, Pak, apa yang harus saya lakukan?” tanyaku setelah mendengar penjelasan dari lelaki yang telah membeli rumah peninggalan orang tuaku itu."Besok kamu datang ke kantor pengacara Bapak di kota. Nanti alamatnya Bapak SMS kamu, ya.""Baik, Pak." Telepon pun terputus, dan SMS datang sesaat setelah perbincangan melalui telepon itu berakhir, berisikan sebuah alamat. ***Pagi itu aku berangkat menuju kantor pengacara ditemani oleh Bu Sarti mengendarai taksi online, karena aku masih belum hafal betul dengan kota ini. Bu Sarti menemaniku, agar wanita itu tidak bosan juga di rumah. Itu a

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13
  • Bukan Pembantu Gratisan   Santet

    Aku mendapat surat panggilan dari kepolisian terkait kasus penipuan yang dilakukan Mas Arjuna. Sebelumnya Pak Salman sudah memberi tahu, polisi hanya menanyakan beberapa pertanyaan saja.Aku mendatangi kantor polisi ditemani oleh Nadya. Seperti yang diucapkan Pak Salman, pihak kepolisian hanya mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku dan kujawab dengan sejujurnya.Beberapa hari kemudian sepulang dari tempat kursus, aku mendengar kabar bahwa Mas Arjuna ditahan untuk sementara waktu sampai jadwal pengadilan tiba. Baru bisa ditentukan berapa lama Mas Arjuna harus berada di tahanan. Mungkin bisa lima tahun bahkan sepuluh tahun.Dengan ditahannya Mas Arjuna, mungkin bisa meringankan gugatan perceraianku karena bukti alasan untuk berpisah dengannya sudah sangat kuat. Aku menunggu saat pengadilan agama menyatakan secara resmi dan tertulis bahwa kami bercerai. Agar lebih tenang dan fokus menata masa depan dengan calon bayi yang ada dalam kandunganku.Biarlah kami hidup berdua saja, mungkin set

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-13

Bab terbaru

  • Bukan Pembantu Gratisan   Ending

    Sepanjang perjalanan ke kantor, Nadya tidak hentinya mengulum senyum, rencana yang telah dia buat sepertinya berhasil, dia sengaja mengcopy sepenggal bait puisi milik sang pujangga yang ternama, lalu di akhir puisi Nadya sengaja memberi inisial nama I M, agar Atun mengira itu Ibrahim, dan sengaja juga dia menyuruh Atun ke kamarnya untuk mengambil flashdisk agar Atun melihat puisi tersebut seolah-olah tanpa sengaja, semua sudah Nadya atur sedemikian rupa. Sudah berulang kali Nadya menangkap basah Atun sedang menatap dalam pada Ibrahim, awalnya dia merasakan ada yang aneh pada diri Atun, perasaan Nadya tidak enak jika melihat gelagat Atun, sampai pada akhirnya Nadya melihat sendiri Atun memandang Ibrahim cukup lama, sengaja dia tidak menegur karena belum memiliki bukti yang cukup kuat. Pernah suatu malam, Atun sengaja membuatkan Ibrahim teh dan hendak mengantarkan ke ruangan kerja Ibrahim, tapi karena kemunculan Yati secara tiba-tiba, Atun berkilah jika ingin membuatkan Yati teh, deng

  • Bukan Pembantu Gratisan   Rahasia Nadya

    Pak Long berjalan pilu meninggalkan ruang keluarga, begitu juga dengan Ibrahim masuk ke dalam kamarnya setelah Pak Long pergi. Tinggallah Yati dan Atun di ruangan keluarga ini, Yati masih menatap tidak percaya dengan segala ucapan Atun yang menurutnya begitu pedas. "Yati, maafkan aku, aku juga punya perasaan, aku juga punya hati, semua diluar kendaliku, maafkan aku, tidak bermaksud membuat kamu kecewa dengan semua ucapanku," Atun memeluk Yati, berharap sahabatnya itu mengerti. "Minta maaflah sama Pak Long, Atun. Ucapanmu sungguh membuatnya sangat terluka, kamu boleh menolak, tapi tidak menghina seperti itu, ingat Atun, sebelum dihargai orang, belajarlah menghargai orang lain.""Baik Yati, aku akan minta maaf, lagian pria tua itu sungguh tidak tau diri, kalau suka sama orang ya lihat dulu siapa orangnya, kalau Juli, Rima atau Leni sih wajar, sederajat mereka." "Apa maksudmu, Atun?" Yati semakin tidak mengerti dengan sikap sahabatnya ini, semakin tinggi hati saja. "Aku kan teman se

  • Bukan Pembantu Gratisan   Perkataan Setajam Silet

    Saat Atun lagi bersantai dan memainkan ponselnya di atas kasur, sebuah pesan masuk melalui benda pipih yang sedang Atun mainkan, dengan tidak sabaran wanita itu melihat isi pesan yang masuk. "Atun sayang, coba kirimkan foto Yati, dan besok jam tiga sore kamu saya tunggu di cafe kemarin, kamu ceritakan jadwal dan kegiatan Yati, biar saya bisa atur rencana untuk membunuhnya, setelah itu, besok saya ingin lagi kita melakukan seperti tadi, siapkan stamina." Antara senang dan benci Atun menerima pesan dari Nazil, senang karena ada yang ingin membantunya melenyapkan Yati, dan benci karena pria itu ingin kembali mencicipi tubuhnya. Bukankah untuk mencapai sesuatu, harus ada perjuangan dan pengorbanan. Atun kembali tersenyum, karena dia merasa ini bagian dari tugas, biar saja pria bejat itu mencicipi tubuhnya sesuka hatinya, yang penting tujuannya tercapai, setelah berhasil menjadi istri Ibrahim, cukup mudah bagi Atun melenyapkan Nazil, karena telah mempunyai uang yang banyak, Atun memili

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sebuah Rencana

    "Sebelumnya kenalan dulu, nama saya Nazil." "Kalau saya, Rahman." Kedua pria asing itu memperkenalkan diri pada Atun, begitu juga dengan Atun, walaupun merasa sedikit jijik, Atun menyambut uluran tangan kedua pria itu. "Sepertinya anda punya masalah," ucap Nazil, sorot matanya masih tajam memandang Atun, kadang pandangan itu berhenti di bagian aset Atun di bagian depan, rasa tidak nyaman menghampiri, tapi karena saat ini dia butuh partner untuk membantunya melenyapkan Yati, dia berusaha setenang mungkin. "Jika kalian berhasil melenyapkan wanita ini, imbalan begitu besar, dia istri dari pengusaha sukses, aku ingin kalian melenyapkan nyawa wanita itu." "Perkara yang mudah bagi kami untuk melenyapkan nyawa orang, tapi, semua itu tidak gratis dan butuh strategi yang matang, agar kita semua bisa lolos dari hukum." ucap Nazil, sepertinya pria berkulit tambun itu yang lebih dominan dari pada Rahman."Saya sudah bilang, akan ada imbalan yang gede, 50 juta ringgit? 100 juta ringgit? Semua

  • Bukan Pembantu Gratisan   Niat Jahat

    "Hari yang cerah, sedap betul jika berenang," ucap Atun sambil berjalan ke arah Yati dan Nadya."Yati, mari kita berenang, masih ingat tidak saat di kampung dulu, waktu kita masih sekolah dasar, berenang di empang milik Pak Salman, orang tua kita pasti marah saat itu," ucap Atun lagi mengenal masa kecil mereka. Nadya masih merasa kesal dengan sikap Atun yang suka seenaknya sendiri, sekarang malah santai, seolah tidak merasa bersalah. QAtun ini sedikit mengerti watak Yati, jika dia melakukan hal yang semena-mena, dia pasti mengingatkan kembali kisah mereka saat masih di kampung dulu, Yati orangnya tidak enakan, jadi, pasti mengurungkan niatnya untuk menegur Atun, sedangkan Nadya sudah sedikit muak melihat kelakuan Atun. Nadya merasa ada hal yang aneh pada diri Atun, tapi dia tidak tahu, tapi yang Pasti beberapa waktu terakhir ini, Nadya sudah merasakan kejanggalan pada sahabat kakaknya tersebut. "Kak Atun, tadi kamu kenapa membentak Leni? Padahal kamu yang salah, jangan seperti it

  • Bukan Pembantu Gratisan   Sifat Buruk

    "Tuan!""Tuan!"Atun berusaha mengejar Ibrahim sambil berusaha memanggilnya, tapi karena Ibrahim memakai headset tidak mendengar panggilan Atun. Atun berusaha berlari beriringan dengan Ibrahim, dengan begini saja dia sudah merasa bahagia, karena merasa seperti pasangan suami istri yang sedang berlari bersama. "Dik Atun, Abang datang," ucap Pa Long, Atun menoleh, sudah ada Pak Long yang berlari beriringan juga dengannya."Pak Long, ngapain kesini!" Atun memperlambat langkah kakinya. "Abang hendak menemani Dik Atun olahraga biar kita sama-sama sehat." Dasar lelaki tua yang genit, sok-sokan menyebut dirinya Abang. "Pak Long, tadi Tuan Ibrahim berpesan kalau Pak Long harus mencuci mobil kerjanya." "Oh, tenang Dik, semua mobil sudah bersih termasuk mobil Nyonya Yati, jadi, kita bisa lari bersama mencoba merajut kasih." Mata Pak Long berkedip sebelah ke arah Atun, kumisnya yang tebal membentuk sebuah lengkungan. Semakin sebal dan merasa jijik saja Atun melihat Pak Long ini. "Ya udah

  • Bukan Pembantu Gratisan   Mencoba Merayu

    "Yati, mana mungkin Pak Long yang mengangkat tubuh saya, mana kuat dia, sudah tua," ucap Atun sambil matanya mendelik ke arah Pak Long, saat pria jelita (jelang lima puluh tahun) itu berjalan ke arah Atun. "Kuat, mana mungkin tidak kuat." Pak Long dengan entengnya mengangkat tubuh Atun. "Kamarnya sebelah sana, Pak!" ucal Juli menunjukkan kamar Atun. "Cieee Kakek Long sama Bu Atun, cieee ... cieee," sorak Zayn dan Zahra. "Sssttt Zayn, Zahra, tidak boleh seperti itu." Yati menegur kedua buah hatinya, sedangkan Atun wajahnya merah padam. Juli, Rima dan Leni senyum-senyum tidak jelas lebih ke arah mengejek. Heh, awas ya kalian pembantu, setelah aku jadi Nyonya, akan ku usir kalian. "Sudah, sudah Pak. Turunkan saya, saya masih sanggup berjalan," ucap Atun seraya berontak agar terlepas dari gendongan Pak Long. "Tadi katanya ga sanggup jalan, padahal sudah serasi Pak Long dan Atun," ledek Juli."Ah, Atun ini shy shy cat," ucap Pak Long tersenyum genit ke arah Atun.Setelah itu Atun ja

  • Bukan Pembantu Gratisan   Tindakan Ibrahim

    Ibrahim masih berada di kantor, ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Semenjak memiliki si kembar Zayn dan Zahra, Ibrahim pasti menyempatkan waktu bersama kedua buah hatinya, salah satunya dengan pulang lebih cepat agat bisa bermain bersama mereka. Saat Ibrahim sedang menganalisa laporan, ponselnya nya berbunyi, sebuah video masuk, hatinya bertanya, video apakah ini, jarang-jarang, ada yang mengirim video seperti ini. Jantung Ibrahim berdebar saat melihat video yang terkirim ke ponselnya wanita yang sangat dicintainya sedang dipeluk oleh pria, hati pria keturunan Pakistan Melayu ini merasa panas, tapi, dia mengenal betul istrinya, tidak mungkin Yati berbuat serendah itu, pasti ada fitnah di balik video ini. Ibrahim segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke toko roti milik Yati. Saat Ibrahim sampai, ternyata sudah tutup, seperti dugaan Ibrahim tadi, tapi itu lebih baik, karena Ibrahim ingin mengecek cctv toko roti ini, Ibrahim mengambil kunci duplikat mil

  • Bukan Pembantu Gratisan   Rekaman Atun

    "Lepaskan, Raka!" Yati mendorong pria bertubuh atletis itu dengan sekuat tenaga, Raka terjatuh, wajahnya kaget melihat sikap Yati yang begitu kasar. "Maaf Yati, aku tidak bermaksud jelek sama kamu, tidak ada niat jahat, aku cuma ingin menenangkan kamu," ucap Raka lembut. "Raka, sebaiknya pergi dari sini, engkau telah menyampaikan semua pesan kamu, itu sudah cukup, sekarang pergilah, aku sudah bersuami, pantang bagiku disentuh oleh pria lain, apalagi pria asing seperti kamu, pergilah Raka," ucap Yati tegas. "Baik, tapi boleh kita berjum--" "Tidak, tidak, tidak! Jangan lagi menampakkan diri di hadapan saya!" teriak Yati memotong ucapan Arjuna. "Cik Yati, ada masalah?" ucap Eva salah satu pegawai Yati, yang berlari keluar setelah melihat Yati bertikai dengan seorang pria. "Tidak ada masalah Eva, sebaiknya kita mulai kerja, sebentar lagi pasti banyak pelanggan yang ingin membeli cake kita." ujar Yati pada pegawainya tersebut. Raka menatap Yati dengan pandangan yang sulit diartikan

DMCA.com Protection Status