Sepasang mata menatap dengan penuh kebencian dari ambang pintu. Setelah mengambil dan mengeluarkan nafas perlahan, wanita itu kemudian melangkah masuk kedalam kamar yang tengah dipenuhi kebahagiaan itu. “Maaf mengganggu, tadi Bik Sum buatkan bubur untuk Zafira. Mau mengantar kesini takutnya mengganggu. Kebetulan ada berkas yang harus Zafira tanda tangani, jadi Bik Sum sekalian minta Saya bawakan buburnya,” ucap Aira yang masih berdiri disamping Buk Ningsih. “Terima kasih Mbak Aira,” ucap Zafira sambil tersenyum. “Mana berkas yang harus di tanda tangani?” tanya Zafira dengan wajah penuh senyum kebahagiaan. “Ini bubur nggak dicampur apa-apa kan?” ucap Amira dengan wajah penuh selidik. Bu Ningsih langsung menyenggol tangan Amira dengan lengannya. “Nggak boleh begitu Nduk,” bisik Bu Ningsih tepat disamping telinga putri bungsunya. Belajar dari pengalaman, Amira kini sangat over protektif terhadap kakak iparnya. “Maafkan Adikmu Nduk Aira,” ucap ningsih kepada Aira. “Nggak apa-ap
Wanita cantik itu tersenyum menatap lelaki yang tengah asyik dengan spatula dan wajan itu. Ya, Zafira sedang ngidam pengen makan nasi goreng buatan Adnan. Lelaki yang sejak kecil sudah terbiasa mandiri itu tampak cekatan di depan peralatan masak. Sesekali menyeka peluh di dahinya. Zafira yang memperhatikan dari ambang pintu dapur menyunggingkan senyuman manis. “Sepertinya enak sekali, sudah tercium dari aromanya, sangat menggugah selera. Nak, kita makan masakan ayah ya,” ucap Zafira seraya tersenyum dan mengelus-elus perutnya yang masih tampak rata. Adnan tersenyum menatap wajah istrinya. Lelaki itu kemudian mengecup singkat pucuk kepala wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. “Anak ayah harus makan yang banyak ya, biar bundanya nggak lemes.” Adnan berucap sambil tersenyum dengan wajah bahagia. Lelaki itu masih tidak menyangka bisa mempersuntig gadis secantik Zafira. Andai ini hanya mimpi biarkan ia tidur lebih lama lagi. “ Awas, gosong masakannya, Mas!” ucapan
"Ning banyak kerjaan di belakang!"Seru Budhe Siti ketus diiringi dengan tatapan sinis kepada Ibu Mertua. "I--iya mbak, maaf terlambat," jawab ibu mertua sambil menatapku dengan tatapan tak enak.Tanganku yang terulur untuk bersaliman dengan budhe mengambang di udara karena Budhe menarik tangan nya dan menatapku dengan tatapan jijik. Oh jadi ini sebabnya tadi Ibu tidak mau mengajakku rewang di sini. Ibu langsung menggenggam tanganku erat seakan menyalurkan emosinya dengan meremas kuat tanganku. "Ayo nduk kita ke belakang." Ibu mertua menarik tanganku lembut sambil mengusap sudut matanya dengan ujung jilbab. sepertinya Ibu menangis."Dasar! Kacang lupa kulit!" Masih terdengar umpatan Budhe Siti meskipun kami sudah berlalu ke dapur."Ibuk kenapa diam saja di perlakukan seperti itu?" Aku menelisik jawaban dari mata Ibu sambil membantu membuang bekas makanan di piring yang hendak dicuci."Begitulah Nduk, Ibu hanya orang miskin. budhe sudah banyak bantuin keluarga kita jadi ibu harus b
"Buk Zafira, kok disini?" Kami berpapasan dengan seorang lelaki yang berpakaian Formal."Kamu siapa ya?" tanyaku dengan kening berkerut karena aku merasa tidak mengenalnya."Saya Jeffry Buk staff di Pt Zhafi Sejahtera. Semoga Ibu berkenan hadir di acara pernikahan saya nanti." Kata Jefry. Ternyata dia salah satu staff di perusahaan papa."Oh iya kebetulan saya ada urusan di sekitar sini. Insyaa Allah kalau ada waktu saya sempatkan hadir," jawabku basa basi. Ternyata ini calon menantunya Budhe Siti yang katanya pekerja kantoran itu. Males jika harus menghadiri acara di rumah Budhe Siti."Terima kasih buk Zafira, saya masuk dulu. Mari Buk," pamitJeffry sambil mengangguk sopan pada Ibu."Iyaa, silahkan," jawabku sambil menggandeng tangan ibu."Nak Jepri kok kenal sama kamu nduk?" tanya Ibu dengan wajah heran."Iya Buk, Jeffri kerja di perusahaan papa," jawabku sambil tersenyum pada Ibu."Oalah.. gitu ya, Nduk." Ibu menganggukan kepala.***"Sudah pulang Buk, Mbak?" Kami langsung disa
"Ngapain Budhe kesini?" Seketika raut wajahnya Berubah kesal."Anak kurang ajar! Bukannya dipersilahkan masuk malah disuguhi pertanyaan," jawab Budhe sambil nyelonong ke dalam rumah tanpa menghiraukan tatapan tajam Amira. Ternyata ada Mbak Aira--si nenek lampir yang mengekor dari belakang Bude Siti kayak pengawal."Silahkan duduk dulu mbak, mau minum apa?" Ibu masih bertanya sopan padahal sudah diperlakukan seperti tidak baik oleh keluarga Bude. Entah terbuat dari apa hati Mertuaku ini, kok banyak sekali stock sabarnya. Padahal aku sedari tadi sudah ingin kuc*kar wajah songong mereka. "Najis lah, kalau minum minuman dari kalian nanti keluarga kami terinfeksi kuman miskin kalian, nggak doyan aku minuman orang miskin," ucap Mbak Aira dengan mimik wajah yang terlihat seperti orang mual."To the point aja, kalian mau ngapain kesini?" tanya Amira ketus. Adik dari mas Adnan ini terlihat sudah terpancing emosinya."Kalau hanya untuk menghina keluarga kami silahkan pergi dari sini!" Seketi
Pov Author"Kamu ternyata bisa marah juga nduk," canda Ningsih kepada menantunya."Sekali-sekali harus di gituin juga Buk." Zafira tersenyum menatap mertuanya."Untung nggak darah tinggi tadi Budhe," sambung Amira yang sudah cekikan sedari tadi."Terima kasih ya Nduk, sudah menjadi pahlawan buat Ibu, selama ini kami selalu bungkam ketika di caci maki dan dihina, tapi semenjak kehadiran kamu, ibu jadi merasa punya pembela. Meskipun seringkali Amira dan Adnan membalas perkataan mereka tapi berakhir bungkam karena hutang kita pada mereka." Ningsih memeluk Zafira dengan netra yang berkaca-kaca."Terima kasih mbak, sudah jadi pembela untuk keluarga kami." Amira ikut memeluk Zafira."Wah.. berasa jadi pahlawan kesiangan nih. udahlah, jangan sedih lagi dong, gimana kalau kita jalan-jalan, lagian Zafira juga belum pernah jalan-jalan selama di sini," ajak Zafira antusias."Kalau pengen jalan-jalan, biar di temani adikmu. Mir, temani mbakmu jalan-jalan, Ibuk mau istirahat dulu, kalau ikut ntar
P.O.V ZafirahAku tersenyum puas menatap wajah mbak Aira yang tampak seperti mayat hidup. "Silahkan pergi dari sini, atau—." Aku sengaja menjeda ucapanku sambil mengetuk ngetuk casing ponselku menikmati ekspresi panik mbak Aira.Dengan wajah yang kesal wanita sombong itu langsung melangkah meninggalkan teras rumah ibu yang penuh dengan barang belanjaan kami. Pastinya si nenek lampir penasaran dengan isi belanjaan kami. Ibu hanya melongo menyaksikan kepergian Mbak Aira yang terlihat kesal bercampur panik."Kok Aira nampak ketakutan ya?" tanya ibu dengan wajah keheranan. Amira hanya tersenyum karena sudah mengetahui penyebab si nenek lampir panik."Ayok masuk buk, nih martabak telur kesukaan ibu," ajak Amira sambil menggandeng tangan ibu masuk agar perhatian ibu teralihkan dan tidak bertanya lebih lanjut lagi. Semua akan terungkap pada saatnya."Tolong sekalian di bawa masuk ke dalam ya pak, nanti saya tambah upahnya," pintaku kepada sopir taxi yang sedari tadi menurunkan barang dar
"Tolong! Ib—," mulutku langsung di bekap oleh tangan kekar."Sutt..!" Lelaki di hadapanku meletakkan telunjuknya di depan bibirnya."M–as Adnan?" Aku masih membeku menatap lelaki di hadapanku. Baru kali ini kami sedekat ini. Kesempatan langka jangan di sia-siakan."Mas kapan datangnya?" Tanyaku dengan tatapan yang masih tidak percaya. Mas Adnan yang tersadar langsung berdiri."Ma–af, tadi malam saya sampai di sini, mau bangunin nggak enak, maaf membuatmu terkejut." Jawabnya dengan mata menunduk dan suara bergetar.Ck, dia masih memperlakukanku seperti bossnya, aku ingin di perlakukan sebagaimana perlakuan suami terhadap istrinya."Saya mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum." Ucapnya sambil keluar kamar."Waalaikumussalam," jawabku lirih dengan tampang yang masih syok.Aku mengusap wajahku yang mulai sadar. Wangi parfumenya masih tertinggal. Aku menghirup aroma parfumnya dalam-dalam dan bibirku seketika mengembangkan senyum membayangkan kejadian tadi."Yes yes yess.." tanganku terkepal
Wanita cantik itu tersenyum menatap lelaki yang tengah asyik dengan spatula dan wajan itu. Ya, Zafira sedang ngidam pengen makan nasi goreng buatan Adnan. Lelaki yang sejak kecil sudah terbiasa mandiri itu tampak cekatan di depan peralatan masak. Sesekali menyeka peluh di dahinya. Zafira yang memperhatikan dari ambang pintu dapur menyunggingkan senyuman manis. “Sepertinya enak sekali, sudah tercium dari aromanya, sangat menggugah selera. Nak, kita makan masakan ayah ya,” ucap Zafira seraya tersenyum dan mengelus-elus perutnya yang masih tampak rata. Adnan tersenyum menatap wajah istrinya. Lelaki itu kemudian mengecup singkat pucuk kepala wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. “Anak ayah harus makan yang banyak ya, biar bundanya nggak lemes.” Adnan berucap sambil tersenyum dengan wajah bahagia. Lelaki itu masih tidak menyangka bisa mempersuntig gadis secantik Zafira. Andai ini hanya mimpi biarkan ia tidur lebih lama lagi. “ Awas, gosong masakannya, Mas!” ucapan
Sepasang mata menatap dengan penuh kebencian dari ambang pintu. Setelah mengambil dan mengeluarkan nafas perlahan, wanita itu kemudian melangkah masuk kedalam kamar yang tengah dipenuhi kebahagiaan itu. “Maaf mengganggu, tadi Bik Sum buatkan bubur untuk Zafira. Mau mengantar kesini takutnya mengganggu. Kebetulan ada berkas yang harus Zafira tanda tangani, jadi Bik Sum sekalian minta Saya bawakan buburnya,” ucap Aira yang masih berdiri disamping Buk Ningsih. “Terima kasih Mbak Aira,” ucap Zafira sambil tersenyum. “Mana berkas yang harus di tanda tangani?” tanya Zafira dengan wajah penuh senyum kebahagiaan. “Ini bubur nggak dicampur apa-apa kan?” ucap Amira dengan wajah penuh selidik. Bu Ningsih langsung menyenggol tangan Amira dengan lengannya. “Nggak boleh begitu Nduk,” bisik Bu Ningsih tepat disamping telinga putri bungsunya. Belajar dari pengalaman, Amira kini sangat over protektif terhadap kakak iparnya. “Maafkan Adikmu Nduk Aira,” ucap ningsih kepada Aira. “Nggak apa-ap
"Jadi—." Zafira menjeda ucapannya. Menantu Ningsih itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Taraa—!" "A… apa ini Nduk?" Tanya Bu Ningsih terbata melihat testpack yang di perlihatkan Zafira. "Ini testpack namanya Buk, jadi kalau garis dua berarti positif hamil, dan kalau garis satu berarti negatif, atau nggak hamil," jelas Zafira sambil memperlihatkan testpack kepada mertuanya. "Oh, begitu," sahut bu Ningsih manggut-manggut tanda paham. "Jadi ini garis dua, tandanya Nduk Ha–mil? Ya Allah." Ningsih membekap mulutnya sendiri karena kaget. Zafira hanya mengangguk, lalu menatap Ibu mertuanya dengan tatapan nanar karena haru. "Iya, Buk. Alhamdulillah Zafira hamil, dan sudah Fira periksa ke dokter juga," sahut Zafira dengan mata berkaca-kaca namun binar bahagia terpancar jelas dari sana. "Masya Allah, Alhamdulillah, terima kasih Robb, doa-doa hamba sudah di kabulkan," ucap Ningsih lalu kemudian sujud syukur dari tempatnya berdiri. Setelah berdiri, wanita paruh baya it
Zafirah memandang wajah lelaki dihadapannya yang tampak pucat. Lelaki yang ngamuk-ngamuk ketika masuk itu tampak mati kutu. "Hallo, Pak Gunawan," tegur Zafira sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah lelaki herpenampikan necis itu. "Anda masih mengenal saya bukan?" imbuh Zafira dengan senyum mengejek."Ma–masih," sahut lelaki itu terbata-bata. "Pa, itu orang yang sudah mwnampar Lexa tadi! Papa kok diem aja sih anaknya di perlakukan seperti ini?!" Alexa menegur Papanya yang tampak gugup. Zafira tersenyum sinis ke arah Alexa kemudian beralih menatap Pak Gunawan yang tampak salah tingkah. "Tentu Saja Anda masih mengenal saya dan tidak melupakan Saya. Lha wong tiap hari minggu menghubungi Saya melaporkan kekurangan dana ini itu di universitas ini. Rupanya uang sarana prasarana Anda akui sebagai Donasi dari Anda Pak Gunawan yang dermawan?" Zafira tersenyum sinis dengan tatapan tajam kearah Lelaki itu. "Saya minta catatan-catatan keuangan yang masuk dari donatur-donatur? Ma
Lelaki berseragam satpam itu masih keheranan melihat wanita yang baru turun dari mobil itu. "Pak Rektor ada, Mang?" Zafira bertanya kepada lelaki yang tadi menegurnya. "Pak Rektor lagi ke LN Nyonya, tapi Pak Dekan ada," sahut lelaki itu dengan wajah segan. "Bisa antarkan saya ke ruangannya?" Zafira tampak tak sabar. "Bisa Nyonya," ujar Lelaki itu sambil mengangguk mantap. "Buk Zafira? Mari silahkan masuk. Kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau kesini? Kan kami bisa adakan persiapan untuk menyambut." Pak Dekan tampak terkejut melihat kedatangan Zafira. Zafira hanya tersenyum simpul menanggapi. Dia langsung duduk di sofa dalam ruangan itu. "Ada apa Buk? Biasanya Ibu hanya memantau dari rumah. Kayaknya ada sesuatu hal penting sampai Ibu Zafira datang tanpa memberi kabar," ujar Lelaki berkaca mata itu menatap Zafira serius. "Apakah ada masalah disini?" tanya Zafira. "Sejauh ini nggak ada masalah apa-apa Buk. Semua terpantau aman," sahut Lelaki itu sambil tersenyum. "Aman? Ter
Darel langsung menyenggol lengan Abhimana."Apa maksud Kamu kalah taruhan?" Amira bertanya dengan tatapan tajam. "Heh cewek tengil! Lo pasti pake susuk kan? Secara orang kampung di pelosok gitu kan suka pake susuk. Jangan-jangan Lo juga pinter guna-guna agar semua laki-laki suka sama Lo, dasar munaf1k! Pakaiannya aja tertutup, ternyata bersekutu dengan Iblis!" Bentak Alexa yang terlihat dikuasai cemburu. Amira tersentak dan melongo mendengar tuduhan yang keluar dari bibir wanita berambut pirang itu. Detik berikutnya Amira langsung membalas tatapan tajam Alexa. "Iya, Saya pinter guna-guna. Kamu nggak takut saya guna-gunain?" Amira menjawab dengan tatapan tajam ke arah Alexa. Wanita berambut pirang itu seketika nyalinya menciut."Ngadi-ngadi nih cewek! Kuyy ke Kantin." Darel langsung mengajak Abhimana ke kantin."Dasar cewek kampung! Jadi bener lo pake susuk? Jangan-jangan orang tua lo dukun lagi." Alexa tersenyum sinis ke arah Amira."Jaga mulut kamu ya! Silahkan kalau mau mengh
Amira mengernyit heran mendengar namanya disebut oleh Dosen itu. Dokter Gibran tersadar dan wajahnya langsung memerah menahan malu. Dia terkenal dengan julukan Dosen Kulkas, karena selalu bersikap dingin. Alexa menatap sinis ke arah Amira. "Punya kelebihan apa gadis desa miskin itu? Jangan-jangan pake susuk lagi, kan biasanya orang kampung di pelosok gitu suka pake-pake begituan." Alexa berbisik pada teman di sampingnya."Bisa-bisanya Lo mikir sampe kesitu. Anaknya memang cantik kok, tanpa sentuhan make up sudah cantik begitu, Alami." Seketika teman Alexa yang bernama Aletta itu langsung menutup mulutnya. Dia nggak sadar sedang memuji Amira di depan Alexa. Reflek saja pujian itu meluncur dari bibirnya. "Maksud gue, bisa saja dia pake susuk. Lihat aja auranya beda begitu," imbuhnya dengan wajah bersalah. Alexa menatapnya dengan tatapan tajam membuat Aletta salah tingkah."Maafkan, tadi salah ngomong, lo yang paling cantik deh," ujar Aletta sambil menunjukkan wajah bersalahnya."A
Gadis 20 tahun itu menarik senyum simpul menatap gedung kampus impiannya. Amira Syarifah–Nama Wanita berparas ayu itu. Adik dari Adnan Syarif. Putri kedua Pak Rusli dan Bu Ningsih. Amira memilih menetap di kota dan tinggal di indekos. Sekalipun dia tau kakaknya kaya raya, dia tidak mau memanfaatkan harta kekayaan kakaknya untuk berfoya-foya. Bahkan untuk masuk ke kampus impiannya itu, Amira lewat jalur prestasi. Tidak heran, karena adik bungsu Adnan itu Gadis yang cerdas. Dia memilih bekerja paruh waktu biar bisa belajar mandiri. Indekost yang dipilih juga kost khusus perempuan. Karena pergaulan Amira sedari kecil sudah terjaga. Wanita dengan hijab sage itu berjalan masuk ke kampus dengan perasaan gembira. Gadis cantik itu berhenti di depan ruangan fakultas kedokteran. Ya, Amira mengambil jurusan kedokteran. Gadis dengan hijab yang menutupi dada itu tersenyum lebar. Dia bahagia karena bisa berkuliah di kampus favoritnya juga fakultas impiannya. Hari ini hari pertamanya masu
"Bu Siti dan Pak Rusdi! Bukti-bukti sudah ada dan kalian tidak bisa mengelak lagi. Pak Rusdi biar di rumah sakit khusus tahanan. Bu Siti sepertinya Anda sehat-sehat saja. Maaf, ini perintah," ujar Lelaki berseragam polisi itu dengan nada tegas."Kalian memang tidak ada rasa kemanusiaan sedikitpun! Suami saya ini butuh perawatan intensif. Kalian tolong mengertilah!" Bude Siti berucap dengan nada tinggi.Polisi itu hanya menggelengkan kepala. Sudah salah masih terus ngeyel. "Silahkan nanti anda jelaskan di kantor polisi," ujar polisi itu sambil memberikan perintah kepada anak buahnya."Kalian pasti sudah makan suap. Makanya orang yang sakit dan lemah juga kalian tangkap. Dasar polisi mata duitan!!" Bude Siti mengamuk.Wanita itu lalu memecahkan gelas di nakas ruangan itu lalu mengarahkan kepada polisi yang hendak berjalan ke arahnya."Berani kalian mendekat, akan kugor*k leher kalian! Sini mendekat! Biar ku b*nuh sekalian!" Wanita itu sudah seperti orang depresi. Dia mengancam anggota