"Tolong! Ib—," mulutku langsung di bekap oleh tangan kekar.
"Sutt..!" Lelaki di hadapanku meletakkan telunjuknya di depan bibirnya."M–as Adnan?" Aku masih membeku menatap lelaki di hadapanku. Baru kali ini kami sedekat ini. Kesempatan langka jangan di sia-siakan."Mas kapan datangnya?" Tanyaku dengan tatapan yang masih tidak percaya. Mas Adnan yang tersadar langsung berdiri."Ma–af, tadi malam saya sampai di sini, mau bangunin nggak enak, maaf membuatmu terkejut." Jawabnya dengan mata menunduk dan suara bergetar.Ck, dia masih memperlakukanku seperti bossnya, aku ingin di perlakukan sebagaimana perlakuan suami terhadap istrinya."Saya mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum." Ucapnya sambil keluar kamar."Waalaikumussalam," jawabku lirih dengan tampang yang masih syok.Aku mengusap wajahku yang mulai sadar. Wangi parfumenya masih tertinggal.Aku menghirup aroma parfumnya dalam-dalam dan bibirku seketika mengembangkan senyum membayangkan kejadian tadi."Yes yes yess.." tanganku terkepal sambil joget-joget ala robot. Sambil senyum-senyum aku berbalik hendak ke kamar mandi. Wajahku langsung bersemu merah dan panas melihat Mas Adnan yang terpaku di depan pintu."Maaf… pecinya ketinggalan," ucapnya sambil mengambil peci dan melangkah dengan senyum yang tertahan.Ya Allah mau di taruh di mana nih muka. Aku merutuki tingkah konyolku tadi, apa Mas Adnan juga mendengar apa yang aku ucapkan tadi? Ya Allah malu sekali mana pake acara joget-joget lagi. Aku langsung bergegas mengambil handuk yang di gantung pada kapstok yang menempel pada pintu kamar. Aku berlalu ke kamar mandi masih sambil merutuki kekonyolanku.Ibu dan Amira terlihat sudah segar wajahnya karena air wudhu. "Tungguin Zafira," pintaku pada Ibu dan Amira."Iyaa, pasti di tungguin kok," jawab Ibu tersenyum.Aku langsung ngibrit ke kamar mandi. Setelah sholat subuh aku langsung ke dapur membantu ibu masak. Eh, ralat maksudnya melihat-lihat. Aku masih malu bertemu dengan si beruang kutub. "Kenapa nduk? Kok kayak cemas?" tanya Ibu mertua. Ternyata sedari tadi ibu memperhatikan ekspresiku."Enggak apa-apa kok buk, apa yang bisa Zafira bantu nih?" tanyaku mengalihkan perhatian Ibu. "Ibu perhatikan kamu kayak gelisah, bantu irisin bawang nduk, bisa ngiris bawang?""Bisa Bu," jawabku yakin, hanya ngiris bawang kan apa susahnya. Aku langsung mengambil pisau dan talenan yang ibu berikan dan duduk di dekat Amira yang sedang memotong-motong wortel untuk di bikin sop. "Kok perih mataku." Aku kaget karena baru irisan kedua mataku perih sekali."Jangan di kucek mbak." Amira langsung memegang tanganku yang reflek hendak mengucek mataku yang perih."Itu perih karena ngiris bawang mbak, ini cuci tangan dulu." Amira berkata sambil menyodorkan baskom berisi air di hadapanku untuk mencuci kedua tanganku.Yang benar saja bawang merah bisa bikin mata perih."Are you serriously?" tanyaku tak percaya pada Amira."Serius Mbak, coba mbak googling." Amira mentatapku dengan wajah serius yang membuat tawaku langsung meledak."Assalamu'alaikum..." salam dari depan seketika membuat tawaku berhenti. Suara di beruang kutub, aduh mau sembunyi di mana aku."Wa'alaikumussalam." Amira menjawab sambil melirik dan tersenyum ke arahku.Malah senyam-senyum loh, nggak tau apa kakak iparnya sedang berjuang menahan rasa malu dengan memasang muka tembok."Acieeee… " Aku langsung terperanjat mendengar suara Amira dan melihat tangan kekar yang tersodor di depan wajahku."Ciyeee manten anyar, malu-malu tikus. Huhuyyy yang jomblo bisa apa, jadi penonton doang." Setelah mencium tangan Mas Adnan seketika kecupan kecil mendarat di keningku. "Anggaplah dunia milik berdua tolong kasihanilah adik kalian yang jomblo ini, Mas dan Mbak bikin jiwa jombloku meronta-ronta." Wah, kesempatan dalam kesempitan nih si beruang kutub. Terlihat biasa saja wajahnya. Nggak gerogi seperti ketika di kamar. Duh bilang kamar membuat wajahku bersemu merah akibat mengingat kejadian subuh tadi. Mau taruh di mana muka ini."Husst.. Mir, masih kecil kamu tuh." Ibu berkata dari dapur."Anak segede gini dibulang masih kecil. Amira udah 19 tahun gini masih di bilang anak kecil," sungut Amira dengan bibir mencebik."Sedewasa apapun seorang anak, tetaplah anak kecil bagi orang tuanya." Mas Adnan berucap bijak dan membuatku semakin tersepona eh terpesona."Iya mas, makanya cepat hadirkan anak kecil di rumah ini biar aku nggak di anggap anak kecil terus," ucap Amira yang membuat mas Adnan kalah telak."Prosesnya aja belum dek," Jawabku dalam hati tentunya, nggak mungkin dong aku menjawab dengan lantang. Nanti di kiranya mengharap. Harus jaga image dong."Doakan dek." Mas Adnan hanya menjawab singkat kemudian berlalu ke dapur mencium tangan Ibu.Tambak tangan ibu mengusap kepala Mas Adnan. "Wajahnya kok terlihat santai ya, apa dia sudah melupakan kejadian tadi? Syukurlah kalau sudah lupa," monologku dalam hati."Nanti siap-siap ya, kita ke Acaranya Alisya," ucap mas Adnan."Adnan utusan dari kantor mewakili Papa mertua. dan Papa menyuruhku mengajak ibu, Zafira, dan Amira," lanjut Mas Adnan yang membuat mata ibu langsung berbinar. "Kalau datang hanya untuk dihina, sebaiknya Amira di rumah saja mas," Amira menjawab."Kali ini mas tidak akan membiarkan mereka menghina kita," jawab Mas Adnan dengan sorot mata tajam yang semakin tampan di mataku. Akhirnya Papa mengabulkan keinginanku. Kemaren aku menelpon Papa agar mengutus Mas Adnan menjadi perwakilan perusahaan di pernikahannya Jeffry.Kan malu kalau aku yang ngajak. Meskipun Jeffry hanya karyawan biasa, tujuanku hanya ingin membuat Bude kapok dengan tingkahnya yang sombong. Setelah semua tersaji di meja makan kami langsung sarapan bersama-sama."Pengantin baru nggak suap-suapan nih?" Amira masih terus menggoda."Husst… Mir, di godain terus dari tadi, kalau lagi makan jangan sambil bicara." Ibu menegur Amira. Yang ditegur malah menampakkan cengiran tanpa dosa.Si beruang kutub malah datar aja mukanya namun kelihatan berwibawa. Mungkin ini yang membuatnya menjadi menantu kesayangan Papa.Iyalah.. kan Mas Adnan satu-satunya menantu Papa. Lama menatapnya membuat otakku ngelag juga. Setelah makan kami bersiap-siap. Si beruang kutub yang sudah selesai ganti baju langsung duduk di ruang tamu sambil menikmati kopi.Lantai ruang tamu masih dilapisi Karpet tipis, karena furniture yang dibeli kemarin nanti siang baru di antarkan. Ketika keluar dari kamar, aku yang salting dengan tatapan Mas Adnan yang membeku menatapku. Apa ada yang salah dengan penampilanku? "Masya Allah, Cantik sekali Mbak Zafira, itu Mas Adnan sampe nggak berkedip," ucap Amira sambil meledek Kakaknya.Mas Adnan langsung tertunduk dan terlihat memerah wajahnya. Aku juga salah tingkah mendengar pujian gadis cerewet ini. "Ayo berangkat." Lelaki itu berucap singkat tanpa menatapku. Ibu mertua tersenyum melihat Mas Adnan."Masya Allah, Ibu cantik sekali." Ucap Mas Adnan kepada Ibu mertua."Iya, bajunya di beliin nduk Zafira. Ini sama gelang dan cincin juga, Amira yang mekapin Ibu." Jawab ibu sambil mengangkat tangannya memperlihatkan gelang dan cincin nya kepada Mas Adnan.Kemudian tatapan lelaki itu beralih ke arah ku dengan sorot mata yang seperti mengungkapkan rasa terima kasih. Aku hanya tersenyum menanggapinya."Pakai mobil aja bu," Ucapku."Dekat nduk, jalan aja." Jawab Ibu."Pakai Mobil aja buk, hayuuk lah," Rayuku sambil menarik lembut tangan ibu masuk ke dalam mobil.Mas Adnan masuk dan duduk di kursi kemudi kemudian Aku duduk di samping ibu dan meminta Amira duduk di samping Mas Adnan.Aku ingin melihat seperti apa reaksi keluarga bude Siti melihat tamu yang tak diundang ini datang?Penasaran dengan reaksi Bude siti? Nantikan di Next Bab😁✌️P.O.V AuthorMobil Zafira berhenti di halaman luas Bude Siti. Terlihat dekorasi mewah terpampang di depan mata, pasti harganya sangat fantastic. Terlihat di depan yang menyambut tamu adalah Aira dan beberapa Wanita. Zafira dari rumah sudah mempersiapkan Amplop berwarna cokelat yang di dalamnya ada uang senilai 5 juta. Pandangan mereka teralihkan ke arah mobil mewah berwarna grey yang terparkir di halaman. Wajah Aira terlihat tersenyum lebar sambil berlari ke dalam memberitahu Ibunya. "Ibu ada tamu spesial, pake mobil mewah di depan, pasti amplopnya tebal," ucap Aira berbisik pelan di telinga Bude Siti yang sedang menyalami tamu dengan gelang yang kebak di tangannya. Juga cincin berjejer di jari nya. Pernikahan anaknya yang mewah menjadi ajang pamer juga. "Serius kamu Ai?" Bude Siti langsung bergegas ke depan setelah berpamitan dengan besannya. Sedangkan suaminya– Rusdi hanya menatap dengan tatapan penasaran. Bude siti seketika melotot melihat mobil mewah di depan rumahnya. Waja
"Rumah ini enggak usah di renovasi!" Ucapan Zafira membuat Adnan seketika membeku. "Maksud Zafira, Rumah ini nggak usah di renovasi, kita bangun rumah baru buat Ibu di tanah yang baru." Sambung Zafira yang membuat prasangka buruk Adnan terhadapnya terpatahkan. "Tapi—," Ucapan Adnan terhenti karena pintu depan di hempaskan kuat. Semua mata memandang ke arah pintu."Ada apa Mas?" Tanya Ningsih dengan wajah panik karena kaget."Kembalikan uang 50 juta yang dulu kalian pinjam untuk biaya rumah sakit Rusli–suamimu!" Bentak lelaki yang berdiri di ambang ointu rumah Ningsih."Astagfirullah Mas, seenggaknya ucapkan salam dulu sebelum masuk,"Ningsih menjawab dengan nada sopan."Halahh.. Rumah kayak kandang ayam aja harus pake salam segala. Cepat kembalikan Uang itu!" Bentak Rusdi–suami Bude siti dengan tatapan nyalang. "Pakde Rusdi yang terhormat, anda orang terpandang di desa ini, tolong sisipkan sedikit etika untuk menjaga marwah anda," Adnan berucap dengan wajah tenang. "Heh Anak miski
"Kurang ajar si anak si*lan itu!" Lelaki dengan tampang sangar itu tampak ngedumel."Berani-beraninya dia mengancamku, belum tau aja siapa Rusdi! Awas kamu Zafira. Aku akan membalasmu!" racau lelaki itu dengan nada emosi. Braakk!! Pintu rumah dihempaskan kuat. Wanita tambun yang tengah duduk di sofa itu langsung terperanjat."Ada apa toh, Pah? Datang-datang kok, marah-marah. Papa dari mana?" Siti yang terkejut langsung berdiri menyambut suaminya."Dari rumah Ningsih," ucap lelaki itu dengan wajah masam."Kurang ajar menantu Ningsih itu! Berani-beraninya dia mengancamku," lanjut Rusdi dengan wajah geram."Ngancam gimana maksudnya Pah? Memang kurang ajar menantu ningsih itu! Zafira ngancam apa pak?" cerca Siti dengan mimik wajah penasaran. "Jangan banyak tanya dulu! Cepat buatkan minum, aku haus!" bentak Lelaki bertampang sangar itu. "Nggak usah ngebentak juga pak!" balas Siti dengan nada sengit. Wajah Rusdi semakin memerah menahan kesal."Neeem! Inem! Buatkan minum!" teriak Siti l
POV Zafira Aku sedang jalan sore bersama Amira, ketika di depan rumah Bude Siti aku terkejut. Ada mobil yang terparkir di halaman rumah dan sepertinya tidak asing. "Kok platnya kayak kenal?" Monolog Ku dengan dahi berkerut. Aku terfokus menatap mobil hitam metalik di hadapanku. "Kenapa? Kaget? Pengen? Hahaha… sampe melotot gitu liatin mobil mewah. Katanya orang kaya, kok udik banget! Liatin mobil mewah langsung melotot gitu." Suara Bude Siti yang menggelegar berhasil membuatku kaget. Para tetangga pun berdatangan. Suara Bude Siti yang menggelegar seakan menjadi undangan gratis untuk tetangga. Tampang kepo terpampang jelas dari wajah-wajah mereka. " Ada apa, Mbak? Ayo!" Amira menarik tanganku. Sepertinya adik iparku ini takut di cerca lagi dengan hinaan. Alisya berdiri disamping Ibunya sambil bersedekap di dada. Wajahnya tampak angkuh. Sedangkan Pakde Rusdi berkacak pinggang dengan tampang garang yang menghiasi wajahnya."Mobil siapa ini?" Aku bertanya kepada Bude. Mobil ini
"Ibu kenapa?" tanyaku khawatir. "Nggak kenapa-kenapa kok, Nduk," jawab Ibu sambil tersenyum. Ibu sepertinya ingin menyembunyikan penyebab tangisnya. Namun mata sembab itu tidak bisa berbohong. "Matanya sembab gitu, Ibu habis nangis, ya?" Amira bertanya kepada Ibu Mertua. "Nggak apa-apa kok, Nduk. Ibu hanya kangen sama Ayah," ucap Wanita itu sambil menunduk. Bulir bening melintasi pipinya yang sudah tampak keriput termakan usia. Amira langsung berjalan menghampiri Ibu mertua, kemudian memeluknya erat. Menyalurkan kekuatan kepada sang Ibu. Sedangkan Mas Adnan– Si beruang kutub memalingkan wajahnya dari pemandangan yang mengharukan itu. Mata elangnya juga tampak berkaca-kaca. Kerinduan yang paling menyiksa adalah merindukan orang yang tidak dapat lagi kita temui lagi di dunia. Tanpa sadar air mataku juga turut menganak sungai menyaksikan pemandangan haru di depan mata. Aku langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan air."Minum dulu Bu," ucapku seraya mengusap-usap punggun
Para tetangga julid itu pun berlalu dengan wajah pias. Aku tersenyum puas menatap wajah mereka yang tampak pucat. Saat hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul manusia yang selalu membuat tensi naik. Siapa lagi kalau bukan Bude Siti Squad. Mau apa lagi mereka ke sini? Kurang satu orang, Mbak Aira. Akhir-akhir ini si nenek lampir itu tidak pernah ikutan dengan squadnya. Mungkin masih trauma dengan gambar di layar handpone ku. Wkwkwk Aku langsung mempersilahkan mereka masuk dengan sopan. Dari dalam ada tukang yang hendak pulang setelah memasang Ac di ruang tamu dan tiap-tiap kamar. Sofa-sofa dan printilannya juga sudah tersusun rapi. Kali ini pemandangan di rumah mungil ini sangat berbeda. Aku menangkap tatapan iri dari wanita bertubuh gembrot itu. "Silahkan masuk, Bude, Pakde, Alisya," ucapku sambil tersenyum. Sedan
Aku tersenyum mendengar obrolan Ibu dan putrinya. Setelah sholat magrib, kami lanjut bercengkrama di ruang tamu merangkap ruang Tv. "Assalamualaikum," ucapan salam dari pintu depan membuat mata kami sontak beralih ke pemilik suara bariton di ambang pintu."Waalikumussalam." Serempak kami menjawab salam lelaki satu-satunya di rumah ini. Wajah teduhnya sungguh membuat siapa saja yang menatap wajahnya merasa damai. Lelaki impian banyak wanita. Aku wanita beruntung yang mendapatkan lelaki sholeh dan penyayang sepertinya. Meskipun belum pernah merasakan indahnya malam pengantin bersamanya. Duhh kesitu lagi kan? "Mbak! Melamun mulu dari tadi," suara panggilan Amira membuatku langsung tersentak dari lamunanku. Tangan kekar itu sudah menjukur di depan wajahku. Lelaki bermata sayu itu tersenyum ke arahku. Jantungku berdetak cepat seperti akan lepas dari tempatnya.
Aku mengendap-endap keluar dari kamar mandi. Malu kalau sampai kepergok Ibu mertua mandi dan keramas sebelum subuh. Sedangkan Mas Adnan tampak santai saja. "Udah mandi, Dek? Katanya mau minum? Nggak bilang kalau mau mandi, biar Aku temenin," ujar si Beruang kutub yang sudah mulai mencair. Aku hanya cengengesan mendengar ocehannya. "Malu kalau mandi sebelum sholat subuh. Biasanya Ibu udah bangun, kalau ketahuan keramas gimana dong?" ucapku sambil mencari baju ganti."Ya nggak apa-apa tho Dek, Ibu juga pasti paham kok," sahut Mas Adnan sambil beranjak menuju pintu kamar. "Mau kemana, Mas?" tanyaku. "Mau mandi juga, malu kalau ketemu Ibu habis keramas," jawabnya sambil nyelonong keluar. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum simpul. Katanya nggak apa-apa, padahal malu juga. Setelah sholat subuh kami langsung melakukan rutinitas seperti biasanya. "Dek, mau jalan-jalan pagi nggak?" bisik Mas Adnan. Suaranya terdengar oleh Ibu yang berada di dekatku. "Sana jalan-jalan gih. Pagi beg
Wanita cantik itu tersenyum menatap lelaki yang tengah asyik dengan spatula dan wajan itu. Ya, Zafira sedang ngidam pengen makan nasi goreng buatan Adnan. Lelaki yang sejak kecil sudah terbiasa mandiri itu tampak cekatan di depan peralatan masak. Sesekali menyeka peluh di dahinya. Zafira yang memperhatikan dari ambang pintu dapur menyunggingkan senyuman manis. “Sepertinya enak sekali, sudah tercium dari aromanya, sangat menggugah selera. Nak, kita makan masakan ayah ya,” ucap Zafira seraya tersenyum dan mengelus-elus perutnya yang masih tampak rata. Adnan tersenyum menatap wajah istrinya. Lelaki itu kemudian mengecup singkat pucuk kepala wanita yang tengah mengandung benihnya tersebut. “Anak ayah harus makan yang banyak ya, biar bundanya nggak lemes.” Adnan berucap sambil tersenyum dengan wajah bahagia. Lelaki itu masih tidak menyangka bisa mempersuntig gadis secantik Zafira. Andai ini hanya mimpi biarkan ia tidur lebih lama lagi. “ Awas, gosong masakannya, Mas!” ucapan
Sepasang mata menatap dengan penuh kebencian dari ambang pintu. Setelah mengambil dan mengeluarkan nafas perlahan, wanita itu kemudian melangkah masuk kedalam kamar yang tengah dipenuhi kebahagiaan itu. “Maaf mengganggu, tadi Bik Sum buatkan bubur untuk Zafira. Mau mengantar kesini takutnya mengganggu. Kebetulan ada berkas yang harus Zafira tanda tangani, jadi Bik Sum sekalian minta Saya bawakan buburnya,” ucap Aira yang masih berdiri disamping Buk Ningsih. “Terima kasih Mbak Aira,” ucap Zafira sambil tersenyum. “Mana berkas yang harus di tanda tangani?” tanya Zafira dengan wajah penuh senyum kebahagiaan. “Ini bubur nggak dicampur apa-apa kan?” ucap Amira dengan wajah penuh selidik. Bu Ningsih langsung menyenggol tangan Amira dengan lengannya. “Nggak boleh begitu Nduk,” bisik Bu Ningsih tepat disamping telinga putri bungsunya. Belajar dari pengalaman, Amira kini sangat over protektif terhadap kakak iparnya. “Maafkan Adikmu Nduk Aira,” ucap ningsih kepada Aira. “Nggak apa-ap
"Jadi—." Zafira menjeda ucapannya. Menantu Ningsih itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Taraa—!" "A… apa ini Nduk?" Tanya Bu Ningsih terbata melihat testpack yang di perlihatkan Zafira. "Ini testpack namanya Buk, jadi kalau garis dua berarti positif hamil, dan kalau garis satu berarti negatif, atau nggak hamil," jelas Zafira sambil memperlihatkan testpack kepada mertuanya. "Oh, begitu," sahut bu Ningsih manggut-manggut tanda paham. "Jadi ini garis dua, tandanya Nduk Ha–mil? Ya Allah." Ningsih membekap mulutnya sendiri karena kaget. Zafira hanya mengangguk, lalu menatap Ibu mertuanya dengan tatapan nanar karena haru. "Iya, Buk. Alhamdulillah Zafira hamil, dan sudah Fira periksa ke dokter juga," sahut Zafira dengan mata berkaca-kaca namun binar bahagia terpancar jelas dari sana. "Masya Allah, Alhamdulillah, terima kasih Robb, doa-doa hamba sudah di kabulkan," ucap Ningsih lalu kemudian sujud syukur dari tempatnya berdiri. Setelah berdiri, wanita paruh baya it
Zafirah memandang wajah lelaki dihadapannya yang tampak pucat. Lelaki yang ngamuk-ngamuk ketika masuk itu tampak mati kutu. "Hallo, Pak Gunawan," tegur Zafira sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah lelaki herpenampikan necis itu. "Anda masih mengenal saya bukan?" imbuh Zafira dengan senyum mengejek."Ma–masih," sahut lelaki itu terbata-bata. "Pa, itu orang yang sudah mwnampar Lexa tadi! Papa kok diem aja sih anaknya di perlakukan seperti ini?!" Alexa menegur Papanya yang tampak gugup. Zafira tersenyum sinis ke arah Alexa kemudian beralih menatap Pak Gunawan yang tampak salah tingkah. "Tentu Saja Anda masih mengenal saya dan tidak melupakan Saya. Lha wong tiap hari minggu menghubungi Saya melaporkan kekurangan dana ini itu di universitas ini. Rupanya uang sarana prasarana Anda akui sebagai Donasi dari Anda Pak Gunawan yang dermawan?" Zafira tersenyum sinis dengan tatapan tajam kearah Lelaki itu. "Saya minta catatan-catatan keuangan yang masuk dari donatur-donatur? Ma
Lelaki berseragam satpam itu masih keheranan melihat wanita yang baru turun dari mobil itu. "Pak Rektor ada, Mang?" Zafira bertanya kepada lelaki yang tadi menegurnya. "Pak Rektor lagi ke LN Nyonya, tapi Pak Dekan ada," sahut lelaki itu dengan wajah segan. "Bisa antarkan saya ke ruangannya?" Zafira tampak tak sabar. "Bisa Nyonya," ujar Lelaki itu sambil mengangguk mantap. "Buk Zafira? Mari silahkan masuk. Kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau kesini? Kan kami bisa adakan persiapan untuk menyambut." Pak Dekan tampak terkejut melihat kedatangan Zafira. Zafira hanya tersenyum simpul menanggapi. Dia langsung duduk di sofa dalam ruangan itu. "Ada apa Buk? Biasanya Ibu hanya memantau dari rumah. Kayaknya ada sesuatu hal penting sampai Ibu Zafira datang tanpa memberi kabar," ujar Lelaki berkaca mata itu menatap Zafira serius. "Apakah ada masalah disini?" tanya Zafira. "Sejauh ini nggak ada masalah apa-apa Buk. Semua terpantau aman," sahut Lelaki itu sambil tersenyum. "Aman? Ter
Darel langsung menyenggol lengan Abhimana."Apa maksud Kamu kalah taruhan?" Amira bertanya dengan tatapan tajam. "Heh cewek tengil! Lo pasti pake susuk kan? Secara orang kampung di pelosok gitu kan suka pake susuk. Jangan-jangan Lo juga pinter guna-guna agar semua laki-laki suka sama Lo, dasar munaf1k! Pakaiannya aja tertutup, ternyata bersekutu dengan Iblis!" Bentak Alexa yang terlihat dikuasai cemburu. Amira tersentak dan melongo mendengar tuduhan yang keluar dari bibir wanita berambut pirang itu. Detik berikutnya Amira langsung membalas tatapan tajam Alexa. "Iya, Saya pinter guna-guna. Kamu nggak takut saya guna-gunain?" Amira menjawab dengan tatapan tajam ke arah Alexa. Wanita berambut pirang itu seketika nyalinya menciut."Ngadi-ngadi nih cewek! Kuyy ke Kantin." Darel langsung mengajak Abhimana ke kantin."Dasar cewek kampung! Jadi bener lo pake susuk? Jangan-jangan orang tua lo dukun lagi." Alexa tersenyum sinis ke arah Amira."Jaga mulut kamu ya! Silahkan kalau mau mengh
Amira mengernyit heran mendengar namanya disebut oleh Dosen itu. Dokter Gibran tersadar dan wajahnya langsung memerah menahan malu. Dia terkenal dengan julukan Dosen Kulkas, karena selalu bersikap dingin. Alexa menatap sinis ke arah Amira. "Punya kelebihan apa gadis desa miskin itu? Jangan-jangan pake susuk lagi, kan biasanya orang kampung di pelosok gitu suka pake-pake begituan." Alexa berbisik pada teman di sampingnya."Bisa-bisanya Lo mikir sampe kesitu. Anaknya memang cantik kok, tanpa sentuhan make up sudah cantik begitu, Alami." Seketika teman Alexa yang bernama Aletta itu langsung menutup mulutnya. Dia nggak sadar sedang memuji Amira di depan Alexa. Reflek saja pujian itu meluncur dari bibirnya. "Maksud gue, bisa saja dia pake susuk. Lihat aja auranya beda begitu," imbuhnya dengan wajah bersalah. Alexa menatapnya dengan tatapan tajam membuat Aletta salah tingkah."Maafkan, tadi salah ngomong, lo yang paling cantik deh," ujar Aletta sambil menunjukkan wajah bersalahnya."A
Gadis 20 tahun itu menarik senyum simpul menatap gedung kampus impiannya. Amira Syarifah–Nama Wanita berparas ayu itu. Adik dari Adnan Syarif. Putri kedua Pak Rusli dan Bu Ningsih. Amira memilih menetap di kota dan tinggal di indekos. Sekalipun dia tau kakaknya kaya raya, dia tidak mau memanfaatkan harta kekayaan kakaknya untuk berfoya-foya. Bahkan untuk masuk ke kampus impiannya itu, Amira lewat jalur prestasi. Tidak heran, karena adik bungsu Adnan itu Gadis yang cerdas. Dia memilih bekerja paruh waktu biar bisa belajar mandiri. Indekost yang dipilih juga kost khusus perempuan. Karena pergaulan Amira sedari kecil sudah terjaga. Wanita dengan hijab sage itu berjalan masuk ke kampus dengan perasaan gembira. Gadis cantik itu berhenti di depan ruangan fakultas kedokteran. Ya, Amira mengambil jurusan kedokteran. Gadis dengan hijab yang menutupi dada itu tersenyum lebar. Dia bahagia karena bisa berkuliah di kampus favoritnya juga fakultas impiannya. Hari ini hari pertamanya masu
"Bu Siti dan Pak Rusdi! Bukti-bukti sudah ada dan kalian tidak bisa mengelak lagi. Pak Rusdi biar di rumah sakit khusus tahanan. Bu Siti sepertinya Anda sehat-sehat saja. Maaf, ini perintah," ujar Lelaki berseragam polisi itu dengan nada tegas."Kalian memang tidak ada rasa kemanusiaan sedikitpun! Suami saya ini butuh perawatan intensif. Kalian tolong mengertilah!" Bude Siti berucap dengan nada tinggi.Polisi itu hanya menggelengkan kepala. Sudah salah masih terus ngeyel. "Silahkan nanti anda jelaskan di kantor polisi," ujar polisi itu sambil memberikan perintah kepada anak buahnya."Kalian pasti sudah makan suap. Makanya orang yang sakit dan lemah juga kalian tangkap. Dasar polisi mata duitan!!" Bude Siti mengamuk.Wanita itu lalu memecahkan gelas di nakas ruangan itu lalu mengarahkan kepada polisi yang hendak berjalan ke arahnya."Berani kalian mendekat, akan kugor*k leher kalian! Sini mendekat! Biar ku b*nuh sekalian!" Wanita itu sudah seperti orang depresi. Dia mengancam anggota