Sabar ya Gantari. Tahan-tahan sampai enam bulan lagi💪🏻
"Kamu mau ke mana?" Gantari tersentak saat pergelangan tangannya tiba-tiba dicekal seseorang dari belakang. Hampir saja wanita itu memukul orang yang lancang menyentuhnya menggunakan tas hitam berisi laptop, andai tak segera menyadari kalau sosok itu adalah suaminya sendiri. Dirja yang sadar kalau dirinya membuat Gantari terkejut segera menarik tangannya dan mundur satu langkah untuk memberi jarak yang tidak membuat keduanya canggung. "Parkir mobilnya di sebelah sana." Dirja menunjuk ke sebelah kanan. "Kenapa kamu malah belok ke situ?" tanya pria itu kemudian dengan mata menyipit tajam. "Kenapa, Mas? Ada yang mau Mas bicarakan sama aku?" tanya Gantari bingung. "Tidak ada." Kernyitan di kening Gantari makin banyak. "Lalu? Mas mau diantar dulu ke mobil atau gimana?" tanyanya polos. "Apa maksudmu? Kita pulang sama-sama. Tentu saja ke parkiran juga berdua." "Nggak usah diantar, Mas," jawab Gantari tak menghiraukan oktaf suara suaminya yang sedikit naik. "Kalau ke kosku du
Perjalanan selama puluhan menit--karena beberapa kali terjebak macet--diisi dengan kebisuan.Dirja fokus menyetir, sedangkan istrinya memasang headset di telinga dan terus memejamkan mata selama perjalanan. Berpura-pura tidur sampai mobil Dirja berhenti di depan gerbang rumah.Ya, pada akhirnya, dengan sangat terpaksa, Gantari ikut pulang. Wanita itu kalah dalam usahanya mendebat suaminya yang tidak mau dibantah."Gantari, bisa tolong bukakan pintu gerbangnya?" tanya Dirja.Gantari tidak menjawab, tetapi segera turun dari mobil seraya mengeluarkan kunci dari dalam tasnya. Setelah mendorong pintu gerbang ke samping hingga terbuka lebar, Gantari melenggang masuk ke rumah. Membiarkan Dirja repot sendiri memasukkan mobil ke garasi dan kembali menutup gerbang.Wanita itu hanya ingin cepat-cepat mengunci diri di kamar. Ia sudah terlalu malas berlama-lama ada di satu ruang yang sama dengan Dirja.***Beberapa jam kemudian terlewati dengan damai.Gantari hanya keluar dari kamar saat perlu man
Mas Dirja: Jangan coba-coba kembali ke kosmu selama saya tidak ada.Setelah urusan saya selesai, saya bantu kamu pindahan. . . Gantari menghela napas panjang setelah membaca pesan baru dari Dirja.Bahkan, saat tidak sedang berhadapan, pria itu masih punya segudang cara untuk membuat mood-nya berantakan.Pesan dari suaminya itu tidak Gantari balas karena tidak ingin berbohong.Faktanya, wanita itu memang kembali ke kos esok harinya. Terhitung sudah tiga hari dan mengingat isi pesan dari Dirja, sepertinya pria itu juga belum pulang ke Jakarta. Seharusnya.Mas Dirja: Oh ya, kamu sudah mengajukan cuti, kan? Jangan sampai salah tanggal.Cepat balas pesan saya, Gantari! Pesan saya bukan koran yang hanya untuk dibaca. Maka, untuk menghindari perdebatan yang tak penting dan menguras energi, Gantari pun membalas."Ya," ketiknya.Hanya dua huruf. Sangat singkat. Namun, sudah cukup untuk membalas empat baris pesan yang suaminya kirimkan.Saat pesannya sudah bercentang biru, Gantari memati
Rahang Dirja mengeras dan gurat emosi tampak berpendar di kedua matanya saat Gantari mengatakan, "Mas Dirja yang menciptakan kekacauan di hidupku dengan pernikahan yang penuh sandiwara ini, jadi Mas juga harus bertanggung jawab untuk membereskan semuanya. Iya, kan?"Seperti pecundang, pria itu hanya diam saja sampai istrinya tiba-tiba tertawa getir."Hanya satu hal yang aku minta, Mas. Itu pun sulit ya buat kamu?" lirih wanita itu. "Kalaupun Mas nggak sudi mengabulkan permintaanku, setidaknya jangan tunjukin ekspresi nggak senang itu di depanku. Itu menyakiti harga diriku yang entah masih ada harganya atau enggak ini."Sebelum Dirja menimpali, Gantari membuka lemari kecil di dekat ranjang berukuran single yang menempel tembok.Wanita itu segera mengemasi pakaian dan barang-barang pribadinya yang tak begitu banyak."Saya bantu--""Mas Dirja bisa keluar aja dari kamar ini? Aku nggak nyaman berduaan dengan orang asing."Dua baris kalimat yang dilontarkan Gantari dengan sinis membuat Dirj
Pagi pertama Gantari resmi pulang ke rumah.Wanita itu sudah siap untuk berangkat ke kantor bahkan di saat jam yang menempel di dinding belum menunjukkan pukul enam. Hampir dua jam lebih awal dibandingkan ketika wanita itu masih ngekos.Rumah begitu sepi saat ia keluar dari kamar dan beranjak ke dapur lebih dulu untuk menyeduh teh.Sepuluh menit kemudian, wanita itu duduk tenang menikmati tehnya dan beberapa keping biskuit rasa coklat untuk mengganjal perut. Ia sedang malas menyiapkan sarapan dengan menu yang lebih berat. Suasana hatinya yang keruh sejak kemarin masih belum membaik dan sedikit banyak memengaruhi aktivitasnya."Masih sangat pagi. Kamu sudah mau berangkat kerja?"Lamunan Gantari terpecah oleh suara serak suaminya dari arah belakang.Tidak sadar kapan pria itu muncul di dapur karena langkah kakinya pun sama sekali tak terdengar."Dari sini ke kantor agak jauh. Takut telat," jawab Gantari beralasan.Sebenarnya Gantari hanya ingin cepat terbebas dari udara di rumah yang te
Seharian Gantari tidak bisa fokus bekerja karena terus terngiang-ngiang ucapan Dirja pagi tadi, yang dibiarkan menggantung.Saat Gantari menanyakan maksudnya, Dirja dengan entengnya berkata, "Waktu sepuluh menit sudah habis. Kita lanjutkan nanti malam saja. Kamu bisa berangkat ke kantor sekarang."Dan pria itu melenggang pergi begitu saja setelah membuat istrinya penasaran setengah mati.Menyebalkan, bukan?Berkali-kali Gantari ingin menghubungi Dirja untuk menuntut penjelasan perihal kesepakatan baru yang dimaksud pria itu. Namun, ia tidak punya nyali. Takut untuk mendengar sesuatu yang tak ia harapkan."Kamu mengharapkan sesuatu hanya setelah mendengar pria itu ingin memperbaiki hubungan denganmu, Tari?" decak Gantari bermonolog seperti orang bodoh. "Kamu mulai percaya padanya lagi hanya karena itu? Tidakkah itu terdengar sangat menyedih--""Siang, Tari."Gantari tersentak dan monolognya terputus begitu saja. Senyum profesional terbit ketika menoleh ke arah sumber suara. "Selamat sia
Kelebat bayangan masa lalu sejak mulai mengenal Asoka memenuhi kepala Dirja setelah mendengar pertanyaan penuh keraguan itu."Ya, Asoka," jawab Dirja yakin. Ia perlu memastikan kalau Asoka masih menaruh percaya padanya."Jawaban kamu salah, Dirja. Kamu benar-benar mengecewakanku," sahut Asoka disertai dengusan.Dirja mengusap wajah yang basah oleh keringat dingin. Pening semakin meraja. "Kamu nggak percaya?" "Seharusnya kamu jawab kalau aku hanya satu-satunya untukmu." Kembali terdengar dengusan yang menandakan kalau suasana hati Asoka menjadi semakin buruk. "Sekarang aku nomor satu buat kamu, tapi siapa yang tahu kalau besok posisiku tergeser oleh wanita lain? Kalau sampai itu terjadi, aku harus bagaimana?"Dirja terbungkam. Sama sekali tak terpikir untuk memberikan jawaban semacam itu. Namun, ia tahu bahwa Asoka benar. Ketika mencintai seseorang, sudah semestinya menjadikan sosok itu satu-satunya.Benar bahwa Dirja mencintai Asoka. Cinta itu sudah bertunas dan tumbuh subur sejak lam
Gantari seharusnya tidak punya alasan untuk memikirkan Dirja. Ia sudah menganggap pria itu sebagai orang asing meski status mereka adalah pasangan suami istri. Namun, ketika jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam dan Dirja belum tiba di rumah, kekhawatiran itu hadir tanpa bisa dicegah. "Mungkin sedang lembur. Nggak usah terlalu dipikirin, Tar," gumamnya. Gantari berusaha tak peduli dan mencoba untuk tidur, tetapi tidak bisa. Hingga jarum jam terus bergeser dan kini sudah pukul setengah sebelas, masih belum juga ada tanda-tanda kepulangan suaminya. "Dia sakit sejak pagi, Tari," bisik sudut hatinya yang terus menerus gelisah. "Bagaimana kalau sakitnya makin parah dan nggak ada yang menolongnya di luar sana?" Namun, akal sehatnya dengan cepat membalas, "Jangan naif. Dia adalah pria dewasa yang bisa berpikir. Kalau sudah tahu sakit pasti akan berobat." Gantari jadi bingung harus bagaimana. "Nggak ada salahnya memikirkan beberapa kemungkinan buruk, Tari," kata hatinya kembali ber
Sementara itu di makam. Gantari sudah pergi cukup lama bersama Dina, tetapi Dirja masih belum berpindah dari posisinya. Pria itu menatap kosong pada berplastik-plastik bunga yang kini tergenang air. Belum sempat ditaburkan.Setiap kata yang diucapkan Gantari hingga ekspresi wanita itu saat bicara kepadanya tadi masih terekam jelas di kepala.Kacau.Itu satu-satunya yang menggambarkan hubungannya dengan Gantari sekarang.Dirja sadar betul kalau tindakannya sudah sangat melukai sang istri. Tetap menikahi dan mempertahankan Gantari meski ada wanita lain yang menghuni hatinya adalah pilihan paling egois dan kejam. Tidak hanya untuk Gantari, tetapi juga untuk Asoka yang sudah kehilangan banyak hal hanya demi bisa tetap berada di sisi pria itu.Ia sudah salah melangkah karena berpikir bahwa wasiat orang tua harus diutamakan meski tidak bisa menjalankan pernikahan dengan Gantari selamanya.Itulah sebabnya ia ingin mengubah sikap dan memperlakukan sang istri dengan baik meski tetap tak bisa
Gantari tidak tahu apa yang merasuki dirinya saat tiba-tiba bicara tentang hal-hal gila di depan makam kedua orang tuanya.Mungkin ia kerasukan setan gila yang mendambakan cinta dari pria yang dicintainya. Atau sebenarnya Gantari sedang mengungkapkannya isi hatinya secara jujur.Bahwa seandainya bisa, maka ia ingin mempertahankan pernikahannya dengan Dirja. Sampai selamanya. Sebab, tidak mungkin ada orang normal yang bercita-cita menjadi janda. Begitu pula Gantari.Seperti yang dikatakan Bulik Umi tentang perjodohan yang telah dirancang orang tuanya dan orang tua Dirja sejak lama. Tidak seharusnya pernikahan itu mereka lakukan hanya demi memenuhi wasiat orang tua. Lalu mengakhirinya setelah merasa 'telah' membayar lunas wasiat itu. Yang seharusnya mereka lakukan adalah menjalani pernikahan dengan sebaik-baiknya."Saya tidak bisa meninggalkan Asoka," cetus Dirja.Suara suami Gantari itu begitu dingin, mengalahkan dinginnya air hujan yang jatuh memeluk bumi.Pria itu tampak tak tergoyah
Meski tak mengatakannya secara langsung, Gantari sadar kalau seharian ini Dirja secara halus 'menyelamatkan' dirinya dari cecaran Bulik Umi.Dari sejak sarapan tadi, Dirja tiba-tiba bilang kalau Gantari agak pusing setelah menempuh perjalanan berjam-jam. Yang akhirnya wanita itu dibiarkan untuk beristirahat di kamar sampai Dzuhur. Lalu setelah makan siang, Dirja mengajaknya jalan-jalan.Pria itu pamit kepada Bulik Umi dengan beralasan, "Mau sekalian beli bunga untuk dibawa ke makam sore nanti."Gantari sangat berterima kasih atas inisiatif suaminya itu. Tetapi rasanya ia juga ingin tertawa keras-keras. Pasalnya, sejak menikah, mana pernah mereka keluar bersama hanya berdua seperti ini?Sepasang suami istri itu menaiki motor bebek butut milik Paklik Nuri--suami Bulik Umi--dan menyusuri jalan tanpa tujuan.Gantari sempat berkomentar kalau mereka hanya buang-buang bensin, tetapi Dirja dengan santai menyuruhnya menikmati suasana tenang di sana, yang tak akan mereka temukan di kota sibuk s
"Di seberang stasiun ada hotel, kita bisa mampir ke sana dulu sebelum pulang. Bagaimana?"Dirja tadinya tidak serius akan ajakannya itu. Ia hanya ingin mengalihkan pikiran istrinya agar tidak terlalu tegang sebelum mereka bertemu keluarga di kampung.Namun, melihat tanggapan Gantari yang saat ini tersipu-sipu sampai memalingkan wajah karena tak tahan beradu tatap dengannya, membuat Dirja goyah.Ada dorongan kuat dari dalam dirinya untuk segera menyeret sang istri ke hotel mewah yang ada di seberang sana. Lalu mereka bisa bersenang-senang sejenak tanpa gangguan. Merealisasikan apa yang sempat tertunda."Mas Dirja!"Mendengar seseorang menyerukan namanya membuat fantasi Dirja pupus seketika.Bukan Gantari, melainkan suara milik seorang pria yang sangat Dirja kenal. "Tama, kok di sini?""Ya jemput Mas Dirja sama Mbak Tari iki, to," ucap sosok bernama Tama itu dengan logat khasnya. "Budhe Umi ngerusuhi aku subuh-subuh, tak kira ono opo. Ealah tibake kon jemput kakang karo simbak balik ka
Gantari terlalu tinggi berekspektasi.Setelah menunggu dua puluh menit, hanya ada dua mangkuk mi instan yang dilengkapi, telur, sosis dan sayur hijau yang tersaji di atas meja makan.Dirja menaikkan alis saat menyodorkan sendok dan garpu kepada sang istri. Namun, karena istrinya bergeming, pria itu meletakkan dua alat makan itu di samping mangkuk mi yang masih mengepulkan uap panas."Kelihatannya ada yang kecewa," gumam pria itu. "Kamu pasti mengira saya mau masak menu restoran bintang lima, ya? Makanya kamu antusias sekali tadi?"Gantari hanya menatap sang suami dalam diam.Jujur saja, wanita itu memang sangat menantikan makanan jenis apa yang akan suaminya buat untuknya."Tidak ada bahan yang masih cukup segar untuk dimasak," jelas Dirja membela diri setelah menyuap satu sendok penuh mi instan ke dalam mulut. Tidak mau repot menunggu sang istri yang belum menyentuh sendoknya sama sekali."Masih ada besok dan besoknya lagi kalau kamu pengen dimasakin. Sekarang itu dulu," ucap Dirja l
"Saya tahu betul kalau tubuh kamu menginginkan saya," ucap Dirja yang membuat bulu kuduk Gantari seketika berdiri.Rasa panas dengan cepat menyebar di wajahnya yang tampak sedikit pucat karena tidak lagi terpulas oleh riasan make up.Padahal, wajar saja jika seorang wanita mendamba pada tubuh seorang pria yang adalah suaminya sendiri. Namun, tidak demikian untuk Gantari. Rasanya sangat memalukan saat Dirja menangkap basah dirinya.Gantari tak yakin apakah motif sang suami saat mengatakannya dengan senyum yang terkulum di bibir.Apakah senang karena tidak hanya pria itu yang nafsu sendirian? Atau semata untuk mengolok-oloknya karena begitu mudah terperangkap pada pesona sang pria hanya karena sebuah ciuman yang memabukkan?"Mau kabur ke mana?"Baru mengayunkan satu langkah, Gantari berhenti.Meski sulit, Gantari menguatkan diri untuk menatap mata suaminya saat menjawab, "Aku mau siapin kompres dulu buat Mas.""Kamu tidak perlu repot--""Lebam di muka Mas udah biru-biru, kalau dibiarkan
Bab ini mengandung adegan dewasa (18+). Mohon bijak dalam membaca ya. Terima kasih***Dirja tidak melakukan apa pun selain menyentuhkan bibirnya yang dingin pada bibir ranum milik Gantari. Namun, sentuhan tipis itu sudah mampu membuat tubuh istrinya menegang.Sekejap saja Dirja sadar bahwa ciuman itu kemungkinan adalah pengalaman pertama untuk istrinya. Dari cerita orang-orang di kampung saat Dirja pulang untuk meminang Gantari menjadi istrinya, pris itu tahu kalau istrinya itu belum pernah punya pacar dan jarang terlihat dekat dengan seorang pria. Setelah beberapa detik bibir mereka hanya saling menempel, Dirja menjauhkan kepala.Wajah memerah Gantari dan tatapan malu-malunya membuat darah di tubuh sang pria bergejolak.Pria itu menelan ludah. Sedaya upaya mengusir bisikan setan yang mendesaknya untuk kembali mencium bibir merah muda nan menantang itu dengan lebih dalam.Sayang beribu sayang. Usaha Dirja berantakan saat Gantari menggigit bibir bawahnya. Wanita itu terlihat salah ti
Mas Dirja: Kamu kabur mana, Gantari?Mas Dirja: Jangan menguji kesabaran saya!Mas Dirja: Pulang sekarang!Mas Dirja: Saya jemput. Share loc posisi kamu.Mas Dirja: Balas, Gantari! Saya tahu kamu membaca semua pesan saya. Gantari meringkuk di atas tempat tidur berukuran queen yang terasa dingin meski tubuhnya sudah terbungkus selimut tebal. Wanita itu tampak sangat menyedihkan. Rambut panjangnya awut-awuran, wajahnya sembab, matanya bengkak dan memerah karena terlalu banyak menangisi hidupnya dikacaukan oleh Dirja.Pesan demi pesan dari suaminya yang bertubi-tubi masuk ke ponselnya sejak satu jam yang lalu itu tak ada yang wanita balas satu pun. Gantari hanya membacanya dan membiarkan Dirja ribut sendiri.Gantari beberapa kali memejamkan mata saat kepalanya terasa begitu pening dan semakin meringkuk di tengah ranjang. Namun, ia terganggu oleh ingatannya yang terus-menerus tertuju pada kejadian tempo hari.Pada rengkuh lengan kekar Dirja yang hangat. Pada dada bidang yang begitu nyama
"Suami kamu sudah boleh pulang?"Gantari nyaris mati berdiri meski tidak ada yang salah dengan pertanyaan yang dilontarkan Tio. Terlebih lagi ketika mendengar Dirja mengumpat kecil dengan suaranya yang sarat akan amarah. Gantari berharap lantai di bawah kakinya tiba-tiba terbelah dan dirinya terisap ke dalam agar tak perlu berada di situasi sulit yang menjebaknya itu."Suami? Gue nggak salah dengar?" cetus Harris sinis. Pria itu kembali ke mode awal seperti saat pertama kali berhadapan dengan Gantari di kamar Dirja beberapa hari lalu."Anda memang tidak salah dengar. Tapi kenapa kelihatannya Anda kaget sekali?" tanya Tio. Senyum miring tercetak di wajahnya saat melirik Dirja.Pria itu jelas-jelas sengaja memperburuk situasi.Harris yang masih belum pulih dari rasa kaget itu tertawa sinis. Namun, sebelum mengatakan apa-apa, Gantari lebih dulu bersuara."Sore, Pak Tio. Kami duluan ya, Pak. Semoga bapaknya Bapak cepat sembuh juga. Sampai bertemu besok di kantor. Permisi, Pak," cerocos G