“Senang bisa bertemu lagi dengan anda, pak” kata Helix yang kini telah berdiri tepat di hadapan Ruben.
Cara pandang Ruben pada Helix telah berubah. Awalnya dia begitu bangga bisa berkenalan langsung dengan pelukis hebat dan berbakat ini, tetapi sekarang malah perasaan bangganya mendadak berubah menjadi kekhawatiran yang tidak terarah. Meski pun begitu, Ruben masih tetap berusaha untuk tersenyum kepada Helix.
“Terima kasih telah menyelamatkan menantu saya” kata Ruben. Helix menepuk bahu Ruben sambil tersenyum.
“Tapi bagaimana bisa, anda berada di sana tepat waktu?” tanya Ruben yang masih penasaran.
“Saya pun tidak mengerti mengapa bisa demikian. Tapi yang lebih membuat saya tidak mengerti yaitu mengapa bapak tidak bertanya pada anak bapak, kemana dia disaat genting seperti ini?” Helix membalikkan situasi. Ruben terdiam, entah apa yang harus dia jawab. Ruben berhenti menatap pria di depannya itu dan melirik plastik belanjaan yang di jinjing Helix. Terli
"Halo, pa" Rezo akhirnya menerima panggilan Ruben. "Akhirnya kamu angkat juga" sahut Ruben kesal. "Ada apa pa?" tanya Rezo. "Kamu ada di mana sekarang?" tanya Ruben dengan sedikit nada tinggi. "Aku sedang di Bali" sahut Rezo tenang. Bali? Hal ini cukup membuat Ruben semakin pusing. Wailea mengaku Tokyo sedangkan Rezo mengaku Bali. Siapa sebenarnya yang berbohong? pikirnya. Ruben kembali melemparkan pertanyaan pada Rezo, sedang apa dia di sana? Dengan suara yang sangat meyakinkan Rezo berkata "aku harus bertemu dengan Mr.Zen. Beliau ada di Bali saat ini untuk berlibur. Dia kan salah satu sumber terbesar kita, pa. Jadi aku harus cari dia untuk membahas project baru kita ini" jelas Rezo dengan karangan indahnya. Ruben terdiam mendengar puisi itu dilantunkan oleh Rezo dengan tanpa beban. "Lalu mengapa Wailea bilang kalau kamu ke Tokyo?" tanya Ruben lagi. "Ohh,, mungkin Wailea salah dengar. Maksudku Bali daerah Teuku U
"Papa sama Helix pulang saja ya. Disini kan ada suster, jadi aman lah" kata Wailea yang merasa tidak nyaman. Mendengar pernyataan Wailea itu belum cukup membuat Ruben dan Helix berhenti berdebat. Mereka masih saja ingin menjaga Wailea. Ruben cemas memikirkan Wailea yang kesulitan berjalan untuk mencapai toilet sedangkan Helix mengkhawatirkan orang-orang jahat itu, takutnya mereka datang lagi untuk mencelakai Wailea berhubung satu orang lagi belum juga tertangkap. Mendengar perdebatan ini yang seolah tidak ada akhirnya, Wailea pun sedikit berteriak. Cara ini cukup berhasil membuat Helix dan Ruben diam. "Sudah cukup ya, papa pulang dan kamu juga pulang. Aku bisa sendiri" katanya kesal. Ruben akhirnya menyerah dan berpamitan dengan Wailea untuk pulang. "Besok pagi papa akan datang lagi untuk melihat kondisi kamu ya" kata Ruben sambil mengusap lembut rambut menantunya itu. Wailea pun mengangguk dan tersenyum. Helix masih saja sibuk memakan mie insta
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Seorang dokter dengan pakaian serba putih didampingi dua orang perawat datang untuk memeriksa kondisi Wailea. Wailea yang sudah sempat tertidur kini harus terbangun lagi. Setelah diperiksa, dokter menyatakan jika Wailea sudah lebih baik dari kemarin. Wailea merasa lega dan tenang, setidaknya dia tidak harus terkurung di dalam rumah sakit berhari-hari. Tidak lama setelah dokter dan para perawat keluar dari ruangan, seorang petugas pembawa sarapan pun datang. Semangkok sop kaldu dan buah-buahan kini tersedia di hadapan Wailea. Tanpa menunggu lama, semua makanan itu pun lenyap dibuat olehnya. Wailea memang tipe wanita yang sangat spesial. Sesakit apapun dia, seberat apapun masalahnya dan beban pikirannya tidak mampu menyurutkan nafsu makannya yang tinggi. Bahkan dalam keadaan demam sekalipun, lidah pahitnya seolah bukan satu penghalang baginya untuk makan dan makan. Baru saja Wailea mengusap bibirnya dengan tissue, Ruben datang dengan
"Inilah mengapa aku tidak bisa jatuh cinta kepada kamu. Kamu terlalu sering merepotkan aku. Bahkan sedikit saja, aku tidak bisa memiliki perasaan lebih padamu selain sebagai teman. Hatiku hanya untuk Ketty dan seterusnya akan seperti itu" Rezo menghela nafas. Wailea masih saja mengunci mulutnya rapat-rapat. "Apa yang sebenarnya masih kamu pertahankan dari hubungan palsu ini? Apa kamu tidak punya hati melihat adik tirimu harus menghadapi masa kehamilannya sendirian?" sambung Rezo lagi. Wailea masih saja terdiam sambil terus menatapnya. "Aku pikir hanya kakimu yang terluka, ternyata mulut kamu juga. Makanya kamu tidak bisa menjawab apapun yang aku katakan" sindir Rezo. Wailea yang sedari tadi hanya terdiam mencoba mengatur dirinya agar jangan sampai salah langkah dan membuat semuanya menjadi runyam. Dia memang sengaja membiarkan Rezo mengeluarkan semua isi hati dan pikirannya. Banyak hal yang berdiam di kepala Wailea yang sangat ingin dia lontarkan pada R
"Kalau memang kamu tidak mau merasa konyol, aku bisa saja lakukan itu denganmu saat ini juga" Rezo menantang Wailea. Perasaan yang tidak wajar itu muncul di dalam diri Wailea. Seharusnya sebagai istri, jantungnya akan berdebar saat suaminya mulai mendekatinya. Tetapi ini berbeda, jantungnya berdebar karena rasa takut yang tidak bisa dijelaskan. Dengan tatapan yang sangat tajam, Rezo menggapai tengkuk Wailea lalu mencium bibirnya dengan sangat kasar. Ciuman pertama yang dirasakan Wailea bukannya membuat suatu kenangan yang indah melainkan trauma yang menyakitkan. Dia mencoba berontak dan berusaha melepaskan dirinya dari rangkulan pria yang sepertinya memang tidak memiliki hati dan perasaan itu. Akibat terlalu memaksakan diri, Wailea harus merasakan darah pada bibirnya. Bersamaan dengan itu, seseorang dari arah belakang menarik kerah baju Rezo dan memukul tepat mengenai ujung bibirnya. Siapa lagi pria itu kalau bukan Helix yang ternyata sedari tadi berada di lu
Rezo tetap saja membela diri dan juga pacarnya itu. Dia mengatakan pada Helix jika hal itu sangat tidak mungkin. Ketty belum pernah datang ke Jakarta apalagi ke rumahnya, jadi mana mungkin dia yang melakukannya. Helix menggelengkan kepala seolah merasa Rezo memang sangatlah bodoh. "Dia memang tidak pernah ke rumah lo, tapi bukan berarti tidak tahu alamat rumah lo kan?" pertanyaan Helix membuat Rezo terdiam dan memikirkannya. Ketty memang pernah mengirimkan barang Rezo yang tertinggal beberapa waktu lalu tepat ke alamat rumahnya. Rezo yang angkuh masih saja mengelak dan membela dirinya dan juga kekasihnya. "Kalau lo memang yakin tidak akan pernah jatuh cinta pada Wailea, kasih dia kesempatan yang dia minta! Dengan begitu setelah dua minggu lo dan Wailea akan berpisah. Kecuali kalau lo memang merasa sebenarnya ada kemungkinan jatuh cinta padanya, ya lo tidak akan berani. Kalau menurut gua, Wailea lebih dalam segala hal daripada selingkuhan lo itu. Jadi itu sebabnya lo
Suasana sore sangat sepi dan Wailea hanya berada di dalam kamar seorang diri tanpa melakukan kegiatan apapun. Ini sungguh membuatnya merasa bosan dan berharap agar bisa segera pulang. Kira-kira pukul lima sore usai dokter memeriksa kondisi kakinya, Wailea pun meminta dokter agar mengizinkannya pulang. Karena dokter melihat kaki Wailea sudah cukup baik dibanding hari kemarin, maka dokter mengizinkannya untuk pulang namun tetap harus rutin kontrol ke rumah sakit hingga sembuh total. Seperti biasa dokter memberikan nasehat dan juga pesan agar Wailea tetap beristirahat dan jangan banyak melakukan kegiatan yang memaksa kakinya untuk bergerak. Tak lama suster Novita pun masuk ke dalam ruangan bergantian dengan dokter Ratna. "Wah, bu Lea terlihat sangat bersemangat untuk pulang" suster Novita menggoda.Wailea hanya tersenyum memandang suster Novita. Suster Novita dengan sangat telaten dan berpengalaman menggantikan perban pada kaki Wailea. Dia juga melepa
"Lama sekali sih jalannya, aku lapar" baru sampai mobil Wailea sudah terkena semprotan Rezo. Wailea hanya diam dan dengan sekuat tenaga masuk ke dalam mobil lalu mengatur posisi duduk. Disepanjang jalan mereka hanya diam dan tidak ada satu topik pun yang mereka bahas. Sepertinya Rezo memang sedang terus berusaha membuat Wailea semakin kikuk dan tidak nyaman saat bersama dengannya. Setibanya di rumah, Rezo dengan sangat santai turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam. Sedangkan Wailea dengan perjuangan turun dari mobil dan berjalan tertatih-tatih. Saat berada di ruang tamu, Wailea sudah membayangkan akan kasurnya yang empuk dan kamarnya yang sudah tidak asing lagi. Tetapi saat dia tiba di kamar bukannya ketenangan yang ia dapatkan melainkan kalimat yang menghujam dadanya. "Berhubung kamu sudah tahu semua, jadi lebih baik kita tidur terpisah saja. Kamu bisa bawa semua barang-barang kamu dan pindah ke kamar sebelah" kata Rezo dengan sangat santai. Wail