Handphone itu memang barang yang diinginkan Wailea senjak pertama dia melihat iklannya di sosial media. Mencoba menabung tetapi disaat sudah terkumpul, Wailea malah enggan membelinya. Katanya saat itu, kasian uangnya habis hanya untuk satu barang.
Helix yang diam-diam ternyata memperhatikan apa yang menjadi keinginan Wailea. Bukan itu saja, dia juga sering mencari tahu apa yang menjadi kesukaan maupun apa yang sedang dibutuhkan Wailea. Helix memang sangat ingin menjadi orang yang berguna bagia Wailea, walaupun dia tahu perasaannya itu hanyalah kesia-siaan yang tidak akan pernah mendapat balasan.
“Ketika seseorang mencitai, dia akan berusaha semampunya untuk membuat orang yang dia cintai tersenyum bahagia. Dia juga akan berusaha sekuatnya untuk melindungi dan menjaga. Walaupun perasaannya itu tidak terbalaskan, namun semua itu akan dilakukan dengan kerelaan hati” kata Helix. “Aku tidak mengharapkan apapun saat memberikan kamu sesuatu. Aku pun tidak pernah menginginkan
“Halo, Hel” sapa Wailea. Disaat yang sama, pintu utama terdengar sedang di ketuk oleh seseorang dengan sangat keras dan gaduh. “Hel, sebentar ya. Sepertinya papa mertuaku datang” kata Wailea sembari berjalan keluar dari kamar. Dari seberang telepon terdengar Helix yang terus memanggil nama Wailea dengan nada panik, namun suaranya saru di dengar karena ponsel itu digenggam oleh Wailea di tangan kirinya. “Sebentar Helix. Aku susah jalan nih” kata Wailea. “Jangan buka pintu itu, Lea!” Helix berteriak. Langkah Wailea terhenti saat mendengar teriakan itu. Bersamaan dengan langkahnya yang terhenti, dua orang pria dengan baju serba hitam beserta topi dan masker masuk dan berlari kearah Wailea. Wailea berteriak memanggil nama Helix dengan sangat kencang. Saat dia membalikkan badan hendak berlari menuju kamar, tongkatnya terjatuh. Ini membuat dirinya terpaksa menginjakkan kaki yang terluka itu agar dapat berlari. Dengan rasa sakit yang begitu m
“Hel, apa jangan-jangan ada yang tidak suka dengan pengangkatanku ya?” tanya Wailea menerka-nerka. Helix terdiam sejenak memikirkan hal tersebut. Namun nalurinya berkata lain, dia merasa jika Rezo lah dalang dari semua ini. Mengingat dengan apa yang pernah dia lakukan dulu pada Wailea soal sopir taksi. Helix menggelengkan kepala dan berkata “aku tidak tahu, tetapi aku berjanji akan menemukan penjahat itu dan bertanya apa sebenarnya yang dia inginkan dari kamu”. Saat Wailea menghapus air mata dengan tangan kirinya, terlihat dengan sangat jelas garis memar dan luka di tangannya. Helix bereaksi dengan sangat spontan. “Wailea!” bentaknya. Teramat jarang didengar oleh Wailea ketika namanya disebutkan lengkap oleh Helix. Wailea tercengang menatap Helix. “Kamu kenapa sih? Jangan karena handphone itu adalah mimpi kamu sampai-sampai kamu rela mengorbankan tangan kamu demi menyelamatkan benda itu!” kata Helix dengan nada kesal. Sebenarnya dia seperti ini hanya karena k
Helix sontak kaget mendengar pertanyaan Wailea, ekspresi wajahnya terlihat sangat lucu. "Kamu baru sadar sudah langsung tanya soal makanan?" tanya Helix heran. Wailea tersipu malu. "Aku pikir infus saja sudah cukup membuatmu merasa kenyang" kata Helix mengejek. Wailea menatapnya sadis. "Okay. Kamu mau makan apa permaisuri?" tanya Helix dengan senyuman yang begitu menggemaskan. Tahan Wailea tahan, katanya dalam hati. Sesungguhnya ingin sekali rasanya dia menarik hidung Helix yang panjang dan menggigitnya hingga pria itu menangis. Tetapi lagi-lagi dia harus menahan dirinya agar terlihat biasa saja dan seolah tidak terbawa perasaan. "Aku mau cupcake" kata Wailea girang. "Itu sudah pasti akan kubelikan. Selain itu apa lagi?" tanya Helix. "Alpokat kocok, boleh?" tanya Wailea berharap. "Boleh saja, tapi dengan sedikit es ya?" tegas Helix. Wailea pun mengangguk tanda setuju. Helix bertanya lagi, makanan apa lagi yang dia
“Senang bisa bertemu lagi dengan anda, pak” kata Helix yang kini telah berdiri tepat di hadapan Ruben. Cara pandang Ruben pada Helix telah berubah. Awalnya dia begitu bangga bisa berkenalan langsung dengan pelukis hebat dan berbakat ini, tetapi sekarang malah perasaan bangganya mendadak berubah menjadi kekhawatiran yang tidak terarah. Meski pun begitu, Ruben masih tetap berusaha untuk tersenyum kepada Helix. “Terima kasih telah menyelamatkan menantu saya” kata Ruben. Helix menepuk bahu Ruben sambil tersenyum. “Tapi bagaimana bisa, anda berada di sana tepat waktu?” tanya Ruben yang masih penasaran. “Saya pun tidak mengerti mengapa bisa demikian. Tapi yang lebih membuat saya tidak mengerti yaitu mengapa bapak tidak bertanya pada anak bapak, kemana dia disaat genting seperti ini?” Helix membalikkan situasi. Ruben terdiam, entah apa yang harus dia jawab. Ruben berhenti menatap pria di depannya itu dan melirik plastik belanjaan yang di jinjing Helix. Terli
"Halo, pa" Rezo akhirnya menerima panggilan Ruben. "Akhirnya kamu angkat juga" sahut Ruben kesal. "Ada apa pa?" tanya Rezo. "Kamu ada di mana sekarang?" tanya Ruben dengan sedikit nada tinggi. "Aku sedang di Bali" sahut Rezo tenang. Bali? Hal ini cukup membuat Ruben semakin pusing. Wailea mengaku Tokyo sedangkan Rezo mengaku Bali. Siapa sebenarnya yang berbohong? pikirnya. Ruben kembali melemparkan pertanyaan pada Rezo, sedang apa dia di sana? Dengan suara yang sangat meyakinkan Rezo berkata "aku harus bertemu dengan Mr.Zen. Beliau ada di Bali saat ini untuk berlibur. Dia kan salah satu sumber terbesar kita, pa. Jadi aku harus cari dia untuk membahas project baru kita ini" jelas Rezo dengan karangan indahnya. Ruben terdiam mendengar puisi itu dilantunkan oleh Rezo dengan tanpa beban. "Lalu mengapa Wailea bilang kalau kamu ke Tokyo?" tanya Ruben lagi. "Ohh,, mungkin Wailea salah dengar. Maksudku Bali daerah Teuku U
"Papa sama Helix pulang saja ya. Disini kan ada suster, jadi aman lah" kata Wailea yang merasa tidak nyaman. Mendengar pernyataan Wailea itu belum cukup membuat Ruben dan Helix berhenti berdebat. Mereka masih saja ingin menjaga Wailea. Ruben cemas memikirkan Wailea yang kesulitan berjalan untuk mencapai toilet sedangkan Helix mengkhawatirkan orang-orang jahat itu, takutnya mereka datang lagi untuk mencelakai Wailea berhubung satu orang lagi belum juga tertangkap. Mendengar perdebatan ini yang seolah tidak ada akhirnya, Wailea pun sedikit berteriak. Cara ini cukup berhasil membuat Helix dan Ruben diam. "Sudah cukup ya, papa pulang dan kamu juga pulang. Aku bisa sendiri" katanya kesal. Ruben akhirnya menyerah dan berpamitan dengan Wailea untuk pulang. "Besok pagi papa akan datang lagi untuk melihat kondisi kamu ya" kata Ruben sambil mengusap lembut rambut menantunya itu. Wailea pun mengangguk dan tersenyum. Helix masih saja sibuk memakan mie insta
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Seorang dokter dengan pakaian serba putih didampingi dua orang perawat datang untuk memeriksa kondisi Wailea. Wailea yang sudah sempat tertidur kini harus terbangun lagi. Setelah diperiksa, dokter menyatakan jika Wailea sudah lebih baik dari kemarin. Wailea merasa lega dan tenang, setidaknya dia tidak harus terkurung di dalam rumah sakit berhari-hari. Tidak lama setelah dokter dan para perawat keluar dari ruangan, seorang petugas pembawa sarapan pun datang. Semangkok sop kaldu dan buah-buahan kini tersedia di hadapan Wailea. Tanpa menunggu lama, semua makanan itu pun lenyap dibuat olehnya. Wailea memang tipe wanita yang sangat spesial. Sesakit apapun dia, seberat apapun masalahnya dan beban pikirannya tidak mampu menyurutkan nafsu makannya yang tinggi. Bahkan dalam keadaan demam sekalipun, lidah pahitnya seolah bukan satu penghalang baginya untuk makan dan makan. Baru saja Wailea mengusap bibirnya dengan tissue, Ruben datang dengan
"Inilah mengapa aku tidak bisa jatuh cinta kepada kamu. Kamu terlalu sering merepotkan aku. Bahkan sedikit saja, aku tidak bisa memiliki perasaan lebih padamu selain sebagai teman. Hatiku hanya untuk Ketty dan seterusnya akan seperti itu" Rezo menghela nafas. Wailea masih saja mengunci mulutnya rapat-rapat. "Apa yang sebenarnya masih kamu pertahankan dari hubungan palsu ini? Apa kamu tidak punya hati melihat adik tirimu harus menghadapi masa kehamilannya sendirian?" sambung Rezo lagi. Wailea masih saja terdiam sambil terus menatapnya. "Aku pikir hanya kakimu yang terluka, ternyata mulut kamu juga. Makanya kamu tidak bisa menjawab apapun yang aku katakan" sindir Rezo. Wailea yang sedari tadi hanya terdiam mencoba mengatur dirinya agar jangan sampai salah langkah dan membuat semuanya menjadi runyam. Dia memang sengaja membiarkan Rezo mengeluarkan semua isi hati dan pikirannya. Banyak hal yang berdiam di kepala Wailea yang sangat ingin dia lontarkan pada R
"Saya rasa istri bapak takut saat mendengar suara anda, makanya dia pergi dari sini tanpa membawa barang" ujar Luna saat Helix hendak menduduki kursi plastik merah di teras rumah Luna. Helix terheran, mengapa bisa wanita di hadapannya itu berfikir jika dia adalah suami dari Wailea. Helix pun bertanya-tanya siapakah wanita ini, karena baru pertama kalinya dia melihat Luna. "Saya ini resepsionis hotel di Bali yang berhasil anda buat kehilangan pekerjaan. Pantas saja anda tega kepada orang lain, kepada istri anda sendiri saja anda teganya bukan main" sahut Luna kesal. Helix semakin bingung dibuatnya. "Dari tadi saya perhatikan ucapan anda melantur tidak ada arahnya. Kenapa anda pikir saya ini suami Wailea?" tanya Helix penasaran. "Kalau anda bukan suaminya, lalu kenapa foto anda ada di dompetnya?" tegas Luna. Helix terdiam dan berfikir. "Saya tidak sengaja melihat foto anda di dompet mbak Wailea. Foto 3x4 sih, tapi sangat jelas kalau itu foto anda" lanjut Luna. Ingin rasanya Helix
Setelah selesai diobati, Wailea berjalan menuju toko disebelah klinik. Dia membeli sebuah topi dan masker. Tujuannya agar perban dikepala tidak terlihat dan wajahnya pun tidak terlihat karena ditutupi masker. Setelah itu kembali Wailea mencari taksi dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Seolah sudah di lancarkan jalannya, disaat Wailea sampai dia pun langsung mendapatkan penerbangan tepat pada waktunya. Dia segera mengurus tiket dan lain sebagainya. Beberapa jam kemudian Wailea telah tiba di Sumatra. Tak sabar rasa hati ingin bertemu sang ibu dan memeluknya erat. Dia sudah membayangkan untuk menceritakan semua yang telah dialaminya selama ini. Setelah menggunakan kendaraan umum, Wailea pun sampai di halaman rumah sang ibu. Tangisan tak mampu lagi ditahan olehnya, dia segera berlari menuju pintu utama. Tooookkk... Tokk... Tokkk.. Suara ketukan pintu yang sangat lembut. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Wailea terkejut saat melihat seseorang yang tidak dia kenal be
Cuaca pagi yang mulai terasa hangat oleh mentari. Wailea terbangun dan tersadar jika dirinya tidak di rumah itu lagi. Wailea mengambil ponselnya dan kemudian menyambungkan pada kabel pengisian daya. Pasti sudah banyak pesan dari orang-orang yang mencariku, katanya dalam hati. "Selamat pagi mbak. Ayo sarapan dulu" ajak Luna. Luna kembali dikejutkan dengan darah yang mulai memenuhi perban dan juga bahkan meninggalkan noda pada sarung bantalnya. "Maaf Luna, saya jadi mengotori barang kamu" kata Wailea sungkan. "Itu bukan masalah mbak, bisa dicuci dan kembali bersih. Yang jadi masalah sekarang adalah, perban dan obat saya kebetulan habis. Jadi saya harus beli dulu ke apotek" kata Luna. Wailea mengambil dompetnya dan memberikan sejumlah uang. "Terima uang ini ya. Kamu sudah memberiku tempat dan makanan bahkan obat. Aku tidak tenang jika kamu tidak menerimanya". "Mbak Wailea sama sekali tidak merepotkan saya. Saya malah senang bisa membantu. Tapi apa tidak lebih baik mbak Lea ke ruma
Wailea terus mengendarai motornya ke arah yang dia sendiri pun tak tahu. Untuk sementara darahnya sudah terhenti karena perban dan obat yang dia pakai sebelum pergi. Mengapa Wailea memilih pergi? Mengapa dia tidak tetap tinggal disana dan meminta pertolongan? Karena merasa Ruben sangat marah padanya dan juga Rezo, dia pun memilih untuk bertahan sendiri. Dia juga tahu jika Helix masih dalam keadaan kesal padanya, jadi lebih baik dia tidak menghubungi siapapun. Dengan sebuah ransel kecil, Wailea membawa sedikit pakaiannya. Dia yakin untuk kembali ke rumah Weni. Hatinya kini terasa sangat lelah dengan semuanya. Karena kepalanya yang terasa masih sangat berat, Wailea pun tak imbang kemudian hampir menabrak seorang wanita. Dia membanting stang motornya dan kemudian terjatuh. "Mbak baik-baik saja?" tanya seorang wanita yang terlihat panik. "Maafkan saya, saya tidak hati-hati" kata Wailea sembari melepaskan helm di kepalanya. "Mbak Wailea" kata wanita itu. Wailea mencoba mengingat siapa
Ttookkk... Tookkk... Ttoookkkk. Suara ketukan itu terdengar sangat kasar. Helix segera keluar dari kamarnya menuju pintu utama dan membukakan pintu. Bbbuuukkkkk... Sebulan pukulan yang sangat kuat mendarat di pelipis Helix. "Apa-apaan ini?" tanya Helix sembari menyentuh pelipisnya yang langsung membiru dan bengkak. "Apa anda puas sekarang menghancurkan rumah tangga anak dan juga menantu saya?" tanya Ruben dengan sangat geram. "Maksud bapak apa?" tanya Helix kebingungan. "Saya tahu jika anda memiliki hubungan dengan menantu saya" jawab Ruben dengan penuh emosi. "Saya memang punya hubungan dengan menantu anda, tetapi hanya sebatas hubungan rekan kerja dan juga teman dekat. Apanya yang salah?" tanya Helix lagi. "Terlalu banyak kebohongan yang kalian semua ciptakan" ujar Ruben. "Saya memang punya perasaan dengan Wailea, tetapi dia tidak pernah menyambut perasaan saya ini sekalipun. Mungkin saya akan sangat bahagia jika anda memukul saya karena tuduhan anda benar. Asal anda tahu,
Wailea terdiam membeku, air matanya yang sedari tadi menetes kini berhenti seketika. Keadaan hatinya sangat buruk dan sama sekali tidak beraturan. Kini matanya tertuju kepada secarik kertas bermaterai di atas meja. Bercerai? Apakah ini ujung dari perjuanganku selama ini? Wailea berjalan mendekati meja dan mulai meraih dokumen tersebut. Dipandangilah isi surat itu dari atas hingga bawah. Ini kali pertama di dalam hidupnya merasakan begitu berat ketika memegang secarik kertas. Bayang-bayang yang menakutkan kini meliputi pikirannya. Bagaimana dengan mama? Bagaimana dengan papa Ruben? Bagaimana nasibku nanti? Apa pandangan orang-orang terhadapku yang menjadi janda hanya dalam waktu sekejap mata? Aku harus bagaimana? Terlalu banyak suara yang kini bersarang di kepalanya. "Boleh aku bertanya? Jika kalian menjawabnya dengan jujur, maka aku akan segera menandatangani surat ini dan pergi" tantang Wailea. Ketty dan Rezo saling pandang dan kemudian mempersilahkan Wailea untuk mengajukan perta
Hati Papinka terasa membara mendengar sindiran Ruben yang begitu menyakitkan namun benar adanya. Wajah Papinka dan Ketty memerah karena menahan malu dan emosi. Seolah mereka terkena telak dari Ruben, Ketty pun memutar otak agar bagaimana caranya mereka bisa kembali berada di posisi yang aman. "Asal om tahu, kami tidak pernah menyembunyikan hubungan kami ini di depan Wailea. Bahkan dia tahu jika saya dan Rezo berlibur di Bali" kata Ketty membuat suasana semakin kacau. Ruben tercengang dan seketika itu juga menatap Wailea. "Apa benar yang dia katakan?" tanya Ruben. Bibir Wailea terasa berat hendak menjawab pertanyaan itu. Entah dia harus bagaimana sekarang menghadapi situasi yang mulai menyudutkannya itu. "Maafkan Lea, pa" sahut Wailea tanpa pembelaan apapun. Jantung Ruben kini terasa nyeri dan sakit. Dia pun memegang dadanya dan mencoba untuk tetap bertahan. Sungguh sulit dipercaya namun pernyataan itu tak dibantah oleh Wailea. "Om tahu kenapa Wailea tidak bertindak apa-apa? Karen
Helix tersungkur lemas tak berdaya, matanya tak sanggup menahan air mata. Tersadar jika ternyata perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Betapa hancurnya dia, menyaksikan orang yang mencintainya harus mengorbankan kehidupannya demi orang lain. Cinta memang tidak harus memiliki, tetapi cinta yang mereka alami adalah sesuatu yang sangat rumit dan pelik. Helix mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Wailea. Namun sayang, ponsel Wailea dalam keadaan kehabisan baterai dan mati. Helix terus menatap surat itu diiringi dengan air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi. Mencintai orang selama bertahun tahun dan akhirnya bertemu dengan dia tetapi dalam keadaan telah dimiliki orang lain, bukanlah hal terberat bagi Helix. Namun saat mengetahui jika orang yang dia cintai juga mencintainya namun berjuang demi kebahagiaan orang lain membuatnya rapuh dan terasa sangat menyakitkan. Disaat Helix tengah merasakan kepedihannya seorang diri di sudut ruangan, Wailea dan Ruben pun sampai di halam
"Helix, ini hari terakhir Wailea bekerja. Jadi tolong kamu bahas berdua dengannya untuk setiap projek yang masih dalam tahap pengerjaan" kata Robin."Hari teakhir? Maksudnya bagaimana?" tanya Helix terkejut. "Kalian bicara ya, saya tinggal" sahut Robin lalu meninggalkan ruangan mereka."Ada apa Wailea?" tanya Helix panik."Aku akan pindah besok, Hel" jawab Wailea lemas."Kenapa mendadak sekali?" tanya Helix lagi."Memang mendadak, karena ini keputusan Rezo" jawab Wailea. "Kamu bahkan tahu kalau selingkuhan suamimu sedang mengandung, tetapi kamu tetap bertahan?" tanya Helix jengkel. Dia menggaruk kepalanya dengan sangat keras. Perasaan kesal yang tidak mampu ditutupi. -----Waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Sepanjang hari Helix dan Wailea hanya diam dan fokus akan pekerjaan. Komunikasi mereka pun dilakukan melalui chat. Keheningan dan kebekuan yang belum pernah terjadi sebelumnya diantara mereka.Hingga tiba saatnya jam pulang kerja, He