“Lalu mengapa kamu memakai masker?” tanya Ruben ingin tahu. Wailea hanya menatap Rezo tanpa kata.
“Sepertinya aku kurang enak badan. Mungkin terlalu lelah” jawab Rezo sambil melirik Wailea.
“Kita ke dokter ya, Zo?” ajak Wailea.
“Tidak perlu khawatir, aku hanya perlu istirahat saja nanti sampai di rumah” jawab Rezo dengan tatapan yang masih terasa sinis pada Wailea.
“Oke, sebelum kita pulang papa ada pertanyaan untuk kalian berdua. Kapan papa diberikan cucu?” tanya Ruben dengan wajah berharap.
Wailea terpaku, Rezo hanya menghela nafas. Mereka tidak pernah terfikirkan jika Ruben akan menanyakan hal ini pada. Wailea lalu menjawab pertanyaan Ruben dengan tenang. Dia
"Sabar ya, pa. Mungkin belum saatnya. Masih disuruh berduaan dulu saja dengan Rezo. kata Wailea sambil tersenyum berat. Respon yang diberikan Wailea berbanding terbalik dengan respon yang Rezo berikan. Rezo menyela pembicaraan Wailea.
“Wailea tidak bisa hamil!” seru Rez
Rezo berjalan menuju ruang makan dengan langkah kaki yang terlihat berat. Ini adalah rutinitas paginya, bangun dan pergi ke ruang makan untuk sarapan. Namun pagi ini cukup berbeda, biasanya dia beranjak meninggalkan kamar menuju ruang makan dengan keadaan sudah rapi tetapi kali ini dia masih menggunakan baju tidur dan dengan wajah yang belum di bersihkan. Tidak seperti biasanya, jam setengah delapan dia sudah rapi dengan jas dan dasi. Wailea sedikit merasa aneh melihat Rezo bersikap seperti ini. Karena memang ini adalah pemandangan baru bagi Wailea dari beberapa bulan menjadi istri Rezo. Hatinya bertanya, sebenarnya dia kenapa? Kemarin wajahnya tiba-tiba memar lalu hari ini dia bangun kesiangan, entah itu disengaja atau tidak. Tetapi ekspresi wajahnya datar, seolah tidak ada masalah sama sekali dengan bangun siangnya. “Banyak sekali menu sarapan pagi ini, ada apa?” tanya Rezo dengan suara yang masih terdengar berat. Wailea yang masih terlihat sibuk membersihk
“Lenny, saya akan pulang dan tidak kembali ke kantor. Tolong semua diurus dan hubungi saya jika ada hal yang mendesak” kata Rezo pada sekretarisnya itu dan bergegas untuk pulang. “Baik pak” sahut Lenny dengan sigap. Rezo meninggalkan kantornya dan berjalan menuju tempat parkir mobil. Dia terlihat sangat terburu-buru. Perjalanan dari kantor ke rumah siang ini cukup bersahabat, tanpa macet tanpa drama. Rezo akhirnya sampai di rumah. Dia membuka pintu utama dan berjalan menuju kamar. Rezo membuka pintu dan tercengang saat melihat Wailea yang sedang berdiri dan bercermin. Gaun merah panjang dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam, sangat elegan. Riasan wajahnya juga sangat menawan, cukup dan tak berlebihan. Rezo sempat terdiam sejenak memperhatikan wanita dihadapannya itu. Sedikit terlintas di benaknya jika dia mengakui kecantikan yang dimiliki oleh istri palsunya. “Zo, cepat sekali kamu sampai di rumah. Tidak macet ya?” tanya Wailea dengan senyuman kecil
“Kalau kamu tahu kisah hidupnya, kalimatmu itu pasti akan berubah” kata Helix lantas berlalu meninggalkan Putra. Terlihat wajah Putra seolah sedang memikirkan tentang ucapan Helix tersebut. Disisi lain, Rezo mulai bertanya-tanya pada Wailea mengapa acara belum juga dimulai. Wailea menjawab jika memang dia tidak tahu. Tidak lama setelah itu, MC mulai membuka acara. Mila memberikan kata sambutan dan juga membahas inti dari acara ini. Hingga pada point yang ditunggu-tunggu yaitu memperkenalkan Wailea sebagai general manager yang baru. Saat Wailea dipanggil dan diminta maju untuk memberikan sepatah dua patah kata, banyak pandangan sinis dari para karyawan yang semakin menjadi-jadi. Namun berbeda sekali dengan ekspresi yang diberikan para atasan, mereka terlihat sangat bahagia melihat Wailea yang bisa berada di posisinya sekarang. Dengan gugup dan sedikit gemetar, Wailea menghampiri Mila. Dia mengambil microphone dan mulai berbicara. Kalimat pertamanya yang Wailea lontark
Setelah melepaskan dua beban itu, Helix berbalik lalu berjalan hendak meninggalkan mereka. Lola sambil memijat tangannya yang sakit lalu berteriak cukup keras pada Helix. “Gua suka sama lo, Hel. Lo itu ganteng banget. Gua iri sama Wailea, dia bisa dekat sama lo padahal dia itu sudah punya suami. Sedangkan gua single, tapi untuk kenal sama lo saja susah” kata Lola mengeluh namun berusaha untuk jujur. Helix menghentikan langkah kakinya lalu berbalik kembali menghadap pada Lola dan Vins. Helix menatap Lola dengan tatapan yang dingin dan sinis. Hal ini membuat Vins yang takut kemudian bergeser dan berdiri di belakang Lola. “Gua tidak kenal lo itu siapa dan satu hal yang terpenting, gua benci perempuan model lo!” kata Helix dengan tegas. “Gua cantik kok, tidak ada kurangnya. Tapi kenapa lo tidak suka sama gua? Kalau lo memang tidak selingkuh sama Wailea dan lo tidak punya pacar, jangan-jangan lo homo ya?!” kata Lola kesal. “Ahhh, serius? Mauuuuuu”
Putra yang sedari tadi memperhatikan Wailea dan Rezo akhirnya menyadari jika ucapan Helix memang ada benarnya. Sikap Rezo kepada Wailea seolah tidak menunjukkan jika dia adalah suami yang mencintai istrinya. Bagaimana tidak, sepanjang Wailea berbicara di depan, Rezo sama sekali tidak memperhatikannya. Bahkan disepanjang acara, Rezo hanya sibuk dengan ponsel di tangannya. Yang paling mencolok mata Putra yaitu, tidak ada ucapan selamat dengan wajah berseri-seri saat Wailea mendapatkan bingkisan dari owner perusahaan. Seperti memang tidak terjadi apapun di depan matanya.Saat Wailea dan Rezo tidak terlihat lagi di dalam lokasi acara, Putra mengambil ponselnya lalu menghubungi nomor Helix. Dia berjalan menuju rooftop untuk mengintai Wailea dan Rezo, dia sangat penasaran.“Sepertinya ucapan lo memang benar tentang Wailea” kata Putra saat telah terhubung dengan Helix.“Maksud lo?” tanya Helix kebingungan.Putra menjelaskan tentang apa ya
Hati Helix terasa sakit saat melihat beling itu melukai kaki Wailea. Ditambah lagi Wailea yang lemas dan pucat membuat Helix panik dan kebingungan. "Hel, kita cari penjambretnya ya" pinta Wailea dengan suara yang lemas. "Tidak, kita harus ke rumah sakit dulu!" tegas Helix. "Tidak, Hel. Semua barang di dalam tas ku itu penting!" kata Wailea lagi dengan suara mengeras. "Kamu lebih perduli pada barang-barang itu daripada kaki kamu sendiri?" tanya Helix terheran-heran. Wailea hanya terdiam. "Penjambret itu berapa orang dan lari ke arah mana?" tanya Helix. "Mereka mengendarai motor, jumlahnya dua orang" jawab Wailea. "Sudah tahu itu motor kenapa masih dikejar?" tanya Helix lagi dengan nada meninggi. Wailea hanya menatapnya sebentar dengan tatapan kesal. Helix merasa aneh dengan kejadian ini. Belum pernah ada kejadian penjambretan di daerah itu sebelumnya. Hatinya kesal, kenapa harus Wailea? "Kamu ingat plat mot
Sesampainya di klinik, Wailea langsung dibawa ke IGD. Perawat meminta agar Helix menunggu di luar untuk sementara waktu. Dari kaca pintu Helix memandangi ke arah dalam ruangan. Terlihat Wailea yang masih terus mengerang kesakitan. Dokter pun mulai menyiapkan beberapa hal, mulai dari suntikan bius hingga alat-alat kecil yang akan digunakan untuk menarik beling itu keluar dari kakinya. Hal ini cukup membuat Helix merasa ngilu. Sambil menunggu, Helix memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Usai mendapat tindakan, Wailea di bawa ke ruang pemulihan. Kondisi Wailea memang masih dalam keadaan sadar. Ini karena dia hanya di bius lokal, artinya biusan itu hanya untuk menghilangkan rasa sakit pada bagian yang akan ditindak lanjuti dan tidak menyebabkan pasien tertidur. “Bapak Helix, silahkan istrinya sudah bisa ditemui” kata seorang suster dengan senyum yang sangat ramah. Apa kata suster tadi, istri? tanya Helix dalam hatinya dengan kegirangan. Hanya dengan kata itu sa
“Rumah kamu yang mana, Lea?” tanya Helix sambil terus fokus menatap ke arah kiri. “Sedikit lagi” jawab Wailea. “Yak.. sampai” Helix membawa mobil masuk ke dalam halaman. Dilihatnya rumah yang cukup minimalis dengan pilihan warna hitam, putih dan abu-abu. Namun, halamannya begitu luas. Walaupun memang tertata rapi dan banyak pohon bunga yang membuat kesan hidup, tetapi mengapa rumahnya di design begitu sempit sedangkan halamannya seluas lapangan bola? “Design rumah macam apa ini? Ini rumah apa taman kota?” tanya Helix bingung. Wailea menaikan bahunya tanda dia pun tidak mengerti. “Pak satpamnya dimana?” tanya Helix lagi yang semakin penasaran. “Tidak ada pak satpam, tidak ada mbak asisten rumah tangga, tidak ada mas tukang kebun, tidak ada ibu tukang masak dan tidak ada om tukang bersih kolam” jawab Wailea santai. Helix melongo menatap Wailea. “Ya. Tepat seperti apa yang kamu pikirkan. Semuanya aku lakukan sendiri. Ya kecuali kola