Akhirnya Faldy pun keluar dari rumah dan mencoba bertahan hidup dengan berbagai cara. Tidak lama setelah itu, Papinka kembali ke Jakarta. Ia menemui Faldy dan mengajaknya untuk tinggal di luar negeri. Seolah mereka sengaja, Ketty pun dilupakan. Tanpa mengajak atau sekedar menanyakan kabar sang anak, mereka pergi tanpa beban.
Beberapa tahun kemudian, barulah terdengar oleh Weni kabar jika Faldy dan Papinka ternyata telah kembali hidup bersama. Weni seolah mendapat puluhan sayatan pada hatinya. Kekecewaan ini semakin besar dan berkembang biak. Bukan karena masih berharap dengan mantan suami, tetapi bagaimana bisa malah Weni yang harus repot mengurus anak dari selingkuhan mantan suaminya itu.
Saat itu Ketty baru saja kelulusan SMA. Karena malu mendengar kenyataan jika orang tuanya telah bersama kembali dan melupakannya, Ketty pun memutuskan untuk pindah ke Tokyo. Selama ia bersekolah, Ketty sering berpacaran dengan pria yang cukup kaya. Ini menjadikan kesempatannya untu
“Temani papa makan malam ya, Lea?” pinta Ruben. Wailea tersenyum tanda setuju akan ajakkan ayah mertuanya itu. Keakraban mereka selayaknya ayah dan anak kandung. Mendengar suara sang ayah, Rezo pun berjalan keluar dari kamar dan menghampiri Ruben dan Wailea. Ruben baru tahu jika anaknya itu berada di rumah, karena yang Ruben tahu kalau Rezo sedang keluar kota menemui Weni sang ibu mertua. Mereka pun berangkat menuju restoran langganan dengan mengendarai mobil masing-masing. Wailea bersama Rezo dan Ruben mengendarai mobil seorang diri. Di sepanjang perjalanan, Rezo masih saja bungkam. Ia belum memberikan keputusan apakah dia bersedia memberikan kesempatan itu pada Wailea atau tidak. Kira-kira waktu menunjukkan pukul enam sore. Langit cerah mentari digantikan warna langit senja yang begitu cantik. Mereka pun tiba di restoran setelah melewati kemacetan yang cukup menyebalkan. Tanpa basa-basi, mereka langsung memesan makanan kesukaan masing-masing. Tidak terlupak
Helix menunjukkan rekaman ponselnya yang berisi semua ucapan Rezo tadi. Ini membuat Rezo semakin kebingungan, pikirannya mendadak buntu dan jadi salah tingkah. “Mau lo apa?” tanya Rezo panik. “Sebenarnya banyak yang pengen gua tanya sama lo. Tapi yang paling buat gua penasaran itu satu. Apa kurangnya Wailea, sampai lo tega buat pernikahan palsu seperti ini ?” “Dia tidak memiliki kekurangan, disini memang gua yang salah, harus melibatkan dia yang sama sekali tidak bersalah. Tapi gua tidak punya pilihan lain” kata Rezo membela diri. “Kalau gua jadi lo, banyak hal yang akan gua lakukan asalkan tidak menjadikan orang lain korban” tegas Helix. “Gua lakukan semua ini demi kebahagiaan bokap” sambung Rezo. “Iya, kebahagiaan bokap dan kebahagiaan lo sendiri. Tanpa lo sadari, lo sudah meniadakan kebahagiaan orang lain” nada bicara Helix mulai meninggi. “Dari dulu sampai sekarang gua hanya cinta satu wanita, yaitu Ketty!” seru Rezo.
Saat itu, Helix merasa ada yang aneh dari hubungan Rezo dan Wailea. Seperti bukan layaknya suami istri yang saling mencintai dan penuh rasa kecemburuan. Dia berfikir jika memang ada pasangan yang saling percaya dan tidak cemburuan, tetapi ini sungguh berbeda. Bahkan disepanjang acara, tidak ada tindakan romantis yang dilakukan Rezo dan Wailea. Walaupun hanya sekedar mengusap rambut ataupun memberikan segelas minuman, tidak dari Wailea maupun Rezo. Mereka menikmati sepanjang acara dengan kesibukkan masing-masing. Bukan hanya itu saja, dengan sangat jelas di depan mata Rezo, Helix dan Wailea bergurau hingga tertawa terbahak-bahak dan saling menepuk pundak satu sama lain. Tetapi tak ada reaksi dari Rezo padahal dia terlihat sadar dan tidak dalam pengaruh alkohol. Tidak ada lirikan mata yang mengisyaratkan kekesalan ataupun perasaan cemburu. Seolah itu adalah hal yang biasa saja. Ini membuat Helix semakin yakin jika ada yang salah dalam hubungan mereka. Itu juga sebabnya
“Lalu mengapa kamu memakai masker?” tanya Ruben ingin tahu. Wailea hanya menatap Rezo tanpa kata. “Sepertinya aku kurang enak badan. Mungkin terlalu lelah” jawab Rezo sambil melirik Wailea. “Kita ke dokter ya, Zo?” ajak Wailea. “Tidak perlu khawatir, aku hanya perlu istirahat saja nanti sampai di rumah” jawab Rezo dengan tatapan yang masih terasa sinis pada Wailea. “Oke, sebelum kita pulang papa ada pertanyaan untuk kalian berdua. Kapan papa diberikan cucu?” tanya Ruben dengan wajah berharap. Wailea terpaku, Rezo hanya menghela nafas. Mereka tidak pernah terfikirkan jika Ruben akan menanyakan hal ini pada. Wailea lalu menjawab pertanyaan Ruben dengan tenang. Dia "Sabar ya, pa. Mungkin belum saatnya. Masih disuruh berduaan dulu saja dengan Rezo. kata Wailea sambil tersenyum berat. Respon yang diberikan Wailea berbanding terbalik dengan respon yang Rezo berikan. Rezo menyela pembicaraan Wailea. “Wailea tidak bisa hamil!” seru Rez
Rezo berjalan menuju ruang makan dengan langkah kaki yang terlihat berat. Ini adalah rutinitas paginya, bangun dan pergi ke ruang makan untuk sarapan. Namun pagi ini cukup berbeda, biasanya dia beranjak meninggalkan kamar menuju ruang makan dengan keadaan sudah rapi tetapi kali ini dia masih menggunakan baju tidur dan dengan wajah yang belum di bersihkan. Tidak seperti biasanya, jam setengah delapan dia sudah rapi dengan jas dan dasi. Wailea sedikit merasa aneh melihat Rezo bersikap seperti ini. Karena memang ini adalah pemandangan baru bagi Wailea dari beberapa bulan menjadi istri Rezo. Hatinya bertanya, sebenarnya dia kenapa? Kemarin wajahnya tiba-tiba memar lalu hari ini dia bangun kesiangan, entah itu disengaja atau tidak. Tetapi ekspresi wajahnya datar, seolah tidak ada masalah sama sekali dengan bangun siangnya. “Banyak sekali menu sarapan pagi ini, ada apa?” tanya Rezo dengan suara yang masih terdengar berat. Wailea yang masih terlihat sibuk membersihk
“Lenny, saya akan pulang dan tidak kembali ke kantor. Tolong semua diurus dan hubungi saya jika ada hal yang mendesak” kata Rezo pada sekretarisnya itu dan bergegas untuk pulang. “Baik pak” sahut Lenny dengan sigap. Rezo meninggalkan kantornya dan berjalan menuju tempat parkir mobil. Dia terlihat sangat terburu-buru. Perjalanan dari kantor ke rumah siang ini cukup bersahabat, tanpa macet tanpa drama. Rezo akhirnya sampai di rumah. Dia membuka pintu utama dan berjalan menuju kamar. Rezo membuka pintu dan tercengang saat melihat Wailea yang sedang berdiri dan bercermin. Gaun merah panjang dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam, sangat elegan. Riasan wajahnya juga sangat menawan, cukup dan tak berlebihan. Rezo sempat terdiam sejenak memperhatikan wanita dihadapannya itu. Sedikit terlintas di benaknya jika dia mengakui kecantikan yang dimiliki oleh istri palsunya. “Zo, cepat sekali kamu sampai di rumah. Tidak macet ya?” tanya Wailea dengan senyuman kecil
“Kalau kamu tahu kisah hidupnya, kalimatmu itu pasti akan berubah” kata Helix lantas berlalu meninggalkan Putra. Terlihat wajah Putra seolah sedang memikirkan tentang ucapan Helix tersebut. Disisi lain, Rezo mulai bertanya-tanya pada Wailea mengapa acara belum juga dimulai. Wailea menjawab jika memang dia tidak tahu. Tidak lama setelah itu, MC mulai membuka acara. Mila memberikan kata sambutan dan juga membahas inti dari acara ini. Hingga pada point yang ditunggu-tunggu yaitu memperkenalkan Wailea sebagai general manager yang baru. Saat Wailea dipanggil dan diminta maju untuk memberikan sepatah dua patah kata, banyak pandangan sinis dari para karyawan yang semakin menjadi-jadi. Namun berbeda sekali dengan ekspresi yang diberikan para atasan, mereka terlihat sangat bahagia melihat Wailea yang bisa berada di posisinya sekarang. Dengan gugup dan sedikit gemetar, Wailea menghampiri Mila. Dia mengambil microphone dan mulai berbicara. Kalimat pertamanya yang Wailea lontark
Setelah melepaskan dua beban itu, Helix berbalik lalu berjalan hendak meninggalkan mereka. Lola sambil memijat tangannya yang sakit lalu berteriak cukup keras pada Helix. “Gua suka sama lo, Hel. Lo itu ganteng banget. Gua iri sama Wailea, dia bisa dekat sama lo padahal dia itu sudah punya suami. Sedangkan gua single, tapi untuk kenal sama lo saja susah” kata Lola mengeluh namun berusaha untuk jujur. Helix menghentikan langkah kakinya lalu berbalik kembali menghadap pada Lola dan Vins. Helix menatap Lola dengan tatapan yang dingin dan sinis. Hal ini membuat Vins yang takut kemudian bergeser dan berdiri di belakang Lola. “Gua tidak kenal lo itu siapa dan satu hal yang terpenting, gua benci perempuan model lo!” kata Helix dengan tegas. “Gua cantik kok, tidak ada kurangnya. Tapi kenapa lo tidak suka sama gua? Kalau lo memang tidak selingkuh sama Wailea dan lo tidak punya pacar, jangan-jangan lo homo ya?!” kata Lola kesal. “Ahhh, serius? Mauuuuuu”
Dengan situasi ini membuat Helix yakin untuk menceritakan semuanya. Helix pun mulai menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan Wailea. Melihat Wailea kala itu membuatnya berani untuk jatuh cinta lagi usai tersakiti oleh mantannya itu. Helix pun menceritakan usahanya untuk mencari Wailea bertahun-tahun lamanya, hingga akhirnya bisa bertemu Wailea namun ternyata dia sudah berstatus istri orang. Helix mengatakan jika dia melihat kejanggalan antara Rezo dan Wailea, ditambah beberapa kejadian aneh yang menimpa Wailea, inilah yang membuatnya berkomitmen untuk tetap menjaga Wailea hingga saatnya nanti Rezo bisa menjadi orang yang Wailea paling andalkan, saat itulah Helix akan menjauhi Wailea. Mendengar semua perjuangan dan usaha Helix untuk melindungi Wailea membuat Ruben tak mampu berkata-kata. Dia menyesal telah memukul Helix tanpa tahu ternyata orang yang dia pukul adalah orang yang selama ini menjaga menantunya. Lixy pun sangat terharu mendengar perjuangan anaknya. Begitu tulus dan s
Lea menjelaskan dengan sangat tulus jika awalnya dia berfikir jika Rezo dan dirinya akan sama-sama belajar mencintai, semua ini sebelum Wailea tahu jika ternyata Rezo masih memiliki hubungan dengan masa lalunya yang belum pernah berakhir. Sampai akhirnya disaat dia tahu, dia memutuskan untuk tetap bertahan demi kebahagiaan ibu dan juga ayah mertuanya. Wailea tetap berusaha untuk mempertahankan pernikahannya yang sebenarnya mustahil. Mendengar semua penjelasan Wailea ini seolah menyanyat hati Ruben dan juga Weni yang masih mendengarkan percakapan mereka dari kejauhan. Ruben dan Weni pun lemas dan merasa menjadi orang tua yang sangat buruk."Papa jangan sedih lagi ya. Semua ini hasil dari keputusan Lea yang harus Lea terima. Namun pada akhirnya Lea datang kesini itu memang karena batas kemampuan hati Lea sudah diujung. Ini juga keputusan yang Lea ambil. Papa jangan merasa bersalah, karena semua ini bukan salah papa atau siapapun." Wailea mencoba menenangkan Ruben.------Pagi hari yang
"Aku minta maaf sebesar-besarnya padamu Weni. Aku pun menyesali apa yang telah dilakukan Rezo." kata Ruben memohon maaf kepada Weni. Ruben memang sungguh menyesali untuk itu. Semuanya ini membuatnya merasa gagal menjadi seorang ayah, ayah mertua dan juga seorang sahabat bagi Weni."Bukan hanya dijaman dulu ya, Ben. Bahkan setelah berpuluh-puluh tahun pun kamu masih hebat dalam menyakiti perasaan orang" kata Lixy dengan sangat ketus. Perkataan ini membuat semua terheran dan bingung, apakah maksudnya?"Aku minta maaf untuk apapun yang kulakukan dahulu padamu Lixy dan apapun yang terjadi kini pada kamu Weni. Hanya itu yang bisa kuucapkan, tidak ada yang bisa kukatakan lagi selain maaf" kata Ruben dengan penyesalan yang mendalam.Keheningan terasa begitu mengcekam saat ini. Situasi sulit dan pelik yang bahkan tiada satupun bisa mengubahnya. Kebingungan dan pertanyaan yang semakin banyak terus menghantui masing-masing pribadi. Tetapi Weni sadar jika dia adalah sebagai tuan rumah yang sehar
Senja yang indah, dihiasi dengan suara burung yang saling bersahutan. Weni dan Lixy terlihat sibuk sedari tadi setelah mereka sampai di rumah. Wailea yang sudah mendapatkan penanganan dari rumah sakit pun kini sedang beristirahat di dalam kamar Weni.Hari mulai gelap, Wailea pun terbangun dan beranjak dari kasur menuju ruang tamu. Terlihat Weni dan Lixy yang sedang asik menata makanan diatas meja. Wailea berjalan perlahan dan menggapai Weni. Dia memeluknya begitu erat dari belakang. Weni tersenyum dan menghentikan aktifitasnya itu.Setelah puas, Wailea pun melepaskan pelukannya dan Weni berbalik menghadap Wailea. "Apakah tidurmu nyenyak, nak?" tanya Weni sembari mengusap lembut pipi Wailea. Lixy hanya tersenyum melihat keromantisan antara ibu dan anak di depannya itu sambil terus menata piring pada posisi meja masing-masing."Lea pikir Lea hanya bermimpi sedang berada di rumah mama" sahut Wailea melow."Kamu tidak bermimpi nak. Sekarang kamu duduk dan kita makan ya. Kamu tunggu disini
Pertemuan Weni dan Lixy bermula dari ketidaksengajaan. Setelah bertahun-tahun tahun lamanya mereka tidak saling tahu kabar masing-masing, akhirnya takdir mempertemukan mereka berdua.Kira-kira satu bulan yang lalu, ketika itu Weni sedang berbelanja kebutuhan rumah tangga di salah satu toko grosir terbesar di daerah rumahnya itu. Dari kejauhan Weni merasa tidak asing saat melihat wanita yang jaraknya sekitar lima meter di depannya itu, yang tengah memegang botol minuman soda sambil terlihat mencari-cari harga pada rak di depannya. Dengan segera Weni mendorong kereta belanjanya mendekati wanita yang dia curigai adalah Lixy. Saat dia sampai tepat di samping wanita itu, suara gemetar terdengar saat dia memanggil nama sang wanita "Lixyyy!!" Disaat itu juga Lixy terkejut bak mendapat undian kemenangan. Tangisan yang tidak bisa terbendung lagi disaat mereka memeluk satu sama lain. Suasana dipenuhi keharuan dan tangisan bahagia. Pertemanan yang sudah cukup lama dan akrab ini sudah tercipta da
Suasana mencekam terjadi di kantor polisi. Satu demi satu pertanyaan berikan oleh pihak kepolisian dengan tujuan agar setidaknya mendapat titik terang dalam kasus ini. Helix menjelaskan dengan sangat lugas kejadian yang dia tahu berdasarkan info yang dia dapatkan dari Luna. Ditengah ketegangan, ponsel Helix terus bergetar tanpa henti. Dua puluh dua kali panggilan tak terjawab dari sang ibunda yang membuatnya tak nyaman sedari tadi.Setelah akhirnya menyelesaikan proses bersama dengan pihak kepolisian, Ruben dan Helix kembali ke parkiran. Saat memasuki mobil, Helix sambil membuka notif ponselnya dan melihat puluhan panggilan tak terjawab itu lalu disambung dengan membuka pesan suara dari sang ibu."Heelllllllll, kenapa sih gak angkat-angkat, mama mau cerita looh" teriak sang ibu kesal. Dengan tenang Helix langsung menghubungi sang ibu. "Halo ma, ada apa?""Mama sudah kirimkan alamat mama saat ini, kamu harus datang segera ya" kata sang ibu bersemangat."Mama sakit? Mama kenapa?" tany
Setelah dua jam menunggu dan berbincang-bincang dengan Luna, Helix semakin gelisah karena Wailea tidak juga kembali. Helix pun bertanya pada Luna "apa Wailea ada cerita tentang rencananya?""Mbak Wailea bilang jika dirinya ingin pergi ke rumah ibunya" jawab Luna. Helix segera mengambil ponsel di saku celana dan kemudian membuka aplikasi tiket pesawat. Dilihatnya memang ada jadwal penerbangan satu jam lalu menuju Sumatra. Jika benar demikian, berarti Wailea sudah berada di dalam pesawat saat ini. Satu sisi Helix merasa lega karena Wailea mengambil keputusan yang tepat, tetapi disisi lain kekhawatiran hatinya masih tetap menyelimuti, karena Wailea harus berpergian seorang diri dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.Karena yakin jika Wailea memang sudah di dalam pesawat, Helix pun bergegas pergi dari rumah Luna menuju kantor. Dia ingin bertemu dengan Robin sembari menunggu kabar dari Wailea. Dia berharap Wailea akan menghubunginya ketika sampai di Sumatra.Ketika sampai di kantor, He
"Saya rasa istri bapak takut saat mendengar suara anda, makanya dia pergi dari sini tanpa membawa barang" ujar Luna saat Helix hendak menduduki kursi plastik merah di teras rumah Luna. Helix terheran, mengapa bisa wanita di hadapannya itu berfikir jika dia adalah suami dari Wailea. Helix pun bertanya-tanya siapakah wanita ini, karena baru pertama kalinya dia melihat Luna. "Saya ini resepsionis hotel di Bali yang berhasil anda buat kehilangan pekerjaan. Pantas saja anda tega kepada orang lain, kepada istri anda sendiri saja anda teganya bukan main" sahut Luna kesal. Helix semakin bingung dibuatnya. "Dari tadi saya perhatikan ucapan anda melantur tidak ada arahnya. Kenapa anda pikir saya ini suami Wailea?" tanya Helix penasaran. "Kalau anda bukan suaminya, lalu kenapa foto anda ada di dompetnya?" tegas Luna. Helix terdiam dan berfikir. "Saya tidak sengaja melihat foto anda di dompet mbak Wailea. Foto 3x4 sih, tapi sangat jelas kalau itu foto anda" lanjut Luna. Ingin rasanya Helix
Setelah selesai diobati, Wailea berjalan menuju toko disebelah klinik. Dia membeli sebuah topi dan masker. Tujuannya agar perban dikepala tidak terlihat dan wajahnya pun tidak terlihat karena ditutupi masker. Setelah itu kembali Wailea mencari taksi dan melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Seolah sudah di lancarkan jalannya, disaat Wailea sampai dia pun langsung mendapatkan penerbangan tepat pada waktunya. Dia segera mengurus tiket dan lain sebagainya. Beberapa jam kemudian Wailea telah tiba di Sumatra. Tak sabar rasa hati ingin bertemu sang ibu dan memeluknya erat. Dia sudah membayangkan untuk menceritakan semua yang telah dialaminya selama ini. Setelah menggunakan kendaraan umum, Wailea pun sampai di halaman rumah sang ibu. Tangisan tak mampu lagi ditahan olehnya, dia segera berlari menuju pintu utama. Tooookkk... Tokk... Tokkk.. Suara ketukan pintu yang sangat lembut. Seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Wailea terkejut saat melihat seseorang yang tidak dia kenal be