“Jadi ini rumah kamu, Hel?” tanya Wailea yang tersengal-sengal.
“Nampaknya nada bicaramu mengandung penyesalan! Lalu kamu berharap ini rumah siapa? Rumah pria-pria yang tidak ada sopan santunnya semalam?” teriak Helix kesal. Wailea meliriknya lalu menghela nafas.
“Kenapa kamu bisa tahu aku ada di sana?” tanya Wailea sambil menatap Helix sinis. Helix terlihat gugup dan menggaruk kepala. “GPS lagi?” sambung Wailea.
“Kalau bukan karena GPS, aku mana mungkin tahu keberadaanmu. Bisa-bisa kamu sudah dibawa orang yang tidak bertanggung jawab. Kamu mabuk dan tidak sadar sama sekali. Bukannya berterima kasih, malah marah” sahut Helix kesal.
“Ya sudah, aku mau ke kantor dulu” kata Wailea. Helix memegang wajah Wailea dengan kedua tangannya lalu mengarahkan kepada jam dinding yang menempel di ruang tamu. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Wailea menghela nafas yang sangat dalam.
“Jangan bilang kalau kamu yang mengganti pakaianku!!!” teriak Wailea. Helix mengayunkan tangannya menandakan jika memang bukan dia. Wailea merasa takut, ia segera berlari mendapatkan tas dan ponselnya, ia hendak kabur. Helix yang ikut panik mencoba menahan pintu agar Wailea tidak keluar dan salah paham. Helix mencoba menjelaskan pada Wailea tentang apa yang terjadi semalam. Helix mengatakan jika semalam ia sengaja meminta asisten rumah tangganya datang tengah malam hanya untuk membantunya mengurus Wailea. Menggantikan pakaian Wailea yang kotor dan basah akibat muntahnya semalam dan memberikan minyak untuk menghangatkan tubuhnya. Untung saja sang asisten tinggal tidak jauh dari rumah Helix, sehingga ia bisa segera datang dan membantu. Wailea yang masih merasa tidak nyaman belum bisa percaya akan ucapan Helix. Helix pun kembali meyakinkan Wailea dengan rekaman cctv yang ia punya. Terlihat bu Sri yang memang masuk ke dalam kamar, tidak lama setelah itu bu Sri kembali ke
Saat Wailea mengambil kotak itu dan berjalan hendak memasuki kamar, terdengar suara pintu depan yang sedang dibuka. Bu Sri akhirnya sampai di rumah. Wailea segera berlari mendapatkan bu Sri. Ia mengucapkan banyak terima kasih dan menyampaikan permintaan maaf pada bu Sri karena telah merepotkannya semalam. Bu Sri yang baik dan ramah hanya tersenyum dan tertawa kecil. Wajar saja jika Helix merasa dekat dengan bu Sri, Wailea yang baru mengenalnya pun merasakan kehangatan seorang ibu.Saat melihat bu Sri, Wailea jadi teringat akan Weni. Entah ia harus marah dan menyalahkan ibunya tentang apa yang terjadi pada dirinya ini atau malah harus tetap berjuang demi kebahagiaan sang ibu. Ini sungguh menyiksa batin Wailea. Hatinya berkecamuk setiap kali mengingat nasib dirinya saat ini.Wailea menatap Helix yang sedang asik berbincang dengan bu Sri lalu berkata dalam hatinya, ijinkan aku bahagia hari ini saja sebelum kembali ke rumah yang penuh air mata dan luka. Setelah puas
Pada lukisan pertama, terlihat seorang pria sedang berjalan kaki sambil memegang secarik kertas dengan tulisan berwarna hitam. Jauh diujung jalan ada terlihat bulan dan matahari, bagian kiri adalah siang dan kanan malam. Makna yang ditulis oleh sang pelukis adalah, pria tersebut telah melakukan perjalanan yang cukup panjang tanpa arah tujuan. Melewati siang dan malam. Mencatat setiap tempat dan wilayah, hanya untuk mendapatkan satu hal yang ia cari. Wailea kini berjalan kearah lukisan yang kedua. Lukisan tersebut memperlihatkan seorang pria muda sedang memetik sebuah bunga mawar berwana merah ditangan kanannya dan sebuah patahan hati di tangan kirinya. Wajah pria itu sedang merintih kesakitan akibat duri mawar yang tertancap di kulitnya. Makna dari lukisan ini adalah disaat pria muda itu menemukan bunga mawar yang ia cari selama ini, ia pun harus terluka akibat duri pada mawar tersebut. Inilah yang membuat hatinya patah dan hancur. Wailea menghayati makna dari lukisan ini da
Helix dan Wailea terpaksa menghentikan percakapan mereka yang begitu serius karena banyaknya orang yang mulai mendekati mereka dan bertanya pertanyaan yang hampir sama. “Apakah Rose di dalam lukisan adalah wanita disamping anda pak?” tanya salah seorang dari kerumunan itu. Ada juga yang bertanya “Kalian sungguh serasi, apakah kalian sepasang kekasih?” Wajah Wailea memerah saat mendengar pertanyaan yang sungguh diluar bayangannya. Namun, Helix malah terlihat cukup tenang menghadapi setiap pertanyaan dari para tamu. Wailea gugup, ia takut kalau Helix akan menjawab sesuatu yang berakibat fatal nantinya. “Wanita di dalam lukisan itu memang Rose yang ada di samping saya. Dia bukanlah kekasih saya, melainkan rekan kerja” kata Helix sambil tersenyum menatap Wailea. Wailea pun tersenyum walau masih terasa sangat gugup. Kira-kira satu jam lebih telah berlalu. Helix dan Wailea pun meninggalkan galeri dan memasuki mobil. Saat mereka sudah memasang sabuk pengaman, Wailea
“Bahkan orang lain lebih perduli, daripada suamiku sendiri” kata Wailea membalas sindiran Rezo. Rezo bangkit berdiri dan berjalan mendekati Wailea. “Setelah kamu tahu tentang aku dan Ketty, kapan kamu akan menceraikanku?” tanya Rezo masih dengan tatapannya yang menyeramkan. “Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikanmu!” jawab Wailea tegas. Mereka pun berdebat cukup hebat. Rezo mengingatkan Wailea mengapa ia menikahinya. Semua semata-mata agar ia tetap bisa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya. Wailea pun tidak mau kalah, ia menyalahkan Rezo dalam keadaan ini karena tidak pernah memberitahunya jika kekasih yang Rezo miliki adalah Ketty, adik tirinya sendiri. Mungkin jika saat itu Wailea tahu, ia akan dengan tegas menolak perjodohan itu. Namun, akibat Ruben yang terlanjur sudah tidak suka terhadap Ketty, membuat Rezo tak memiliki keberanian mengungkapkan kebenarannya. “Aku mohon, Lea. Apa kamu tega, bayi di dalam perut Ketty lahir ta
Setelah hubungan terlarangnya diketahui oleh Weni, Faldy pun memutuskan untuk meninggalkan Weni dan Wailea. Ia lebih memilih untuk tinggal bersama Papinka. Akibat sikap buruk Papinka ini, membuat ayahnya mengalami serangan jantung dan akhirnya meninggal dunia. Tetapi bukannya menyesal, Papinka malah senang karena mendapatkan hak waris seutuhnya atas segala sesuatu yang ayahnya miliki. Faldy dan Papinka pun hidup bersama dengan dipenuhi harta kekayanan yang melimpah. Baru kira-kira dua minggu bersama, Faldy melihat ada yang aneh pada Papinka. Ia pun bertanya pada Papinka mengapa perutnya membuncit. Papinka pun tidak bisa mengelak lagi. Ia mengakui jika dirinya sedang mengandung anak dari mantan kekasihnya. Faldy terkejut dan menjadi marah, ia merasa ditipu oleh Papinka. Faldy pun meminta agar Papinka meminta pertanggung jawaban dari mantan kekasihnya itu. Tetapi Papinka tidak mau, dia menjelaskan pada Faldy jika dialah yang mengakhiri hubungannya dengan Fero. Walaupun ia tahu
Akhirnya Faldy pun keluar dari rumah dan mencoba bertahan hidup dengan berbagai cara. Tidak lama setelah itu, Papinka kembali ke Jakarta. Ia menemui Faldy dan mengajaknya untuk tinggal di luar negeri. Seolah mereka sengaja, Ketty pun dilupakan. Tanpa mengajak atau sekedar menanyakan kabar sang anak, mereka pergi tanpa beban. Beberapa tahun kemudian, barulah terdengar oleh Weni kabar jika Faldy dan Papinka ternyata telah kembali hidup bersama. Weni seolah mendapat puluhan sayatan pada hatinya. Kekecewaan ini semakin besar dan berkembang biak. Bukan karena masih berharap dengan mantan suami, tetapi bagaimana bisa malah Weni yang harus repot mengurus anak dari selingkuhan mantan suaminya itu. Saat itu Ketty baru saja kelulusan SMA. Karena malu mendengar kenyataan jika orang tuanya telah bersama kembali dan melupakannya, Ketty pun memutuskan untuk pindah ke Tokyo. Selama ia bersekolah, Ketty sering berpacaran dengan pria yang cukup kaya. Ini menjadikan kesempatannya untu
“Temani papa makan malam ya, Lea?” pinta Ruben. Wailea tersenyum tanda setuju akan ajakkan ayah mertuanya itu. Keakraban mereka selayaknya ayah dan anak kandung. Mendengar suara sang ayah, Rezo pun berjalan keluar dari kamar dan menghampiri Ruben dan Wailea. Ruben baru tahu jika anaknya itu berada di rumah, karena yang Ruben tahu kalau Rezo sedang keluar kota menemui Weni sang ibu mertua. Mereka pun berangkat menuju restoran langganan dengan mengendarai mobil masing-masing. Wailea bersama Rezo dan Ruben mengendarai mobil seorang diri. Di sepanjang perjalanan, Rezo masih saja bungkam. Ia belum memberikan keputusan apakah dia bersedia memberikan kesempatan itu pada Wailea atau tidak. Kira-kira waktu menunjukkan pukul enam sore. Langit cerah mentari digantikan warna langit senja yang begitu cantik. Mereka pun tiba di restoran setelah melewati kemacetan yang cukup menyebalkan. Tanpa basa-basi, mereka langsung memesan makanan kesukaan masing-masing. Tidak terlupak