Seorang gadis yang tengah memakai kebaya putih tengah menangis sesenggukan. Dia tengah meratapi nasibnya. Harusnya hari ini adalah hari bahagianya. Dia akan menikah dengan lelaki pujaannya.
Sayang seribu sayang, sang lelaki baru saja mengucap janji suci dengan sahabat baiknya Mariana.
Flashback
"Kamu harus menikahi Mariana, Dimas. Dia hamil anak kamu." ucap Rudi, ayah angkat Safana.
"Bagaimana bisa om, saya tidak mencintainya. Saya mencintai Safa."
"Tapi kamu menghamilinya."
"Demi Tuhan, om. Saya tidak tahu kenapa waktu itu saya bisa tidur sama dia. Pasti ulah Ana. Benar kan ini ulah kamu?"
"E-enggak mas. Ana juga gak tahu." sahut Ana dengan wajah ketakutan.
"Halah pasti ulah kamu, Dimas anak saya, anak baik-baik. Gak mungkin berbuat aneh-aneh sama kamu." sahut mamah Dimas dengan wajah marah.
"Demi Tuhan,
Safana tengah melakukan perjalanan ke daerah Purwokerto. Dia berencana untuk tinggal di sana. Aslinya Revan dan Andini memintanya ikut ke Surabaya tapi Safa menolak.Revan dan Andini langsung pindah ke Surabaya setelah proses perceraian antara Andini dan Rudi telah selesai sebulan yang lalu. Sementara Safa memilih masih di Jakarta sampai kontrak kerjanya habis. Safa bekerja sebagai guru TK di salah satu sekolah TK Swasta cukup ternama di Jakarta.Safa mendesah, dia sedikit memijit keningnya. Sungguh dia tak mengerti kenapa takdir hidupnya serumit ini. Tiga bulan yang lalu, dia sudah mengikhaskan hubungannya dengan Dimas. Bahkan dia sampai memblokir semua hal yang berhubungan dengan Dimas. Tetapi entah kesialan atau apa, Dimas masih mengganggunya.Safa berpikir dengan menerima cinta Fandi yang sejak dulu memang mencintai Safa dalam diam, akan menghentikan tingkah Dimas. Namun ternyata tidak. Dimas masih terus mengejarnya tanpa lelah. Bahkan bebe
Seorang lelaki berpenampilan rapi sedang berjalan melewati lobby hotel. Dia memakai kemeja putih yang dipadukan dengan jas dan celana kain warna hitam. Dasi berwarna biru tua menambah kesan tampan. Alis tebal, bibir tebal, bentuk rahang tegas serta sedikit jambang menambah kesan angkuh dan dingin.Arshaka Kusuma Wijaya, lelaki berusia tiga puluh satu tahun. Lulusan S2 Magister Ekonomi. Putra tiri Bapak Ari Widodo, salah satu pebisnis terkenal yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata. Meski bukan putra kandung, tetapi Ari sangat menyayangi Shaka. Kasih sayangnya sama besarnya seperti pada kedua anak kandungnya Tania Kusumawardhani dan Tristan Adi Widodo yang kini berusia dua puluh empat dan dua puluh dua tahun.Tania sudah menikah dan sudah dikarunia putri berusia setahun. Sedangkan Tristan sedang menempuh S2 di Inggris dengan mengambil jurusan hubungan internasional. Tristan memang bercita-cita bekerja di kedutaan, makanya dia memilih jurusan itu.
Shaka masih bergelung nyaman di pangkuan sang ibu. Tingkahnya memang terkadang menggemaskan sekali. Mana ada, pria matang masih suka sekali bermanja-manja pada ibunya. Tolong salahkan saja Shaka. Salahkan kenapa di saat umur tiga puluhan, dia tidak mengikuti jejak para sahabatnya yaitu menikah dan mempunyai anak. Kalau saja Shaka mau mengikuti jejak Gilang dan Erik pasti kini pangkuan istri menjadi tempatnya berbagi dan perutnya akan menjadi dudukan bagi anaknya. Seperti yang dilakukan oleh Marchel pada Tania dan Michele pada perut Marchel."Makanya nikah sono, Bang! Ish, gak kasihan apa sama Ayah. Lihat tuh ekspresinya Ayah. Ayah cemburu tahu?" Tania menoleh ke arah Ari yang hanya dibalas Ari dengan kekehan."Biarain! Habis kalau Tristan pulang. pasti dia monopoli Bunda juga. Kalau sudah dikamar Bunda dimonopoli sama Ayah, jadi biarin abang monopoli Bunda sebentar. Iya kan, Bun?"Ajeng hanya tertawa renyah mendengar ucapan putra sulungnya."Ck. Das
Hampir satu bulan Safa tinggal di Purwokerto. Dia kini bekerja di salah satu sekolah taman kanak-kanak yang cukup terkenal. Safa pun memilih ngekost. Aslinya Tiara meminta Safa tinggal di rumahnya. Tetapi atas saran Gilang dan didukung oleh Safa, akhirnya Tiara membiarkan Safa ngekost."Aku tuh aslinya pengen kamu tinggal di rumahku. Tapi ....""Tapi akan banyak fitnah kalau aku tinggal di sana, Tiar. Ada Mas Gilang. Meski aku yakin Mas Gilang itu tipe suami setia dan aku pun gak berniat jadi pelakor tetapi namanya mulut orang kan kita gak tahu."Tiara mendesah. Memang benar apa yang diucapkan Safa. Terlalu beresiko jika Safa tinggal di rumahnya. Meski Tiara yakin kalau Gilang dan Safa tak mungkin berbuat macam-macam, tetapi namanya setan pasti selalu menggoda. Dan memang lebih baik seperti ini, Safa ngekost tetapi Tiara dan Safa masih bisa bertemu dan seringnya tanpa Gilang."Gak usah dipikir, aku baik-baik saja kok."Safa dan Tiara masih be
Tiara menggenggam tangan Safa penuh sayang. Safa berusaha tersenyum meski senyumnya terlihat terpaksa."Mau cerita gak? Siapa tahu aku bisa bantu kamu."Safa mengangguk."Dia datang bukan karena aku diperkosa atau karena aku mau. Aku sendiri bingung bagaimana bisa ngelakuin itu. Yang aku ingat, Fandi mengajakku ke acara temannya di puncak. Kami ketemu Dimas. Fandi sama Dimas hampir terlibat adu jotos. Aku memaksa Fandi pulang, tapi Fandi beralasan sudah malam. Akhirnya kami menginap tapi aku memaksa tidur di vila terpisah, Fandi awalnya menolak tapi akhirnya menerima usulku karena aku mengancam akan pulang sendiri. Dimas tiba-tiba datang, mengetuk pintu vila yang aku tempati. Bodohnya aku malah membukakan pintu. Dia minta waktu untuk bicara. Dia terus memaksaku agar kembali padanya. Aku gak mau. Dimas hampir cium aku tapi gak kejadian karena Fandi datang. Dimas mengamuk dan mengataiku wanita murahan. Dan mengejek Fandi dapat bekasnya dia. Mereka berkelahi, Fandi
"Iya, nanti Shaka jemput Bunda.""Kamu dimana?" Suara di seberang sana terdengar."Shaka baru selesai meeting sama klien, Bun.""Hati-hati, ya.""Iya. Assalamu'alaikum, Bunda.""Wa'alaikumsalam."Shaka segera menutup ponselnya. Dia berjalan menuju parkiran. Setelah menemukan mobilnya, Shaka masuk dan segera menutup pintu. Saat memakai sabuk pengamannya, Shaka menoleh ke sebelah kiri. Shaka tertegun, bayangan kejadian sebulan yang lalu kembali terlintas dalam benaknya.Shaka mendesah, ia sudah berusaha mencari siapa wanita yang menghabiskan satu malam penuh gelora bersamanya. Dia ingin bertanggung jawab karena sudah mengambil mahkotanya. Tetapi sampai hari ini hasilnya nihil. Detektif yang dia sewa belum menemukan titik terang siapa wanita itu. Wanita yang menjungkirbalikkan dunia Shaka. Wanita yang setiap malam membuat Shaka harus merelakan tubuhnya tersiram air dingin demi menetralkan panas tubuh akibat hasrat biologisnya.
Ajeng menatap sang putra dengan wajah khawatir begitu pun dengan Mbok Jum, sang asisten rumah tangga."Udah sele—""Hoek ... hoek."Ucapan Ajeng terhenti karena Shaka lagi-lagi muntah. Ajeng semakin khawatir dengan putranya."Kha ... kamu gak papa?"Shaka menggeleng dan masih memuntahkan isi perutnya."Mbok Jum, tolong bilangin Pak Yatno buat nyiapin mobil. Pokoknya aku mau bawa Shaka ke dokter.""Iya, Bu."Mbok Jum tergopoh-gopoh ke depan mencari Pak Yatno.Lima menit kemudian, Yatno datang dan langsung memapah Shaka menuju ke mobil. Shaka langsung dilarikan ke klinik langganan keluarga.Sampai di klinik, Shaka langsung diperiksa oleh Dr. Ismoyo."Gimana, Mas Is? Shaka kenapa?"Ismoyo adalah rekan sekaligus dokter langganan keluarga Ari. Dia menatap Ajeng dengan mimik bingung serta dahi mengerut."Gimana, Mas?""Anakmu gak papa. Gak ada masalah yang terjadi. Aku udah
Bruk!Shaka langsung merebahkan diri di sofa dalam ruang kerja Gilang. Gilang sendiri hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang sahabat yang baru saja sampai."Naik apa?""Biasa, kereta.""Kenapa gak mobil aja? Ajak sopirmu, jadi gak kecapean di jalan.""Malas, grab sama gojeg banyak kok. Eh, nanti aku pinjem mobilmu ya? Kamu pakai punya Tiara aja.""Ckckck. Kebiasaan."Shaka memilih rebahan dengan memiringkan tubuhnya ke arah punggung sofa sementara Gilang kembali bekerja. Hampir lima belas menit Gilang bekerja tanpa suara sementara Shaka sudah tertidur pulas di sofa.Ketukan di pintu ruangannya mengalihkan fokus Gilang."Masuk."Nita masuk bersama dengan lelaki paruh baya. Gilang tersenyum. Dia berdiri dan menyambut Farhan."Om.""Om gak ganggu, kan Lang?""Enggak, Om. Ayo duduk."Farhan menuju ke arah sofa. Dia tertegun. Bahkan kini Farhan terlihat mematung. Gilang ya
Menjalani kehidupan berumah tangga itu bagaikan naik roller coaster. Kadang naik, kadang turun, kadang landai lintasannya. Namun, semua itu selalu disyukuri oleh pasangan Shaka dan Safa. Meski terkadang keributan selalu ada tetapi mereka bersyukur, rasa cinta yang awalnya tak ada kini begitu tersemai membuat masing-masing tak pernah menyalahkan masa lalu mereka.Ya, meski pertemuan keduanya tidak baik hingga melakukan kesalahan fatal. Tetapi keduanya bertekad untuk menjalani rumah tangga dengan lebih baik. Safa yang selama ini selalu menganggap jika kisah percintaannya selalu berakhir tragis, akhirnya menemukan muara cintanya. Dia adalah Shaka. Lelaki baik yang mampu menjadikannya ratu di rumah. Meski kadang suaminya sedikit menyebalkan tetapi Safa tetap cinta. Orang kan gak ada yang sempurna termasuk dirinya. Asal dia jangan diduakan, itu sudah jadi harga mati.Dan Shaka yang selalu dibayangi kesalahan sang ayah, kini menemukan cintanya. Dia adalah Safa. Safa yang telah membuatnya ja
Hampir dua minggu Shaka dirawat setelah sadar dari komanya. Kini Shaka mulai berlatih berjalan dengan bantuan tongkat kruk. Selama seminggu sekali dia harus kontrol hingga pada bulan ketiga setelah dia sadar, Shaka sudah bisa berjalan dengan lancar meski kadang-kadang masih merasakan nyeri pada kaki yang pernah terluka.Hari ini, adalah hari persidangan akhir dari Firman untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Amanda dan calon suaminya. Shaka datang bersama Safa, Ajeng, Ari, Revan, Gilang, Erik dan Radit.Sidang berjalan lancar karena Firman sepertinya sudah pasrah. Setelah pembacaan putusan sidang, hakim kepala mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Shaka menemui Firman. Firman menatap Shaka dengan penuh amarah."Puas kamu. Puas kalian?!" teriaknya dari balik kursi roda. Cedera kaki Firman lebih parah dari Shaka sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan.Firman terus mengumpati Shaka namun balasan Shaka adalah sebuah pelukan. Membuat Firman terdiam. Bahk
Shaka membuka matanya. Ternyata dia berada di sebuah taman yang indah. Shaka mengelilingi taman guna mencari seseorang yang bisa dia tanyai. Shaka merasa heran. Dia merasa asing dengan tempat yang dia datangi saat ini."Aku dimana? Bukannya aku kecelakaan. Safa mana?"Shaka terus saja berkeliling hingga tatapannya tertuju pada sosok lelaki yang sedang duduk di bawah pohon rindang dengan memangku seorang gadis kecil. Shaka berjalan ke arahnya. "Pak maaf. Apa Ba—"Lelaki yang dipanggil oleh Shaka mendongakkan wajah lalu tersenyum. Shaka sendiri hanya bisa mengatupkan bibirnya. Cukup lama Shaka berada dalam keterdiaman pun lelaki tua di depannya dan sosok gadis cilik yang dengan santai bergelayut manja pada pangkuan sang kakek."Kakek, aku rindu Mamah.""Iya sayang, ayok kita temui ibumu."Lelaki itu berdiri, dia menggenggam tangan si gadis cilik, bersama-sama keduanya berbalik. Baru tiga langkah kedua pasangan itu melangkah namun dicegah oleh Shaka."Tunggu. Kalian mau kemana?"Lelaki
Revan menatap sinis pada Bayu dan Farhan. Mereka semua dipanggil ke kantor polisi terkait peristiwa tabrak lari yang dialami Shaka dan Safana. Polisi sudah menindaklanjuti laporan Revan, bahkan bukti-bukti sudah sampai di hadapan penyidik. Revan tentu saja tersenyum puas. Sudah bisa dipastikan dua orang itu akan di penjara setelah keluar dari rumah sakit. Revan sudah mendapatkan kabar jika Firman sudah sadar. Dan itu bagus. Polisi jadi bisa langsung menindak si biang onar."Jadi begitulah, Pak Farhan dan Pak Bayu. Semua bukti mengarah pada Saudara Firman terkait kecelakaan yang dialami Saudara Shaka dan istrinya. Dan satu hal lagi. Pihak kepolisian Surabaya sudah berhasil menangkap Saudara Hari. Saudara Hari sudah memberikan keterangan sejelas-jelasnya perihal kematian Saudari Amanda dan calon suaminya. Dan tentu saja, Pak Farhan pasti paham maksud saya."Sang penyelidik berhenti bicara. Dia sengaja menjeda kalimatnya. Farhan hanya bisa menunduk pasrah."Iya Pak.""Kami akan terus me
Ajeng sedang menangis di bahu sang suami. Pun dengan Andini. Dia bahkan sempat pingsan saat mendengar anak dan menantunya mengalami musibah.Revan yang baru datang bersama Alif langsung menuju TKP. Kini, keduanya sedang mendengarkan kronologi kejadian yang menimpa adiknya dari salah satu petugas."Tabrak lari?" tanya Revan."Iya, Pak. Berdasarkan rekaman CCTV, di sekitar jalan yang dilewati Ibu Safa dan Pak Shaka, terekam jelas jika mobil sempat berhenti lalu tiba-tiba melaju kencang saat kedua korban hendak menyeberang.""Kurang ajar. Plat nomernya bisa dilacak?""Sedang dilacak, Pak. Kebetulan plat nomernya terbaca di CCTV. Beberapa korban yang lain juga sempat memotretnya."Revan manggut-manggut. Sang polisi pamit untuk kembali bertugas. Sementara Revan dan Alif segera masuk ke rumah sakit dan segera menuju ruang IGD rumah sakit Bunda Kasih."Pah, Mah. Om, Tante. Gimana Safa sama Shaka?"Andini langsung memeluk putranya. Dia menceritakan kondisi Safa dan Shaka."Keponakanku gimana?
Firman melempar ponselnya dengan keras. Beruntung ponselnya adalah ponsel mahal sehingga tahan banting. Dia marah karena lagi-lagi akan masuk ke dalam penjara. Pasal yang ditujukan padanya saat ini adalah pencemaran nama baik, pelaku video mesum dan penyebarnya. Sementara Diana yang duduk di sofa apartemennya hanya bisa menunduk. Dia pun akan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelaku video mesum."Argh. Pengacara yang disewa kamu itu kenapa bisa kalah? Kamu bilang dia salah satu pengacara terbaik. Kenapa bisa kalah?""A-aku gak tahu.""Arghhhh!"Firman membanting apa saja yang ada di apartemennya. Diana sendiri lebih memilih diam. Sesekali mengelus perutnya. Ponsel Firman kembali berdering. Dengan malas-malasan dia berjalan menuju dimana ponselnya tergeletak. Nama yang tertera di layar membuat Firman mengernyit, dia segera mengangkat ponselnya."Hai, Bro. Ada a—""Polisi sudah menemukan bukti keterlibatan kamu dalam kematian Amanda dan calon suaminya. Oran
Safa kaget ketika membuka pintu. Tampaklah Diana yang tersenyum sendu ke arah Safa."Diana.""Hai, Fa. Boleh aku masuk?"Sebelum Safa berkata terdengar suara sang ibu mertua yang menanyakan siapa yang datang."Siapa Fa?"Ajeng mendekat ke arah pintu. Saat tahu siapa tamu yang datang, wajah Ajeng yang awalnya terlihat ceria menjadi berubah. Ada rasa tak suka yang tak bisa dia sembunyikan."Hai, Tante Ajeng. Apa kabar?" Diana berusaha berbasa-basa."Baik. Ada keperluan apa kamu ke sini, Diana?" Ajeng langsung bertanya to the point."Diana cuma mau minta maaf, Tante.""Kami sudah melupakan semuanya, jadi kamu tak perlu minta maaf lagi.""Tapi Diana sungguh menyesal, Tante. Diana merasa belum lega kalau belum meminta maaf.""Tidak perlu. Cukup kamu jangan lagi muncul dalam kehidupan kami, terutama kehidupan Shaka dan Safa. Itu sudah lebih dari cukup. Kami tak meminta lebih."Diana hanya bisa tersenyum sendu. Tatapannya mengarah pada Safa yang berdiri tak jauh dari dia."Maafkan aku, Fa.
Safa berhenti, dia membungkuk untuk mengambil botol susu milik seorang anak yang terjatuh."Ini, Mbak botol susunya.""Iya, makasih Mbak. Maaf tadi saya— Safa."Mariana menatap kaget ke arah Safa, pun dengan Safa. Keduanya tak sengaja bertemu di sebuah mall. Semenjak hamil besar, Safa memang sering bolak balik ke toilet. Pun kali ini. Namun, dalam perjalanan kembali dari toilet, dia melihat seorang ibu yang sedang kesusahan membawa barang belanjaan sambil menggendong anaknya. Sang bayi menangis meminta susu. Sang ibu pun memberinya dengan sedikit kesusahan karena bayinya bergerak terlalu kencang hingga botol susu yang hendak Mariana serahkan malah terjatuh.Kedua mantan sahabat hanya saling terdiam. Safa yang pertama sadar, karena mendengar suara tangisan bayi."Lapar ya? Ini."Safa membantu sang bayi dengan mengarahkan ujung dot pada mulutnya. Sebelumnya Safa sudah membersihkan ujung dot dengan tissue yang ada dalam tasnya. Sang bayi yang sudah menemukan sumber makanannya berhenti m
Plak! Sebuah tamparan keras Farhan layangkan untuk Firman. Dia menatap putranya penuh amarah. Marisa yang melihat sang anak ditampar hanya bisa menjerit sementara Firman mengelus pipinya dengan amarah pula."Mau sampai kapan kamu kayak gini hah? Belum puas kamu dulu menghamili Desty dan Amanda. Lalu ini apa? Kamu menghamili dua wanita sekaligus."Farhan membanting foto-foto Firman sedang beradegan mesra dengan dua wanita. Yang satu bernama Laila, sekretaris Firman saat ini. Sementara satunya lagi adalah Diana."Orang tua Laila, minta kamu nikahin dia. Ayah Diana juga minta kamu bertanggung jawab. Pokoknya papah gak mau tahu. Kamu harus nikahin keduanya." Farhan masih menatap putranya dengan raut murka."Kenapa marah? Firman kan ngikutin jejak Papah. Bukannya Papah juga gitu, selingkuh sama Mamah."Plak. Tamparan lagi-lagi mampir di pipi Firman."Tapi papah hanya khilaf sekali. Setelah itu, papah menyesal dan papah bertaubat. Tapi kamu! Kamu malah menjadikan Diana alat untuk memfitna