Bruk!
Shaka langsung merebahkan diri di sofa dalam ruang kerja Gilang. Gilang sendiri hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang sahabat yang baru saja sampai.
"Naik apa?"
"Biasa, kereta."
"Kenapa gak mobil aja? Ajak sopirmu, jadi gak kecapean di jalan."
"Malas, grab sama gojeg banyak kok. Eh, nanti aku pinjem mobilmu ya? Kamu pakai punya Tiara aja."
"Ckckck. Kebiasaan."
Shaka memilih rebahan dengan memiringkan tubuhnya ke arah punggung sofa sementara Gilang kembali bekerja. Hampir lima belas menit Gilang bekerja tanpa suara sementara Shaka sudah tertidur pulas di sofa.
Ketukan di pintu ruangannya mengalihkan fokus Gilang.
"Masuk."
Nita masuk bersama dengan lelaki paruh baya. Gilang tersenyum. Dia berdiri dan menyambut Farhan.
"Om."
"Om gak ganggu, kan Lang?"
"Enggak, Om. Ayo duduk."
Farhan menuju ke arah sofa. Dia tertegun. Bahkan kini Farhan terlihat mematung. Gilang ya
"Aaaaa."Brak!Suara motor yang menabrak pembatas jalan menggema membuat beberapa orang yang berada di sekitar berlari menghampiri."Woi! Kalau mau mati, jangan di depanku!" bentak si pengendara motor.Dia mencak-mencak akibat terjatuh karena berusaha menghindari tabrakan. Tetapi nahas, motornya malah menghantam pembatas jalan mana rusak lagi di bagian depan.Safa sendiri tampak ketakutan di dalam dekapan seseorang. Beruntung Shaka bisa berlari cepat dan menyambar Safa tepat waktu."Hei, udah belum pelukannya! Ini gimana sama motorku?!" bentak si pengendara.Shaka yang sudah bisa mengendalikan diri menatap Safa dan mengecek keadaan Safa."Kamu gak papa?"Safa hanya diam, tubuhnya masih menggigil. Refleks Shaka berdiri menyamping dan memeluk bahu Safa. Shaka lalu menatap pengendara motor."Maaf ya Mas. Nanti semua kerusakan saya ganti.""Tanggung jawab! Aku minta duitnya sekarang?""Oke, kita selesaik
Gilang menatap geli sahabat jomblo karatan di depannya. Shaka sedang menikmati makanan dengan sangat lahap. Meski ada beberapa luka lebam di sekitar wajah, sepertinya Shaka tak peduli. Dia terlalu sibuk menikmati makanannya."Laper, Bos.""Banget, udah lama rasanya aku gak makan seenak ini.""Ckckck. Tadi aku baru jotos kamu lima kali, masih kurang lima. Sekarang ya?"Shaka menghentikan makannya dia menatap Gilang dengan mimik memelas."Plis, biarin aku makan dulu. Laper tahu. Tiga bulan ini aku gak bisa makan enak. Apa-apa dikeluarkan. Gak lihat apa kamu? Aku sekarang kurus banget."Gilang tertawa melihat muka memelas Shaka, iya sih memang Shaka kini kurusan, mana jambang sama model rambutnya panjang bener."Habis ini potong rambut sama rapiin jambang sana!""Pasti."Shaka kembali memakan makanannya."Habis itu, aku pukul kamu lagi. Kan kamu masih utang lima bogeman dari aku."Shaka mendengkus keras.
Safa sedang duduk di ruang tengah sambil sesekali memijit pundak kirinya. Tiba-tiba ada tangan lain melakukan hal yang sama membuat Safa berjingkat karena kaget.Safa tiba-tiba menjadi kikuk."G-gak u-sah, a-aku bisa sendiri.""Udah diem aja, kan kamu capek juga gara-gara aku.""Tapi ....""Udah. Diem! Nurut aja."Shaka memijat pundak sampai bahu kiri Safa kemudian dilanjutkan ke bahu sebelah kanan. Safa hanya diam menikmati pijatan Shaka yang rasanya nyaman. Cukup lama Shaka memijat pundak Safa, membuat Safa merasa nyaman bahkan sedikit mengantuk."Udah enakan?""Eh. U-udah.""Beneran?""Iya."Shaka duduk di samping Safa. Keduanya duduk di sofa panjang. Safa otomatis menggeser duduknya membuat Shaka melirik tajam kemudian terkekeh."Gak usah takut. Maaf, kemarin aku spontan cium kamu. Aku khilaf. Maaf ya untuk semuanya. Dan untuk kejadian di puncak. Aku beneran gak bermaksud jahat sama kamu. Tapi te
Safa membuka pintu dan kaget mendapati Shaka yang berada di depannya. Matanya yang bulat melotot mengamati Shaka yang kali ini terlihat sangat tampan. Rambutnya sudah dicukur rapi, jambangnya sudah dicukur juga sehingga menampilkan bentuk rahangnya yang tegas."Hai, assalamu'alaikum calon istriku." Shaka mengulas sebuah senyum.Safa terpesona dengan senyuman Shaka. Tanpa dia sadari bibirnya sedikit terbuka menampilkan sosok wanita polos yang baru pertama kalinya melihat lelaki tampan. Shaka mendesah, dia mencoba mengalihkan pandangan. Kalau menuruti kata hati, ingin sekali Shaka mendaratkan bibirnya di atas bibir Safa seperti kejadian dua hari yang lalu. Tetapi Shaka sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa lebih mengontrol diri dan tak ingin melakukan kekhilafan sebelum mereka berdua menjadi halal."Ekhem, aku seneng kamu natap aku kayak gitu. Itu artinya kamu terpesona sama ketampananku, tapi please jangan kamu pasang mimik kayak gitu, Fa. Ma
Ketukan di pintu membuat Atun dan Safa yang sedang beristirahat selepas sholat ashar saling melirik."Siapa Mbok?""Mas Shaka?""Kan baru sejam yang lalu dari sini, Mbok. Masa ke sini lagi?""Siapa tahu, Mbak. Kan mungkin kangen," goda Atun membuat Safa tersipu malu."Ish, Mbok Atun ini. Seneng banget godain Safa.""Hehehe. Mbok buka dulu ya, Mbak.""Iya."Atun segera membuka pintu, dia sedikit terkejut melihat Revan yang datang bersama Alif. Dan tanpa salam atau pun senyum, Revan langsung menerobos masuk."Eh eh eh, kalian siapa? Kok main nyelonong sih?!" Atun berusaha menghalangi langkah Revan dan Alif namun gagal. Safa sendiri segera menghampiri Atun karena mendengar teriakannya.Safa tertegun, dia menghentikan langkahnya sementara Revan melangkah angkuh menuju ke arah Safa."Sepertinya ada yang bilang lagi kuliah. Kenapa kamu ada di sini ya?" Revan berkata dengan nada sinis."Mas Revan?" Safa ber
Genggaman tangan yang kuat serta tatapan hangat dari si pemilik mata tajam di depannya, membuat Safa merasa berbunga-bunga. Kini dia sedang tiduran di bangsal perawatan kelas VIP."Kenapa gak diobatin?""Gampang nanti.""Sekarang aja, bibir kamu berdarah. Mukamu juga lebam-lebam gitu.""Gak papa. Cowok harus tahan banting."Safa tertawa lalu dia melepas tangan kanannya dan membelai wajah Shaka dengan lembut. Shaka kembali memegang tangan Safa dengan tangan kirinya. Sesekali memiringkan wajah guna mengecupi tangan Safa. Sungguh sangat manis. Keduanya masih asik menikmati elusan dan kecupan hingga keromantisan keduanya terhenti karena suara deheman seseorang.Shaka langsung berdecak sinis sedangkan si pengganggu tak kalah narsis."Gimana keadaanmu?""Udah mendingan, Mas.""Aku udah tanya dokter, katanya kamu bisa pulang besok. Nanti kita ....""Safa nanti sama aku. Keluargaku punya rumah di Purwokerto jadi kal
Safa sudah berada di bawah selimut dengan aman. Sementara Shaka masih di sisi ranjang dan mengusap-usap perutnya. Lama kelamaan Safa merasa mengantuk lalu tertidur. Shaka mencium kening Safa lembut lalu ikut menaruh kepalanya di ranjang sebelah kiri Safa. Shaka memandang Safa yang sudah terlelap dengan perasaan hangat. Ada yang berdesir di dada Shaka melihat bagaimana cantiknya Safa. "Aku bersyukur ketemu kamu, Fa. Mungkin kamu gak percaya. Tapi aku udah jatuh cinta sama kamu. Memang kesannya terlalu cepat tapi itulah yang kurasakan." Shaka mengangkat kepalanya kemudian mengecup kembali kening Safa lembut. "Selamat tidur istri masa depanku. Tetap sehat ya anakku. Papah sama mamah sayang kamu, Nak." Kini giliran perut Safa yang dikecup mesra oleh Shaka. Shaka lalu merebahkan kepalanya lagi, membaca doa lalu mencoba memejamkan mata. Sepuluh menit kemudian Shaka benar-benar tertidur sambil menggenggam tangan Safa. Kedua calon orang tua yang l
"Jadi Mamah udah nikah sama Om Han?""Iya.""Alasan Mamah ke Surabaya juga karena Om Han?""Iya. Kami menikah dua minggu setelah masa Iddah mamah selesai. Sayang kamu gak dateng.""Hehehe. Maaf ya, Mah.""Gak papa."Safa dan Andini kini sedang berada di kamar Safa, di villa yang biasa di tempati Safa selama tiga bulan ini.Tiga hari setelah dirawat intensif, Safa bisa pulang. Dia memilih kembali ke villa bersama Andini, Handoyo dan Revan. Shaka sendiri sempat protes namun akhirnya pasrah begitu mendengar nasehat Handoyo yang begitu bijak dengan pembawaan penuh wibawa. Shaka merasa segan jadi akhirnya dia mengalah."Sepertinya hubungan kalian tampak mesra."Safa hanya bisa tersipu malu. Andini sendiri terkekeh melihat tingkah Safa."Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, Sayang.""Amin."****"Assalamualaikum, calon istrinya Shaka."Safa terkejut mendapati Shaka berada di pintu dap
Menjalani kehidupan berumah tangga itu bagaikan naik roller coaster. Kadang naik, kadang turun, kadang landai lintasannya. Namun, semua itu selalu disyukuri oleh pasangan Shaka dan Safa. Meski terkadang keributan selalu ada tetapi mereka bersyukur, rasa cinta yang awalnya tak ada kini begitu tersemai membuat masing-masing tak pernah menyalahkan masa lalu mereka.Ya, meski pertemuan keduanya tidak baik hingga melakukan kesalahan fatal. Tetapi keduanya bertekad untuk menjalani rumah tangga dengan lebih baik. Safa yang selama ini selalu menganggap jika kisah percintaannya selalu berakhir tragis, akhirnya menemukan muara cintanya. Dia adalah Shaka. Lelaki baik yang mampu menjadikannya ratu di rumah. Meski kadang suaminya sedikit menyebalkan tetapi Safa tetap cinta. Orang kan gak ada yang sempurna termasuk dirinya. Asal dia jangan diduakan, itu sudah jadi harga mati.Dan Shaka yang selalu dibayangi kesalahan sang ayah, kini menemukan cintanya. Dia adalah Safa. Safa yang telah membuatnya ja
Hampir dua minggu Shaka dirawat setelah sadar dari komanya. Kini Shaka mulai berlatih berjalan dengan bantuan tongkat kruk. Selama seminggu sekali dia harus kontrol hingga pada bulan ketiga setelah dia sadar, Shaka sudah bisa berjalan dengan lancar meski kadang-kadang masih merasakan nyeri pada kaki yang pernah terluka.Hari ini, adalah hari persidangan akhir dari Firman untuk kasus pembunuhan berencana terhadap Amanda dan calon suaminya. Shaka datang bersama Safa, Ajeng, Ari, Revan, Gilang, Erik dan Radit.Sidang berjalan lancar karena Firman sepertinya sudah pasrah. Setelah pembacaan putusan sidang, hakim kepala mengetuk palu sebagai tanda berakhirnya sidang. Shaka menemui Firman. Firman menatap Shaka dengan penuh amarah."Puas kamu. Puas kalian?!" teriaknya dari balik kursi roda. Cedera kaki Firman lebih parah dari Shaka sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhan.Firman terus mengumpati Shaka namun balasan Shaka adalah sebuah pelukan. Membuat Firman terdiam. Bahk
Shaka membuka matanya. Ternyata dia berada di sebuah taman yang indah. Shaka mengelilingi taman guna mencari seseorang yang bisa dia tanyai. Shaka merasa heran. Dia merasa asing dengan tempat yang dia datangi saat ini."Aku dimana? Bukannya aku kecelakaan. Safa mana?"Shaka terus saja berkeliling hingga tatapannya tertuju pada sosok lelaki yang sedang duduk di bawah pohon rindang dengan memangku seorang gadis kecil. Shaka berjalan ke arahnya. "Pak maaf. Apa Ba—"Lelaki yang dipanggil oleh Shaka mendongakkan wajah lalu tersenyum. Shaka sendiri hanya bisa mengatupkan bibirnya. Cukup lama Shaka berada dalam keterdiaman pun lelaki tua di depannya dan sosok gadis cilik yang dengan santai bergelayut manja pada pangkuan sang kakek."Kakek, aku rindu Mamah.""Iya sayang, ayok kita temui ibumu."Lelaki itu berdiri, dia menggenggam tangan si gadis cilik, bersama-sama keduanya berbalik. Baru tiga langkah kedua pasangan itu melangkah namun dicegah oleh Shaka."Tunggu. Kalian mau kemana?"Lelaki
Revan menatap sinis pada Bayu dan Farhan. Mereka semua dipanggil ke kantor polisi terkait peristiwa tabrak lari yang dialami Shaka dan Safana. Polisi sudah menindaklanjuti laporan Revan, bahkan bukti-bukti sudah sampai di hadapan penyidik. Revan tentu saja tersenyum puas. Sudah bisa dipastikan dua orang itu akan di penjara setelah keluar dari rumah sakit. Revan sudah mendapatkan kabar jika Firman sudah sadar. Dan itu bagus. Polisi jadi bisa langsung menindak si biang onar."Jadi begitulah, Pak Farhan dan Pak Bayu. Semua bukti mengarah pada Saudara Firman terkait kecelakaan yang dialami Saudara Shaka dan istrinya. Dan satu hal lagi. Pihak kepolisian Surabaya sudah berhasil menangkap Saudara Hari. Saudara Hari sudah memberikan keterangan sejelas-jelasnya perihal kematian Saudari Amanda dan calon suaminya. Dan tentu saja, Pak Farhan pasti paham maksud saya."Sang penyelidik berhenti bicara. Dia sengaja menjeda kalimatnya. Farhan hanya bisa menunduk pasrah."Iya Pak.""Kami akan terus me
Ajeng sedang menangis di bahu sang suami. Pun dengan Andini. Dia bahkan sempat pingsan saat mendengar anak dan menantunya mengalami musibah.Revan yang baru datang bersama Alif langsung menuju TKP. Kini, keduanya sedang mendengarkan kronologi kejadian yang menimpa adiknya dari salah satu petugas."Tabrak lari?" tanya Revan."Iya, Pak. Berdasarkan rekaman CCTV, di sekitar jalan yang dilewati Ibu Safa dan Pak Shaka, terekam jelas jika mobil sempat berhenti lalu tiba-tiba melaju kencang saat kedua korban hendak menyeberang.""Kurang ajar. Plat nomernya bisa dilacak?""Sedang dilacak, Pak. Kebetulan plat nomernya terbaca di CCTV. Beberapa korban yang lain juga sempat memotretnya."Revan manggut-manggut. Sang polisi pamit untuk kembali bertugas. Sementara Revan dan Alif segera masuk ke rumah sakit dan segera menuju ruang IGD rumah sakit Bunda Kasih."Pah, Mah. Om, Tante. Gimana Safa sama Shaka?"Andini langsung memeluk putranya. Dia menceritakan kondisi Safa dan Shaka."Keponakanku gimana?
Firman melempar ponselnya dengan keras. Beruntung ponselnya adalah ponsel mahal sehingga tahan banting. Dia marah karena lagi-lagi akan masuk ke dalam penjara. Pasal yang ditujukan padanya saat ini adalah pencemaran nama baik, pelaku video mesum dan penyebarnya. Sementara Diana yang duduk di sofa apartemennya hanya bisa menunduk. Dia pun akan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pelaku video mesum."Argh. Pengacara yang disewa kamu itu kenapa bisa kalah? Kamu bilang dia salah satu pengacara terbaik. Kenapa bisa kalah?""A-aku gak tahu.""Arghhhh!"Firman membanting apa saja yang ada di apartemennya. Diana sendiri lebih memilih diam. Sesekali mengelus perutnya. Ponsel Firman kembali berdering. Dengan malas-malasan dia berjalan menuju dimana ponselnya tergeletak. Nama yang tertera di layar membuat Firman mengernyit, dia segera mengangkat ponselnya."Hai, Bro. Ada a—""Polisi sudah menemukan bukti keterlibatan kamu dalam kematian Amanda dan calon suaminya. Oran
Safa kaget ketika membuka pintu. Tampaklah Diana yang tersenyum sendu ke arah Safa."Diana.""Hai, Fa. Boleh aku masuk?"Sebelum Safa berkata terdengar suara sang ibu mertua yang menanyakan siapa yang datang."Siapa Fa?"Ajeng mendekat ke arah pintu. Saat tahu siapa tamu yang datang, wajah Ajeng yang awalnya terlihat ceria menjadi berubah. Ada rasa tak suka yang tak bisa dia sembunyikan."Hai, Tante Ajeng. Apa kabar?" Diana berusaha berbasa-basa."Baik. Ada keperluan apa kamu ke sini, Diana?" Ajeng langsung bertanya to the point."Diana cuma mau minta maaf, Tante.""Kami sudah melupakan semuanya, jadi kamu tak perlu minta maaf lagi.""Tapi Diana sungguh menyesal, Tante. Diana merasa belum lega kalau belum meminta maaf.""Tidak perlu. Cukup kamu jangan lagi muncul dalam kehidupan kami, terutama kehidupan Shaka dan Safa. Itu sudah lebih dari cukup. Kami tak meminta lebih."Diana hanya bisa tersenyum sendu. Tatapannya mengarah pada Safa yang berdiri tak jauh dari dia."Maafkan aku, Fa.
Safa berhenti, dia membungkuk untuk mengambil botol susu milik seorang anak yang terjatuh."Ini, Mbak botol susunya.""Iya, makasih Mbak. Maaf tadi saya— Safa."Mariana menatap kaget ke arah Safa, pun dengan Safa. Keduanya tak sengaja bertemu di sebuah mall. Semenjak hamil besar, Safa memang sering bolak balik ke toilet. Pun kali ini. Namun, dalam perjalanan kembali dari toilet, dia melihat seorang ibu yang sedang kesusahan membawa barang belanjaan sambil menggendong anaknya. Sang bayi menangis meminta susu. Sang ibu pun memberinya dengan sedikit kesusahan karena bayinya bergerak terlalu kencang hingga botol susu yang hendak Mariana serahkan malah terjatuh.Kedua mantan sahabat hanya saling terdiam. Safa yang pertama sadar, karena mendengar suara tangisan bayi."Lapar ya? Ini."Safa membantu sang bayi dengan mengarahkan ujung dot pada mulutnya. Sebelumnya Safa sudah membersihkan ujung dot dengan tissue yang ada dalam tasnya. Sang bayi yang sudah menemukan sumber makanannya berhenti m
Plak! Sebuah tamparan keras Farhan layangkan untuk Firman. Dia menatap putranya penuh amarah. Marisa yang melihat sang anak ditampar hanya bisa menjerit sementara Firman mengelus pipinya dengan amarah pula."Mau sampai kapan kamu kayak gini hah? Belum puas kamu dulu menghamili Desty dan Amanda. Lalu ini apa? Kamu menghamili dua wanita sekaligus."Farhan membanting foto-foto Firman sedang beradegan mesra dengan dua wanita. Yang satu bernama Laila, sekretaris Firman saat ini. Sementara satunya lagi adalah Diana."Orang tua Laila, minta kamu nikahin dia. Ayah Diana juga minta kamu bertanggung jawab. Pokoknya papah gak mau tahu. Kamu harus nikahin keduanya." Farhan masih menatap putranya dengan raut murka."Kenapa marah? Firman kan ngikutin jejak Papah. Bukannya Papah juga gitu, selingkuh sama Mamah."Plak. Tamparan lagi-lagi mampir di pipi Firman."Tapi papah hanya khilaf sekali. Setelah itu, papah menyesal dan papah bertaubat. Tapi kamu! Kamu malah menjadikan Diana alat untuk memfitna