Share

3. Penawar

Penulis: Rat!hka saja
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-14 01:45:16

“Aku tahu itu Jendral. Selain jurnal itu, ada sebuah petunjuk dan mungkin bisa jadi harapan. Tanaman Udambara. Tanaman langka itu pernah sekali disebut Ratu Aruna bisa menjadi penawar segala macam racun. Setetes dari ekstraknya bisa menetralkan racun hanya dalam waktu sehari semalam saja. Aku tidak tahu bagaimana bentuk rupa tanaman itu. Tapi Ratu Aruna menangis memohon pada Yang Mulia Raja Arsyad untuk mengirim banyak jendral untuk mencari tanaman itu ketika Ratu Zara keracunan dan terpaksa melahirkan Pangeran Ibram sebelum waktu kelahirannya.”

Rangakain kaliamat itu terus saja terngiang di telinga Ibram. Mengusik batin dan ketenangannya. Berkali-kali dalam hati mempertanyakah benar atau tidak.

“Ada seseorang yang berniat menggulingkan Raja Arsyad, tapi Ratu Aruna melakukan pertukaran dengan orang itu dengan meninggalkan kerajaan, suami dan juga kedua putranya. Ratu Aruna tahu pelaku yang sudah meracuni Ratu Zara. Demi membuat orang itu berhenti melakukan kejahatannya, dia pun berpura-pura mati. Tapi sebenarnya ia masih hidup dan bertahan mencari obat untuk Pangeran Ibram yang masih memiliki racun dalam tubuhnya.”

Kata orang, kejahatan itu pintu menuju kehancuran. Saat seseorang terjebak dan kembali dengan sengaja melakukan kesalahan, maka ia sedang masuk ke sangkar penyesalan. Sangkar yang akan membawanya jatuh ke jurang neraka. Penderitaan dunia yang sulit digambarkan dengan kata-kata namun konon bisa diungkapkan dengan air mata.

“Maka temui Ibu Suri Sanjana. Dia adalah saksi saat Pangeran Ibram dilahirkan. Dialah yang membantu Ratu Aruna. Katakan padanya, apa yang aku ceritakan tadi Jendral. Kau bisa melihat reaksinya dan mengetahui kejujuranku. Pangeran kecil itu berteriak tapi justru dianggap perusuh. Orang-orang tidak mempercayainya dan malah nekat meminumnya. Sialnya aku dijebak dengan menukar racun semula dengan racun buatanku. Itulah alasan mengapa aku tahu reaksi tubuh Pangeran Ibram.”

Ibram teringat kala pria tua itu memukul dadanya berkali-kali menahan sesak dan sakit tak kasat mata. Penyesalan dua dekade yang menyelimuti tentu saja akan menjadi tekanan yyang menyiksa. Itulah mengapa dirinya tidak pernah setuju dengan hukuman mati. Ia lebih puas melihat lawannya mati tersiksa di hati dan kehilangan harapan dibandingkan berhenti bernapas.

Pangeran Ibram memasuki gerbang rumah sakit istana. Di tangannya sudah ada jurnal racun Ratu Aruna. Sesuatu yang membuat pengasuhnya nyaris pingsan mengetahui siapa pemilik benda itu. Bukan rahasia lagi bagi penduduk Kerajaan Akhtaran jika mereka bersinggungan dengan Ratu Aruna maka akan diintrogasi di pusat pelatihan pasukan Pangeran Ibram, bukan kantor kepolisian kerajaan. Tempat yang sangat dihindari. Jika terbukti bersalah, maka keputusan akhir adalah menjadi penghuni penjara lembah. Langkah Pangeran Ibram bergegas menuju pusat pembuatan obat dan di sana ia melihat tabib paling senior. Pengawal pribadinya memang tidak perlu diragukan untuk membawa pria tua sombong itu kembali dari tempat pribadinya di tengah hutan.

“Ada apa Pangeran Mahkota datang ke tempat ini?” tanyanya tanpa menoleh dan masih sibuk dengan ramuan obatnya.

“Menemui tabib senior yang sombong. Aku tidak punya banyak waktu. Di mana aku bisa menemukan tanaman Udambara?” Pangeran Ibram duduk tepat di hadapannya dan sudut bibirnya berkedut menahan senyum melihat pria tua di hadapannya bergeming.

“Yang Mulia Putra Mahkota, apa muridku yang memberitahukan hal itu? Tabib pribadimu itu pasti sudah putus asa sehingga memberitahumu rumor tanaman itu,” ujarnya kembali menuang potongan halus akar wangi ke dalam panci keramik, “Aku dengar demi mendapatkan penawarnya, kau bersedia menimba kawah gunung ataupun menyelam ke dasar laut.”

“Bukan muridmu yang memberitahuku, tapi tabib mendiang Raja Arsyad,” ucap Pangeran Ibram merogoh sakunya dan mengeluarkan buku kecil selebar telapak tangannya. Jurnal dengan sampul bunga matahari yang membuat pria tua di hadapannya itu terbelalak.

“Dari mana kau menemukan jurnal ini? Apa kau bertemu pemiliknya?”

“Tidak penting aku bertemu Ratu Aruna atau tidak. Aku mendapatkannya dengan penukaran sebuah lahan makam. Tidak sulit jadi aku kabulkan. Aku sudah meminjamkan benda berharga itu atas izin yang mulia Raja. Ada kertas khusus yang terselip di jurnal itu dan aku melihat nama anda tertulis di sana. Aku hanya akan menujukkannya jika pertanyaanku dijawab.” Abram menunjukkan telapak tangan kanannya.

“Aku tidak tertarik.”

“Sungguh? Bagaimana dengan salinan lengkap buku itu disertai cap Raja? Bukankah itu berarti anda akan punya hak untuk mempelajarinya lebih jauh?” Penawaran Pangeran Ibram nyatanya sulit ditolak. Tabib mana yang tidak ingin menginginkan salinan dari catatan langka itu? Ingin rasanya tabib tua itu mencakar pangeran yang tersenyum menyebalkan di hadapannya itu.

“Kita mulai. Di mana aku bisa menemukan tanaman Udambara? Bagiamana bentuk tanaman itu? Siapa saja yang kira-kira memiliki tanaman itu? Berapa banyak yang dibutuhkan untuk dosis penawarnya? Apa yang sebanding untuk pertukarannya?” tanya Pangeran Ibram sambil menurunkan satu persatu jari tangannya yang mewakili setiap pertanyaannya.

Tabib tua yang merupakan tabib paling senior di kerajaan itu pun menjawab satu persatu pertanyaan Ibram. Jawaban yang menurut Ibram sama sekali tidak memuaskan. Ia sudah meminta pada sarjana akademi untuk mencari tahu tanaman itu sejak subuh tadi saat ia kembali dari penjara lembah.

Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Suasana di tempat latihan pengawal dan prajurit istana menjadi sepi karena semua sibuk di posisi darurat masing-masing. Perpustakaan yang biasanya tenang kini seramai pasar karena dipenuhi para sarjana yang sibuk mencari data. Ibram meregangkan otot tubuhnya. Pikirannya seperti benang kusut dan perlahan harus ia jabarkan untuk menyusun rencana lalu bergerak secepatnya.

 “Tanaman itu tidak ada yang tahu ada di mana Yang Mulia. Rumor yang beredar hanya tumbuh sekali dalam puluhan atau mungkin ratusan tahun. Bahkan banyak yang mengatakan jika tanaman itu hanya ada di daerah kutub. Butuh waktu beberapa bulan untuk tiba di sana dengan kapal terbaik milikmu. Bukankah terakhir kali kau ke sana, butuh waktu bertahun-tahun kau kembali? Tanaman itu berwarna putih hingga kuning pucat, seperti jamur kecil yang bisa tumbuh melekat di benda apapun. Batangnya seperti kumpulan benang halus dan di puncaknya seperti ada tetesan air. Aku belum pernah melihatnya langsung, namun seperti itulah yang aku dengar dari guruku. Saat ini hanya ada satu nama tabib yang mungkin bisa aku sebut, Ibu Suri Kerajaan Dharmajaya di daerah Selatan. Kerajaan itu terletak di kepulauan kecil di antara banyak kerajaan. Walaupun kerajaan-kerajaan di  sekitarnya tidak begitu besar, mereka cukup berkuasa. Ekstraknya cukup setetes saja sebagai penawar racun. Mengenai pertukaran, kerajaan itu saat ini tidak dalam keadaan aman. Anda bisa menawarkan keamanan sebagai pertukaran. Kerajaan itu dipimpin seorang ratu menggantikan mendiang suaminya. Putra mahkota kerajaan mereka belum mendapat pengakuan dari kerajaan sahabat, hanya itu yang aku tahu.”

“Kakak! Kau dari mana saja?” suara Pangeran Samir membuyarkan lamunannya. Adiknya menghampiri dengan lesu seolah di pundaknya ada berkarung-karung beras. Ibram mengerti perasaan adiknya yang masih dirundung rasa bersalah. Ibram merentangkan kedua tangannya menyambut Samir.

“Mencari penawar dan melakukan tawar menawar,” jawab Ibram sambil mendekap si bungsu yang manja ini, “Kau sudah melakukan tugas yang aku berikan dan memastikan semuanya berjalan lancar? Kau juga sudah menghabiskan sarapanmu kan?”

“Sudah semua. Semua perintahmu sudah beres. Pengawal pribadimu yang merangkap jadi guruku itu sampai terkejut aku bekerja keras. Aku bahkan sarapan dua piring pagi ini agar aku tidak tumbang. Aku akan membayar kesalahanku. Laporan selesai,” ucap Samir menyandarkan dagunya di bahu Ibram.

“Samir, orang-orang yang sedang tertawa menyaksikan penderitaan keluarga kerajaan saat ini harus dibalas dengan menangis darah. Bersikap biasa saja agar mereka kesal. Mereka itu tidak pantas ditakuti. Kita hanya boleh takut pada Allah saja. Kau ingat itukan? Balas dendamlah dengan cara yang tidak biasa. Jangan buat mereka puas melihatmu menderita. Aku akan menemukan penawar untuk kakak ipar. Dia akan kembali bangun dan membuatkan kita kue kesukaanmu.”

“Kakak, aku seperti orang di ambang putus asa sekarang. Aku dengar sendiri tabib bilang tidak ada penawarnya. Membayangkan seorang Abram tanpa Meghna-nya rasanya pintu neraka akan segera dibuka. Dulu saat kakak ipar mendiamkannya selama dua hari kita bertiga kena imbasnya. Apalagi kalau sampai….”

“Kalau kau tidak percaya padaku, temui tabib sombong di pusat pengobatan. Aku sudah membawa jurnal pengobatan langka sebagi petunjuk untuk membuat penawarnya.”

“Sungguh?!! Mengapa tidak bilang dari tadi? Jadi kau pergi dan kembali membawa jurnal hebat?” tanya Samir dengan mata berbinar, “Tidak, aku akan ke sana sekarang dan melihatnya langsung. Semua orang harus tahu kabar baik ini. Sampai nanti kakak!!”

Pergilah Samir dan sebarkan rumor tentang jurnal penawar racun itu. Pelakunya akan resah setelah tidur nyenyak semalam. Pelakunya akan mengira jika Ratu Aruna telah kembali. Akan kupastikan jika rasa sakit keluargaku ini akan sampai ke nadinya. Siapapun orangnya. Sekalipun ia anggota keluarga kerajaan sekalipun, aku tidak peduli.” Ibram bergumam dalam hati melihat kepergian Samir yang berlari menuju ke pusat pengobatan dengan berseru senang.

Wajah bahagia anak itu akan membuat banyak orang percaya jika ada harapan untuk kesembuhan Ratu Meghna. Kini Ibram perlu bergegas menuju daerah selatan. Ia tahu benar tidak mudah melintasi wilayah kepulauan itu sementara dirinya tidak punya banyak waktu melakukan persiapan lebih dengan mengirimkan surat pemberitahuan. Ia tidak bisa menunggu lagi dan terjebak rasa putus asa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nona Pelangi
Keren.... Berasa hidup di zaman lampau baca nih novel
goodnovel comment avatar
iras saja
Ya ampun, adik sendiri diperalat sama si Abang... taktiknya ada2 saja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   4. Rencana Ibram

    Pangeran Sabir menghela napas panjang melihat kakaknya yang diam saja. Tidak sedikitpun menanggapi ucapannya sejak tadi. Beberapa laporan ia sampaikan termasuk tentang pelaku yang mencelakai ratunya tampak tidak menarik baginya. Bahkan ketika sekertaris kerajaan melaporkan hasil perkembangan dari pusat pengobatan, Raja Abram masih saja bergeming. Tatapannya kosong dan menurut Sabir, mungkin saja sudah menembus tembok hingga ke gerbang istana. Mendengar suara pintu kamar yang diketuk tiga kali diikuti suara derit pintu besar itu, sekertaris kerajaan pamit. “Aku sudah dapat pet

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   5. Seorang Dewi

    Ibram mengetuk pintu kamar Ratu Gina dan ada Alina di sana. Istri dari Sabir itu tersenyum ramah seperti biasa. Ibram mengatakan ingin bicara berdua dulu dengan Ratu Gina setelahnya nanti ia pun ingin mengatakan sesuatu yang bersifat pribadi pada Alina. Alina pun mengerti dan mohon diri dan mengatakan akan menunggu di luar. Ibram menghampiri sahabat kecilnya sekaligus kakak iparnya, membisikkan sesuatu yang membuat Gina berkali-kali mengangguk patuh.Senyum pun terbit di wajah pucatnya kala mendengar harapan yang diucapkan Ibram dan memintanya agar merahasiakannya. Ibram mengatakan meskipun raja melarangnya, namun menurutnyaGina berhak tahu karena saat ini dirinya memegang tanggung jawab ratu pertama hingga Ratu Meghna kembali pulih.Ibram berusaha membangkitkan kembali rasa percaya diri dan tekad sahabatnya itu. Meski Gina kadang manja, tapi sosok Gina yang Ibram tahu cukup keras kepala untuk hal yang diinginkannya. Termasuk mencintai kakaknya selama berta

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-14
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   6. Ratu Kerajaan Akhtaran

    Kerajaan Akhtaran, salah satu kerajaan yang cukup disegani oleh kerajaan-kerajaan di Kepulauan Nusa. Kerajaan yang kini masih berdiri kokoh sejak 200 tahun yang lalu. Namun peristiwa 30 tahun lalu mengguncang kerajaan tersebut. Raja Arsyad menikahi putri dari Penasihat Kerajaan yang bernama Aruna. Aruna seorang gadis yang memiliki paras cantik rupawan dan kecerdasan yang mengagumkan. Kecintaannya pada buku menjadikannya sosok yang dikagumi dan diinginkan banyak keluarga. Terlebih para pria di Kerajaan Akhtaran. Raja Arsyad berniat menikahkan adiknya Pangeran Amir dengan Aruna

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-28
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   7. Masa lalu Ibram

    Tahun berganti dan Ibram tumbuh menjadi sosok yang dingin. Ia cukup bersikap hangat pada keluarganya saja. Orang-orang yang menerima kehadirannya, kecuali Ibu Suri Sanjana. Adik kandung ayahnya yang juga merupakan ibu kandung Pangeran Sabir dan Pangeran Samir. Ia membenci bibinya sendiri setelah tahu jika bibinya itulah yang memberikan kesaksian bahwa Ratu Aruna memilih menyelamatkan dirinya dibanding ibunya. Juga tentang Ratu Aruna yang berusaha mengobati ibu kandungnya dengan berbagai ramuan. Semua orang pun menduga jika Ratu Aruna yang sudah meracuni Ratu Dairah Zara dengan dalih memberinya obat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   8. Mengubah rencana

    Zain mengernyit setelah membaca surat yang baru saja diterimanya melalui seekor merpati. Sebagai sahabat sekaligus pengawal pribadi Ibram sejak 11 tahun lalu, Zain cukup mengerti kebiasaan Ibram. Namun tidak dengan yang terjadi hari ini. Tiba-tiba saja sahabatnya itu mengubah rencana yang sudah mereka susun di markas militer. Ibram justru memilih berangkat ke Kepulauan Mutiara. Setahu Zain daerah itu merupakan kumpulan pulau kecil yang di tengahnya terdapat sebuah pulau yang tidak begitu besar namun cukup berbeda di bandingkan pulau sekitarnya. Pulau itulah yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Hindu Dh

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-05
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   9. Tanaman Udambara

    “Aku punya firasat buruk,” ucap Zain ketika melintasi alun-alun kota menuju gerbang istana yang cukup megah. Di sepanjang jalan ada banyak lampion yang menjadi penerang. Terlihat indah dengan hiasan bunga kering yang sengaja ditempel di bagian luar. Beberapa orang penjaja sedang menawari mereka beberapa hasil tangan namun mereka terpaksa menolak dengan halus karena sedang terburu-buru ke istana. Dari penduduk mereka tahu jika kerajaan ini sedang merayakan rencana pernikahan putri Ratu Maura yakni Putri Ahana. Putri Ahana memang terkenal dengan kecantikannya yang mirip dengan sang ibu. Sebentar lagi akan bertunangan dengan pangeran dari Kerajaan Jaraban. Salah satu kerajaan tetangga yang juga merupakan kerajaan sahabat kerajaan ini. Ibram tiba di gerbang istana dan Zain menyampaikan maksud kedatangan mereka. Setelah menunggu beberapa saat, mereka disambut oleh Pangeran Hanan. Putra Mahkota Kerajaan Dharmajaya, Putra dari Ratu Maura sekaligus adik kembar dari Putri Aha

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-13
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   10. Dari Elang Untuk Harimau

    Empat hari berada di Kerajaan Dharmajaya benar-benar dimanfaatkan Ibram untuk menikmati udara bebas. Saat kembali ke Kerajaan Akhtaran nanti, mungkin ia akan kembali dikekang atau ditempatkan di balik jeruji khusus yang dibuat untuknya. Panglima Ahlam bahkan tertawa terbahak-bahak ketika melihat ruang penjara khusus untuk muridnya itu. Para mentri sudah beberapa kali berusaha mengendalikan Ibram namun selalu saja berujung kegagalan.“Dari mana?” tanya Zain ketika menghampiri Ibram yang baru saja menyelinap masuk ke dalam penginapan. Meskipun menyamar dan berpenampilan seperti rakyat jelata, tetap saja gerak-geriknya bisa dikenali oleh Zain.“Jalan-jalan sebelum mereka kembali mengurungku. Sudah menuntaskan urusan yang kemarin? Di mana yang lain? Apa ada orang yang datang dari istana mencariku?” Ibram memberondong sahabatnya dengan banyak pertanyaan sambil melepaskan pakaian kumal yang digunakannya.“Urusan kemarin dalam tahap

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20
  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   11. Syarat

    “Bukankah mawar itu berduri? Mawar adalah satu bunga yang bisa menyakiti.” Ucapan Ibram tidak sepenuhnya salah. Tapi wanita seusia pengasuhnya itu menggeleng tampaknya kurang setuju dengan apa yang diungkapkannya. “Itu jika Tuan berusaha menggenggamnya terlalu kuat. Tapi ketika disentuh dengan perlahan dan lembut, maka mawar itu akan bertahan lama. Menyebarkan aromanya yang menenangkan dan perlahan mengusir ketegangan. Seperti efek paparan. Maaf, saya sudah lancang dan terkesan menggurui,” ujarnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-27

Bab terbaru

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   56. Dilarang Berdebat

    Ahana membuka penutup kain dan melihat kembali sepasang pakaian untuknya dan Ibram. Keningnya berkerut karena selembar kertas terlipat di pakaian suaminya. Ahana melongo membaca pesan yang ditulis Ratu Ragina. 'Kumohon kali ini jangan berdebat atau bertengkar. Aku tahu belakangan ini kamu terlalu sibuk mempersiapkan keamanan untuk hari pujaku, Ibram. Tapi ingat, ini bukan tahun baru biasa untukmu, melainkan tahun baru pertama kalian sebagai pasangan. Bayi dalam perutku selalu menendang kuat jika mendengar kalian berdebat' "Di mana aku meletakkan surat itu tadi? Ayolah Ahana, cobalah untuk mengingatnya!" batinnya resah kemudian mengembalikan surat itu kembali ke posisinya semula. "Siang tadi aku makan lalu membaca buku di balkon, lalu ia dia memberikan obat dari tabib. Aku mengambil surat itu dan sepertinya aku menjatuhkannya. Oh, tidak," ujarnya mulai memeriksa lantai. Melihat tumpukan bukunya sudah tidak ada di meja, Ahana sadar jika seseorang membereskannya. Ahana bergegas ke

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   55. Persiapan Perayaan

    Seorang pelayan membawa bungkusan kue ke dapur. Kue itupun dibagikan pada lima orang pelayan. Mereka tampak sangat bahagia saat membuatnya. Anehnya, kue itu tidak langsung dinikmati melainkan mereka simpan. "Tuan Putri, apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya salah seorang pelayan yang meletakkan kembali kuenya lalu datang untuk menghampiri Ahana. "Sebenarnya, air minum di kamarku habis. Aku haus, jadi datang kemari,” ujar Ahana yang membuat mereka terkesiap. Mereka lupa karena Pangeran Ibram melarang siapa pun mengusik Ahana sejak kemarin malam. “Kalian semua sedang apa?” Ahana melihat mereka begitu sibuk, sementara dirinya baru bangun. Gara-gara semalaman begadang, dirinya kembali tidur siang setelah perutnya kenyang. Para pelayan itu saling tatap satu sama lain. Ahana turut merasa jika ada yang aneh. Ia mencari-cari keberadaaan Bibi Kaluna, namun wanita itu tidak ada di dapur. Kediamannya juga terasa sepi. "Oh ya, sup siang tadi siapa yang membuat? Masakan itu rasanya enak sekali,

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   54. Benang Puja

    “Kakak bergurau?” tanya Ahana yang merasa jika pertanyaan Sabir barusan adalah candaan. Sabir menggeleng karena dirinya sendiri tidak tahu. Selama ini perhatian Ahana memang tidak pernah kurang, hanya saja di antara mereka masih ada kecanggungan. Apalagi sejak beberapa hari ini Alina tampak menghindarinya. Entah itu benar atau tidak, dirinya takut berharap lebih. “Aku sudah bilang saat kita di kebun belakang. Mengapa Kakak masih ragu?” tanya Ahana merasa ada yang tidak beres. Sabir mulai menceritakan jika sejak kejadian Samir membahas perkara gigitan serangga di ruang makan, Alina sepertinya menghindarinya. Ahana rasanya ingin tertawa karena sebenarnya itu idenya. Dirinyalah yang meminta Alina membantunya dengan banyak hal agar bisa fokus pada hari pujanya. Selain itu Raja Abram juga meminta dirinya dan Alina agar tidak merepotkan Ibram dan Sabir yang menangani masalah teror. “Sepertinya belum.” Ahana melirik lengan Sabir. Sabir turut menoleh memperhatikan lengannya sendiri. Kedua

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   53. Hanya Ingin

    Kilau cahaya matahari sore menerpa wajah. Sepanjang perjalanan dari Burj Tijarun ke kantor kepolisian ibukota, Ahana tidak begitu memperhatikan sekitarnya. Selain derap langkah Hiswad yang cukup cepat, pandangannya terusik oleh silau matahari sore. Setibanya di depan gerbang, Hiswad langsung melenggang masuk. Sebelum tiba, suara ringkikan kuda hitam itu sudah memberi isyarat bagi beberapa polisi di tempat itu untuk segera membuka gerbang. Pangeran Ibram mengajak istrinya ke ruangan Pangeran Sabir. Putri Ahana kembali takjub dengan ornamen-ornamen di kantor penegak hukum kerajaan itu. Selain itu, ada banyak prajurit kepolisian yang sedang melakukan persiapan menjalankan misi. Pangeran Ibram baru saja hendak menghampiri sepupunya, namun Kapten Bagir langsung menghampiri dan melaporkan sesuatu yang mengejutkannya. Mengetahui suaminya sibuk, Ahana meminta izin menghampiri Sabir dan mengatakan akan menunggu di sana saja. Ibram setuju dan beranjak ke tempat autopsi mayat yang baru saja di

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   52. Terkejut

    Para mentri dan pejabat pemerintahan baru saja keluar dari aula pertemuan istana. Pangeran Samir masuk melalui pintu samping dengan langkah berat sembari menyeret pedangnya. Tak ayal suara logam yang nyaring itu mengalihkan perhatian Raja Abram, Pangeran Sabir dan sekretaris kerajaan. "Ada apa dengannya?" tanya Raja Abram. "Aku rasa Ibram baru saja memarahinya Kakak. Tubuhnya di sini tapi pikirannya di tempat lain,” jawab Pangeran Sabir menutup dokumen di tangannya. Bagaimana pun, dokumen itu bersifat rahasia dan adiknya belum boleh mengetahuinya. Tanpa salam dan tanpa sapaan, Pangeran Samir duduk di tangga dekat singgasana. Dia masih terdiam seperti orang yang kebingungan. Hening. Ketika ketiganya hanya saling tatap. Raja Abram memutuskan beranjak dan duduk di anak tangga kemudian merangkul adik sepupunya yang sedang murung itu. "Samir, ada apa? Apa Ibram memarahimu?” tanyanya lembut dan penuh perhatian. Tangan kanannya mengusap punggung sang adik. Samir menggeleng dan matanya m

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   51. Diserang Serangga

    “Aku ingkar janji dan menyakiti Alina. Jangan tanya apapun lagi karena ini urusan suami istri!” tegas Sabir ketika melihat adiknya buka mulut. Melihat pelototan kakaknya, kali ini Samir memilih menutup mulutnya kembali. Diam-diam ia melirik Alina yang terdiam tidak menanggapi permintaan maaf dari Sabir. Dalam benaknya bertanya-tanya mengapa Ibram dan Sabir begitu kompak? Hubungan Ibram dan Ahana kemarin tidak begitu baik karena menurut pelayan di sana, Ahana mendiamkan Ibram. Kini hal yang sama juga terjadi, Alina juga mendiamkan Sabir. "Kakak, apa benar… Kak Ibram pernah ditolak Panglima Ahlam jadi muridnya?” tanya Samir mengalihkan atensi pasangan itu. Diam-diam Sabir sangat bersyukur atas hal itu. "Benar,” sahut Sabir mengangguk. Tapi sudut matanya fokus pada sang istri. "Lalu… bagaimana kemudian Panglima Ahlam setuju menjadikannya murid?” desaknya ingin tahu. Samir membuka buku tebal yang dikirimkan Alina pagi tadi lalu mendekat pada kakaknya. Tatapannya begitu serius menyirat

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   50. Ingkar Janji

    "Alina tidak mengirim pesan apapun. Biasanya kalau Alina tidak datang, dia akan menyisipkan kertas pesan di bawah mangkuk. Dia benar-benar marah padauk. Kalau dipikir… ini adalah pertama kalinya,” batin Pangeran Sabir sembari beristigfar. “Tuan, apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" tanya Arwan yang berdiri di sisinya. Dengan wajah murung dan tatapan yang mengarah ke lantai, Pangeran Sabir menjawab, “Beritahu langsung Pangeran Ibram, aku tidak baik-baik saja. Katakan padanya aku melihat banyak pintu tapi tidak memiliki satu pun kunci untuk bisa membukanya.” *** Sambil bersenandung riang Pangeran Samir menaiki tangga batu kediaman Pangeran Ibram. Tapi ia terkejut karena pelayan mengatakan jika keduanya sudah pergi terburu-buru. Samir kecewa karena dirinya terlambat. "Apa semuanya baik-baik saja? Apa semalam terjadi sesuatu?” tanya Pangeran Samir pada pelayan dan dijawab bahwa semuanya baik-baik saja sama seperti kemarin. Pelayan itu bahkan mengutarakan keresahannya karena ha

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   49. Kecemesan

    "Samir mungkin bertemu Zain atau seseorang di depan. Karena itulah dia belum muncul sampai sekarang. Memangnya ada apa kau mencarinya? Apa Samir membuat kesalahan?” tanya Ibram. "Tidak, aku memintanya membawakan bukti penting dari Kapten Bagir setelah menyelidiki tempat penjagalan hewan di desa selatan, karena Kak Abram tidak mengizinkanku keluar ibukota. Dia seakan mengikat kakiku,” keluh Sabir yang kemudian menenggak habis minumannya. Ibram yang mengunyah jambu bijinya menimpali, “Baguslah.” "Kau senang?" tanya Sabir mengernyit melihat saudaranya yang begitu santai menghadapi situasi saat ini. Ibram justru mengangguk dan Sabir menggigit bibirnya kesal. Merasa ada kemungkinan terjadi perdebatan antara dua sepupu itu, Alina mencoba mencairkan ketegangan. "Ahana, apa yang sedang kau buat?" tanya Wanita yang hari ini mengenakan pakaian kuning lembut dengan sulaman bunga kenanga. Sama seperti aroma wewangian yang selalu digunakannya. "Aku sedang menulis surat untuk Hanan. Aku meminta

  • Bukan Jendral Tapi Pangeran   48. Salah Sasaran

    Samir menggigit bibir dalamnya. Tapi ujung sepatunya sedikit digeser ke samping memberi Sabir isyarat agar segera memberi alasan. Ibram masih dengan raut wajah datar meraih gelas teh milik Samir. Melihat tingkah Ahana dan Samir yang kikuk dan berusaha menghindarinya, Ibram justru semakin yakin ada hal yang sengaja mereka sembunyikan. “Tidak ada yang lain Kakak Ipar," elak Alina sembari menawarkan tambahan teh tapi ditolak oleh Ibram. "Firasatku mengatakan, kamu sedang merahasiakan sesuatu dariku," kata Ibram pada istrinya yang sedang meraih gelas. Dugaannya tepat saat melihat tangan Ahana sedikit gemetar memegang gelasnya. Ahana menggedikkan bahu lalu membalas, "Itu firasatmu saja.” Ahana menoleh dan menatap tegas suaminya itu. "Mengapa reaksimu berlebihan?" Ibram kembali mendesak. "Karena kamu terus bertanya. Itu menyebalkan!” balas Ahana telak. Ibram kembali melipat kedua lengan di depan dadanya. Menyembunyikan tangan kanannya yang kembali gemetar dan kebas. “Aku penasaran, kar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status