Kondisi perusahaan hati itu cukup sibuk, Wisnu yang duduk di ruangannya masih sibuk bergulat dengan beberapa berkas dan juga kontrak kerja sama yang harus ia tanda tangani.Terdengar suara ketukan pintu, seorang lelaki muda dengan setelan jas rapi juga rambut klimis datang menghampiri Wisnu setelah dipersilakan masuk."Sean?" tanya Wisnu.Sesaat kemudian dua pria itu saling berpelukan dan bercengkrama beberapa saat."Kukira kau sudah berubah, rupanya masih sama saja. Wisnu si pekerja keras," ujarnya.Wisnu terkekeh, tidak lama kemudian ponselnya bergetar. Setelah meminta izin, Wisnu bergeser sedikit ke arah pojok ruangan dan mengangkat panggilan."Wisnu, apa bisa sepulang dari kantor nanti kau mampir ke rumah? Aku… aku ingin es kepal."Senyum sumringah tercipta di wajah Wisnu saat terdengar suara Aruna dari seberang panggilan. Ia tidak tahu jika wanita itu bisa terdengar se menggemaskan seperti sekarang."Ya. Akan ku belikan, ada lagi?""Tidak ada. Semangat kerjanya."Senyum cerah kia
Suasana saat itu begutu canggung. Secangkir kopi di cangkir sudah mulai mendingin, beberapa hidangan kecil lainnya sama sekali belum tersentuh sejak dihantarkan.Aruna menunduk. Sudah sejak tadi ia melakukannya, entah kenapa dirinya merasa begitu takut untuk mendongakkan kepala. Terlebih saat ia tahu jika sepasang paruh baya di depannya adalah orang tua Diandra.Wanita yang secara tidak langsung juga menjadi madunya, meski hanya berstatus siri."Jadi, kau yang bernama Aruna?" wanita baya itu membuka suara.Penampilannya elegant dengan baju berwarna merah, rambutnya yang dipotong pendek menambah kesan itu. Terlebih aksesoris kalung juga cincin yang menempel di tubuhnya, kian menjelaskan status sosialnya yang tinggi."Iya, Nyonya," jawab Aruna lirih."Tidak perlu memanggilku Nyonya. Kau bisa memanggilku, ibu."Kepala Aruna sontak mendongak, menatap jelas ke arah wanita baya itu yang tengah tersenyum tulus."Ibu?" beonya lirih.Wanita itu mengangguk, senyum tulus itu masih terpatri denga
Wisnu membanting berkas ke arah meja dengan keras, menarik dasi yang terasa mencekik leher."Kamu bisa kerja tidak?! Masa membuat laporan semudah itu tidak bisa juga!" bentuknya pada seorang karyawan."Maafkan saya, pak," sahut karyawan itu menunduk."Saya tidak mau tahu, laporan ini harus direvisi hari ini juga. Berikan lagi padaku sebelum pukul tiga, dan semuanya harus benar."Sang karyawan hanya mengangguk sebelum undur diri. Wisnu menghela napas, meletakkan kepala pada sandaran kursi dan meraup wajahnya sendiri.Kepalanya mendadak terasa berdenyut, pusing bukan main. Bukan hanya soal pekerjaan, melainkan juga soal urusan rumah tangganya.Ia masih tidak mengerti kemana arah tujuan rencana Diandra sebenarnya. Wisnu rasa ia sudah menuruti semua permintaan wanita itu, termasuk untuk menikah siri dengan Aruna.Tapi apa yang dilakukannya sekarang justru kian menjadi. Tiket bulan madu? Yang benar saja!Wisnu masih memiliki kewarasan untuk tidak lebih menyakiti Diandra. Meski kenyataanya
Mobil itu ia pacu dengan cepat, pedal gas ia pijak tanpa ragu. Napas memburu, perasaan gelisah juga rasa bersalah bersarang dalam benaknya. Terasa bergejolak dengan dirinya sendiri yang terus memaki.Menyalahkan diri sendiri karena tidak menyadarinya sejak dini. Tidak butuh waktu lama bagi Wisnu untuk tiba di rumah. Tanpa basa-basi ia membuka pintu, berjalan cepat ke arah lantai dua, berharap wanita yang ia cari ada di sana.Nihil. Ia tidak menemukan Diandra dimanapun, bahkan setelah dirinya mengelilingi seisi rumah."Kamu dimana, Di?" batinnya panik.Teringat, Wisnu baru saja ingat jika sebelum ia berangkat ke perusahaan pagi tadi, Diandra sempat berkata akan mengadakan piknik bersama sang Ibu dan Aruna.Tapi sial sekali lagi, Wisnu tidak tahu kemana tiga wanita itu mengadakan piknik sekarang.Teringat sesuatu, Wisnu merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Halo Ayah?" sapa Wisnu sopan.Orang di seberang panggilan yang ia panggil sebagai Ayah, atau lebih
"Apa kamu akan percaya jika ku katakan, kamu adalah adikku?"Nyatanya pertanyaan Diandra masih saja terus bersarang dalam kepala Aruna. Wanita yang tengah terbaring di ranjangnya itu hanya menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.Pikirannya terus berpikir soal pertanyaan Diandra beberapa saat yang lalu.Dia, adalah adik Diandra? Bagaimana mungkin? Semuanya terlalu mustahil untuk sebuah kenyataan.Tapi, mengingat apa yang terjadi selanjutnya membuat Aruna juga berpikir ulang untuk hal itu.Saat itu, setelah Diandra mengajukan pertanyaan gilanya, ini menurut Aruna. Wanita itu hanya bisa diam termenung.Ia sempat tertawa kering selama beberapa second, kemudian meyakinkan jika apa yang dikatakan Diandra hanyalah sebatas candaan semata.Tapi apa yang terjadi berikutnya membuat Aruna berpikir ulang. Ibu wanita itu yang sejak tadi duduk memperhatikan keduanya di bawah pohon rindang mendekat.Wanita baya itu duduk di antara dua wanita muda tersebut, mengelus surai Aruna dan berkat
Mata Wisnu teralihkan saat ia melihat seorang dokter keluar dari ruangan UGD. Ia dengan segera berlari ke arah pria dengan masker berwarna biru itu dan bertanya soal keadaan Diandra."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Wisnu panik.Dokter dengan kacamata yang menggantung di hidung itu melepas masker, dan menjawab pertanyaan Wisnu."Kondisi Nyonya Diandra bisa dibilang cukup buruk. Sepertinya ia sering mengabaikan kemoterapi juga terlambat mendapatkan penangan, tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin."Wisnu lemas, pria itu jatuh terduduk di depan ruang UGD dengan perasaan yang bercampur aduk.Pria itu tidak tahu perasaan apa sebenarnya yang tengah ia rasakan saat ini. Yang jelas, perasaanya rasanya benar-benar hancur, sehancur-hancurnya.Dengan cepat Wisnu mendobrak, menerobos masuk ke dalam ruang UGD dan menghampiri Diandra yang terbaring lemah dengan beberapa perawat yang tengah memasangkan beberapa kabel yang terhubung dengan sesuatu alat yang Wisnu tidak tahu apa.Yang p
Lima tahun kemudian.Kamar tidur dengan tema galaxy itu terlihat cukup berantakan. Beberapa barang tercecer di sana dan sini, beberapa pakaian juga ada di atas ranjang dengan bad cover berwarna biru langit tersebut."David! Kenapa kamarmu seperti kapal pecah begini?" Seorang lelaki dengan pakaian kantor lengkap masuk menghampiri seorang bocah yang tengah kesulitan memakai kaos kaki.Si anak yang diajak bicara menghentikan aktivitas nya. Ia menatap polos juga sesekali berkedip ke arah sang lelaki dewasa yang hanya bisa menghela napas panjang.Pria itu berjongkok, membantu David untuk memakai kaos kaki bergambar astronot di kaki mungilnya."Sudah. Sekarang ayo kita sarapan!"Masih tidak ada reaksi. David, bocah itu hanya diam dan berkedip beberapa kali, sebelum kemudian ia berdiri dan berlari keluar dari kamarnya.Wisnu hanya bisa menghela napas. Memperhatikan kamar sang Putera dan memungut beberapa pakaian dari sana.Tanpa sengaja ia melihat ke arah meja belajar yang ada di samping le
"Aruna?"Dua manusia itu saling bertatapan selama beberapa waktu. Dua pasang mata itu saling bertemu tatap selama beberapa saat sebelum kemudian Aruna memutuskan kontak lebih dulu.Aruna panik, wanita itu gelisah dan ingin beranjak jika saja sebuah tangan tidak langsung menjegal pergelangan tangannya.Ia sempat memberontak, meminta untuk dilepaskan meski percuma saja."Ayo kita bicara sebentar," kata si lelaki."Tidak ada yang perlu kita bicarakan, semuanya sudah terjadi di masa lalu," sahut Aruna.Beruntung, kondisi saat itu cukup lengang hingga tidak ada yang memperhatikan ketiganya saat ini."Ada. Ini soal David," jawab si lelaki tegas sembari melirik ke arah bocah laki-laki yang sejak tadi memperhatikan mereka.Aruna diam. Dirinya turut memperhatikan David, mengamati dengan lekat si anak lelaki yang juga tengah memperhatikan mereka.Perasaannya bimbang, haruskah ia menerima atau menolak ajakan pria di depannya."Dia anakmu."Berkat perkataan Dia anakmu, pada akhirnya Aruna menerim
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,