Lima tahun kemudian.Kamar tidur dengan tema galaxy itu terlihat cukup berantakan. Beberapa barang tercecer di sana dan sini, beberapa pakaian juga ada di atas ranjang dengan bad cover berwarna biru langit tersebut."David! Kenapa kamarmu seperti kapal pecah begini?" Seorang lelaki dengan pakaian kantor lengkap masuk menghampiri seorang bocah yang tengah kesulitan memakai kaos kaki.Si anak yang diajak bicara menghentikan aktivitas nya. Ia menatap polos juga sesekali berkedip ke arah sang lelaki dewasa yang hanya bisa menghela napas panjang.Pria itu berjongkok, membantu David untuk memakai kaos kaki bergambar astronot di kaki mungilnya."Sudah. Sekarang ayo kita sarapan!"Masih tidak ada reaksi. David, bocah itu hanya diam dan berkedip beberapa kali, sebelum kemudian ia berdiri dan berlari keluar dari kamarnya.Wisnu hanya bisa menghela napas. Memperhatikan kamar sang Putera dan memungut beberapa pakaian dari sana.Tanpa sengaja ia melihat ke arah meja belajar yang ada di samping le
"Aruna?"Dua manusia itu saling bertatapan selama beberapa waktu. Dua pasang mata itu saling bertemu tatap selama beberapa saat sebelum kemudian Aruna memutuskan kontak lebih dulu.Aruna panik, wanita itu gelisah dan ingin beranjak jika saja sebuah tangan tidak langsung menjegal pergelangan tangannya.Ia sempat memberontak, meminta untuk dilepaskan meski percuma saja."Ayo kita bicara sebentar," kata si lelaki."Tidak ada yang perlu kita bicarakan, semuanya sudah terjadi di masa lalu," sahut Aruna.Beruntung, kondisi saat itu cukup lengang hingga tidak ada yang memperhatikan ketiganya saat ini."Ada. Ini soal David," jawab si lelaki tegas sembari melirik ke arah bocah laki-laki yang sejak tadi memperhatikan mereka.Aruna diam. Dirinya turut memperhatikan David, mengamati dengan lekat si anak lelaki yang juga tengah memperhatikan mereka.Perasaannya bimbang, haruskah ia menerima atau menolak ajakan pria di depannya."Dia anakmu."Berkat perkataan Dia anakmu, pada akhirnya Aruna menerim
Suasa hening juga canggung selama beberapa saat. Wisnu masih saja memusatkan pandangannya ke arah wanita muda yang duduk di hadapannya, membuat wanita itu mengalihkan tatapan karena mulai merasa risih."Bisakah kamu berhenti menatapku seperti itu? Kamu terlihat seperti akan memakan ku hidup-hidup," ujar Aruna."Kemana saja kamu selama ini?" tanya Wisnu mengabaikan pertanyaan si wanita sebelumnya."Pergi. Tugasku untuk memberikanmu keturunan sudah ku lakukan, lalu apa gunanya aku masih ada di sana?" jawab Aruna dengan berani.Sebenarnya ia hanya berpura-pura, jauh dalam benaknya wanita itu cukup gemetar melihat bagaimana ekspresi Wisnu saat ini.Pria itu menatapnya dengan ekspresi datar dan sulit ditebak. Matanya sudah sejak tadi menatap ke arahnya dan enggan berpaling meski sebentar. Membuat Aruna merasa cukup kurang nyaman karenanya.Wisnu tertawa sumbang, pria itu kemudian menyandarkan diri pada badan kursi dan menengok ke arah kanan. Lebih tepatnya ke arah ruang TV dimana ada David
Pagi hari saat suasana taman kanak-kanak begitu ramai. Beberapa anak sibuk berlarian kesana-kemari, ada pula yang tengah bermain susun balok maupun permainan lainnya.Tapi ada satu anak yang justru tengah terdiam merenung seorang diri, tatapannya tertuju ke satu arah sejak tadi.Aruna, wanita itu berjalan mendekati David. Duduk di satu bangku kecil bersebelahan dengan sang Putera."David, kenapa tidak bermain bersama yang lain?" tanya nya lembut.Si anak menoleh, ia sempat memperhatikan sejenak beberapa kawannya yang tengah bermain sebelum kemudian memalingkan wajah, kembali merenung.Mengikuti kemana arah pandangan sang Putera, Aruna jadi tahu apa yang sejak tadi anak itu lihat.Pemandangan yang sebenarnya biasa saja, tapi mampu membuat hati Aruna terasa kembali nyeri dan perih.Di sana, lebih tepatnya di bangku ruang tunggu yang memang menghadap langsung ke arah pintu kelas. Ada seorang murid perempuan yang tengah disuapi makanan oleh sang Ibu.Hal itu membuat sesuatu dalam diri Aru
Suasana dalam mobil begitu kikuk. Baik Wisnu maupun Aruna sama-sama hanya saling terdiam dengan pemikirannya sendiri, bahkan beberapa kali Aruna sempat mengabaikan David yang tengah mengajaknya bermain di kursi belakang.Omong-omong setelah insiden ciuman tidak sengaja itu, baik Aruna maupun Wisnu sama-sama menghindari satu sama lain.Seperti saat David merengek ingin naik bianglala, dengan berbagai alasan Wisnu menolak untuk turut serta. Ia membiarkan sang Putera hanya naik berdua dengan sang Ibu saja.Sebenarnya bukannya Wisnu tidak berani, hanya saja ia masih belum bisa berdekatan dengan Aruna setelah apa yang terjadi sebelumnya. Dan Aruna pun sama, ia merasa sedikit lega karena tidak harus kembali menjadi keluarga kecil saat di bianglala."Kita sudah sampai," kata Wisnu.Aruna tergugah dari lamunannya, wanita itu mengangguk dan hendak berpamitan pada David."David, Ibu pulang dulu, ya. Besok kita bertemu lagi di sekolah."Merengut, David mengerucut kan bibirnya ke depan. Anak itu
Suasana hening sejenak. Wisnu masih saja menatap ke arah Aruna dengan senyum seringai yang ada di wajahnya. Kali ini pria itu benar-benar terlihat seperti Wisnu di masa lalu. "Tunggu dulu, jika Aruna adalah istrimu, lalu Diandra?" tampaknya Sean masih belum memahami situasi yang ada.Pria itu juga mengabaikan tarikan pelan pada jas yang ia kenakan, terlihat sekali jika Aruna merasa tidak nyaman berada di sana."Tentu saja Diandra adalah istriku. Oh, iya. Ada yang ingin ku tanyakan padamu," sahut sekaligus tanya Wisnu kemudian.Pria itu sempat melirik ke arah Aruna yang saat ini tengah menatapnya dengan pandangan memelas, sepertinya ia meminta agar Wisnu tidak mengatakan apapun soal ia dan pernikahan mereka dahulu."Kerja sama macam apa yang kamu lakukan dengan dia? Kerja sama yang mengharuskannya mengandung dan melahirkan seorang anak kemudian pergi meninggalkan semuanya, dan kembali bersama laki-laki lain dengan tidak tahu malunya?"Semua orang yang ada di sana terkejut bukan main,
Wisnu segera melepaskan pelukan mereka. Ia menatap tepat ke arah mata Aruna yang juga sedang menatapnya."Apa maksud kamu? Kamu pergi karena Celine? Memang apa yang sudah dia lakukan padamu?" tanya Wisnu cepat."Celine datang ke ruang rawat ku tepat sehari setelah aku menjalani operasi. Dia mengatakan sesuatu, ini dan itu juga memberikan peringatan buatku.""Peringatan? Peringatan seperti apa?""Peringatan jika aku tidak meninggalkan mu, maka dia akan membuat hidup David menderita."Perkataan Aruna membuat Wisnu mencelos. Pria itu mundur, menarik rambutnya sendiri karena merasa tidak percaya."Apa kamu yakin jika yang melakukan itu semua adalah Celine?" tanya Wisnu sekali lagi.Aruna tersenyum miring, ia sudah menduga jika pria di hadapannya ini akan sulit untuk percaya padanya."Apa pengaruh Celine padamu selama lima tahun terakhir bisa sebesar ini? Sampai-sampai kamu tidak lagi bisa mempercayai apa yang ku katakan padamu?" tanya Aruna pelan.Wisnu menggeleng. Bukan, bukannya ia tida
Pukul dua belas malam saat sebuah mobil berwarna hitam tiba di pelataran rumah Sean. Wisnu turun lebih dulu diikuti Aruna kemudian.Dua orang dewasa itu hanya saling terdiam selama beberapa saat di depan mobil, sebelum kemudian kaki Aruna mulai melangkah masuk ke dalam rumah."Aruna!"Panggilan Wisnu membuat wanita itu menoleh, Wisnu berjalan mendekat. Semuanya terjadi dengan cepat, saat bibir basah Wisnu menyapu permukaan bibir Aruna, juga sebuah pelukan hangat."Kamu harus menepati ucapanmu tadi," kata Wisnu setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mematung sesaat, mengangguk kaku kemudian. Jujur saja kepalanya tiba-tiba saja terasa kosong, entah kenapa."Ya, aku ingat," sahut Aruna gugup.Wanita itu memalingkan wajah dan berdeham beberapa kali. Hal itu mampu membuat senyum tipis terbit di wajah Wisnu, menyadari bagaimana wajah wanita di hadapannya ini terlihat bersemu merah.Aruna sedang merasa malu, salah tingkah."Apa yang kamu tunggu? Tidak pulang sekarang?" tanya Aruna."Kamu m