Terhitung sudah empat bulan semenjak kedatangan terakhir Wisnu ke rumah kedua. Kandungan Aruna sudah mulai terbentuk, perutnya mulai membuncit layaknya wanita hamil pada umumnya."Nungguin Wisnu?" Chandra yang kebetulan baru saja datang menegur Aruna yang saat itu tengah berdiam diri di ambang pintu utama.Wanita itu hanya tersenyum tipis. Memang, kegiatannya akhir-akhir ini jadi lebih sering berdiam diri di depan pintu utama seolah tengah menunggu kehadiran seseorang.Sebenarnya Aruna tahu, Wisnu tidak mungkin datang setelah perubahan sikapnya hari itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi jika boleh jujur Aruna merindukan pria itu."Besok waktunya untuk USG kan?" Pertanyaan Chandra hanya dibalas anggukan oleh Aruna. Pria itu melepas dasi dan duduk si sofa."Wisnu baik-baik saja, keadaan kantor memang cukup sibuk akhir-akhir ini ada beberapa kerja sama dan beberapa proyek yang membutuhkan perhatian lebih," ujar Chandra tiba-tiba.Sebenarnya pria itu tahu, dilihat dari logatnya sa
Sore hari saat mobil yang dikendarai Wisnu tiba di rumah. Pria itu keluar dengan menenteng tas kantor juga jas hitam di tangan kanan.Alisnya sedikit naik, mengernyit bingung saat melihat kondisi sudah yang terbilang sepi. Memang, sudah dua hari ini Bibi pelayan meminta izin cuti selama beberapa hari untuk pulang ke kampung halaman.Namun biasanya Diandra sudah setia menanti kepulangannya di depan pintu dengan senyum lebar. Tapi kali ini wanita itu tidak ada di sana.Suasana rumah yang begitu sunyi, juga pintu utama yang tidak terkunci. Jangan lupakan suasana temaram akibat cahaya matahari yang mulai tenggelam.Wisnu menyalakan beberapa lampu, meletakan bawaanya di sofa ruang tamu dan berkeliling. Pendengarannya sontak menajam saat ia mendengar suara rintihan lirih, memastikan dari arah mana suara itu berasal.Setelah yakin bahwasanya suara tersebut berasal dari lantai dua, Wisnu dengan segera berlari. Begitu dirinya sampai, ia bisa melihat Diandra yang tengah terduduk dengan satu l
Aruna masih betah berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, terhitung sudah hampir tiga jam wanita dengan perut buncit itu memasuki beberapa toko pakaian juga peralatan bayi."Aduh, kakiku pegal sekali," gumam Aruna sambil memijit betisnya sendiri.Meski usia kandungannya masih tergolong muda, namun Aruna selalu membiasakan diri untuk berjalan-jalan dan berolahraga ringan.Meski tidak dalam waktu yang lama, mengingat kondisi perutnya yang sudah mulai membuncit, Aruna tidak merasa keberatan dengan hal itu.Ia merasa senang bisa menghabiskan banyak waktu bahagia bersama dengan anak dalam kandungannya sebelum pada akhirnya ia harus pergi saat dirinya lahir nanti.Terdengar miris memang, tapi tidak ada gunanya menyesal sekarang. Aruna harus memanfaatkan waktunya selama empat bulan ke depan untuk ia habiskan bersama anak dalam kandungannya.Wanita itu duduk di salah satu restoran yang ada di pusat perbelanjaan. Ia meletakkan paperbag di salah satu kursi dan menghela napas.Ia melepaskan sepatu
Wisnu, pria itu memeluk Aruna dengan begitu erat. Menghirup rakus wangi tubuh wanita yang begitu ia rindukan belakangan ini."Aku merindukanmu," bisiknya lirih. Kecupan ringan pria itu sematkan di pucuk kepala Aruna sebelum pelukan keduanya terlepas.Ekspresi Aruna masih tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia terkejut, tentu saja.Tidak menyangka jika rupanya Wisnu lah orang yang ia tunggu. Aruna sempat mengira jika pria itu sudah melupakannya juga anak dalam kandungannya."Begitu terkejut, ya?" tanya Wisnu sembari mengambil tempat di sebelah Aruna.Pria itu masih saja tersenyum cerah, ia bahkan tidak segan untuk mencubit pipi Aruna yang kian berisi dari hari ke hari."Kamu …, tapi bagaimana bisa?" tanya Aruna yang masih belum percaya dengan situasi yang dialaminya sekarang."Kukira kau sudah paham. Aku yang meminta Assisten ku untuk menyamar menjadi salah satu karyawan toko, dan memberikan paperbag itu. Tapi sepertinya kau tidak menerima hadiah dari sembarang orang," jelas Wisnu."
Hari berlalu dengan damai, hubungan antara Wisnu dan Aruna kembali membaik. Pria itu juga jadi lebih sering mengunjungi Aruna di rumah kedua.Seperti sore ini, Wisnu baru saja tiba dengan membawa smoothie strawberry juga martabak manis. Pesanan Aruna.Kandungan wanita itu sudah menginjak bulan ke tuju, perut buncitnya kian terlihat juga rasa ngidam yang beberapa kali diluar nalar.Contoh saja kemarin malam, saat itu Wisnu sedang tidak bisa datang karena pekerjaan. Tapi Aruna terus merengek, wanita itu tiba-tiba saja jadi begitu manja dan ingin bertemu Wisnu dengan segera.Mengalah, pada akhirnya Wisnu menuruti keinginan Aruna. Ia datang ke rumah kedua setelah menyelesaikan beberapa meeting dan pekerjaan menumpuk di hari itu, sedikit terlambat tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.Wisnu tiba pukul sebelas malam, ia agak cukup terkejut saat melihat Aruna yang masih stay duduk di sofa ruang tamu menunggunya.Begitu pria itu sampai, mata Aruna berbinar layaknya anak anjing menggemas
Mobil itu melaju membelah jalanan, tiga orang yang ada di dalam sana hanya saling diam dengan pemikiran masing-masing.Sofie menatap Chandra yang berlaku sebagai pengendara, sementara seorang wanita lain yang duduk di bagian belakang hanya menunduk gelisah.Semalam, tepatnya setelah Aruna mengetahui soal keadaan Diandra, wanita itu memaksa Chandra maupun Sofie untuk mengatakan semua yang mereka tahu perihal wanita itu.Dengan terpaksa, Sofie memberitahukan semuanya. Termasuk soal Diandra dan keadaan wanita itu yang kian memburuk dari waktu ke waktu."Dokter bilang, kemungkinan untuk Diandra sembuh begitu tipis."Aruna kembali mengingat perkataan Sofie semalam. Dalam sekejap hal itu menyadarkan dirinya, menamparnya pada kenyataan yang ada.Tidak seharusnya ia berlarut pada perasaanya untuk Wisnu. Tidak seharusnya ia ikut terhanyut pada perhatian yang diberikan pria itu.Ia tentu tahu jika bahwasanya Diandra tengah sakit, tapi ia tidak tahu jika penyakit yang diderita wanita itu sudah s
Wisnu baru saja terbangun dari tidurnya, ia meraba ke arah samping dan tidak mendapati siapapun di sana.Dengan mata menyipit, pria itu bangkit. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri seolah mencari sesuatu.Setelah seratus persen kesadarannya terkumpul, pria itu segera meraih ponsel. Ia baru teringat jika sudah sejak semalam ia tidak mendapati Diandra dimanapun.Sering pertama dan kedua masih tidak ada jawaban. Di sering ketiga barulah terdengar suara serak dari seberang panggilan."Halo?" sapanya dari seberang."Kamu di mana? Kok nggak di rumah?" tanya Wisnu to the point."Aku sedang di rumah Mama. Maaf kemarin aku lupa memberitahumu," jawabnya.Wisnu menghela napas, entah kenapa ia merasa kesal tiba-tiba. Ini bukan kali pertama bagi Diandra pergi tanpa berpamitan.Akhir-akhir ini wanita itu memang sering bepergian tanpa berpamitan lebih dulu kepada Wisnu. Membuat pria itu kelimpungan di beberapa kesempatan.Tapi yang sebenarnya tidak pria itu ketahui, kepergian Diandra yang mendadak b
Kondisi perusahaan hati itu cukup sibuk, Wisnu yang duduk di ruangannya masih sibuk bergulat dengan beberapa berkas dan juga kontrak kerja sama yang harus ia tanda tangani.Terdengar suara ketukan pintu, seorang lelaki muda dengan setelan jas rapi juga rambut klimis datang menghampiri Wisnu setelah dipersilakan masuk."Sean?" tanya Wisnu.Sesaat kemudian dua pria itu saling berpelukan dan bercengkrama beberapa saat."Kukira kau sudah berubah, rupanya masih sama saja. Wisnu si pekerja keras," ujarnya.Wisnu terkekeh, tidak lama kemudian ponselnya bergetar. Setelah meminta izin, Wisnu bergeser sedikit ke arah pojok ruangan dan mengangkat panggilan."Wisnu, apa bisa sepulang dari kantor nanti kau mampir ke rumah? Aku… aku ingin es kepal."Senyum sumringah tercipta di wajah Wisnu saat terdengar suara Aruna dari seberang panggilan. Ia tidak tahu jika wanita itu bisa terdengar se menggemaskan seperti sekarang."Ya. Akan ku belikan, ada lagi?""Tidak ada. Semangat kerjanya."Senyum cerah kia
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,