Suasana makan malam cukup lengang. Hanya terdengar alat makan yang saling beradu.Sebenarnya hawa malam itu cukup sejuk karena air conditioner yang menyala dengan suhu cukup rendah. Tapi entah mengapa Aruna merasakan hal berbeda. Sesuatu dalam dirinya serasa terbakar, panas tanpa alasan.Apalagi saat ia melihat interaksi antara Wisnu juga Diandra yang saling melempar senyuman manis, juga sesekali memperlakukan satu sama lain dengan manis.Apa ia cemburu? Tidak, mungkin."Kamu kenapa?"Sofie berbisik lirih. Gadis itu bertanya tanpa menatap ke arah Aruna, tangan juga matanya masih sibuk pada sepotong daging steak di hadapannya.Aruna hanya tersenyum tipis juga menggeleng kecil. Ia kembali memfokuskan diri pada makanan di hadapannya."Aruna, bagaimana?"Pertanyaan tiba-tiba Diandra membuat satu alis Aruna naik. Apanya yang bagaimana?"Soal program kehamilan, kamu sudah melakukannya?"Aruna, gadis itu sempat mencuri pandang ke arah Wisnu yang kebetulan duduk di sebelah Diandra.Pria itu
"Aku hanya khawatir karena Aruna pagi-pagi sekali sudah tidak ada di rumah."Jawaban Wisnu membuat satu alis Chandra memicing. Belum lagi pria itu yang sesekali menghindari kontak mata dengan dirinya, seolah tengah menyembunyikan sesuatu."Aku cuma nyari tukang bubur, buat sarapan," Sahut Aruna cepat.Wisnu mengganguk saja, kemudian pria itu menggandeng tangan Aruna, hendak membawanya pergi sebelum suara Chandra lebih dulu menginterupsi."Mau ke mana?""Pulang," itu Wisnu yang menyahut."Tunggu. Buburnya biar di bungkus, sayang mubazir nanti."Mereka menunggu penjual bubur membungkus pesanan Aruna, baru setelahnya dua orang tersebut meninggalkan Chandra sendirian di sana."Gebetannya mas?" celetuk penjual bubur membuat Chandra menoleh.Pria itu hanya tersenyum kecil dan kembali menyantap bubur ayam miliknya.Sementara itu, Diandra yang sudah terbangun sejak tadi sudah berkeliling rumah mencari keberadaan Wisnu.Ia sudah bertanya pada Bibi pembersih rumah, namun wanita baya itu juga ti
"Jadi maksud kamu, kamu mau merahasiakan soal kehamilan kamu dari Wisnu juga Diandra?"Chandra bertanya kebingungan setelah Aruna menceritakan soal kehamilannya.Wanita itu mengangguk, ia menghela napas dan menatap lekat ke arah Chandra yang duduk di kursi tunggal."Aku minta tolong sama kamu, rahasiakan ini, ya.""Tapi kenapa? Bukannya ini yang ditunggu-tunggu juga sama mereka?"Aruna diam. Ia menundukkan kepala dengan dua tangan yang saling tertaut satu sama lain."Aruna?"Pelan-pelan wanita itu mendongak, ia menghela napas beberapa kali sebelum berbicara."Aku juga nggak tahu. Aku nggak tahu kenapa aku justru merasa lebih aman buat merahasiakan kehamilan ku dari Wisnu ataupun Diandra." "Aku bakal ngasih tahu mereka kok, karena bagaimanapun juga anak ini bakalan jadi anak mereka nantinya. Tapi…."Perkataan Aruna terjeda, wanita itu mendongakkan kepalanya dan mengusap sekitar pipi. Matanya memerah dengan air mata yang sesekali menetes."Kamu mulai sayang sama anak itu?"Aruna diam.
"Apa katamu?" Wisnu bertanya dengan lirih. Ekspresi wajahnya sulit untuk dijelaskan, antara terkejut juga tidak percaya.Diandra diam, napasnya naik turun akibat menahan isak dalam dada. Rasanya begitu sesak sekarang."Diandra Safa, katakan apa maksudmu!"Penekanan pada tiap kata yang dilontarkan Wisnu kian mengiris perasaan Diandra. Ia takut, benar-benar takut akan kehilangan pria di hadapannya ini."Aruna, dia hamil anak kamu," sahut Diandra lirih.Air mata yang semula coba ia tahan pada akhirnya jatuh, luruh bersama isak kecil yang coba ia redam dengan bungkaman telapak tangan."Darimana kamu tahu? Kemaren Aruna bilang kalau hasilnya negatif."Mencoba denial. Wisnu masih saja berusaha meyakinkan diri jika apa yang dikatakan Diandra adalah salah."Aku lihat sendiri hasilnya saat Aruna membuang itu di tempat sampah. Jelas di sana tertera dua garis yang menandakan kalo dia sedang hamil."Menggeleng, Wisnu menggelengkan kepalanya tidak percaya. Pria itu juga meremas rambutnya sendiri
Ponsel milik Chandra bergetar, pria itu mengalihkan fokusnya dari laptop ke arah ponsel."Halo?""Dimana kau?""Kenapa kau bertanya, tentu saja di perusahaan," jawab Chandra agak sewot.Wisnu yang ada di seberang panggilan menghela napas, terjadi jeda selama beberapa saat sebelum pria di seberang telepon kembali mengajukan pertanyaan."Gimana Aruna?"Dahi Chandra mengernyit, kenapa Wisnu tiba-tiba menanyakan soal Aruna padanya?"Kenapa?""Nggak papa, cuma nanya. Kamu kan yang nganterin Aruna ke rumah kedua.""Iya. Tumben amat nanyain Aruna.""Yasudahlah, kembali kerja aja sana."Panggilan tiba-tiba terputus, Chandra jadi terheran dengan sikap Wisnu yang mendadak aneh.Sementara itu, Wisnu mengusak rambutnya kesal. Bertanya pada Chandra juga tidak ada gunanya.Apa ia harus menyusul Aruna sekarang? Tapi kondisinya sedang tidak pas. Diandra masih dalam mood yang kurang baik, apalagi jika menyangkut soal Aruna. Dirinya tidak mungkin makin menambah kesal istrinya bila tahu ia akan pergi m
Pukul lima pagi saat ponsel milik S9fie berdering nyaring, membuat tidur nyenyak nya seketika terganggu.Gadis itu meraba nakas, matanya memicing masih setengah sadar. Bukan, itu bukan suara alarm miliknya. Masih terlalu pagi baginya untuk bangun. Suara berisik pagi itu berasal dari panggilan Chandra. Sudah sekitar kali ketiga pria itu terus menelponnya, ia masih belum juga menyerah meski sebelumnya Sofie selalu me reject panggilan pria itu.Sekali lagi, Sofie menolak panggilan dari Chandra. Ia memilih untuk kembali bergelung dalam selimut dan melanjutkan mimpi tertundanya.Begitu rencana awalnya, tapi rencana hanyalah rencana.Panggilan telepon memang terhenti, tapi tergantikan dengan suara kerikil yang menghantam kaca jendela kamar. Hal itu sama saja membuat Sofie tidak bisa kembali ke alam mimpinya.Gadis itu mendengkus, dengan kekesalan level dewa ia menyingkap selimut dengan kasar. Berjalan ke arah jendela dan membukanya dengan lebar.Di bawah, tampak Chandra tersenyum puas. Pr
Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban Dari Aruna. Wisnu kembali meraih bahu wanita itu, merematnya sedikit kuat hingga Aruna meringis menahan sakit."Jawab aku Aruna, Jawab!""Sakit," rintihnya.Namun seolah tuli, Wisnu tudak menghiraukan rintihan Aruna. Pria itu masih saja menatap wanita itu juga memaksanya untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan."Apa yang kau lakukan, brengsek!"Chandra datang dan langsung menarik baju Wisnu, mendorong pria itu hingga tersungkur. Chandra yang merasa kesal hampir saja membubuhkan sebuah bogem mentah ke arah si lelaki jika tidak dengan segera Sofie manahan aksinya."Semuanya nggak bakal selesai dengan cara kekerasan. Lebih baik sekarang kita duduk dan selesaikan semuanya dengan kepala dingin," kata gadis itu menengahi."Kamu nggak papa?" Sofie menghampiri Aruna. Wanita itu menggeleng, ia hanya terkejut juga sedikit takut dengan perubahan sikap Wisnu yang begitu agresif.Seperti yang dikatakan Sofie sebelumnya, empat orang dewasa itu berkumpul.
Suasa begitu canggung. Aruna sejak tadi terus melihat ke sekeliling, memperhatikan apa saja selain harus bertatapan dengan Wisnu yang sudah sejak tadi tersenyum ke arahnya tanpa henti.Juga genggaman tangan pria itu yang terasa kian erat tiap detiknya. Benar-benar membuat jantung Aruna seakan dipompa dua kali lebih cepat dari biasanya."Tidak perlu dilihat sampai sebegitunya, aku tidak akan kemana-mana."Memberanikan diri, Aruna berkata. Sungguh, ia masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Wisnu sekarang.Itu lebih ekstrem dibandingan kedekatan mereka sebelumnya. Dan jujur saja, pertahanan Aruna bisa-bisa akan goyah jika hal itu terus berlanjut.Ia masih harus memiliki kesadaran dimana dan siapa dirinya di sini.Wisnu mungkin masih di masa begitu bahagia karena apa yang dinantikan nya selama ini sudah ada dalam rahimnya. Tapi Aruna juga tidak boleh lupa sedalam apa perasaan pria itu pada Diandra."Maaf, maaf. Apa aku terlalu berlebihan?"Demi Tuhan! Tidak bisakah Wisnu bertanya den
Pukul tiga dini hari saat Wisnu dikejutkan dengan suara rintihan pelan yang berasal dari sebelahnya. Pria itu menoleh dengan mata yang masih setengah terpejam."Kamu kenapa?" tanya pria itu dengan suara serak. "Perutku tiba-tiba saja terasa sakit," keluh Aruna sembari memegangi perut buncitnya.Omong-omong kandungan wanita itu saat ini sudah menginjak bulan ke sembilan. Dan menurut perkiraan Dokter, wanita itu akan melahirkan dua minggu dari sekarang.Pelan-pelan Wisnu coba bantu menenangkan, tangan besarnya ia gunakan untuk mengelus perlahan perut sang istri berharap dengan itu rasa sakit yang diderita bisa mereda."Perutku mulas," ucap Aruja tiba-tiba."Ayo, aku bantu ke kamar mandi."Saat Wisnu hendak membantu Aruna untuk bangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat mendapati kasur yang ditempatinya sebelumnya basah."Kamu mengompol?" tanya Wisnu."Air ketubannya pecah."Keduanya sempat terdiam sesaat, sebelum kemudian kepanikan melanda mereka. Wisnu dengan siap siaga memapah Ar
Dua tahu sudah semuanya berlalu. Seperti harapan yang terkabul, kehidupan Aruna dan keluarganya begitu baik semenjak hari itu.Anak-anak yang tumbuh sehat dan menggemaskan, perkembangan perusahaan yang kembali naik setelah terungkapnya rekaman percakapan rencana kriminal Celine yang tanpa sengaja bocor.Membuat para investor yang sebelumnya mencabut saham mereka dari perusahaan kembali bergabung bahkan menanam saham lebih besar dari sebelumnya.Juga soal pernikahan Aruna dan Wisnu. Keduanya memutuskan untuk membuat pesta resepsi sekaligus untuk mengumumkan pernikahan mereka pada khayalak ramai.Hal itu guna membersihkan nama Aruna dan meluruskan kesalahpahaman yang ada. Tentunya dengan menutup beberapa fakta jika sebenarnya Diandra yang meminta wanita itu untuk menjadi ibu pengganti.Seperti saat ini, Aruna yang tengah mengawasi David juga Nadine yang tengah bermain di halaman belakang tersentak saat sebuah pelukan mengejutkannya dari arah belakang.Itu adalah Wisnu. Pria itu baru saja
Wisnu yang merasa tidak tahan melihat adegan itu memilih keluar lebih dulu, membiarkan dua wanita itu saling menumpahkan perasaannya masing-masing."Tolong jaga Nadine, saat ini dirinya tidak memiliki siapapun lagi," kata mbak Riri setelah pelukan keduanya terlepas.Aruna mengangguk, wanita itu akan melakukan tugasnya dengan tulus karena jauh sebelum ia memikirkan permintaannya untuk mengadopsi Nadine, memang wanita itu sudah menyayangi Nadine selayaknya ia menyayangi David, anaknya sendiri."Pasti mbak, pasti. Aku juga sudah menganggap Nadine selayaknya anakku sendiri jauh sebelum ini.""Ya, aku percaya pada kalian. Maaf atas segala perbuatanku," kata wanita itu menunduk."Sudah, mbak. Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, yang harus dilakukan hanya berubah menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. Dan lagi, aku yakin bahwasanya Mbak Riri sebenarnya adalah orang yang baik."Belum sempat Mbak Riri menjawab perkataan Aruna, seorang sipir masuk dan berkata jika waktu merek
Wanita itu menatap ke arah Wisnu dengan sengit."Apa yang mbak lakukan? Kenapa mbak tega pada David?!" tanya Wisnu marah.Wanita itu tersenyum, Mbak Riri atau yang bernama asli Arini itu terkekeh kemudian tertawa terbahak-bahak. Ia menunjuk Wisnu dengan ibu jarinya."Karena orang sepertimu pantas mendapatkannya!" Amarah terpancar begitu jelas di wajah Mbak Riri, wanita itu seolah menyimpan dendam yang teramat besar kepada Wisnu."Apa kamu ingat dengan seorang gadis yang juga pelayan di rumah Celine? Gadis polos yang dengan bodohnya membantumu keluar dari rumah itu hanya karena beranggapan kamu adalah seorang lelaki baik-baik. APA KAMU MENGINGATNYA!!"Wisnu tersentak, ingatannya kembali terputar saat ia menjadi korban tawanan Celine saat itu.Tentu saja ia ingat, seorang gadis yang begitu baik mau membebaskannya meski taruhannya ia sendiri yang akan menjadi korban tabiat buruk Celine.Dan disaat itu ia teringat dengan janjinya pada gadis itu. Bahwa ia akan melindungi keluarganya dari
Tidak ada yang dilakukan Wisnu, ia hanya duduk diam dengan pandangan kosong ke arah depan.Kepalanya tidak bisa berpikir, ia tidak tahu apa ya g sebenarnya ada dalam hatinya sekarang. Semuanya terlalu bercampur aduk hingga ia sendiri tidak tahu apa yang jadi tujuannya saat ini.Ia tentu tidak ingin berpisah dari Aruna, mau bagaimanapun sejujurnya dirinya begitu mencintai wanita itu.Namun di sisi lain dirinya hanya takut, ia takut jika di masa depan Celine juga akan kembali melakukan hal gila lainnya, bahkan lebih.Memang, keadaan wanita itu juga tidak lebih baik daripada David. Ia mengalami pendarahan juga patah tulang yang cukup serius, namun rasa takut itu tentu masih ada dalam perasaan Wisnu saat ini.Ia hanya tidak ingin baik Aruna ataupun David akan menjadi korban lagi, sudah cukup untuk sekarang."Melamunkan apa?"Pria itu tersentak. Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya di depan ruang tunggu kamar VIP. Omong-omong beberapa jam yang lalu David sudah bisa dipindahkan ke r
"DAVID!!"Teriakan itu tidak terelakan, air mata turun begitu saja dari pelupuk mata si wanita. Ia meraung, melihat bagaimana buah hatinya harus menjadi korban dari perasaan egois seseorang.Wisnu yang juga ada di sana tampak tidak jauh berbeda. Pria itu sama terkejutnya, tidak menyangka dengan apa yang dilakukan Celine.Wanita itu benar-benar nekat.Melihat bagaimana histerisnya Aruna, Wisnu segera menahan wanita itu saat ia ingin mengikuti jejak Celine terjun ke bawah sana.Wisnu memeluk Aruna yang meraung keras, keduanya menangis hebat perasaan mereka hancur berkeping-keping.Tangisan Aruna belum juga reda, justru terdengar kian keras dan menyayat hati saat wanita itu melihat bagaimana tubuh mungil buah hatinya yang bersimbah darah tergeletak di atas brankar."David, sayang."Rasanya Aruna tidak mampu lagi untuk berdiri di atas kakinya, hingga tidak lama kemudian wanita itu ambruk tidak sadarkan diri.Wisnu yang juga masih menangis bersusah payah untuk membopong tubuh istrinya, mes
"Ada apa?" Aruna bertanya khawatir.Wisnu tidak langsung menjawab, pria itu justru langsung menggandeng tangan sang istri dan membawanya kembali ke lantai tempat mereka menginap.Melihat Wisnu yang tampak terburu-buru, membuat Aruna kebingungan. Namun tiap kali wanita itu bertanya, sang suami tidak menjawab apapun."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu tampak terburu-buru?" Wisnu masih saja tidak mengatakan apapun sampai keduanya tiba di depan pintu kamar. Pria itu langsung masuk ke dalam dan membereskan barang-barang mereka dengan asal.Memasukan pakaian ke dalam koper juga beberapa barang lainnya dengan terburu."Wisnu, kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi!"Tidak tahan, Aruna menyentak kegiatan sang suami yang tengah memasukan pakaian ke dalam koper. Ia memegang erat bahu sang suami dan menatap matanya dalam."Tenangkan dirimu, dan katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aruna dengan lebih tenang.Wisnu yang semula nampak begitu panik, berangsur-angsur mulai terlihat tenang. Ia
Tanpa terasa Aruna dan Wisnu telah menghabiskan waktu tiga hari di negara gingseng tersebut. Keduanya banyak menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan ke Namsan tower, sungai Han juga berburu jajanan kaki lima khas negeri yang begitu terkenal dengan budanya hiburannya tersebut.Saat itu malam pukul dua belas malam. Cuaca di kota Seoul begitu dingin karena memang waktu yang mulai memasuki musim gugur. Aruna sudah siap dengan pakaian tidurnya. Wanita itu terduduk di depan sebuah meja sembari mengoleskan skincare routine nya saat dari arah kamar mandi Wisnu muncul.Pria itu baru saja selesai membersihkan diri setelah hampir seharian keduanya berjalan-jalan juga bersenang-senang."Wangi sekali, istriku," kata Wisnu sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Aruna hanya terkekeh, ia kemudian meraih sebuah hairdryer dan mendekat ke arah sang suami yang terduduk di tepi ranjang.Ia mulai mengeringkan rambut hitam Wisnu dengan hati-hati juga teliti, sementara si lelaki sibuk mem
Malam hari berlalu dengan cepat. Pagi ini Aruna tengah disibukkan dengan acara memasak untuk bekal piknik David juga orang tuanya.Suasana rumah yang cukup sepi membuat tiap pergerakan Aruna terdengar cukup nyaring, juga bau masakan yang tercium hingga lantai atas.Pergerakan wanita itu terhenti saat tiba-tiba sepasang lengan kekar melingkar pada pinggang nya. Sejurus kemudian ia merasakan beban di bahu sebelah kiri.Wisnu, pria yang baru saja terbangun dari tidurnya itu bergelayut manja pada bahu sang istri, mencium dengan rakus aroma yang kian menjadi candu tiap harinya."Mandilah dulu, setelah itu antar David ke rumah Ayah dan Ibu," kata Aruna masih sembari menata makanan dalam wadah bekal.Wisnu hanya bergumam dengan suara serak, pria itu justru kian mengeratkan pelukannya juga sesekali menciumi leher sang istri yang menimbulkan sensasi geli."Hentikan, bagaimana jika dilihat David?""Tidak apa, anak itu akan senang jika memiliki seorang adik," sahut Wisnu ngawur."Lepaskan dulu,