"Aku akan pagi ke kantor pagi, jadi pagi-pagi mama baru datang ke sini lagi." Daffin mencoba untuk membujuk."Ya sudahlah, Mama juga sudah lama nggak pulang ke rumah, jadi mau periksa rumah juga." Mita akhirnya mengalah.Mendengar apa yang dikatakan Mama, membuat Daffin merasa sangat senang. Akhirnya dirinya bisa memiliki waktu bersama dengan istrinya."Apa mama dan papa mau langsung pulang, sekarang?" Daffin senyum."Ngusir kamu?" tanya Surya."Enggak sih, pa." Daffin tersenyum nyengir."Hana lagi tidur, kalau mama pulang sekarang, nanti takutnya gitu dia bangun malah cariin Mama," ucap Mita."Nanti bisa aku kasih tahu Hana, ma." Davin berdoa di dalam hatinya agar mamanya mau mendengar bujukannya."Ya udah kalau gitu, nanti kalau ada apa-apa, Kasih tahu mama, mama akan datang ke sini.""Iya ma." Daffin yang begitu sangat senang. Akhirnya, ia bisa juga berduaan dengan istrinya.Setelah Hana melakukan terapi tangannya, Hana merasa kelelaihan dan baru tertidur. Karena itu, Mita tidak
Daffin menelan air ludahnya dan menuruti perintah yang diberikan istrinya. "Kalau seperti ini ceritanya, gimana mau mandi berdua." Daffin berkata dalam hati sambil memandang ke arah dinding. Senyum mengembang di bibirnya, ketika melihat istrinya yang sudah mulai berani untuk menyatakan keinginannya dan memperlihatkan sifatnya yang ternyata manja dan malu-malu. "Abang sudah." Hana berkata setelah memakai kembali celananya.Daffin tersenyum dan membalikkan badannya. Dengan cepat dibukanya baju serta celananya. "Kita mandi?" Daffin tersenyum.Hana menggelengkan kepalanya. "Hana mau mandi sendiri aja, Abang tunggu di luar. Nanti kalau sudah selesai, Abang baru mandi, kita gantian." Hana tersenyum manis.Daffin diam memandang senyum manis istrinya yang memperlihatkan deretan gigi putih nan rapi tersebut. "Tadi katanya mandi berdua." Pria itu mengingatkan istrinya. "Hana berubah pikiran, Hana mau mandi sendiri aja."Daffin diam mendengar ucapan istrinya. Semangat yang tadi menggebu-gebuk
"Tentu." Daffin tersenyum."Apa nggak dikejar security?" Hana memandang wajah suaminya dengan serius."Nggak," jawab Daffin. "Apa beneran boleh keluar dari rumah sakit?" Hana kembali bertanya dengan ekspresi wajah, tidak percaya."Iya boleh, mau nggak makan di luar?" Daffin kembali menawarkan. Rumah sakit ini, sudah seperti hotel baginya. Yang mana mereka hanya tidur saja di sini dan sekali-sekali perawat dan dokter akan datang memeriksa.Dengan cepat Hana menganggukkan kepalanya. "Hana ganti baju dulu ya.""Iya, mau dibantuin?" Daffin menawarkan jasa."Bisa sendiri." Hana mengejek dengan menjulurkan lidahnya.Melihat sikap istrinya seperti ini membuat dirinya gema sendiri. "Udah berani ya," ucapnya.Hana menelan air ludahnya dan menggelengkan kepalanya. Daffin menatap istrinya tanpa berkata apa-apa. Hana hanya diam tanpa mampu berkata apa-apa lagi. Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak dan sulit untuk bernafas, ketika melihat cara suaminya menatapnya. "Abang maaf ya, Hana hanya be
Daffin masuk ke dalam warung makan sambil memegang tangan istrinya. Melihat tempat yang saat ini di kunjunginya membuat dirinya bingung sendiri. Entah mengapa Hana memilih tempat ini. Warung makan ini tidak begitu besar, namun pengunjungnya sangat ramai. Bahkan dirinya bingung untuk memilih tempat duduk.Hana memandang ke dalam warung makan sambil mencari kursi yang kosong. "Abang, kita duduk di sana ya." Ia menunjuk kursi yang kosong di depan meja yang ditempati oleh pasangan suami istri dengan membawa anak."Itu meja ada orangnya," tolak Daffin."Nggak apa-apa, kita makan di sana aja." Hana tersenyum dan menarik tangan suaminya.Daffin hanya diam dan mengikuti kemauan istrinya. "Permisi mbak, apa kursi ini kosong?" Hana tersenyum memandang wanita yang saat ini sedang duduk memangku anaknya."Nggak ada, kosong," jawab wanita satu anak tersebut."Terima kasih ya mbak." Hana tersenyum dan kemudian duduk di kursi plastik tanpa memiliki sandaran tersebut."Abang duduk sini." Hana mene
"Maaf mbak, ini kerjanya dicepetin." Susi sangat kesal di perlakukan seperti ini. Jauh di lubuk hatinya, Ia tidak ingin bekerja seperti ini. Anaknya seorang artis terkenal, tidak selayaknya ia bekerja di warung makan kecil seperti sekarang."Kerjanya yang cepat ya Bu Susi, itu mejanya sudah pada numpuk semua piring-piring kotor." Wanita pemilik warung itu, berkata dengan kesal. "Iya Mbak," jawab Susi dengan wajah yang tidak ikhlas. "Cuman punya warung seperti ini aja sombongnya sudah minta ampun." Susi mengomel dalam hati. Jika seandainya boleh memilih, Susi tidak akan mau bekerja di sini. Gengsi rasanya bila harus bekerja di warung makan kecil seperti ini. Namun, tidak ada tempat yang mau menerimanya bekerja. Apalagi Susi memang tidak memiliki keterampilan apapun sama sekali."Jangan kebanyakan melamun buk." Wanita itu kembali berkata ketika Susi diam melamun. Stres rasanya memiliki pekerja seperti ini, kesalnya."Iya mbak." Susi memasukkan piring kotor yang di atas meja ke dalam bas
Hana berada di dalam kamar rawatnya. Hari ini, mama mertuanya, Akan datang berkunjung siang, karena ada urusan. Sedangkan suaminya, berangkat ke kantor. "Di sini enak, tapi bosan juga." Hana merasa jenuh."Tapi gak bosan kok, di sini ada banyak perawat. Ada mama dan papa yang selalu menemani. Ada pengawal Nia juga, yang selalu menjaga. Lebih seram bila di rumah." Ia kemudian tersenyum. Hatinya merasa sangat senang, setiap kali melihat perubahan sikap suaminya. Hana mengambil ponselnya dan menghubungi pengawalnya yang berjaga di depan pintu kamar."Mbak Nia, bisa tolong masuk sebentar," panggil Hana."Baik mbak Hana," jawab Nia yang kemudian memutuskan sambungan telepon. "Ada apa Mbak Hana?" Nia bertanya ketika sudah masuk ke dalam kamar."Mbak Hana, saya minta tolong belikan rujak." Hana tersenyum. Siang ini, ia begitu sangat ingin makan rujak ulek.Nia diam saat mendengar permintaan dari Hana."Mbak tolongin, pengen banget," Hana sedikit memaksa.Nia memandang Hana dan kemudian t
Wajahnya yang tadi garang, kini memucat ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu. "Daffin." Kakinya gemetar ketakutan, seakan melihat hantu.Hana menangis saat melihat Daffin datang. "Abang, tolong Hana." Ia berkata dengan suara yang lemah. Dengan cepat dilepaskannya tangan anak tirinya dengan kasar, dan mendorongnya. Susi tidak menduga, bahwa Daffin akan pulang secara mendadak. "Hana." Daffin berlari mengejar istrinya. Dengan cepat di peluknya tubuh istrinya yang hampir saja terjatuh. Apa yang sudah dilakukan Susi terhadap istrinya, tidak bisa dibiarkannya begitu saja. Setelah memposisikan Hana, duduk di tepi tempat tidur. Ia akan membuat perhitungan terhadap wanita tua tersebut. "Berani sekali kalau datang ke sini dan memukul istri ku?" Daffin mendorong kuat, tubuh gemuk milik Susi, hingga terjatuh kelantai. Melihat istrinya diperlukan seperti ini, membuatnya sangat marah. Di tatapnya Susi dengan tatapan tajam. "Maafkan mama, Daffin, mama khilaf." Susi ketakutan saat
Setelah mendengar penjelasan dari dokter Lusi, Daffin merasa senang. Namun ada rasa sedih, ketika melihat wajah istrinya saat ini. Diusapnya rambut Hana dan mencium kening wanita tersebut. "Nggak tahu dek, apa yang harus Abang katakan sekarang, Abang benar-benar sangat menyesal dengan apa yang sudah Abang lakukan."Daffin mengusap air matanya dengan menggunakan tangan baju kemejanya. Karena perbuatan yang dilakukannya, kini istrinya harus menderita seperti ini."Untuk sementara tangannya diliburin lagi ya dek. Nanti kalau perlu ngetik skripsi, Abang yang bantu. Adek cukup kasih perintah aja." Daffin mengusap pipi istrinya. Apapun yang saat ini dikatakannya, sudah pasti tidak akan didengar oleh Hana. Namun ia, tetap berbicara sendiri, seakan istrinya mendengar apa yang disampaikannya. Hana harus kembali dirawat secara intensif. Jarum infus, kembali menancap di tangannya. Hidungnya, menempel seleng oksigen, guna membantu pernapasannya.Kini tatapan matanya, mengarah ke perut istrin