Hana berada di dalam kamar rawatnya. Hari ini, mama mertuanya, Akan datang berkunjung siang, karena ada urusan. Sedangkan suaminya, berangkat ke kantor. "Di sini enak, tapi bosan juga." Hana merasa jenuh."Tapi gak bosan kok, di sini ada banyak perawat. Ada mama dan papa yang selalu menemani. Ada pengawal Nia juga, yang selalu menjaga. Lebih seram bila di rumah." Ia kemudian tersenyum. Hatinya merasa sangat senang, setiap kali melihat perubahan sikap suaminya. Hana mengambil ponselnya dan menghubungi pengawalnya yang berjaga di depan pintu kamar."Mbak Nia, bisa tolong masuk sebentar," panggil Hana."Baik mbak Hana," jawab Nia yang kemudian memutuskan sambungan telepon. "Ada apa Mbak Hana?" Nia bertanya ketika sudah masuk ke dalam kamar."Mbak Hana, saya minta tolong belikan rujak." Hana tersenyum. Siang ini, ia begitu sangat ingin makan rujak ulek.Nia diam saat mendengar permintaan dari Hana."Mbak tolongin, pengen banget," Hana sedikit memaksa.Nia memandang Hana dan kemudian t
Wajahnya yang tadi garang, kini memucat ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu. "Daffin." Kakinya gemetar ketakutan, seakan melihat hantu.Hana menangis saat melihat Daffin datang. "Abang, tolong Hana." Ia berkata dengan suara yang lemah. Dengan cepat dilepaskannya tangan anak tirinya dengan kasar, dan mendorongnya. Susi tidak menduga, bahwa Daffin akan pulang secara mendadak. "Hana." Daffin berlari mengejar istrinya. Dengan cepat di peluknya tubuh istrinya yang hampir saja terjatuh. Apa yang sudah dilakukan Susi terhadap istrinya, tidak bisa dibiarkannya begitu saja. Setelah memposisikan Hana, duduk di tepi tempat tidur. Ia akan membuat perhitungan terhadap wanita tua tersebut. "Berani sekali kalau datang ke sini dan memukul istri ku?" Daffin mendorong kuat, tubuh gemuk milik Susi, hingga terjatuh kelantai. Melihat istrinya diperlukan seperti ini, membuatnya sangat marah. Di tatapnya Susi dengan tatapan tajam. "Maafkan mama, Daffin, mama khilaf." Susi ketakutan saat
Setelah mendengar penjelasan dari dokter Lusi, Daffin merasa senang. Namun ada rasa sedih, ketika melihat wajah istrinya saat ini. Diusapnya rambut Hana dan mencium kening wanita tersebut. "Nggak tahu dek, apa yang harus Abang katakan sekarang, Abang benar-benar sangat menyesal dengan apa yang sudah Abang lakukan."Daffin mengusap air matanya dengan menggunakan tangan baju kemejanya. Karena perbuatan yang dilakukannya, kini istrinya harus menderita seperti ini."Untuk sementara tangannya diliburin lagi ya dek. Nanti kalau perlu ngetik skripsi, Abang yang bantu. Adek cukup kasih perintah aja." Daffin mengusap pipi istrinya. Apapun yang saat ini dikatakannya, sudah pasti tidak akan didengar oleh Hana. Namun ia, tetap berbicara sendiri, seakan istrinya mendengar apa yang disampaikannya. Hana harus kembali dirawat secara intensif. Jarum infus, kembali menancap di tangannya. Hidungnya, menempel seleng oksigen, guna membantu pernapasannya.Kini tatapan matanya, mengarah ke perut istrin
Daffin tidak beranjak dari duduknya. Tangannya tidak ada henti-hentinya mengompres bagian pipi Hana yang merah. Dilihatnya pintu kamar yang terbuka dan papanya, masuk kedalam kamar."Daffin, bagaimana kondisi Hana?" Surya memandang putranya. Begitu mendengar kabar tentang Hana, Surya langsung ke rumah sakit."Belum sadar pa, masih harus dirawat lagi, sampai kondisinya membaik," jelas Daffin."Mengapa bisa seperti ini?" Surya melihat kondisi menantunya yang memprihatinkan."Kita ngobrol di sofa aja pa." Daffin meletakkan alat kompres di atas nakas. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju sofa.Surya memandang minantunya dan mengusap kepal Hana. "Papa janji nak, ini yang terakhir kalinya, kamu diperlakukan seperti ini dengan keluarga mama tirimu. Setelah ini, dia tidak akan bisa lagi mendekat." Daffin duduk di sofa dan meminum kopinya yang sudah tidak panas. Ia berharap, setelah meminum kopi, pikirannya akan lebih tenang. "Mengapa bisa seperti ini? Bagaimana caranya Susi bisa
Hana terbangun dari tidur panjangnya. Dilihatnya ke tangannya, yang ternyata sudah kembali di gendong dan satu tangan lagi, memakai perbedaan elastis dan diberi penyangga. "Hana sudah bangun?" Mita tersenyum dan mengusap kepala menantu.Hana mengangguk kan kepalanya. "Hana mau duduk," ucapnya."Nggak boleh, harus baring aja. Soalnya kata dokter, untuk sementara waktu ini, Hana tidak boleh bergerak, ataupun duduk.""Iya ma," jawabnya nurut. Bila sakit seperti ini, ia akan menjadi anak yang sangat patuh dan menuruti semua yang diperintahkan oleh Mama mertuanya."Apanya yang terasa sakit?" tanya Mita."Kepala Hana pusing," keluhnya.Mita memijat pelipis kening menantunya. "Tangan gimana rasanya?" "Gak ada rasa, ma.""Oh, mungkin karena efek bius." Mita tersenyum dan terus memijit pelipis kening Hana. Kalau perut, apa masih sakit?" "Sudah tidak, kalau Hana gak boleh gerak, gimana ke kamar mandinya?""Nanti pakai pispot aja, jadi di tampung. Atau mau pakai pempes?"Hana gak mau pakai pe
Baru saja kemarin, Hana merasa sombong dan bisa melakukan semuanya sendiri. Namun hari Ini, kedua tangannya tidak lagi bisa di minta untuk bekerja. Bahkan ia tidak di perbolehkan untuk bergerak. Hana harus meminta suaminya mengerjakan semua hal untuknya. "Abang, kemarin Hana sudah bisa mandi sendiri, bisa makan sendiri, bisa ke kampus, lanjutkan skripsi, tapi sekarang kayak gini lagi." Mulutnya maju ke depan. Ia masih sangat kesal dan juga marah kepada Mama tirinya, yang sudah membuat tangannya kembali tidak bisa bekerja."Nggak apa-apa dek, ini abang yang kerjain semuanya." Daffin tersenyum dan mengusapkan handbody ke kaki istrinya. "Tapi nggak enak seperti ini. Hana mandi cuman dilap-elapin doang" Wajah Hana tampak sedih. Sore ini, suaminya, baru saja selesai membersihkan tubuhnya dengan dilap-lap saja. "Gak apa ya sayang, Kata dokter, cuman beberapa hari ini aja, gak boleh gerak seperti ini. Bila kondisi adek sudah baik, sudah boleh gerak lagi." Daffin mencoba untuk menenangk
Daffin mulai panik saat mendengar permintaan istrinya. apa yang diperintahkan Hana, mana mungkin ia bisa. Daffin Tidak terbayang seperti apa hasil dari perbuatannya nanti."Abang cepetan dong." Hana sudah tidak sabar untuk menunggu Daffin merias wajahnya."Yang mana?" tanya Daffin."tempatnya persegi panjang, ukurannya paling besar.""Ini?" tanyan Daffin.Hana mengangguk kan kepalanya"Mau warna apa?" Daffin menunjukkan berbagai macam warna yang ada di dalam kotak tersebut."Warna kecoklatan." Hana tersenyum manis."Ini ambilnya pakai apa."Itu yang bentuknya kecil, di atasnya ada busa.""Yang ini?" tanya Daffin."Iya," jawab Hana yang tersenyum manja. "Untung aja wajahnya cantik. Kalau jelek, buat tingkah kayak gini, sudah aku tarik-tarik hidungnya." Daffin berkata di dalam hati. Apapun pekerjaan yang dilakukan, menurutnya tidak sulit, namun merias wajah istrinya dengan memakai make up seperti ini, terasa begitu sangat sulit untuknya. Bagaimana bila nanti hasil dari pekerjaannya, a
Surya keluar dari kamar dengan sedikit berlari. Pria itu tidak ingin, menantunya melihat bahwa dirinya tertawa saat ini. "Kenapa papa keluar?" Mita bertanya, ketika melihat suaminya yang keluar dari dalam kamar. "Papa sakit perut ma, ha... ha..... ha...," jawab Surya. Akhirnya, ia bisa juga tertawa lepas seperti ini. "Daffin, memang nggak ada akhlaknya. Sudah tahu kondisi istrinya sakit seperti itu, masi saja dikerjain juga. Ha... Ha... ," kesalnya. Meskipun begitu sangat kesal melihat tingkah putranya, namun wanita itu tidak mampu menahan ketawanya ketika melihat wajah menantunya yang begitu sangat lucu. "Lihat itu kerjaan Daffin, wajah istrinya jadi seperti itu bentuknya." Surya teringat pipi Hana yang merah karena blush on."Hana seperti onde-onde, mama lihat lihat. Pipinya merah seperti itu, alisnya tebal, nggak sama tinggi lagi." Mita mengomentari wajah menantunya."Kurang kerjaan sekali itu anak. Papa mau ke coffee shop yang di bawah dulu, cari Daffin." Surya tidak sanggu