Jangan lupa vote dan komen ya Kakak...
“Terima kasih Nak Andro, kau sudah menyempatkan waktu datang ke pesta sederhana, nenek. Sayang sekali Sofiah tidak bisa ikut denganmu. Kalau dia ikut pasti seru, aku bisa reuni dengannya.” Sofiah adalah nama Oma. Andro duduk mendengarkan tanpa berbicara apapun, dia hanya membiarkan nenek Raya terus bicara, sedangkan dirinya sendiri lebih tertarik dengan wanita yang ada disampingnya saat ini. Raya yang tak lepas dari tatapan suaminya hanya tersenyum. Saat ini otaknya hanya mampu mencerna sebuah reaksi dari orang-orang disana yang berubah drastis setelah suaminya datang. Semua itu menegaskan bahwa dia sama sekali tidak berharga tanpa laki-laki yang sedang melingkarkan tangan di pinggangnya ini. ‘Aku ingin menciumnya,’ batin Andro. Matanya fokus ke ceruk leher Raya. ‘Sial, aku benar-benar ingin menciumnya! Shit! Apa yang kupikirkan sekarang? Ayo Raya, lihat aku, hanya lihat aku!’ “Kau mau menginap disini?” Tanya Andro membelai lembut rambut istrinya. Pertanyaan Andro berhasil membuat
Sekretaris Hans masuk ke dalam kamar. Untuk sebagian orang, hari ini sudah berakhir dan saatnya menikmati istirahat menuju esok. Namun malam panjang yang mendebarkan baru saja dimulai bagi pemilik rumah ini. Juga untuk penghuni kamar ini. Raya baru selesai mandi di kamar mandi luar. Dia rebahan menunggu suaminya di tempat tidur. Sementara itu masih terdengar jatuhnya air dari kamar mandi setelah tadi mengumpat kesal, protes karena kondisi kamar mandi kamar Raya yang sempit. Sebenarnya, bukan hanya Andro yang mengumpat kesal, tapi juga Raya. Pasalnya, Pak Sam menyingkirkan semua pakaian lama yang ada di kamarnya dan menggantinya dengan lingerie. Oh ya Tuhan… Mereka pikir aku akan melakukan apa di rumah ini… Pintu kamar mandi akhirnya terbuka. “Kamu sudah selesai?” Raya bangun dari tempat tidur saat Andro keluar dari kamar mandi. “Kasur apa ini. Sempit sekali.” Andro masih saja bergerutu mengkomplain apapun yang ada di situ sambil berjalan duduk di tempat tidur.“Keringkan rambutku
Setelah Raya tetidur pulas, Andro menarik selimut Raya, memberi kecupan di kening istrinya itu. Dia mengusap lembut kepalanya. “Tidurlah yang nyenyak, kau sudah banyak menderita di rumah ini. Sekarang waktunya mereka membayar semuanya.” Satu lagi kecupan di bibir membuat gadis itu menggeliat pelan. Namun tidak terbangun. “Tuan Muda.” Sekretaris Hans sudah berdiri di luar pintu. Tim Pak Sam ikut membantu membereskan rumah ini, hingga dalam sekejap, berantakan sisa pesta sudah tak terendus lagi. Saat ini, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Bukan lagi tengah malam. Namun masih terlalu dini untuk bangun. “Panggil mereka!” “Baik Tuan Muda.” Hati Andro mulai berkecamuk lagi memikirkan istrinya memakai celemek. Apalagi kala mengingat pipi dan bahu Raya yang lebam ketika malam pengantinnya waktu itu, bisa-bisa dia menghancurkan seisi rumah ini karena kesal. Saatnya mereka merasakan apa yang kamu rasakan di rumah ini dulu. Tak lama, Hans sudah muncul lagi, diikuti seluruh anggot
Pagi harinya, langkah Raya terhenti di dapur. Entah kenapa dia merasa sepertinya kehidupan kehidupan di dapur saat ini berjalan diluar sebagaimana mestinya. Yarina dan Ibunya sedang memasak disana. Apa karena Andro ada disini, lantas mereka ingin cari muka? Raya pun tak mau ambil pusing. Dia hanya mengambil minum dan sedikit membantu saja. “Raya, kenapa sudah bangun? Kamu butuh apa, sini biar tante yang siapkan.” Raya mengernyit, merasa ngeri sendiri. Seumur hidup baru sekali ini tantenya berbicara ramah dengannya. “Apa Tuan Andro sudah bangun? Mau disiapkan sesuatu?” masih bicara dengan nada yang menakutkan menurut Raya. “Tidak Tante, Tuan Andri belum bangun. Biar aku bantu di dapur.” Raya sudah mau mengambil pisau dapur. “Tidak!” Raya kaget tantenya berteriak. “Maaf, bukan maksud tante mau berteriak padamu, masuk saja ke kamar dan istirahat, tidak usah melakukan apa-apa. Nanti tante panggil kalau semuanya sudah matang.” Ibu Yarina menepuk bahu Raya, sorot matanya memohon. “Ma
Ruang Co-CEO Prakarsa Mega Group. “Tuan?” Mona masuk ke ruangan. “Mobilnya sudah siap.” “Baik.” Andro menutup laptopnya. Diikuti Mona dan Hans dari belakang, ketiganya masuk ke mobil dengan supir yang menyetir. Agenda Andro hari ini adalah mensurvei ke pembangunan hotel di sekitar Bandara. “Apa anda ingin makan siang lebih dulu, Tuan?” Tanya Mona. “Tidak kita langsung kesana saja.” ucap Andro fokus menatap gadgetnya. Mona cemberut karena dia tidak bisa menarik perhatian Andro. Sementara Hans fokus mengamati kenyamanan Tuan Mudanya. Sesampainya di pusat konstruksi, Andro dan Mona disambut oleh penanggung jawab, ia adalah sang arsitek. “Selamat datang Tuan Andro.” Andro menjabat tangan arsitek tersebut, “bagaimana pembangunannya?” Sang arsitek kemudian menjelaskan satu persatu pada Andro. Memberikan helm pengaman pada Andro dan Mona yang langsung mereka pakai. “Berapa persen lagi menuju penyelesaian?” “Sekitar 42% lagi, Tuan.” “Bisa selesai sesuai jadwal?” “Iya Tuan.” “Mo
Di dalam gedung Bumindo Corp, ruangan paling tinggi yang tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalamnya Andro tertawa sendiri mengingat kejadian conditioner tadi siang di rambutnya. Sementara Hans di sebelahnya menatap penuh tanya. “Hans, jangan lupa belikan aku pomade saat pulang nanti!” “Baik, Tuan.” Hans mengeluarkan ponselnya saat mendengar tanda pesan masuk. “Ada apa?” Andro menghentikan pekerjaannya. Menoleh pada Hans. Menanyakan pesan dari siapa yang masuk. “Sepertinya, Nona Muda baru saja menggunakan kartu yang anda berikan.” “Apa yang dia beli?” “Nona menggunakannya di sebuah salon, Tuan.” “Hahaha.” Andro tertawa dengan senang. “Aku menyuruhnya meluruskan rambut.” Apa! Hans merasa aneh mengetahui kemauan bosnya. Namun sepertinya dia bahagia dan menganggap istrinya adalah mainannya. “Hans…” “Iya Tuan Muda.” “Apa kau tidak penasaran, melihat rambut lurusnya? Jujur, aku sangat penasaran sekali… Haha, Raya ku yang ikal dan rambutnya mengembang, menjadi lurus” “Tapi
Andro dan Sekretaris Hans masuk ke dalam mobil. “Beritahu Pak Sama agar tidak usah membangunkan Raya ketika aku sampai rumah!” “Baik, Tuan Muda.” Sekilar, Hans melihat senyum samar di bibir Andro. Mereka melajukan mobil untuk kembali ke rumah. Sekretaris Hans mengirimkan pesan kepada Pak Sam, lalu dia meletakkan ponselnya dan fokus mengemudi. “Tuan Muda.” “Hm?” “Apa anda tahu jika Nona Celine sudah kembali?” Hans melirik Andro dari kaca spion. Andro masih terdiam sambil menyandarkan kepalanya, memejamkan mata. “Dua bulan lagi, dia akan mengadakan pertunjukan tunggal. Apa anda mau saya mengurus semuanya?” Hans melirik kaca spion lagi. “Sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan diri untuk menjadi sponsor, tetapi jika mereka tahu Tuan Muda akan menjadi sponsor Nona Celine, mereka pasti akan mundur dengan sukarela.” “Lakukan saja. Aku juga ingin melihat seperti apa dia hidup selama ini.” “Baik Tuan Muda.” Mobil mereka menyusuri jalanan yang mulai lengang. Melaju dengan cepat
Ya Tuhan, kenapa aku juga mau saja disuruh meluruskan rambut. Sekarang kalau sudah terlanjur seperti ini, mau bagaimana? Padahal jelas-jelas dia sendiri yang memintaku untuk meluruskan rambut. “Hahaha.” Eh, apa itu? Raya terkejut mendengar suara tawa yang datang dari kamar mandi. Raya melirik ponsel Andro di nakas. Ponsel itu masih ada disana. Lalu dengan siapa dia tertawa. Apa mungkin menertawakanku? Raya berjalan mengambil sepatu. Menunggu Andro keluar dari ruang ganti baju sudah dengan setelan jas rapinya. Keluar dari ruang ganti baju, Andro menarik ujung rambut Raya lagi seperti yang ia lakukan kemarin, saat Raya berlutut memakaikan sepatunya. “Kembalikan rambutmu ke bentuk semula, aku tidak suka ini.” Seharusnya Raya cukup mengatakan “Iya”. Namun karena kesal, dia menjawab dengan kalimat yang lumayan panjang. “Kata salonnya ini hanya sementara, paling seminggu lagi dia akan kembali ke bentuk semula.” “Kau mau membuat mataku sakit dengan melihatmu jadi jelek seperti ini?”