Hi Kakak, terimakasih sudah vote dan komen ya... kita update dua kali sehari ya... nanti malam lagi ;)
Ya Tuhan, kenapa aku juga mau saja disuruh meluruskan rambut. Sekarang kalau sudah terlanjur seperti ini, mau bagaimana? Padahal jelas-jelas dia sendiri yang memintaku untuk meluruskan rambut. “Hahaha.” Eh, apa itu? Raya terkejut mendengar suara tawa yang datang dari kamar mandi. Raya melirik ponsel Andro di nakas. Ponsel itu masih ada disana. Lalu dengan siapa dia tertawa. Apa mungkin menertawakanku? Raya berjalan mengambil sepatu. Menunggu Andro keluar dari ruang ganti baju sudah dengan setelan jas rapinya. Keluar dari ruang ganti baju, Andro menarik ujung rambut Raya lagi seperti yang ia lakukan kemarin, saat Raya berlutut memakaikan sepatunya. “Kembalikan rambutmu ke bentuk semula, aku tidak suka ini.” Seharusnya Raya cukup mengatakan “Iya”. Namun karena kesal, dia menjawab dengan kalimat yang lumayan panjang. “Kata salonnya ini hanya sementara, paling seminggu lagi dia akan kembali ke bentuk semula.” “Kau mau membuat mataku sakit dengan melihatmu jadi jelek seperti ini?”
Malam harinya ketika Andro pulang, dia hanya menarik dan menggulung rambut istrinya yang telah kembali ikal dengan telunjuknya. “Bagus!” Dia menyeringai. Sebenarnya Raya bukan mengembalikan bentuk asli rambutnya. Namun dia meminta salon untuk mengikalkan. Raya tidak sadar jika dari kemarin andro mengerjainya karena kesal padanya. Namun meski ada terselip rasa kesal dalam hati Raya, dia paling suka melihat Andro saat tidur, wajah tampan Andro seperti obat keracunan bagi Raya meski kalau sudah bangun dan membuka mulutnya, kata-kata Ando sering terdengar seperti penyihir jahat. “Air!” Raya mengambilkan air yang jelas-jelas ada di meja tepat disamping Andro duduk bersandar. Kemudian Andro juga minta dipijat. “Kau tidak bisa memijat lebih keras? Pak Sam tidak memberimu makan?” “Maaf Sayang.” Raya mengeraskan tekanan tangannya. “Apa kau mau membunuhku, ini sakit sekali.” “Eh, eh… maaf, maaf. Kalau seperti ini bagaimana, apa sudah pas?” “Heem.” Sambil menggosok punggung laki-laki
Rutinitas pagi Raya adalah mengantarkan Andro masuk ke dalam mobil untuk pergi bekerja. Hans sudah berdiri sedari tadi di dekat mobil. Andro melambaikan tangan kirinya, hal yang tanpa dia sadari selalu dia lakukan ketika mobilnya melaju meninggalkan Raya. Seperti biasa, Raya masih berdiri tidak bergerak ketika mobil menghilang di gerbang utama. Dia masih memandang lurus kedepan, melihat serombongan kelinci yang berlompatan di taman sambil tersenyum sendirian. Mobil Andro sudah melewati gerbang utama, hans di belakang kemudi membetulkan posisi kaca spion. Meliriknya sebentar. Melihat Andro yang pagi ini terlihat sangat senang. Senyum yang jaang ia tunjukkan itu lahir tanpa sengaja saat beberapa kali menarik bibirnya. “Sekretaris Hans, buatkan aku janji dengan dokter!” “Apa anda sedang sakit, Tuan Muda?” “Sepertinya ada masalah dengan tubuhku akhir-akhir ini.” Andro menyentuh dadanya. “Dadaku jadi sering berdebar tanpa alasan.” Hans yang tadinya panik dan mau langsung memutar arah
Benar saja, gadis cantik itu sedang duduk dengan elegan di sofa. Dia terkejut saat pintu terbuka, bangun dari duduknya. Sementara Andro dan Hans masuk, sekretaris senior itu mengisyaratkan agar ketiga staf sekretaris yang lain ikut masuk ke dalam. Kaki ketiga staf wanita itu sudah seperti terkulai tak berdaya. Namun mereka tidak punya pilihan selain mengikuti langkah pimpinan mereka. Sebelumnya, sekretaris senior sudah berusaha menghalangi Celine masuk. “Maaf Nona tapi anda tidak boleh masuk, mari saya antar ke ruang tunggu sebelum Pak Andro datang.” Sekretaris senior bicara dengan sangat sopan, dia mempersilahkan dengan tangannya.. “Kamu tidak tahu siapa aku?” Sekretaris senior menundukkan kepalanya, meminta maaf. Dia tentu sangat tahu siapa gadis di hadapannya. Dua tahun lalu gadis ini bisa keluar masuk ke ruangan presdir bahkan tanpa pemberitahuan maupun membuat janji temu terlebih dahulu. “Maafkan saya Nona Celine, tapi saya tidak bisa mengizinkan anda masuk. Sekretaris Hans m
Raya sedang melamun sambil menghabiskan sekotak anggur di meja dapur sambil melihat para koki yang sedang mempersiapkan makan malam. Namun meskipun mata Raya terlihat memperhatikan mereka, tidak dengan pikirannya.Hubunganku dengan suamiku sejauh ini berjalan dengan sangat baik. Tapi bagaimanapun kami tidak menikah atas dasar cinta, aku mungkin hanyalah teman menjalani hari-hari baginya. Mungkin dia hanya mencintai mantan kekasihnya, mungkin juga saat ini dia sedang bimbang karena mantannya kembali datang. Tapi cinta tak bisa dibohongi, bukan? Dia pasti kembali pada pemiliknya.Raya sudah menghabiskan 200 gram anggurnya. Menggeser kotaknya ke pinggir, lalu bangun dari duduk. Dia ingin mencari teman bicara di paviliun. Saat mau melangkah menuju paviliun belakang rumah, dia melihat Jeta yang mondar mandir di ruang keluarga. Raya mendekatinya. Duduk menjatuhkan diri di sofa depan Jeta. Jeta melirik sekilas.“Jeta.” Raya memanggil.“Iya, Nona.” Jeta menghentikan langkahnya lalu berdiri d
Aku benar-benar sudah terlalu baik padanya. Apa cuma aku yang merasa kalau hubungan ini lambat laun sudah seperti pernikahan yang didasari cinta. Tapi kenapa ternyata kenyataannya hanya aku yang merasa seperti itu. Lihat dia, bagaimana bisa melepaskanku dengan begitu mudahnya. Bercerai? Jangan mimpi. “Hans!” “Iya Tuan Muda, apa Anda mau saya mengurus Nona Celine?” Sekretaris Hans selalu tahu apa yang harus dia lakukan. “Terserah.” Andro baru saja mendengar percakapan antara Raya dan Celine di cafe yang direkam oleh Nana ata perintah Hans. Api amarah dalam diri Andro seketika meluap di sekujur tubuhnya. “Argh!” dia membuang semua benda yang ada di mejanya. Berjatuhan begitu saja. Sementara Hans masih berdiri di sampingnya. “Apa yang dilakukan Raya setelah itu?” “Nona Muda langsung pulang, setelah itu tidak keluar lagi sampai saya datang kemari, Tuan.” Jawab Nana. “Oke, keluarlah. Kau sudah bekerja dengan baik. Hans, berikan bonus padanya.” “Baik Tuan Muda.” Hans pergi menyusul
“Suasana hati Tuan Muda sedang buruk, jangan membantah apapun yang dikatakannya!” Kalimat yang dikatakan sekretaris Hans membuat Raya berdebar sepanjang menaiki tangga memasuki kamar.Raya selesai melepas sepatu Andro, meletakkan sandal rumah dibawah kakinya. Saat dia bangun, suaminya menyentuh bahunya, sedikit menekan. Membuatnya kembali berlutut. Raya mulai dirasuki perasaaan tidak nyaman karena itu. Ini bukan suasana hatinya sedang buruk, tapi sepertinya dia benar-benar sedang marah.“Kau bertemu Celine hari ini?” Suara andro terdengar dingin.Raya tersentak.Bagaimana dia bisa tahu kalau aku bertemu dengan Celine. Apa dia benar-benar mengawasi gerak-gerikku setiap hari? Apa Nana yang memberitahukannya? Tapi dia sudah berjanji untuk tidak memberitahukan itu… Tidak mungkin, pasti sekretaris Hans yang memberitahu dia, karena selama ini sekretaris Hans selalu saja tahu gerak-gerik orang, bahkan sering yang belum keluar dari hatiku pun dia tahu.“Iya, Sayang.” Suara Raya terdengar lir
Raya berjalan perlahan menuju tempat tidur. Setelah perintah naik tadi tidak terdengar suara apapun. Andro juga sudah tidur di bawah selimut.Ayo Raya, jangan bicarakan apapun sekarang, cukup lakukan yang dia katakan. Aku yakin dia hanya menggertak. Dia tidak mungkin mau mencabik-cabik tubuhku. Baiklah, pelan-pelan Raya. Jangan membuat suara mengganggu. Sebentar lagi dia juga tidur. Aku hanya perlu menahan napas sampai dia tidur.“Apa kau lupa apa yang kukatakan tadi.” Saat Raya sudah terbaring di tempat tidur. Andro menendang selimut sampai benada itu teronggok di lantai. Sekarang kaki kanan Andro sudah naik ke atas kaki Raya, menindih nya. “Sudah ku katakan, aku kan mencabik-cabik tubuhmu. Apa kau sudah siap?”Entah sudah sepucat apa sekarang wajah Raya, tangannya bergetar berpegangan pada pinggir tempat tidur. Berusaha menggerakkan kakinya agar bisa menyingkir. Namun tenaganya kalah jauh. Kaki panjang milik Andro bahkan tidak bergeser sedikit pun. Semakin dia berusaha menggerakkan