Vote yuk kakak
Raya memegang tangan Andro kuat-kuat. Merasakan sesak ketika seorang wanita yang diyakininya adalah ibunya tidak mengenalinya. Andro juga menggenggam tangan Raya dengan kuat. “Boleh kami bicara sebentar?” Wanita itu melihat ke sekeliling rumah sebelum akhirnya mempersilahkan masuk. Sebuah rumah kuno, hanya ada ruang tamu dari kayu dan tabung televisi dengan beberapa ruangan kosong. Kasur lantai terlipat di lantai yang terbuat dari semen. “Untuk apa kalian kemari, apa yang kalian inginkan?” Raya hanya diam, hatinya berkecamuk. Sepertinya, dia mengenali Raya. “Kau tidak ingin menyampaikan sesuatu pada istriku?” Tanya ANdro. “Tidak ada yang perlu kukatakan padanya,” ucap wanita itu menatap tajam Raya. “Kau pasti sudah tahu bukan?” “Saya tidak tahu apapun,” ucap Raya dengan suara tercekat menahan tangis. “Kau tahu! Aku dan suamiku tidak ingin lagi berhubungan denganmu! Meskipun dalam dirimu mengalir darah kami berdua, itu tidak berarti apapun. Kau bukan siapa-siapa bagi kami.” “M
Raya bersandar pada dada Andro selama perjalanan di dalam mobil, setelah sampai di helipad terdekat, Andro memutuskan untuk menggunakan helikopter untuk mempersingkat waktu. Di jakarta, pekerjaan Andro sudah siap menghadang, Andro harus kembali ke dunia nyata. Dengan Raya yang masih enggang melepas pelukannya, Andro harap semua akan baik-baik saja. Saat sampai di kediaman Prakarsa, Andro membangunkan Raya. “Bangun, Raya…” “Eum, sudah sampai?” “Aku tahu pelukanku sangat nyaman. Raya hanya diam, dia keluar dari helikopter dengan kepala yang masih pusing. Hingga hampir terjatuh, beruntung Andro menahan pinggangnya. “Masih pusing?” “Tidak apa-apa.” Andro menuntun Raya menuju rumah. “Kenapa sepi sekali?” Gumam Raya. Dan saat Andro membuka pintu. “Halooo! Selamat datang!” Teriak Oma lalau diusul suara terompet. “Selamat atas kesembuhan cucuku Andro dan mulainya produksi home industri kalian!” Mata Andro melotot, bukan hanya ada Oma disini. Ada kedua sahabatnya dan banyak lagi ke
Setelah kehebohan itu, Oma terus saja mengomel waktu akhirnya tahu apa yang terjadi sebnarnya. “Kau tahu Ria sedang tidak enak badan, tapi terus saja disuruh produksi kue mochi. Benar-benar kau ini…” “Bukankah Oma yang menginginkan segera punya cicit? Ini aku sedang berusaha.” Jawab Andro. Oma terkejut mendengar jawaban cucunya yang selama ini kaku dan dingin, “ya, ya tidak waktu Ria tidak enak badan seperti ini!” “Raya saja tidak masalah,” Andro membela diri lagi. Membuat Oma menatap Raya yang duduk diam dan mengangguk dibawah tekanan Andro. Andro menyeringai senang sambil menyilangkan tangannya di dada. “Berhenti menyalahkan, Oma yang mengganggu kami.” “Bagaimana aku tidak teriak, kalian membuat gempa?” “Ya seharusnya Oma lihat dulu.” “Andro, kau lupa sedang berbicara dengan siapa?” Andro segera mengatupkan bibirnya, membuat ekspresi lucu dan mengangkat dua jari tanda perdamaian ke Oma. “Peace!” Raya berusaha menahan tawa melihat perdebatan keduanya. “Sudahlah, Oma. Aku dan
“Jangan bilang kamu bahkan lupa membelikanku sesuatu.” Menarik ujung rambut Raya. Andro menggulung rambut istrinya sampai wajah Raya menempel di pipinya. “Habis kau, kalau tidak ada barang untukku. Aku akan membuatmu merintih semalaman.” Wajah Raya berubah menjadi pucat pasi, dia bergerak menjauhkan pipinya beberapa senti agar otaknya bisa dipakai untuk berfikir. Dan seolah ada bohlam yang menyala dalam pikirannya, ‘Ya Tuhan, untung kemarin Nana mengingatkanku membeli sesuatu untuk Suamiku.’ “Aku juga membelikanmu sesuatu, kok.” “Apa?” Jemari Andro memperagakan seolah akan meremas sesuatu, membuat Raya merintih. “Kalau kau cuma cari alasan, habis kau.” Raya segera bangun dan kabur, membuat tangan Andro meremas udara. “Kau mau kemana, hah?” Andro berteriak kesal. “Aku mau mengambilkan hadiah untuk mu.” Raya sudah berdiri di samping tempat tidurnya yang berantakan.” “Cepat kemarikan, sebelum aku benar-benar marah.” “I, iya.” Raya bergegas masuk ke ruang ganti baju, mengambil k
Raya memasuki halaman rumah kediaman Lazuardi, mobilnya berhenti terparkir di samping mobil Yarina. Raya melihat seorang pelayan membuka pintu utama lalu berdiri di dekat pintu Tak lama di belakangnya menyusul Yarina dan Ibu Yarina. Rasanya, sudah lama terakhir kali Raya memasuki rumah ini. Kali ini, untuk pertama kalinya Raya pulang. Lucunya, dia bahkan butuh alasan dan acara khusus hanya untuk sekedar pulang ke rumah neneknya. ‘Memang, apa yang kita harapkan?” Yarina bicara pada Ibunya melihat kemunculan Raya yang sendirian, tanpa suaminya, tamu kehormatan yang ditunggu. Setelah kesembuhan Andro, seolah melihat masa depan cerah dalam diri lelaki itu, keluarga Raya heboh menjunjung. Neneknya bahkan begitu membanggakan Andro di hadapan teman-teman sosialitanya. Di tambah kabar jika Andro sekarang adalah pemegang saham utama PM Group, tentu saja itu merupakan gambaran masa depan yang begitu indah bagi keluarga Lazuardi yang hampir bangkrut. “Tuan Andromeda Prakarsa tidak mungkin dat
“Nona, kenapa di dapur?” Bibi pengurus rumah muncul dari dalam dan sigap mengambil pisau di tangan Raya. “Sudah tidak apa-apa, Bi. Mana buah yang mau dipotong. Biar aku yang kerjakan, Bibi kerjakan yang lain saja.” Raya memotong buah kecil-kecil untuk stock isian es buah lalau memasukkannya ke dalam wadah. Menambahkan susu dan sirup tak lupa batu es juga. Di depan, para tamu dan keluarga besar sudah mulai berdatangan, berkoloni masing-masing. Mengobrol dan saling memamerkan apa yang mereka punya. “Aduh, jiwa-jiwa pembantumu itu gak ilang ya, Raya?” Yarina muncul dengan bala tentaranya. Raya mendengus, mengacuhkan sepupu dan beberapa orang gengnya itu. “Pergilah, jangan menggangguku!” Raya memegang pisau yang berlumuran warna mereah karena baru ia pakai memotong buah naga. “Biasa aja! Temanku hanya ingin menyapamu, Nyonya Prakarsa Mega Group! Kenapa? Minder ya? Ngerasa gak pantas untuk gelar itu?” Yarina tertawa meremehkan, diikuti dengan kekehan dua orang lagi gengnya. Mereka bert
“Terima kasih Nak Andro, kau sudah menyempatkan waktu datang ke pesta sederhana, nenek. Sayang sekali Sofiah tidak bisa ikut denganmu. Kalau dia ikut pasti seru, aku bisa reuni dengannya.” Sofiah adalah nama Oma. Andro duduk mendengarkan tanpa berbicara apapun, dia hanya membiarkan nenek Raya terus bicara, sedangkan dirinya sendiri lebih tertarik dengan wanita yang ada disampingnya saat ini. Raya yang tak lepas dari tatapan suaminya hanya tersenyum. Saat ini otaknya hanya mampu mencerna sebuah reaksi dari orang-orang disana yang berubah drastis setelah suaminya datang. Semua itu menegaskan bahwa dia sama sekali tidak berharga tanpa laki-laki yang sedang melingkarkan tangan di pinggangnya ini. ‘Aku ingin menciumnya,’ batin Andro. Matanya fokus ke ceruk leher Raya. ‘Sial, aku benar-benar ingin menciumnya! Shit! Apa yang kupikirkan sekarang? Ayo Raya, lihat aku, hanya lihat aku!’ “Kau mau menginap disini?” Tanya Andro membelai lembut rambut istrinya. Pertanyaan Andro berhasil membuat
Sekretaris Hans masuk ke dalam kamar. Untuk sebagian orang, hari ini sudah berakhir dan saatnya menikmati istirahat menuju esok. Namun malam panjang yang mendebarkan baru saja dimulai bagi pemilik rumah ini. Juga untuk penghuni kamar ini. Raya baru selesai mandi di kamar mandi luar. Dia rebahan menunggu suaminya di tempat tidur. Sementara itu masih terdengar jatuhnya air dari kamar mandi setelah tadi mengumpat kesal, protes karena kondisi kamar mandi kamar Raya yang sempit. Sebenarnya, bukan hanya Andro yang mengumpat kesal, tapi juga Raya. Pasalnya, Pak Sam menyingkirkan semua pakaian lama yang ada di kamarnya dan menggantinya dengan lingerie. Oh ya Tuhan… Mereka pikir aku akan melakukan apa di rumah ini… Pintu kamar mandi akhirnya terbuka. “Kamu sudah selesai?” Raya bangun dari tempat tidur saat Andro keluar dari kamar mandi. “Kasur apa ini. Sempit sekali.” Andro masih saja bergerutu mengkomplain apapun yang ada di situ sambil berjalan duduk di tempat tidur.“Keringkan rambutku
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang