Malam hari telah datang, Gala dan Mentari sudah terlelap di kamar anak yang masing masing memiliki ruang terpisah. Dan Oma, dia masih nongkrong di caffe bawah villa bersama dengan bule bule kenalannya yang baru.Andro? Jangan ditanya lagi, dia sedang berusaha mengajak istrinya keluar dari Villa karena kesal berada di sana seharian dengan diganggu anak anak.“Sayang....,” ucap Andro di ambang pintu, matanya menatap sang istri yang sedang mengelus kepala Mentari penuh kasih sayang. “Dia sudah tidur?”Raya mengangguk.“Ayo kita keluar, jalan jalan di pantai.”“Ini sudah malam, tidak dingin?”Hanya helaan napas yang menjawab, yang mana membuat Raya tersenyum simpul. Kasihan juga suaminya yang berniat berduaan dengannya kini terganggu oleh bocah bocah itu.Sampai akhirnya Raya mengangguk, dia menyanggupi untuk keluar bersama dengan Andro.“Yes,” ucap pria itu dengan penuh semangat.Andro berjalan mengambil jaket miliknya juga milik istrinya, dengan penuh kegembiraan Andro bahkan memakaikan
Raya menatap tidak percaya Andro kini memesan satu kamar hotel hanya untuk mereka mandi saja. membuat Raya menatap suaminya penuh tanya, apakah uangnya tidak habis habis? Dia tidak memesan sembarang kamar, melainkan hotel bintang lima kelas presiden suit yang memiliki ukuran kamar begitu luas. Ini cocok untuk orang orang yang sudah berkeluarga.“Sayang..., apa ini tidak terlalu....?” Ucapan Raya menggantung begitu mereka masuk.Setelah melihat matahari terbit dan makan bubur bersama, Raya merasa tubuhnya lengket dan meminta untuk kembali. Tapi bukan Andro namanya yang ingin kedekatannya bersama sang istri diganggu, membuat Andro malah memesan hotel yang lebih jauh dari villa dan itu membutuhkan waktu lebih dari setengah jam dari pantai.“Tidak, Sayang. Mandilah dan kita akan beristirahat di sini.”“Kapan kita akan kembali ke villa?”“Besok pagi saja, lihat kamar ini sudah aku bayar dan itu sangat mahal.”“Aku tidak memintanya.”“Ya, baiklah. Kita akan pulang setelah mandi.”Raya menel
“Punya Dala tidak ada yang bagus.”“Hei, namamu juga aneh aneh.”Oma memijat kepalanya yang terasa pening.“Tapi Oma janji bukan akan memakai salah satu dari milik kami?” tanya Gala.Oma terpaksa menggangguk, karena memang itu yang dia janjikan sebelumnya. Semoga saja nama yang mereka siapkan normal.“Bagaimana kalau kita membuat topeng dari tanah liat? Oma bosan menunggu kalian ayo.”“Tidak mau,” ucap Mentari.Membuat Gala berdiri. “Ayo Oma, bersama Gala saja. tinggalkan dia sendirian di sini.”“Aaaaa ikut,” rengek Mentari sambil berjalan mengikuti Oma dan Gala menuju ke balkon gazebo villa.Di sana Oma mengambil pengukur tali, dimana dia akan mengukur diameter wajah Gala dan Mentari.“Nah... mari dimulai dengan Mentari dulu supaya bisa tahu ukuran topengnya,” ucap Oma mengukur wajah Mentari.Kemudian berganti pada Gala, Oma mengukurnya dengan seksama. “Wah..., wajah Gala sangatlah kecil, sangat sangat kecil.”Gala tersenyum, kepala yang kecil menurutnya adalah yang terbaik.“Itu kal
Pada akhirnya setelah perdebatan begitu panjang antara Gala dan Mentari yang menyebabkan keduanya sampai saling marah itu, Raya memutuskan untuk tidak menggunakan huruf R dalam bayi yang akan dia lahirkan nanti. Dia memutuskan jika namanya akan diambil dari salah satu pilihan Gala, tapi tidak menggunakan huruf R.“Sudah, jangan menangis.... Gala sudah meminta maaf bukan?”Mentari masih menangis tersedu sedu, yang mana membuat Raya memeluknya erat. Begitupun dengan Gala yang kini sedang marah karena dipukul Mentari sedang berada dalam pelukan daddy nya.“Kau juga harus minta maaf pada Gala, sayang. Ayo kita lakukan.”Mentari menggelengkan kepalanya enggan melakukan hal itu, biar saja Gala dipentung. Toh dia memang salah karena terus mengerjainya dengan membuatkan nama yang di dalamnya terdapat huruf R. itu benar benar membuat Mentari sangat kesal sekali.“Sayang..., jangan seperti ini. lihat kepala Gala, dia kesakitan karena pukulanmu.”“Itu salahnya kalena telus mengejek Thali.”“Oke
Kedua anak kembar itu tengah berjalan beriringan, Andro memperhatikan dari belakang bagaimana saudari kembarnya itu bermain dengan sangat lincah, setiap ada sesuatu yang baru, pasti menarik perhatian Mentari. Bahkan kantong plastic yang berkilauan, yang mana membuat Andro menggelengkan kepalanya, “Dia itu apa? Kenapa selalu penasaran?”Andro sedikit berlari menyamakan langkahnya dengan Mentari, sementara orangtuanya berjalan di belakang memperhatikan anak anaknya. Mereka dalam perjalanan kaki menuju ke restaurant untuk makan malam sebelum pulang ke rumah. Sementara Oma memilih menghabiskan waktu terakhirnya bersama dengan Jeta untuk makan berdua di tepi pantai, dan tentu saja resto yang mahal.Alasan Andro tidak bersama dengan Oma, karena Oma sendiri yang melarangnya untuk ikut bersamanya. Yang membuat Andro paham, pasti Oma akan merogoh uangnya cukup dalam. Alhasil dia memilih pindah resto yang masih ada di sekitaran sana.“Apa? Jangan ganggu.”“Tunggu sebentar.”“Ish, ada apa?” tany
“Gala sayang, bereskan mainanmu, Nak,” ucap Raya saat melihat balkon yang begitu berantakan karena Gala yang meninggalkan sisa mainannya di sana. Tapi tidak kunjung ada jawaban, yang membuat Raya mengerutkan keningnya. Dimana sosok putranya itu.“Gala?” panggil Raya sekali lagi. Dia menelusuri ruangan dan hanya mendapati Oma yang sedang menghitung pernak pernik yang dibelinya, Mentari yang sibuk dengan mainannya, juga Andro yang sedang membantunya packing.Dimana anak sulungnya itu, dia selalu saja membuatnya khawatir.Sementara itu, anak yang sedang dicari oleh Raya sedang berada di caffe yang ada di sebelah villa. Dia sedang duduk dengan choco banana milk di hadapannya, jika dilihat dari depan, hanya kepalanya saja yang terlihat mengingat itu tempat duduk untuk orang dewasa.Bukan itu masalahnya, tapi Gala sedang berada di sekeliling wanita wanita bule yang seksi yang sesekali menggodanya.“Kau tidak punya pacar?” tanya salah satu wanita yang sudah dewasa itu.Gala menggelengkan kep
“Mommy, kita serius akan ke Swiss?” “Iya, kita akan merayakan paskah di sana,” jawab Raya yang sedang berkemas, dia tidak sabar bertemu dengan teman temannya yang lain. Sebelum bayinya lahir dan juga membuatnya sibuk kembali, Raya rasa ini adalah waktu yang sangat tepat untuk bisa bertemu mereka dan menghabiskan waktu bersama sama. “Kau mmerindukan Uncle Prabu mu?” “Kami jarang berbicara akhir akhir ini, apa dia sudah tua?” Gala melah tertawa sambil berguling guling di atas ranjang, Mentari tipikal orang yang santai, dia tidak masalah bertemu dengan siapa saja nantinya. Hanya main yang ada dalam pikirannya. “Katanya anak Uncle Prabu itu perempuan ya?” “Heh, kau mau apa?” “Kalau dia seperti Cantika, aku akan menyukainya.” “Kau benar benar menyukai Cantika?” “Mommy aku tidak menyukainya, aku hanya menghargainya sebagai penggemarku.” “Astaga, sudah sana ikut bermain denga Tari dan Oma!” “Malas,” ucap Gala yang menguap dan berguling di atas karpet ke sana kemari mencari kenyamanan
Seorang wanita bernama Nina itu menatap sang pengasuh meminta anaknya diawasi saat sedang bermain, dia melangkah ke arah dapur dan melihat istri dari Prabu itu sedang sibuk mempersiapkan makan malam. Baru juga dia akan mengeluarkan kalimat, seseorang lebih dulu membuka pintu dengan keras dan berkata, “Oma datang! Yuhu para wanita cantik, kalian dimana?”BRAK! Rara langsung melempar spatula yang dipegangnya kemudian berlari ke arah Oma sambil merentangkan tangannya. “Omaaaaaa! Aku rinduuuu!”“Astaga, itukah bocah yang ingatannya terjebak dalam usia belasan tahun, Raya?”“Oma jangan mengatakan hal itu,” ucap Raya yang berada di samping Oma.“Astaga, Oma. Oma terlihat lebih muda daripada di ponsel.”“Oh astaga, Oma malu. Bagaimana kabarmu? Oma mau istirahat dulu. Nanti bicaranya ya,” ucap Oma sambil memeluk Rara. Kemudian matanya menatap cicit perempuannya. “Mentari, beri salam pada Aunty Rara.”“Hallo Aunty Lala.”“Haha,” ucap Rara dengan kaku. “Hallo, Tari. Istirahatlah di kamar. Yang